Anda di halaman 1dari 70

TUGAS AKHIR

ANALISIS KECACATAN PADA PROSES PRODUKSI SEPATU DENGAN


MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT
ANALYSIS
(Studi kasus di UD. Giri Jaya)

Disusun oleh :
Nama : Bayu Sonata
NIM : 14.611.003

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2021
TUGAS AKHIR

ANALISIS KECACATAN PADA PROSES PRODUKSI SEPATU DENGAN


MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT
ANALYSIS

(Studi kasus di UD. Giri Jaya)

Disusun oleh :
Nama : Bayu Sonata
NIM : 14.611.003

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2020

i
TUGAS AKHIR

ANALISIS KECACATAN PADA PROSES PRODUKSI SEPATU DENGAN


MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT
ANALYSIS
(Studi kasus di UD. Giri Jaya)

Disusun Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik


Program Studi Teknik Industri S-1 Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Gresik

Disusun oleh :
Nama : Bayu Sonata
NIM : 14.611.003

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2020

ii
LEMBAR PERSETUJUAN
TUGAS AKHIR

ANALISIS KECACATAN PADA PROSES PRODUKSI SEPATU DENGAN


MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT
ANALYSIS
(Studi kasus di UD. Giri Jaya)

Disusun Oleh :

Nama : Bayu Sonata


NIM : 14.611.003

Gresik, 14 Desember 2020

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dzakiyah Widyaningrum, ST., MSc. Ahmad Wasiur Rizqi ST., MT.


NIP. UMG 06111507174 NIP. 06111809221

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Industri

Dzakiyah Widyaningrum, ST., MSc.


NIP. UMG 06111507174

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK

iii
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2020
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR

ANALISIS KECACATAN PADA PROSES PRODUKSI SEPATU DENGAN


MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT
ANALYSIS
(Studi kasus di UD. Giri Jaya)

DisusunOleh:

Bayu Sonata
NIM. 14 611 003

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal .............................

Susunan Tim Penguji

Penguji I (Ketua) Penguji II (Sekretaris)

Dzakiyah Widyaningrum, ST., MSc. Ahmad Wasiur Rizqi ST., MT.


NIP. UMG 06111507174 NIP. 06111809221

Penguji III (Anggota) Penguji IV (Anggota)

Elly Ismiyah, ST., MT. Efta Dhartikasari Priyana, S.Si., MT.


NIP. 06111202151 NIP. UMG 169910047

Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik UMG Ketua Program StudiTeknik Industri
Fakultas Teknik UMG

iv
Dr Eko Budi Laksono, ST., MT., IPM. Dzakiyah Widyaningrum, ST., MSc.
NIP. 19700503 200501 2 002 NIP. UMG 06111507174
PRAKATA

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Syukur Alhamdulillah atas segala karunia Allah SWT, atas limpahan kasih sayang,
nikmat dan karunia-Nya serta tidak lupa kepada Rasulullah kita Nabi besar kita
Muhammad SAW yang membawa kita dari jalan kegelapan menuju jalan terang, dari
kebodohan menuju keilmuwan yaitu adinul Islam, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian tugas akhir ini yang berjudul “ANALISIS
KECACATAN PADA PROSES PRODUKSI SEPATU DENGAN
MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DAN FAILURE MODE EFFECT
ANALYSIS (Studi kasus di UD. Giri Jaya)”. Laporan tugas akhir ini merupakan
salah satu syarat yang harus ditempuh oleh mahasiswa untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Jurusan Teknik Industri Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Gresik.
Penulis menyadari bahwasannya hasil penulisan laporan tugasakhir ini masih
jauh dari kata sempurna, dimana tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Selain
itu, keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penyusunan laporan tugas akhir ini
banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun materil.
Untuk itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ayah dan ibu atau Orang tua saya yang selalu memberikan motivasi dan
mendo’akan setiap hari demi kelancaran penyelesaian tugas akhir ini.

2. Prof. Dr. Ir. Setyo Budi, M.S. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik.

3. Bapak Dr Eko Budi Laksono, ST., MT., IPM. selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Gresik.

4. Ibu Dzakiyah Widyaningrum, ST., MSc. Selaku Ketua Program Studi Teknik
Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Gresik.

v
5. Ibu Dzakiyah Widyaningrum, ST., MSc. Selaku pembimbing I yang telah
banyak memberikan arahan terhadap penyelesaian tugas akhir ini.

6. Bapak Ahmad Wasiur Rizqi ST., MT. Selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan arahan terhadap penyelesaian tugas akhir ini.

7. Ibu Elly Ismiyah, ST., MT. Selaku dosen penguji I dan Ibu Efta Dhartikasari,
S.Si., MT. selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktunya untuk
menguji dan memberikan kesempatan untuk mempertanggung jawabkan tugas
akhir penulis.

8. Seluruh Dosen Program Studi Teknik Industri yang selama ini telah memberikan
ilmu dan pengalamannya selama mengajar dan dukungan moral, sehingga dapat
membantu memberikan wawasan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

9. Staf Tata Usaha Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Gresik yang telah
banyak memberikan semangat dan dukungan moral selama menyelesaikan tugas
akhir ini.

10. Seluruh Jajaran karyawan UKM Bonassa Collection yang selama ini telah
membantu dan memberikan masukan yang bersifat membangun dalam
penyesaian tugas akhir ini.

11. Keluarga Besarku, terima kasih do’a dan dukungannya yang tak kenal kata lelah
pagi, siang, malam, semoga semuanya senantiasa diberikan kesehatan,
keselamatan, rejeki dan umur yang panjang…Aamiin

12. Sahabat suka duka Teknik Industri kelas A-Pagi angkatan 2014 sudah
memberikan warna baru dalam berkeluarga di lingkup kampus, berjuang
bersama mengerjakan tugas-tugas kuliah.

13. Sahabat ngopi diskusi M. Faris Imananda, Alfian Hamdani, Qodrul Al aziz,
Khoirul Anwar, yayan Permana, Fiqih Hambari sudah memberikan semangat
dan motivasi ketika saat saya bingung dan down.

vi
14. Seluruh Kader Himpunan Mahasiswa Islam Gresik yang mendorong
memberikan semangat dan membantu kelancaran untuk mengerjakan Tugas
Akhir ini dan khususnya adinda-adinda ku yang selalau bertanya kapan lulus
kanda, itu sebuah motivasi untuk bergerak untuk secepatnya lulus.

15. Dan tak lupa kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu. Terima kasih telah membantu dan mendoakan penulis dalam penyusunan
tugas akhir ini.

Atas semua dukungan dan bantuannya semoga Allah SWT dapat membalas
dengan Rahmat dan Hidayah yang lebih baik serta memberikan kemudahan dalam
segala hal dan urusannya. Tak lupa penulis juga meminta maaf yang sebesar-
besarnya atas kekurangan dan kesalahan selama menempuh studi dan dalam
penyusunan tugas akhir ini. Pada akhirnya penulis berharap semog a tugas akhir ini
dapat memberkan manfaat dan menambah wawasan bagi semua yang membacanya.
Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Gresik, 20 Januari 2021

Bayu Sonata

vii
DAFTAR ISI

JUDUL
PENEGASAN
LEMBAR PERSETUJUAN.........................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................iv
PRAKATA....................................................................................................................v
DAFTAR ISI..............................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................x
DAFTAR TABEL........................................................................................................xi
ABSTRAK..................................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.......................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................7
1.5 Batasan Masalah............................................................................................7
1.6 Asumsi-asumsi..............................................................................................7
1.7 Sistematika penelitian....................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................10
2.1 Kualitas........................................................................................................10
2.2 Produk Rusak...............................................................................................10
2.3 Konsep Six Sigma.......................................................................................12
2.2.1 Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC)........................13
2.2.2 Six Sigma Tools.....................................................................................14
2.4 Defects Per Opportunity (DPO)..................................................................20
2.5 Defects Per Million Opportunity (DPMO)..................................................20
2.6 Refrensi Penelitian Sebelumnya..................................................................21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................................23
3.1 Tahap Identifikasi........................................................................................24
3.2 Tahap Pengumpulan Dan Pengolahan Data................................................24
3.2.1 Pengumpulan Data.................................................................................24

viii
3.2.2 Pengolahan Data....................................................................................26
3.3 Tahap Analisis dan Rancangan Usulan.......................................................26
3.3.1 Analyze..................................................................................................27
3.3.2 Improve..................................................................................................28
3.4 Kesimpulan dan Saran.................................................................................28
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA......................................29
4.1 Define..........................................................................................................29
4.1.1 Penentuan Tim Proyek Six Sigma..........................................................29
4.1.2 Proses Aliran Produksi Sepatu..............................................................30
4.1.3 Identifikasi Produk Amatan...................................................................33
4.1.4 Identifikasi Jenis Defefcts / Cacat..........................................................35
4.1.5 Penentuan Critical To Quality...............................................................36
4.2 Measure.......................................................................................................37
4.2.1 Pengukuran Baseline Kinerja................................................................38
4.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses.............................................................39
4.2.3 Menghitung Nilai Cost of Poor Quality (COPQ)..................................42
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI...............................................................43
5.1 Analyze........................................................................................................43
5.1.1 Fishbone Diagram.................................................................................43
5.1.2 FMEA (Failure Mode Effect Analyze)..................................................46
5.2 Improve........................................................................................................52
5.2.1 Usulan Perbaikan Kecacatan.................................................................52
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................54
6.1 Kesimpulan..................................................................................................54
6.2 Saran............................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................56

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Proses Produksi Sepatu (Sumber: UD. Giri Jaya).....................................3


Gambar 1. 2 Grafik Jumlah Produksi Sepatu Maret – Agustus 2020.........................4Y
Gambar 2. 1 Diagram sebab akibat.............................................................................16
Gambar 2. 2 Diagram Pareto.........................................................................................1
Gambar 3. 1 Flowchart Pemecahan Masalah 23
Y
Gambar 4. 1 Proses Aliran produksi Sepatu................................................................31
Gambar 4. 2 Diagram Pareto Jumlah defect bulan Maret-Agustus 2020....................38
Gambar 4. 3 Bagan kendali shewchart........................................................................41
Gambar 4. 4 Probability Plot of Failure Data............................................................41
Gambar 4. 5 Process Capability kecacatan sepatu........................................................4
Gambar 5. 1 Fishbone Diagram Defect open bonding................................................44
Gambar 5. 2 Fishbone Diagram Defect Outsole.........................................................45
Gambar 5. 3 Fishbone Diagram Defect Listing..........................................................46
Gambar 5. 4 Fishbone Diagram Defect Upper...........................................................46

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Data Jumlah Permintaan, Produksi dan Kecacatan Produk AUT006.......5Y


Tabel 2. 1 Fase FMEA.................................................................................................17
Tabel 2. 2 Rating Severity...........................................................................................18
Tabel 2. 3 Rating Occurance.......................................................................................19
Tabel 2. 4 Rating Detection...........................................................................................1
Tabel 4. 1 Data Produksi Sepatu di UD. Giri Jaya Maret-Agustus 2020....................34
Tabel 4. 2 Jumlah Permintaan, Produksi dan Kecacatan Produk AUT006.................35
Tabel 4. 3 Data jumlah jenis cacat pada produk sepatu
AUT006 bulan Maret-Agustus 2020...........................................................36
Tabel 4. 4 Data jenis cacat pada produk sepatu AUT006
bulan Maret-Agustus 2020..........................................................................37
Tabel 4. 5 Pengukuran Nilai Sigma Defect dan DPMO
bulan Maret-Agustus 2020..........................................................................39
Tabel 4. 6 Data sampel pengamatan bulan Januari 2021 40
Y
Tabel 5. 1 Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)...............................................48
Tabel 5. 2 Ranking RPN Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)........................52
YTabel 6. 1 Hasil Nilai DPMO dan nilai six sigma dalam penelitian

xi
ABSTRAK

UD. Giri Jaya merupakan suatu perusahaan yang bergerak pada bidang manufaktur
yang memproduksi berbagai jenis sepatu. Seiring dengan perkembangnya zaman atau
waktu. UD. Giri Jaya mengalami suatu permasalahan pada kualitas produknya yaitu
kecacatan pada proses produksi diantaranya terdapat cacat open bonding, cacat
outsole, cacat lasting dan cacat upper. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan
tersebut perlua adanya perbaikan dengan pendekatan konsep six sigma dan failure
mode effect analysis. Pendekatan untuk mengatasi permasalah dan usulan perbaikan
pada perusahaan UD. Giri Jaya dengan metode six sigma dan failure mode effect
analysis dengan menggunakan berbagai tols, diantranya cause effect diagram dan
failure mode effect analysis. Dari hasil penelitian diperoleh 4 kecacatan terkritis atau
dominan yaitu cacat open bonding, cacat outsole, cacat lasting, dan cacat upper. Ada
beberapa penyebab pada defects / kecacatan teridentifikasi pada diagram fihsbone dan
penyelesain atau usulan rekomendasi perbaikan pada defects / kecacatan terkritis
menurut nilai RPN yang tertiggi.

Kata kunci: Six sigma, cause effect diagram, failure mode effect analysis, deffect,
open bonding, outsole, lasting, upper.

xii
Abstract

UD. Giri Jaya is a company engaged in manufacturing which produces various types
of shoes. Along with the development of the era or time. UD. Giri Jaya experienced a
problem in the quality of its products, namely defects in the production process,
which contained open bonding defects, defective outsole, permanent defects and
upper defects. Therefore, to overcome this problem, it is necessary to improve the six
sigma concept approach and analysis of the failure mode effects. Approach to solve
problems and improve the UD company. Giri Jaya with the six sigma method and
analysis of failure mode effects using various tols, including causal diagrams and
failure mode effects analysis. From the research results, 4 critical or dominant
disabilities, namely open bonding defects, outsole defects, lasting defects, and upper
defects. There are several causes for the defect / disability identified on the fihsbone
diagram and the completion or planning of recommendations for improvement on
critical disability / disability according to the highest RPN value.

Keywords: Six sigma, cause effect diagram, failure mode effect analysis, deffect,
open bonding, outsole, lasting, upper.

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini dunia industri semakin berkembang, sehingga mengharuskan
perusahaan-perusahaan di Indonesiamelakukan transformasi secara terus menerus
untuk memberikan inovasi-inovasi produk yang berkualitas dan dapat bersaing secara
global. Adanya pembaharuan atau perkembangan ilmu pengetahuan yang selalu
mendorong munculnya berbagai teknologi baru maupun inovasi-inovasi produk.
Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu pada bidang industri diharapkan
dapat menyelesaikan suatu permasalahan yang ada di lingkungan sekitar (Anggraeni,
Srikandi & Sunarti, 2016).
Masalah yang biasanya muncul pada bidang industri dalam era globalisasi
ditandai dengan munculnya perusahaan-perusahaan pesaing yang menyebabkan
sebuah perusahaan perlu memiliki keunggulan kompetetif agar dapat memenangkan
persaingan yang ada, maka perusahaan dituntut meningkatkan kinerja secara terus
menerus (continuous improvement) [ CITATION Cah13 \l 1057 ]. Walaupun proses
produksi telah dilaksanakan dengan baik, namun pada kenyataannya masih
ditemukan terjadinya kesalahan pada mutu produk yang dihasilkan tidak sesuai
dengan standar kualitas yang diharapkan perusahaan maupun konsumen[ CITATION
Pus16 \l 1057 ]. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu dapat dilakukan dengan
memperlancar aliran proses dan meningkatkan kapabilitas proses sehingga mampu
menghasilkan produk yang berkualitas yang sesuai dengan minat konsumen dan
dapat bersaing di pasaran.
Dalam rangka menjamin kepuasan pelanggan, kualitas pada produk bersifat
mutlak, harus selalu dijaga, dan dikontrol. Proses standar yang meliputi proses
pemilihan bahan baku dan proses produksi harus memiliki standarisasi, agar dapat
menghasilkan suatu produk yang berkualitas dan perusahaan dapat memenangkan
kompetisi dalam menarik pelanggan (Pusporini & Andesta, 2009).

1
2

Tujuan utama dari suatu perusahaan pada dasarnya adalah untuk


menghasilkan produk sesuai standarisasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Sehingga dapat mencapai sasaran secara tepat waktu dalam jumlah produksi, waktu
produksi, mutu produksi, dengan biaya yang efisien dengan memanfaatkan faktor-
faktor produksi. Faktor produksi yang dimaksud meliputi bahan (material), dana
(money), tenaga manusia (men working), serta peralatan dan mesin (machines).
Apabila salah satu faktor produksi tersebut terganggu, maka dapat mempengaruhi
proses produksi serta menyebabkan kecacatan pada produk.
Produk cacat merupakan barang atau jasa yang dibuat dalam proses produksi
namun memiliki kekurangan yang menyebabkan nilai mutunya kurang baik atau
kurang sempurna. Menurut Hansen dan Mowen (2001) produk cacat adalah produk
yang tidak memenuhi spesifikasinya. Hal ini berarti juga tidak sesuai dengan standar
kualitas yang telah ditetapkan masing-masing perusahaan. Pengaruh produk cacat
pada perusahaan berdampak pada biaya kualitas, image perusahaan dan kepuasan
konsumen. Semakin banyak produk cacat yang dihasilkan maka semakin besar pula
biaya kualitas yang dikeluarkan, hal ini berdasarkan pada semakin tingginya biaya
kualitas yang dilakukan pada produk cacat maka akan muncul tindakan inspeksi,
rework dan sebagainya.
Proses peningkatan kualitas suatu produk tidak lepas dari terjadinya
kegagalan produksi. Dalam proses produksiyang menghasilkanproduk yang sempurna
(good unit), kemungkinan juga akan menghasilkan produk yang rusak. Walaupun hal
tersebut tidak diharapkan oleh suatu perusahaan, tetapi pada kenyataannya produk
rusak akan selalu mengiringi produk yang sempurna. Hal ini bisa terjadi karena
beberapa faktor, misalnya pemilihan bahan baku yang kurang baik, tenaga kerja yang
kurang memadai atau tidak mempunyai keahlian yang cukup dalam memproses suatu
produk, dan alat-alat produksi (Hansen dan Mowen, 2001).
Untuk mencapai produk yang berkualitas, perusahaan harus selalu melakukan
controling dan peningkatan terhadap kualitas produknya, sehingga akan diperoleh
hasil yang sempurna. Untuk itu perusahaan harus melakukan pengecekan dari produk
yang dihasilkan dengan menekan jumlah produk cacat. Produk cacat yang sering
3

terjadi karena bahan baku yang kurang baik atau pada saat pemrosesan terjadi
kesalahan. Terjadinya produk cacat tersebut sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah
apabila perusahaan memproduksi dengan benar dari awal.
Menurut Crosby (1994) Produk yang berkualitas merupakan standarisasi dari
keinginan konsumen. Kemampuan produk dalam memenuhi keinginan konsumen
salah satunya dapat dinilai melalui tingkat hasil akhir yang baik yang diindikasikan
adanya produk cacat eksternal. Oleh karena itu perusahaan harus mampu
menciptakan produk-produk yang sesuai dengan spesifikasi tersebut agar perusahaan
tetap dapat mempertahankan eksistensinya dalam memproduksi produk guna dalam
mendapatkan keuntungan.
UD. Giri Jaya di Gresik, merupakan suatu perusahaan yang bergerak di
bidang manufaktur yang memproduksi sepatu. Proses produksi sepatu dibuat dengan
beberapa tahapan proses yaitu:

Gambar 1.1 Proses Produksi Sepatu (Sumber: UD. Giri Jaya)


4

UD. Giri Jaya di Gresik telah menghasilkan banyak produk sepatu dalam
setiap tahunnya. Berdasarkan brainstroaming bersama pihak manajemen dan
pengamatan langsung (observasi), permintaan sepatu pada perusahaan tersebut
dengan sistem make to stock (MTS) dan make to order (MTO) yang mengalami
fluktuasi (naik turun permintaan) bisa dilihat pada gambar 1.1 jumlah produksi
sepatu.
900
800
700
600
500
400
AUT006
300 OLD011
200 CSL015
100
0
Maret April Mei Juni Juli Agustus

Gambar 1. 2 Grafik Jumlah Produksi Sepatu Maret – Agustus 2020


(Sumber : Data Produksi UD. GIRI JAYA).

UD. Giri Jaya memproduksi tiga jenis sepatu diantaranya jenis Authentic
(AUT006), Oldskool (OLD011), dan Casual (CSL015). Dari tiga jenis produk,
produk AUT006 yang paling banyak diproduksi karena permintaan, hal ini bisa
dilihat di gambar 1.1 jumlah produksi sepatu. Maka dalam penelitian ini
memfokuskan produk yang banyak diproduksi dengan pertimbangan minat pasar.
Data persentase dari total produksi sepatu AUT006 pada bulan Maret sampai Agustus
2020 disajikan pada tabel 1.1
5

Tabel 1. 1 Data Jumlah Permintaan, Produksi dan Kecacatan Produk AUT006

Jumlah Persentase
No. Bulan
Permintaan Produksi Defects Kecacatan
1. Maret 495 505 85 17%
2. April 763 777 152 20%
3. Mei 288 295 57 19%
4. Juni 379 383 70 18%
5. Juli 157 173 32 18%
6. Agustus 300 310 51 16%
JUMLAH 2382 2443 447 18 %
Sumber : UD. GIRI JAYA
Data pada tabel 1.1 menunjukan bahwa sebanyak 447 pasang sepatu dari
produksi 2443 selama bulan Maret sampai dengan bulan Agustus mengalami
kecacatan dengan persentase18%.Jenis defects yang sering terjadi pada produksi
sepatu yaitudefect open bonding, defect outsole, defect lastingdan defect upper.
Terdapat 4 defects yang sering terjadi pada bulan Maret sampai Agustus 2020 yang
harus diminimalisir. Dengan demikian perusahaan belum mengalami titik optimal
sehingga perlu dilakukan analisis Six Sigma dengan upaya pengurangan produk cacat
dan mencari sebab masalah terjadinya kecacatan serta mencari solusi dengan metode
atau alat bantu sehingga persentase produk cacat dapat ditekan menjadi sekecil
mungkin dan mencapai batas maksimal perusahaan.
Six Sigma merupakan istilah yang diciptakan oleh Motorola Company yang
menekan perbaikan proses untuk tujuan mengurangi kecacatan pada saat produksi
dan memberi usulan perbaikan. Six Sigma juga merupakan proses dari semua
perbaikan yang bersifat berkelanjutan, seperti kerusakan yang terus ada disetiap
periodenya. Proses perbaikan kualitas Six Sigma meliputi proses Define, Measure,
Analyze, Improve, Control atau (DMAIC).
Dalam jurnal [ CITATION Ann14 \l 1057 ] Six Sigmamerupakan strategi
perbaikan proses, misalnya dalam dunia bisnis untuk menghilangkan pemborosan,
mengurangi biaya, karena kualitas yang buruk, dan memperbaiki efektivitas semua
kegiatan operasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Six
Sigmamemerlukan sejumlah tahapan yaitu: define yang merupakan fase penentuan
6

masalah, measure adalah fase mengukur tingkat kecacatan, analyze adalah fase
menganalisis sebab-sebab masalah dalam proses, improve adalah fase meningkatkan
proses dan menghilangkan sebab-sebab cacat, dan control adalah fase mengawasi
kinerja proses dan menjamin cacat tidak muncul lagi (Pande & Holpp, 2002).
Berdasarkan permasalahan pada UD. Giri Jaya tersebut perlu dilakukan
penanganan lebih lanjut untuk mengurangi penyebab terjadinya kecacatan pada aliran
produksi dan membuat rencana perbaikan yang efektif dan efisien agar setiap proses
produksi memiliki value added demi kualitas hasil produk. Serta perlu dilakukan
penelitian apakah dengan penggunaan metode Six Sigma dapat meminimalisir produk
cacat guna mencapai tingkat standarisasi perusahaan serta menggunakan metode
Failure Mode Effect Analysis (FMEA) untuk melakukan analisis prioritas untuk
perbaikan .

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa saja penyebab cacat pada produk sepatu jenis Authentic (AUT006) di
UD. Giri Jaya
2. Berapa nilai DPMO dan nilai Six Sigmaserta nilai COPQ pada produk
sepatu jenis Authentic (AUT006) di UD. Giri Jaya.
3. Bagaimana penerapan metodeSix Sigmadan FMEA untuk
mengurangicacatpada proses produksi sepatu jenis Authentic (AUT006) di
UD. Giri Jaya.

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui penyebab cacat pada produk sepatu di UD. Giri Jaya
2. Mengatahui nilai DPMO dan nilai Six Sigmaserta nilai COPQ pada
produk sepatu di UD. Giri Jaya.
7

3. Mengetahui penerapan metodeSix Sigmadan FMEA untuk mengurangi


caca tpada proses produksi sepatu di UD. Giri Jaya.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan gambaran tentang terjadinya cacat yang berpengaruh dalam
aliran proses produksi serta penyebab terjadinya kecacatan.
2. Menerapkan metode Sig Sigmadan FMEA untuk mengurangi cacat pada
aliran proses produksi sepatu.

1.5 Batasan Masalah


Agar dalam pembahasan atau penulisan ini lebih terarah agar tidak
menyimpang dari tujuan semula dari pembahasan serta permasalahan pada penelitian
ini, maka penelitian yang dilakukan akan dibatasi beberapa hal sebagi berikut :
1. Data penelitian dimulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Agustus
2020.
2. Penelitian inimenggunakan tahap Define, Measure, Analyzedan
Improve(DMAI).
3. Pada penelitian dimana tahap Improve hanya diberikan usulan perbaikan
pada perusahaan

1.6 Asumsi-asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Selama penelitian, alur proses produksi tidak mengalami perubahan.
2. Pada saat penelitian tidak ada penambahan dan pengurangan karyawan.

1.7 Sistematika penelitian


Dalam Sistematika penelitian ini akan diberikan sedikit gambaran dari bab I
sampai bab VI, sehingga dapat berguna dan pembaca lebih faham apa sebenarnya isi
dalam laporan ini yang isi bab saling berkaitan dengan bab lainnya, sistematika
penulisan sebagai berikut:
8

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan latar belakang suatu penelitian, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi dan
sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang teori-teori yang mendukung pada penelitian dan
menjadi landasan untuk penelitian yang diperoleh dari literatur yang sesuai
dengan penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan kerangka berpikir atau langkah-langkah penelitian
yang digunakan dalam melakukan pemecahan masalah. Metodologi penelitian
ini berguna untuk sebagai acuan melakukan penelitian dengan secara
sistematis dan sesuai prosedur atau tujuan.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini berisi tentang penyajian data, pengumpulan data dengan cara
teknik pengumpulan data, dan pengolahan data yang dikerjakan dalam
menentukan prioritas masalah, mencari sebab masalah, meneliti penyebabnya,
menyusun langkah perbaikan dan uji kecukupan data.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI
Pada bab ini berisi tentang analisis data dari tahapan measure dan membuat
rancangan atau usulan perbaikan.

BAB VI PENUTUP
Pada bab ini beriri tentang kesimpulan atau jawaban dari perumusan masalah
yang diambil dari hasil analisis dan interpretasi. Serta saran-saran yang
direkomendasikan sebagai usaha perbaikan kualitas.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas
Salah satu yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli suatu
produk adalah kualitas. Kualitas produk yang baik akan meningkatkan loyalitas
pelanggan serta mampu menjaga persaingan dengan para kompetitor. Untuk itu para
produsen selalu berupaya untuk bisa melakukan proses produksi yang baik sehingga
mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi konsumen (Ariani,
2004).
Dalam ISO 8402 dan SNI (Standar Nasional Indonesia), pengertian kualitas
adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang mampu dapat
memberikan kepuasan kebutuhan yang sesuai spesifikasi konsumen, baik yang
dinyatakan secara tegas atau samar[ CITATION Ali15 \l 1057 ]. Definsi konvesional
dari kualitas menggambrkan karakteristik langsung suatu produk yang meliputi
performansi (performance), kendala (reability), mudah dalam penggunaan (easy of
use), estetika (esthetics), dan sebagainya[ CITATION Gas02 \l 1057 ].
Kecacatan produk maupun pemborosan pada proses produksi segera
dilakukan dengan pengendalian kualitas yang sesuai spesifikasi. Pengertian
pengendalian kualitas ialah aktivitas manajemen untuk mengukur ciri-ciri kualitas
produk dan membandingkan dengan spesifikasi yang sesuai standart. Sehingga dapat
diambil tindakan perbaikan yang sesuai karakteristik yang sesuai[ CITATION Mon93
\l 1057 ]. Pengendalian kualitas dapat dikatakan berhasil jika proses yang dijalankan
sesuai dengan yang diharapkan dan kecacatan produk dapat di minimalisir sampai
seminimal mungkin.

2.2 Produk Rusak


Produk rusak merupakan produk yang mempunyai wujud produk selesai, tetapi
dalam kondisi yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh
perusahaan. Produk rusak ini kemungkinan ada yang dapat dijual, namun ada juga

10
11

yang tidak dapat dijual. Tergantung dari kondisi barang tersebut, apakah
kerusakannya masih dalam batas normal atau tidak normal.
Produk rusak yang terjadi selama proses produksi mengacu pada produk yang
tidak dapat diterima oleh konsumen dan tidak dapat dikerjakan ulang. Menurut
mulyadi (2016) Produk rusak adalah produk yang tidak sesuai standar mutu yang
telah ditetapkan secara ekonomis tidak dapat diperbaharui menjadi produk yang baik.
Menurut yamit (2001) produk rusak adalah produk 13 yang tidak dapat digunakan
atau dijual kepada pasar karena terjadi kerusakan pada saat proses produksi. Ada
pengertian produk rusak menurut para ahli :
Menurut Hansen dan Mowen (2001) :Produk harus sesuai dengan spesifikasinya
dalam memenuhi kebutuhannya, untuk berfungsi sebagaimana mestinya produk
dibuat. Produk itu dinyatakan rusak apabila produk tersebut tidak memenuhi
spesifikasinya. Menurut Bustami, Bastian, Nurlela (2013) : Produk rusak adalah
produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan
tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis
produk tersebut dapat diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu, tetapi biaya
yang dikeluarkan cenderung lebih besar dari nilai jual setelah produk tersebut
diperbaiki. Produk rusak ini pada umumnya diketahui setelah proses produk selesai.
Menurut Horngren (1999) yang diterjemahkan oleh Endah Susilaningtyas,
diilihat dari jenisnya produk rusak dibagi menjadi dua macam, yaitu : produk rusak
yang bersifat normal dan produk rusak yang bersifat abnormal. Kemudian dijelaskan
sebagai berikut : Kerusakan normal adalah kerusakan yang timbul dengan kondisi
operasi yang efisien yang merupakan hasil inheren (keluaran) dari proses tertentu.
Kerusakan abnormal adalah kerusakan yang tidak dapat diharapkan timbul dengan
kondisi operasi yang efisien, yang bukan bagian dari proses produksi yang terpilih.
Dari definisi yang telah dijelaskan diketahui bahwa produk rusak adalah produk
yang tidak sesuai dengan spesifikasi sehingga tidak mencapai standar kualitas yang
ditentukan, tidak dapat dikerjakan ulang (rework) dan memiliki nilai jual yang rendah
sebagai nilai sisa (disposal value).
12

2.3 Konsep Six Sigma


Six Sigma merupakan metode yang berkaitan dengan kualitas yang bekerja
lebih cerdas bukan lebih keras dengan membuat seminim mungkin kesalahan yang
muncul untuk memenuhi permintaan konsumen. Menurut peter pande dan kawan-
kawannya tentang six sigma yaitu sebagai suatu sistem yang komperhensif dan
fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan sukses bisnis
[ CITATION Pan02 \l 1057 ]. Six Sigma sebagai problem solving dalam melakukan
perbaikan secara terus-menerus dengan memilik kemungkinan cacat (Defects
Oportunity) sebanyak 3,4 buah dalam satu juta produk yang bertujuan memberikan
kepuasan yang tinggi kepada konsumen dengan meningkatkan kualitas produk dan
menghasilkan produk. Six Sigma juga sebagai pengendalian proses produksi yang
berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses.
Faktor-faktor penentu pelaksanaan Six Sigma, yaitu [ CITATION Geo02 \l
1057 ] :
1. Customer Centic
Konsumen adalah tujuan utama Six Sigmai yang kualitas diukur dari
perspektif konsumen dengan cara :
a. Voice Of Customer (VOC)
b. Requirement. Masukan dari VOC ditransfer secara spesifik dengan elemen
yang dapat diukur.
c. Critical To Quality (CTQ), permintaan terpenting konsumen.
d. Defects, produk yang kurang memenuhi standart spesifikasi
2. Financial result
Fungsi biaya sebagai pusat utama dari Six Sigma dalam mengakomodasikan
penurunan biaya dan kenaikan pendapatan.
3. Management engagement
Penerpan Six Sigma selain proses juga memerlukan perhatian dan kerja sama
pada setiap lini manajemen perusahaan.
4. Resurces commitment
13

Komitmen untuk maju lebih ditekankan dari pada jumlah personil yang
terlibat dari implemetasi ini.
5. Execution infrastructure
Infrastruktur perusahaan juga mendukung Six Sigma dalam operasional yang
keseluruhan memeiliki fokus dan tujuan yang sama yaitu kepuasan konsumen
atau pelanggan.

2.2.1 Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC)


Dalam penerapan Six Sigma terdapat metodologi atau langkah yang terdiri
dari 5 fase yang terstruktur. Fase tersbut biasanya dikenal dengan sebutan DMAIC
(Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Menurut Vincent Gaspresz dalam
penejelasan DMAIC, sebagai beikut [ CITATION Gas02 \l 1057 ]:
1. Define (Definisi)
Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatkan
kualitas six sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan adalah
identifikasi produk dan atau proses yang akan diperbaiki. Kita harus menetapkan
prioritas utama tentang masalah-masalah dan atau kesempatan peningkatan
kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu
2. Measure (Pengukuran)
Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatkan kualitas
six sigma yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengukuran utama dan
efektivitas, efisiensi dan menerjrmahkan kedalam konsep Six sigma. Terdapat
empat hal yang harus dilakukan, yaitu :
a. Menetukan kunci karakteristik kualitas (Critical to Quality) dengan kebutuhan
spesifik dari pelanggan.
b. Mengembangkan suatu rencana pengumpulan data melalui pengukuruan yang
dapat dilakukan pada tingkat proses, data tersebut bisa berupa data variable
dan data atribut.
c. Menghitung niali kapabilitas sigma. Tahap-tahap perhitungan nilai sigma
sebagai berikut.
14

1) Menentukan jumlah unit yang akan dikukur.


2) Identifikasi Opportunity.
3) Menghitung jumlah cacat (Defect).
4) Menghitung nilai kapabilitas sigma.
d. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses, output
da outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja pada awal proyek six
sigma (DPMO, seven toolss, contol chart).
3. Analyze (Analisis)
Merupakan langkah ketiga dalam program peningkatkan kualitas six sigma
yang bertujuan untuk menentukan penyebab permasalahan yang memerlukan
perbaikan. Pada tahap ini menentukan stabilitas dan kemampuan dari proses,
menentukan target-target kinerja karakteristik kualitas kunci yang akan
ditingkatkan dalam proyek six sigma. Mengidentifikasi sumber-sumber akar
penyebab permasalahan atau cacat produk dengan menggunakan beberapa alat
dari cause and effect diagram, atau pareto diagram.
4. Improve (Perbaikan)
Setelah sumber-sumber akar penyebab permasalahan pada kualitas
teridentifikasi, maka perlu penetapan rencana tindakan perbaikan untuk
melaksanakan peningkatkan kualitas. Pada taha ini bertujuan untuk memberikan
usulan perbaikan pada perusahaan.

2.2.2 Six Sigma Tools


Alat-alat yang digunakan dalam proyek kualiats six sigma sangat beragam dan
digunakan sesuai dengan keinginan, fungsi dan kebutuhan dari setiap proyek kualitas
six sigma. Diantaranya cause and effect diagram, pareto diagram.

2.2.2.1 Cause And Effect Diagram


Diagram ini biasnya disebut diagram tulang ikan, karena mirip dengan tulang
ikan. Diagram sebab akibat berguna untuk mengidentifikasi atau menganalisa
masalah yang muncul dan faktor-faktor yang berpengaruh yang signifikan dengan
cara mengumpulkan ide-ide dari tim dan memberikan semua penyebab terjadinya
15

masalah dengan mengklarifikasi penyebab utama. Ada akar-akar penyebab terjadinya


permasalahan atau cacat berdasarkan 7M, yaitu :

1. Machine (Mesin)
Berkaitan dengan tidak adanya sistem pearwatan preventif terhadap mesin-
mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan
spesifiikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, dll.
2. Manpower (tenaga kerja)
Berkaitan dengan tenaga kerja yang kekurangan dalam penegetahuan,
kekurangan ketermapilan dasar yang berkaitan dengan mental, fisik, kelelahan
seteres dan lain-lain.
3. Materials (bahan baku dan bahan penolong)
Berkaitan dengan bahan baku dan bahan penolong yang tidak ada spesifikasi
kualitas yaang ditetapkan dari perusahaan dan ketiadaan penaganan yang
efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong.
4. Mehods (metode kerja)
Berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan metode kerja yang benar sesuai
dengan standarisasi dan cocok.
5. Media (lingkungan dan waktu kerja)
Berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan aspek-
aspek keberishan, kesehatan dan keselamatan kerja dan lingkungan yang
kondusif dan nyaman.
6. Money (keuangan)
Berkaitan dengan dukungan finansial yang mantap, guna memperlancar
proyek peningkayan kualitas six sigma yang diterapkan.
7. Motivation (motivasi)
Berkaitan dengan tidak adanya sikap kerja yang benar dan profesional yang
disebabkan tidak adanya balas jasa dan pengahrgaan yang tidak adil kepada
tenaga kerja.
16

Ada 4 faktor penyebab terjadinya permasalahan yang signifikan dan utama


yang hampir dijumpai pada lantai produksi diantarnya bahan baku, pengukuran,
mesin atu peralatan dan metode.

Gambar 2. 1 Diagram sebab akibat

2.2.2.2 Diagram Pareto


Pareto chart adalah membandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun
menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di
sebelah kanan (Nasuion, 2005). Berbagai pareto chart dapat digambarkan dengan
menggunakan data yang sama, tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara
menunjukandata menurut frekuensi terjadinya, menurut biaya, waktu terjainya, dapat
diungkapkan berbagai perioritas penanganannya bergantung pada kebutuhan spesifik
(Nasuion, 2005).Berikut contoh gambar diagram pareto.

Gambar 2. 2 Diagram Pareto


17

(sumber: Heizer, 2012)


Fungsi diagram Pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi
masalah utama untuk peningkatan kualitas. Diagram Pareto dibuat untuk menemukan
atau mengetahui masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian
masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui
penyebabpenyebab yang dominan, maka akan bisa menetapkan prioritas perbaikan.
Perbaikan pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yang
lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti. Dalam
diagram Pareto berlaku aturan 80 atau 20, artinya yaitu 20% jenis kesalahan atau
kecacatan dapat menyebabkan 80% kegagalan proses (Devani, 2014).

2.2.2.3 FMEA (Failure Mode Effect Analysis)


Tool FMEA merupakan suatu alat atau metode untuk mengidentifikasi dan
memberikan prioritas kegagalan potensial yang terjadi pada sebuah proses atau
produk[ CITATION Kme00 \l 1057 ]. Jadi tujuan FMEA yaitu untuk menentukan
penyebab ragam kegagalan dan apa yang dapat dilakukan untuk mengeliminasi atau
mengurangi kesempatan kegagalan. Pada dasarnya ada 3 fase pada FMEA yaitu.

Tabel 2. 1 Fase FMEA


FMEA task Result
Identify Failures Describe Failures:
Causes Failur Mode Effects
Priority Failures Asses Risk Priority Number (RPN)
RPN = Failur occurance x effects severity x detectoin
dificulity.
Reduce Risk Reduce Risk Through : realibility, test plans,
manufacturing changes, inspection, etc.
Sumber :[ CITATION Kme00 \l 1057 ]
Dalam penggunaan FMEA ada 3 faktor yaitu Occurance, Severity, dan
Detection untuk menentukan Risk Priority Number (RPN) untuk menentukan
prioritas perbaikan dan dinilai terkait dengan nilai resiko yang secara standar. Faktor-
faktor didefinisikan sebagai berikut (Gaspersz, 2002) :
18

a. Severity (S), merupakan tingkat dampak yang disebabkan oleh mode


kegagalan atau kejadian resiko. Langkah pertama untuk menganalisa resiko
yaitu berapa besar dampak kejadian yang mempengaruhi output proses. Untuk
rating dampak tersebut mulai dari 1 sampai 10, dimana rating 1 tidak ada efek
dan rating 10 dampak terburuk.

Tabel 2. 2 Rating Severity


Rating Criteria of Severity Effect
1 Tidak ada efek
Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya
2
masalah
3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah
Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya
4
masalah
5 Mengurangi kenyaman fungsi pengguna
6 Kehilangan kenyaman fungsi penggunaan
7 Pengurangan fungsi utama
8 Kehilangan fungsi utama
9 Tidak berfungsi sama sekali
10 Tidak berfungsi sama sekali

b. Occurance (O), tingakt probalitas atau frekuensi kegagalan dapat terjadi


selama menggunakan produk. pengukuran dengan menggunakan skala dari 1
samapi 10, dimana 1 hampir tidak pernah dan 10 sering.

Tabel 2. 3 Rating Occurance


Rating Tingkat Kegagalan Deskripsi
1 dalam 1,000,000 Tidak mungkin bahwa penyebab nilai
1
yang mengakibatkan mode kegagalan
2 1 dalam 20,000 Kegagalan ini jarang terjadi
3 1 dalam 4,000 Kegagalan ini jarang terjadi
4 1 dalam 1,000 Kegagalan ini agak mugkin terjadi
5 1 dalam 400 Kegagalan ini agak mugkin terjadi
6 1 dalam 80 Kegagalan ini agak mugkin terjadi
7 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mugkin terjadi
19

8 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mugkin terjadi


1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa
9
kegagalan akan terjadi
1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa
10
kegagalan akan terjadi

c. Detection (D), merupakan tingkat kemampuan mendeteksi kegagalan sebelum


effect kegagalan tersebut benar-benar terjadi. Rating detection diberi nilai
skala 1 sampai 10, dengan skala 1 menyatakan pencegahan sudah efektif dan
skala 10 menyatakan metode pencegahan tidak efektif.

Tabel 2. 4 Rating Detection


Rating Deskripsi Tingkat kegagalan
1 Metode pencegahan sudah efektif. 1 dalam 1.000.0000
2 Kemungkinan bahwa penyebab 1 dalam 20.0000
3 terjadinya adalah rendah. 1 dalam 4.000
4 Kemungkinan penyebab terjadinya 1 dalam 1.000
5 1 dalam 400
bersifat moderat. Metode
pencegahan atau deteksi masih
6 1 dalam 80
memungkinkan kadang-kadang
penyebab itu terjadi.
7 Kemungkinan bahwa penyebab itu 1 dalam 40
terjadi sangat tinggi, metode
pencegahan atau deteksi kurang
8 1 dalam 20
efektif karena penyebab masih
berulang kembali
9 Kemungkinan bahwa penyebab itu 1 dalam 8
terjadi sangat tinggi, metode
pencegahan atau deteksi tidak
10 1 dalam 2
efektif. Penyebab akan selalu terjadi
kembali

2.4 Defects Per Opportunity (DPO)


20

Untuk kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kaulitas six


sigma yang menunjukan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan.
DPO dapat ihitung dengangan menggunkan rumus :
Banyaknya cacat yang ditemukan
DPO=
Banyaknyaunit yang diproduksi x CTQ pote 湵 sial

2.5 Defects Per Million Opportunity (DPMO)


Ukuran kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas six
sigma yang menunjukan kegagalan persejuta kesempatan.
DPMO dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Banyaknya cacat yang ditemukan
DPOM = x 1.000 .000
Banykanya unit yang diproduksi x CTQ potensial

2.6 Refrensi Penelitian Sebelumnya


No. Peneliti Judul Hasil

1. Didiharyono, Marsal, Analisis Pengendalian Hasil penelitian ini


&Bakhtiar, 2018. Kualitas Produksi menunjukkan bahwa kegiatan
Jurnal Sainsmat Dengan Metode Six pengendalian kualitas tersebut,
Universitas Andi Sigma Pada Industri Air bisa dikatakan bahwa
Djemma Palopo. Minum PT. Asera Tirta perusahaan cukup memberikan
Jurnal Sainsmat, Posidonia, Kota Palopo. manfaat dalam upaya
September 2018, mengurangi kegagalan produk
Halaman 163- akan tetapi masih Didiharyono
176Vol. VII, No. 2. (2018) 176 belum maksimal.
Sehingga perlu disarankan
yaitu sebaiknya perusahaan
meningkatkan kapabilitas
Sigma, meningkatkan proses
dengan cara melakukan
perbaikan terhadap mesin,
21

bahan baku, metode dan


lingkungan serta pembinaan
dan pengawasan kerja
karyawan.

2. Sirine&Kurniawati, Pengendalian Kualitas Hasil penelitian ini


2017. AJIE – Asian Menggunakan Metode menunjukkan bahwa
Journal Of Six Sigma (Studi Kasus perusahaan yang menjadi objek
Innovation And Pada PT. Diras Concept penelitian tersebut memiliki
Entrepreneurship Sukoharjo rata-rata cacat produk sebesar
Fakultas Ekonomika 0,34%, artinya biaya
dan Bisnis UKSW kualitasnya kurang dari 1% dari
Salatiga. Vol. 02, No. penjualan. Hal ini
03 hal 254-288. menunjukkan bahwa
perusahaan telah mencapai Six
Sigma, yang berarti perusahaan
tersebut benar-benar telah
melakukan kontrol kualitas
yang sangat baik.
3. Wulandari, &Hernik, Penerapan Metode Hasil penelitian ini
2018. Jurnal Pengendalian Kualitas menunjukkan bahwa Six Sigma
Ekonomi Dan Six Sigma Pada dapat menurunkan tingkat
BisnisFakultas Heyjacker Company kecacatan produk parka pada
Ekonomi Dan Bisnis Heyjacker Company. Faktor
Islam Universitas penyebab timbulnya kecacatan
Islam Negeri Sunan dipengaruhi oleh pegawai,
Kalijaga Yogyakarta sarana, dan prasarana, teknik
kerja, alat, dan bahan kerja.
Faktor pegawai dan teknik
kerja mendominasi faktor
penyebab timbulnya kecacatan
22

produk parka pada Heyjacker


Company.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan menjelaskan tentang kerangka (metodologi) penelitian atau
langkah-langkah dalam memecahkan dan menyelesaikan masalah kecacatan pada
produk sepatu dari proses pengumpulan data dan pengolahan data.
Tahap identifikasi
Identifikasi

Studi Pustaka Studi


Tahap Pengumpulan dan Pengolahan
DEFINE
1. Menentukan tim proyek six sigma
2. Pembuatan Diagram Alir (flow chart) proses produksi sepatu
3. Mengumpulkan data produksi
4. Menentukan CTQ pada defects

MEASURE
1. Menghitung Nilai DPMO
2. Menghitung Nilai Sigma
3. Menentukan proses kapabilitas
4. Menentukan uji batas control dengan peta kendali P-Chart
5. Melakukan perhitungan COPQ
Tahap Analisis dan Rancangan usulan

ANALYZE
1. Menganalisis faktor-faktor penyebab permasalahan yang
dominan dengan menggunakan Fish Bone Diagram
2. Melakukan perncangan FMEA terhadap defects yang paling
berpengaruh dan menentukan nilai RPN

IMPROVE
Menentukan usulan rancangan perbaikan dari hasil
analyze
Tahap Kesimpulan dan saran

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3. 1 Flowchart Pemecahan Masalah

23
24

Dalam pemecahan masalah pada penelitian ini ada 4 tahap yaitu tahap
identifikasi, tahap pengumpulan dan pengolahan data, tahap analisis dan rancangan
usulan dan terakhir tahap kesimpulan dan saran.

3.1 Tahap Identifikasi


Tahap identifikasi merupakan tahap awal yang dilakukan untuk menentukan
dan menjelaskan suatu permasalahan dalam perusahaan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan kepala produksi,permasalahan yang dihadapi pada perusahaan
sepatu adalah terjadinya kecacatan yang sering muncul pada proses produksi sepatu.
Hal tersebut mengakibatkan kerugian yang cukup besar secara material.
Dalam usaha untuk meningkatkan mutu pada produk sepatu di UD. Giri Jaya,
dapat dilakukan perbaikan untuk mengurangi jumlah produk cacat. Terdapat beberapa
metode yand dapat digunakan antara lain, Total Quality Management (TQM), Plan-
do-check-act (PDCA), Six Sigma dan Seven tools. Pada penelitian ini, digunakan
metode Six Sigma DMAIC memiliki siklus yang sistematis, terintegrasi dan jelas
sehingga dapat digunakan secara kontinu atau untuk proses yang sudah ada. Selain
itu, metode ini juga memiliki ukuran performansi, yaitu nilai DPMO dan level Sigma
yang dapat dihitung sebelum dan sesudah perbaikan dilakukan.

3.2 Tahap Pengumpulan Dan Pengolahan Data


Pada tahap ini dilakukan beberapa aktivitas yaitu pengumpulan data
perusahaan dan pengolahan data:

3.2.1 Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian:
1. Pengamatan (Observasi)
Menurut Indrianto dan Supomo (2014: 157), observasi yaitu proses
pencatatan pola perilaku subyek (orang), obyek (benda), dan kejadian yang
sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-
individu. Penelitian ini melakukan observasi dengan mangamati langsung
25

proses produksi sepatu di UD. Giri Jaya agar mendapatkan data yang objektif
dan sistematis.
2. Wawancara
Menurut Moleong (2005) dalam Herdiansyah (2013), wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Pada metode wawancara ini, peneliti menggali dan mengumpulkan data
penelitian yaitu sebab produk yang cacat dengan mengajukan pertanyaan
semi-terstruktur secara lisan. Yang menjadi subjek dan responden dalam
penelitian ini adalah manajer produksi.Selanjutnya peneliti mencatat apa yang
dijawab oleh responden (subjek penelitian) sebagai data penelitian.
3. Studi Pustaka
Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan
buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan yang ada
hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 2003: 111). Peneliti
mengumpulkan data jumlah produk yang cacat pada produksi sepatu di UD.
Giri Jaya.

3.2.1.1 Define
Untuk melakukan tahap define yang pertama harus dilakukan adalah
mengumpulkan data pendukung yang menunjukan adanya indikasi permasalahan.
Kemudian dilakukan langkah-langkah berikut:
1. Menentukan pelaksanaan proyek lean six sigma untuk membantu pelaksanaan
penelitian dengan membentuk tim proyek dan membuat perencanaan jadwal
terhadap pelaksanaan proyek.
2. Menggambarkan flowchart proses produksi sepatu dan uraian dalam proses
aliran produksi dari hasil observasi dan wawancara kepada kepala bagian
produksi.
3. Menghitung jumlah produk sepatu yang di produksi tiap bulan.
26

4. Menghitung jumlah target produksi sepatu di UD. Giri Jaya setiap bulannya.
5. Menghitung jumlah produki sepatu yang cacat di UD. Giri Jaya setiap
bulannya.
6. Identifikasi permsalahan jenis cacat pada sepatu jenis AUT006.
7. Menentukan CTQ, Objek yang telah dipilih akan ditetapkan karakteristik
kualitasnya. Penetapan karakteristik kualitas ini dibuat berdasarkan kebutuhan
spesifik dan standar perusahaan. Berdasarkan karakteristik kualitasnya, dibuat
jenis cacat yang mungkin terjadi pada produk. Dapat ditentukan dengan
menghitung jumlah produk cacat berdasarkan data hasil observasi pada data
atribut. Selanjutnya cacat produk berdasarkan CTQ dihitung kumulatif untuk
mengetahui cacat yang paling dominan untuk dijadikan prioritas dalam
perbaikan dengan menggunakan diagram pareto.Jenis cacat yang ada akan
dibuat urutan persentase cacat untuk mengetahui prioritas cacat yang kritis
untuk diperbaiki.Penentuan jenis cacat kritis ini dilakukan dengan
menggunakan Pareto Chart.

3.2.2 Pengolahan Data


3.2.2.1 Measure
Tahap Measure merupakan langkah lanjutan dari tahap Define. Pada tahap
measure dilakukan pengukuran dan pengolahan data yang telah didapatkan
sebelumnya. Berikut ini aktivitas yang dilakukan pada tahap Measure:
1. Melakukan perhitungan DPMO, Pengukuran baseline kinerja dalam metode
Six Sigma menggunakan satuan pengukuran Defect Per Million Opportunity
(DPMO) dan juga tingkat kapabilitas Sigma untuk kondisi sebelum
improvement.
2. Melakukan pengukuran kapabilitas proses perusahaan saat ini.
3. Melakukan uji batas control dengan peta kendali P-Chart
4. Melakukan perhitungan Cost of Poor Quality(COPQ).

3.3 Tahap Analisis dan Rancangan Usulan


27

Tahap analisis dan rancangan usulan merupakan lanjutan dari fase


sebelumnya pada metodologi six sigma. Fase yang digunakan pada tahap ini adalah
fase analyze dan fase improve.
3.3.1 Analyze
Pada tahap analyze dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menganalisis faktor-faktor penyebab permasalahan yang dominan dengan
menggunakandiagram sebab-akibat (Fishbone Diagram). Diagram sebab-
akibat digunakan sebagai pedoman teknis dari fungsi-fungsi operasional
proses produksi untuk memaksimalkan nilai-nilai kesuksesan tingkat kualitas
produk sebuah perusahaan pada waktu bersamaan dengan memperkecil
resiko-resiko kegagalan yaitu dengan menentukan dan menganalisis faktor-
faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian produk sepatu dengan standar yang
telah diterapkan oleh perusahaan.
2. Melakukan perancangan dengan FMEA untuk menentukan cacat mana yang
akanmenjadi prioritas untuk diberikan rekomendasi perbaikan berdasarkan
nilai RPN tertingi. Tahapan yang harus dilakukan pada metode ini adalah
sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi fungsi produk, pada langkah ini produk yang
diamati adalah sepatu.
2) Mengidentifikasi moda kegagalan dari proses yang diamati.
3) Mengidentifikasi akibat/ (potential effect) yang ditimnulkan potential
failure.
4) Mengidentifikasi penyebab (potential cause) dari moda kegagalan
yang terjadi pada proses yang berlangsung.
5) Mengidentifikasi control yang dapat dilakukan untuk pengendalian
berdasarkan penyebab kegagalan.
6) Menetapkan nilai-nilai severity, occurance, dan detection (dengan
cara pengisian kuisioner FMEA).
7) Menentukan nilai RPN, yaitu nilai yang menunjukkan keseriusan dari
potential failure.
28

3.3.2 Improve
Pada langkah improve akan fokus pada penyelesaian permasalahan terkritis
yang memerlukan langkah usulan perbaikan. Berikut adalah penjelasan untuk
melakukan tahap improve:
1. Melakukan perencanaan usulan perbaikan terhadap faktor-faktor penyebab
terjadinya cacat (defect) yang bepengaruh berdasarkan nilai RPN tertinggi
dari tahapan fase analyze.

3.4 Kesimpulan dan Saran


Pada tahap terakhir penelitian yang dilakukan ini, ditarik sebuah kesimpulan
jawaban dari perumusan masalah penelitian di perusahaan sepatu serta memberikan
saran usulan perbaikan dengan penerapan Six Sigma pada proses produksi sepatu.
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pada bab ini dijelaskan mengenai proses dan hasil dari pengumpulan dan
pengolahan data, data dikumpulkan dari hasil pengamatan atau observasi ke
perusahaan, penyebaran kuesioner kepada kepala bagian produksi 1 orang, operator
bagian produksi 6 orang, bagian quality control 2 orang, dan bagian finsihing 1
orang. Dari data yang sudah dikumpulkan, selanjutnya peneliti melakukan
brainstroming dengan pihak manajemen perusahaan untuk dilakukan indikasi
terhadap penyebab cacat pada produk sepatu di UD Giri Jaya, yang kemudian
dilakukan penerapkan metode Six Sigma (DMAI) dan FMEA yang berfungsi untuk
menganalisis atau melihat RPN tertinggi dalam prioritas perbaikan untuk mengurangi
cacat pada aliran proses produksi sepatu.

4.1 Define
Tahap define yaitu mendefinisikan karakteristik yang paling berpengaruh
terhadap kualitas produk sepatu yang sudah ditentukan perusahaan berdasarkan
kebutuhan pelanggan serta mendefinisikan standar proses produksi secara umum dan
target perbaikan kualitas dari produk. Pada tahap ini yang dilakukan adalah
mengidentifikasi Critical to Quality (CTQ) untuk mengetahui karakteristik kualitas
sepatu secara fisik.
4.1.1Penentuan Tim Proyek Six Sigma
Didalam suatu proyek diperlukan adanya suatu organisasi atau tim proyek
untuk menjalankan proyek tersebut. Tim proyek perlu mendapatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang Six Sigma dan segala hal yang akan dilakukan. Anggota dan
jumlah dari tim sebenarnya fleksibel tergantung pada peran yang diharapkan pada
proyek, namun harus merupakan orang-orang yang berkompeten pada bidang dimana
akan dilakukan perbaikan didalamnya. Tim proyek six sigma dibentuk untuk
membantu pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan. Adapun team proyek six
sigma terdiri dari:

29
30

a. Ketua : Peneliti
b. Anggota : Pemilik UKM
c. Anggota : Bagian produksi
d. Anggota : Bagian quality control/finishing

Ketua

Anggota Anggota Anggota

Adapun peran masing-masing dari tim proyek lean six sigma, sebagai berikut :
1. Peneliti bertanggung jawab sebagai pemimpin utama dalam penyusunan proyek
six sigma dengan diarahkan oleh pemilik UKM dalam upaya proses perbaikan
mengurangi defects yang terjadi serta sekaligus.
2. Pemilik UKM bertanggung jawab untuk menentukan secara keseluruhan diterima
atau tidaknya usulan perbaikan dalam penelitian unutk menguragi defects yang
terjadi.
3. Bagian produksi bertanggung jawab sebagai pembuat rancangan tugas untuk
operator produksi dalam upaya perbaikan mengurangi defects.
4. Bagian inspeksi bertanggung jawab sebagai pemimpin dan membuat rancangan
tugas dalam bagian inspeksi agar upaya perbaikan mengurangi defects yang
terjadi.

4.1.2Proses Aliran Produksi Sepatu


Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada kepala bagian produksi,
Proses produksi sepatu di UD. Giri Jaya dibuat dengan beberapa tahapan proses
yaitu:
Proses Produksi Sepatu
Penerima

Dokumen
Order

Start Order
Pengukuran
Desain dan
Proses

Menyiapkan Desain
desain dan dan
pengkuran Ukuran
Proses

Stiching /
Cutting
Sewing
Process
Process
Proses

Outsole Insole
Stockfit Process
Production Production
Assemblin

Assembling
g

Process
Inspection

Finishing

Inspe Ya Finishing and


Kualitas
and

ksi Packing
No
Pengirima
n Order

Pengriman Selesai

Gambar 4. 1 Proses Aliran produksi Sepatu

31
1. Mendesain Sepatu
Proses ini merupakan proses awal sebelum melakukan proses produksi, proses ini
yaitu mendesain sepatu yang lagi tren di pasaran.
2. Patern
Proses ini merupakan proses pengukuran bentuk sepatu yang sesuai pesanan
maupun ukuran yang ada untuk diproses selanjutnya.
3. Cutting Process
Cutting process atau proses pemotongan merupakan proses pemotongan bahan
baku sebelum dirakit menjadi bagian upper sepatu. Pada proses ini, bahan baku
yang telah dipersiapkan dipotong mengikuti pola dari sepatu yang akan dibuat.
Pada proses pemotongan ini memerlukan alat pemotong yang biasa disebut
sebagai cutting dies dimana bentuk dan ukuran dari alat ini telah dimodifikasi
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan pola-pola potongan dari sepatu yang
akan dikerjakan. Selain alat potong, pada proses ini juga memerlukan mesin
potong atau yang biasa disebut cutting machine.
4. Stiching / Sewing Process
Sewing atau proses penjahitan merupakan proses dimana bahan baku yang telah
dipotong pada cutting prosess dijahit dan dibentuk menjadi upper sepatu. Proses
penjahitan ini memerlukan banyak waktu pengerjaan dikarenakan tingkat
kesulitannya yang tinggi. Selain itu pada proses ini juga membutuhkan ketelitian
yang tinggi agar pola yang sudah di potong dapat menjadi bagian upper sepatu
yang baik sehingga memudahkan pada proses perakitan sepatu.
5. Outsole Production
Outsole production merupakan proses pembuatan outsole atau bagian terbawah
sepatu. biasanya menggunakan beberapa bahan yang digabung pada pembuatan
outsole. Hal ini bertujuan agar model sepatu serta warna dan fungsi dari sepatu
sesuai dengan apa yang diinginkan. Bahan – bahan yang digunakan biasanya
yaitu bahan plastic, karet, dan sponge.
6. Insole Production

32
33

Insole production merupakan proses insole atau bagian dalam sepatu yang ada di
bawah kaki. Proses pembuatan insole ini memerlukan kejelian dalam pemilihan
bahan karena bagian insole inilah yang mempunyai peranan penting sebagai
penentu kenyamanan sepatu ketika digunakan.
7. Stockfit Process
Stock Fitting merupakan proses penggabungan bagian bottom sepatu atau
penggabungan antara bagian midsole sepatu dan bagian outsole sepatu hingga
menjadi bottom sepatu. Namun proses ini tidak sepenuhnya terjadi pada semua
jenis outsole karana ada sebagian jenis outsole yang bisa langsung dirakit tanpa
harus melewati proses stock fitting ini. Midsole yang harus melaui proses stock
fitting ini ada midsole yang memiliki bahan dasar phylon. Midsole berbahan
phylon ini akan dilem atau digabungkan dengan outsole yang memiliki bahan
dasar karet atau rubber sole.
8. Assembling Process
Assembling merupakan proses dimana bagian-bagian sepatu dirakit menjadi satu.
Pada proses ini bagian upper sepatu dan bagian bottom sepatu akan disatukan
sehingga membentuk sepatu. Bagian upper sepatu merupakan hasil dari proses
stitching sedangkan bagian bottom sepatu merupakan hasil dari proses stcokfit
yang kemudian dirakit pada proses assembly ini agar menjadi bentuk sepasang
sepatu.
9. Finishing
Pada proses ini ada penambahan acsesoris dan tali sepatu, dan melakukann
pemeriksaan quality. Sepatu yang lolos pemeriksaan quality akan langsung ke
bagian packaging.
10. Pengemasan
Setelah semua selesai sepatu yang sudah diproduksi dan telah melewati
pemeriksaan quality kemudian akan di-packing ke dalam dus sepatu maupun
dipamerkan pada galeri.
34

4.1.3Identifikasi Produk Amatan


Dalam implementasinya, pengendalian kualitas dengan six sigma diawali
dengan menentukan obyek mana yang akan dijadikan penelitian. Gaspersz (2002)
menyatakan bahwa obyek yang akan diteliti merupakan sesuatu yang memiliki nilai
tambah terbesar bagi pelanggan. Tabel 4.1 menunjukkan data historis jumlah
produksi sepatu di UD. Giri Jayabulan Maret-Agustus 2020 sebagai berikut:

Tabel 4. 1 Data Produksi Sepatu di UD. Giri Jaya Maret-Agustus 2020

No. Bulan Jumlah Produksi (pcs)


AUT006 OLD011 CSL015
1 Maret 495 202 214
2 April 763 338 106
3 Mei 288 317 39
4 Juni 379 220 0
5 Juli 157 111 95
6 Agustus 157 156 109
Total 2382 1344 563
Sumber: Data Internal UD. Giri Jaya

Berdasarkan tabel 4.1 UD. Giri Jaya memproduksi tiga jenis sepatu
diantaranya jenis Authentic (AUT006), jenis Oldskool (OLD011), dan jenis Casual
(CSL015). Dari tiga jenis produk, jenis AUT006 yang paling banyak diproduksi
karena permintaan. Dari hasil wawancara diketahui bahwa sepatu jenis Authentic
setiap bulannya masih menghasilkan produk yang cacat dari keseluruhan jumlah
produksi. Maka dapat dikatakan proses produksi sepatu jenis Authentic merupakan
sesuatu yang kritis bagi pelanggan, oleh karena itu diperlukan pengendalian kualitas
six sigma untuk menemukan penyebab defects agar dapat meningkatkan kualitas dan
mengurangi cacat pada produk sepatu jenis AUT006.
Dalam penelitain ini, perbaikan akan dilakukan pada jenis sepatu jenis
AUT006 yang paling banyak diminati oleh konsumen. Berikut data persentase dari
total produksi jenis sepatu jenis AUT006 pada bulan Maret sampai Agustus 2020,
yang disajikan pada tabel 4.2.
35

Tabel 4. 2 Jumlah Permintaan, Produksi dan Kecacatan Produk AUT006 Maret-


Agustus 2020

Jumlah Persentase
No. Bulan
Permintaan Produksi Defects Kecacatan
1. Maret 495 505 85 17%
2. April 763 777 152 20%
3. Mei 288 295 57 19%
4. Juni 379 383 70 18%
5. Juli 157 173 32 18%
6. Agustus 300 310 51 16%
JUMLAH 2382 2443 447 18 %
Sumber : Data Internal UD. Giri Jaya

Data pada tabel 4.2 menunjukan bahwasebanyak 447 pasang sepatu dari
produksi 2443 selama bulan Maret sampai dengan bulan Agustus mengalami
kecacatan dengan persentase 18%. Dengan demikian perusahaan belum mengalami
titik optimal target selama memproduksi dari bulan Maret sampai dengan bulan
Agustus 2020 tidak memenuhi syarat permintaan dalam terget produksi barang jadi
tidak cacat.

4.1.4Identifikasi Jenis Defefcts / Cacat


Produk defects / cacat yang tidak layak untuk dikirim atau dijual pada
konsumen, sehingga harus ada proses rework yang mengakibatkan pengeluaran biaya
banyak untuk me-rework kembali. Terdapat tujuh jenis defects / cacat berdasarkan
pengamatan langsung, brainstorming dan wawancara. Adapun jenis cacat pada tabel
4.3 Jenis Defects / Cacat.

Tabel 4. 3 Jenis Defects / Cacat

No
Defect / Cacat Uraian
.
1 Cacat lasting Bagian upper depan yang melebihi toleransi 2 mm.
Terkikisnya bagian upper, yang terjadi pada proses
2 Cacat upper
pembersihan.
3 Cacat wrinkle Adanya kerutan pada bagian upper sepatu bagian depan.
36

4 Cacat outsole sobeknya bagian outsole.


cacat dimana outsole tidak merekat dengan upper dengan
5 Open bonding
baik.
6 Upper sobek cacat dimana upper sepatu sobek.
kerutan pada outsole yang bukan karena proses
7 Cacat material
assembling

Secara spesifikasi gambaran cacat pada sepatu AUT006 bisa dilihat pada
ampiran 2. Dari tujuh jenis kecacatan jumlah paling banyak mengalamai kecacatan
yaitu defect open bonding, defect outsole, defect upper dan uppersobek. Data jumlah
cacat dari tujuh jenis acaat tersebut bisa dilihat pada tabel 4.

Tabel 4.4 Data jumlah jenis cacat pada produk sepatu AUT006 bulan Maret-Agustus
2020
No Bulan Total
Jenis Defect
. Maret April Mei Juni Juli Agustus
1. Upper sobek 5 9 5 4 3 5 31
2. Cacat upper 11 18 5 7 5 7 53
3. Cacat outsole 20 31 13 17 5 10 96
4. Cacat lasting 21 24 11 13 6 7 82
5. Open bonding 22 54 17 25 10 14 142
6, Cacat wrinkle 6 11 2 4 3 4 30
7. Cacat material 0 5 4 0 0 4 13
Jumlah Jenis cacat 85 152 57 70 32 51

4.1.5Penentuan Critical To Quality


Penentuan CTQ juga didukung dengan wawancara dan observasi yang
dilakukan dengan bagian produksi, hal ini dikarenakan bagian ini lebih mengetahui
secara teknis karakteristik kualitas dan kecacatan yang terjadi pada produk sepatu
jenis Authentic. Setiap karakteristik tersebut sangat penting untuk dipenuhi
kualitasnya. Dalam arti sebisa mungkin tidak ada ketidaksesuaian dalam karakteristik
tersebut.
Dari hasil observasi dan wawancara dengan pihak bagian produksi dengan
melihat pada nomor 4.1.4 identiifkasi jenis cacat, menemukan critical to qaulity dapat
37

diketahui ada tujuh jenis cacat critical to quality yaitu upper sobek, cacat upper, cacat
outsole, cacat lasting, open bonding, cacat wrinkle, cacat material. Untuk menentukan
prioritas perbaikan dari defects digunakan diagram pareto. Dari data produk cacat
bulan Maret - Agustus didapatkan urutan jumlah jenis defect seperti pada gambar 4.2.

Pareto Chart of Jenis Defect


160 100.0%
140
120 80.0%
100 60.0%
80
40.0% Total
60
40 % Kumulatif
20.0%
20
0 0.0%

Gambar 4. 2 Diagram Pareto Jumlah defect bulan Maret-Agustus 2020

Berdasarkan diagram pareto, CTQ potensial yang paling besar menyebabkan


cacat pada produk sepatu yaitu diakibatkan open banding, dimana outsole tidak
merekat dengan upper dengan baik. Sebesar 142 dengan persentase 31.8 %. Namun
peneliti berdiskusi dengan pihak pemilik perusahaan untuk bersepakat prioritas
perbaikan dengan menggunakan 4 jenis cacat terbesar, yaitu cacat open bonding,
cacat outsole, cacat lasting, cacat upper.

4.2 Measure
Tahap measure merupakan langkah kedua dari model DMAI. Pada tahap ini
dilakukan pengukuran kinerja atas proses produksi sepatu jenis AUT006 yang
dinyatakan dalam Defect per Million Opportunities (DPMO) atau dikonversikan
dalam ukuran sigma, pengukuran kapabilitas proses serta penghitungan nilai Cost of
Poor Quality (COPQ).
38

4.2.1 Pengukuran Baseline Kinerja


Pengukuran baseline kinerja untuk mengukur sejauh mana output akhir dari
proses dapat memenuhi kebutuhan pelaggan. Informasi yang diperoleh dapat
dijadikan pedoman dasar untuk melakukan pengendalian dan peningkatan kualitas
dari karakteristik output yang diukur. Hasil pengukuran dilakukan dengan
menggunakan parameter Defect Per Million Oppurtunities (DPMO). Defect per
Million Opportunity (DPMO) adalah ukuran kegagalan dalam program peningkatan
kualitas six sigma yang menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan. Untuk
mengukur tingkat Six Sigma dari hasil produksi sepatu jenis Authentic dapat
dilakukan dengan.
Jumlah kerusakan
DPMO= x 1.000 .000
Jumlah semua produksi x CTQ
85
DPMO (Maret )= x 1.000 .000
505 x 7
= 24045.2617
Dikonversikan dalam Nilai Sigma yaitu 3.5
Untuk melihat DPMO dan Nilai Sigma dari bulan Maret 2020 sampai dengan
Agustus 2020, bisa dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.

Tabel 4. 5 Pengukuran Nilai Sigma Defect dan DPMO bulan Maret-Agustus 2020
Jumlah
No. Bulan DPMO Nilai Sigma
Produksi Defects
1. Maret 505 85 24045.2617 3.5
2. April 777 152 27946.3137 3.4
3. Mei 295 57 27602.9056 3.4
4. Juni 383 70 26109.6606 3.4
5. Juli 173 32 26424.4426 3.4
6. Agustus 310 51 23502.3041 3.5
JUMLAH 2443 447 26138.8223 3.4
39

Dari hasil perhitugan dalam tabel 4.5 dapat diketahui bahwa proses
pembuatan sepatu jenis AUT006 tampak bahwa DPMO masih cukup tinggi, yaitu
dari total keseluruhan dari bulan maret 2020 sampai dengan bulan agustus 2020
sebesar 26.138,82, dapat diinterprestsikan bahwa dalam satu juta kesempatan ada,
akan terdapat 26.138,82 kemungkinan bahwa proses produksi sepatu jenis AUT006
akan menghasilkan produk yang cacat.
Sebagai baseline kinerja produk sepatu kita menggunakan DPMO 26.138,82
dan kapabilitas 3,4 sigma, untuk menetapkan proyek six sigma agar dapat
mengendalikan dan meningkatkanckualitas produk sepatu menuju kegagalan nol
(zero defect oriented).
4.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses
Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perusahaan sekarang serta
untuk mengetahui besarnya indeks kapabilitas perusahaan. Pengukuran kapabilitas
dilakukan berdasarkan banyaknya jumlah kecacatan yang berada di luar batas kendali
dengan mengambil sampel 10 pengamatan dari observasi langsung produksi dengan
menggunakan persamaan Cp, Cpk, dan Cpm. Melihat data sampel kecacatan dapat
dilihat pada tabel 4.6 dan untuk melihat apakah ada data yang berada di luar batas
kendali dapat digunakan bagan kendali shewchart pada gambar 4.3.

Tabel 4. 6 Data sampel pengamatan bulan Januari 2021


Pengamata
Jumlah Sampel Jumlah Cacat
n
1 25 12
2 25 11
3 25 8
4 25 13
5 25 9
6 25 9
7 25 10
8 25 14
9 25 11
10 25 7
Total 250 104
40

a. Rumus Perhitungan Nilai P bar

P bar ¿
∑P
∑n
104
P bar ¿
250
¿ 0,416
b. Perhitungan nilai LCL (Lower Control Limit)
LCL=P −3
¯ √ P ¯¿ ¿ ¿
c. Rumus Perhitungan UCL (Upper Control Limit)
UCL=P +3
¯ √ P ¯¿ ¿ ¿

Gambar 4. 3 Bagan kendali shewchart

Dari gambar 4.3 peta kendali diatas, terjadi fluktuasi dimana nilai p tidak tetap
sehingga system proses dalam produksi perlu diubah dan diperoleh nilai UCL =
0,7117, LCL = 0,1203 dan ( X ) = 0,416. Semua data berada didalam batas kontrol.
Selanjutnya dilakukan uji normalitas data untuk melihat nilai P-Value> 0,05 maka
data dapat dikatakan berdistribusi normal dan jika P-Value< 0,05 maka data tidak
berdistribusi normal. Hal ini dilakukan untuk melihat sebaran data, besarnya nilai
rata-rata proses dan besarnya nilai standar deviasi.
41

Gambar 4. 4 Probability Plot of Failure Data


Pengujian terhadap data jumlah kecacatan sepatu dengan P-Value yaitu 0,944
sehingga di dapat dari P-Value> 0,05 yang berarti data jumlah kecacatan sepatu
berdistribusi normal dan penyebaran data normal. Setelah diketahui sebaran data,
nilai rata-rata proses dan standar deviasi maka selanjutnya menghitung nilai Cp, dan
Cpk diperoleh :
USL−LSL 15−5
Cp= = =0,73
6σ 6 x 2,221

Cpk=min ( USL−X
3σ ) atau (
X −LSL
3σ )
15−10,4 10,4−5
¿ min ( ) atau (
3 x 2,221 3 x 2,221 )
¿ min 0,670 atau0,810
42

Gambar 4. 5 Process Capability kecacatan sepatu

Berdasrkan Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa berdistribusi normal dengan Cp


0,73 dan Cpk 0,67, yang berarti nilai keduanya kurang dari 1. Jika Cp > 1,33, maka
kapabilitas proses sangat baik. Jika 1,00 ≤ Cp≤ 1,33, maka kapabilitas proses baik dan
jika Cp < 1,00, maka kapabilitas proses rendah. Karena nilai Cp < 1,00 dan Cpk <
1,00 maka kapabilitas proses rendah atau kurang baik dan proses menghasilkan
produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

4.2.3 Menghitung Nilai Cost of Poor Quality (COPQ)


Cost of Poor Quality (COPQ) adalah Biaya yang timbul akibat Kualitas
Buruk atau kegagalan produk yang tidak memenuhi standar pelanggan (Customer). 
Perusahaan yang mampu memperbaiki kualitasnya dan mengeliminasi terjadi biaya
COPQ ini akan dapat meningkatkan Laba Perusahaan sehingga memiliki keunggulan
dalam bersaing dengan kompetitornya. Berikut perhitungan dari nilai COPQ
perusahaan periode Maret – Agustus 2020, dilihat sebagai berikut :
 Biaya gaji pekerja = Rp. 1200000/bln
 Harga rata-rata produk = Rp. 175000/pcs
 Biaya defect produk = Jumlah Defects x harga produk
= 447 x Rp. 175.000
= Rp. 78.225.000
BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI

5.1 Analyze
Pada tahap Analyze ini dilakukan analisis faktor atau akar penyebab masalah
dari defecst terkritis atau prioritas sebelum melakukan upaya perbaikan. Defects yang
dilakukan analisis yaitu Cacat open bonding, cacat outsole, cacat lasting, upper
sobek. Analisa menggunakan fishbone diagram dan juga FMEA (Failure Mode Effect
Analyze).

5.1.1 Fishbone Diagram


Identifikasi akar penyebab masalah kecacatan. Dalam permsalahan kecacatan
ada 4 jenis yang paling tinggi, yaitu Cacat open bonding, cacat outsole, cacat lasting,
cacat upper. Dalam identifikasi akar penyebab masalah kecacatan, pihka peneliti
berdiskusi dengan pihak UKM.

Gambar 5. 1 Fishbone Diagram Defect open bonding

Berdasarkan gambar 5.1 dapat diketahui akar penyebab terjadinya defect


Open Bonding yaitu pada material lem kering yang akan mengakibatkan lem tidak
merekat sempurna dan juga kurangnya lem pada bagian upper sepatu serta hasil

43
44

pengelaman pada upper kotor. Kemudian pada mesin prees gaige jarang digunakan
dan mesin dryingyang memiliki performa turun karena sudah tua dan jadwal
perawatan/pemeliharaan tidak berkala, Pada metode yang dilakukan pada pekerja saat
pengeleman kurang menempel, kurang press tekanan upper dan outsole saat
membuat pola, dan operator kurang pengalaman. Pada manusia atau pekerjanya yang
tidak teliti dan konsentrasi saat pengeleman, penempelan dan pengepresan sepatu
yang dakibatkan operator kelelahan atau sering mengobrol sesama pekerja dan juga

pekerja kurang terampil.


Gambar 5. 2 Fishbone Diagram Defect Outsole

Berdasarkan gambar 5.2 dapat diketahui akar penyebab terjadinya defect /


cacat outsole yaitu pada manusia, pekerja terburu-buru, tidak fokus atau kosentrasi,
pekerja kurang teliti yang daikabitkan opeartor sering mengobrol dan pekerja kurang
hati-hati, pekerja tidak membedakan penanganan outsole rubber dan phylon karena
tidak ada SOP penanganan khusus jenis outsole. Pada mesin dan alat yang digunakan
bermasalah disebabkan alat yang digunakan sudah bengkok dan kasar karena
intensitas penggunaan tinggi dan alat tidak pernah diganti. Serta lingkungan cahaya
kurang terang.
45

Gambar 5. 3 Fishbone Diagram Defect Listing

Berdasarkan gambar 5.3 dapat diketahui akar penyebab terjadinya defect


lasting yaitu kurangnya ketelitian pekerja, terburu-buru, pekerja kurang kosentrasi
karena kelelahan terus menerus melihat objek dengan lingkungan cahaya kurang
terang serta pekerja kurang terampil. Mesin lasting tidak bekerja dengan baik karena
komponen mesin patah, spesifikasi komponen tidak sesuai dan tidak adanya
perawatan dan pengecekan mesin/ komponen terjadwal dan berkala. Serta SOP
penggunaan mesin harus jelas dan mengerti.
46

Gambar 5. 4 Fishbone Diagram Defect Upper


Berdasarkan gambar 5.4 dapat diketahui akar penyebab terjadinya defect
upper yaitu lem berlebihan yang kering dan menempel melebihi batas pola dan
pencelupan sikat pada cairan lem terlalu banyak serta lem terkena sarung tangan.
Upper terkena lem dari sarung tangan pekerja karena pekerja tidak memperhatikan
kebersihan, serta kurang teliti sehingga pengeleman melebihi batas pola, karena batas
pola pengeleman tidak terlihat jelas. Lingkungan disektiar ruangan teralalu gelap,
kurangnya penerangan dan suhu udara panas dan lembab mengakibatkan pekerja
kurang berkosentrasi karena tidak ada alat pendingin.

5.1.2 FMEA (Failure Mode Effect Analyze)


Prioritas rancangan perbaikan terhadap defects dilakukan dengan mengalikan
nilai-nilai yang ada dalam SOD (Severuty, Occurance, Detection) yang masuk
kedalam nilai RPN kemudian diurutkan sesuai dengan nilai tertinggi. Nilai tertinggi
merupakan prioritas pertama yang dilakukan rancangan perbaikan. Penilaian
dilakukan oleh 10 responden yang terdiri dari pemilik perusahaan, kepala bagian
produksi, operator bagian produksi, bagian quality control, dan bagian finishing.
Berikut tabel FMEA (Failure Mode Effect Analysis) hasil dari penyebaran kuesioner
kepada 10 responden.
47

Tabel 5. 1 Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)

CTQ S Penyebab Kecacatan O D RPN Rekomendasi


Defect open 5 Material lem kering yang akan Mengganti material lem yang lebih
bonding mengakibatkan lem tidak merekat bagus dari sebelumnya dan memakai
sempurna dan juga kurangnya lem. lem dengan sesuai kebutuhan atau
3 4 60 standar serta menyimpan di tempat yang
tidak panas serta menutup kembali
ketika sudah tidak digunakan

Hasil pengelaman pada upper Pekerja diberikan peringatan tentang


kotor. kebersihan lingkungan kerja atau
4 4 80
membaut rambu tentang kebersihan
lingkungan
Mesin prees gaige jarang Memberikan perawatan atau perbaikan
digunakan dan mesin dryingyang berkala sesua dengan jadwal dan
memiliki performa turun karena menganti mesin atau sparepart dengan
sudah tua dan jadwal 6 7 140 yang baru dengan tingkat perfoman yang
perawatan/pemeliharaan tidak maksimal.
berkala.

Pekerja saat pengeleman kurang Memberikan pengarahan metode kepada


menempel, kurang press tekanan pekerja dan pelatihan terlebih dahulu
upper dan outsole saat membuat 5 4 100 terkait proses yang di kerjakan.
pola.

Pekerjanya yang tidak teliti dan 6 4 120 Memberikan kebijakan atau aturan
48

konsentrasi saat pengeleman, kepada pekerja untuk mengurangi


penempelan dan pengepresan, obrolan dengan sesama pekerja yang
yang dakibatkan operator tidak memberikan nilai tambah pada
kelelahan atau sering mengobrol proses produksi sepatu. Memberikan
sesama pekerja dan juga pekerja phunesment kepada pekerja yang
kurang terampil. mealnggar aturan Dan memberikan
reward atau penghargaan kepada pekerja
yang bagus.
Defect Outsole 8 Pekerja terburu-buru, tidak fokus  Memberikan pengarahan dan
atau kosentrasi, pekerja kurang pelatihan terlebih dahulu kepada
teliti yang daikabitkan opeartor pekerja terkait penanganan outsole
sering mengobrol dan pekerja rubber dan phylon.
 Memberikan kebijakan atau aturan
kurang hati-hati, pekerja tidak
kepada pekerja untuk mengurangi
membedakan penanganan outsole 7 7 392 obrolan dengan sesama pekerja yang
rubber dan phylon. tidak memberikan nilai tambah pada
proses produksi sepatu. Memberikan
phunesment kepada pekerja yang
mealnggar aturan Dan memberikan
reward atau penghargaan kepada
pekerja yang bagus.
Tidak ada SOP penanganan Memberikan SOP yang jelas dalam
khusus jenis outsole. penanganan khusus jenis outsole biar
6 6 288
pekerja paham dab jelas.

Alat yang digunakan bermasalah 5 6 240 Penambahan sebagai cadangan dan


disebabkan alat yang digunakan penggantian alat yang lebih bagus serta
sudah bengkok dan kasar karena memberikan jadwal penggantian alat.
49

intensitas penggunaan tinggi dan


alat tidak pernah diganti.
Tidak adanya penerangan yang Membrikan pencahayaan yang sesuai
sesuai sehingga cahaya kurang 6 6 288 dengan kebutuhan intensitas ruangan
terang (256 lux). sebesar 300 lux sesuai dengan peraturan
menteri.
Kurangnya ketelitian pekerja,  Melakukan reduksi kelelahan mata
terburu-buru, pekerja kurang pekerja
kosentrasi karena kelelahan terus  Memberikan penerangan yang sesuai
menerus melihat objek dengan 6 6 216 denga pekerjaan dan lingkungan
pekerjaan
lingkungan cahaya (256 lux)
 Memberikan pelatihan keterampilan
kurang terang serta pekerja kurang
dalam bekerja.
terampil
Mesin lasting tidak bekerja dengan Menggunakan komponen asli bawaan
Defect Lasting 6 baik karena komponen mesin mesin atau komponen yang kualitas
7 6 252
patah dan spesifikasi komponen sama dengan bawaan mesin.
tidak sesuai.
Tidak adanya perawatan dan Membuat jadwal penggunaan, perawatan
pengecekan mesin/ komponen komponen dan pengecekan berkala,
terjadwal dan berkala. Serta SOP bukan saat mengalami masalah. Serta
7 6 252
penggunaan mesin harus jelas dan memberikan SOP yang jelas dalam
mengerti. penggunaan mesin agar tidak terjadi
error atau rusak.
Defect Upper 5 Lem berlebihan yang kering dan 6 5 150 Menggunakan lem yang sesuai
menempel melebihi batas pola dan kebutuhan dan pekerja harus
pencelupan sikat pada cairan lem memperhatikan batas pola. Saat
terlalu banyak serta lem terkena pencelupan sikat pada cairan lem sesuai
50

sarung tangan. kebutuhan dan berhati-hati biar tidak


terkena sarung tangan.
Upper terkena lem dari sarung Pekerja harus hati-hati dalam
tangan pekerja karena pekerja 7 6 210 pencelupan sikat ke cairan lem dan
tidak memperhatikan kebersihan. memperhatikan kebersihan.
Pekerja kurang teliti sehingga Pekerja harus teliti dan saat pembuatan
pengeleman melebihi batas pola, batas pola harus jelas atau mudah
6 4 120
karena batas pola pengeleman terlihat oleh pekerja lain.
tidak terlihat jelas.
Lingkungan disektiar ruangan Memberikan penerangan yang sesuai
teralalu gelap, kurangnya dengan lingkungan kerja dan
penerangan dan suhu udara panas menyediakan alat pendingin ruangan.
6 5 150
dan lembab mengakibatkan
pekerja kurang berkosentrasi
karena tidak ada alat pendingin
52

Berdasarkan tabel 5.1 Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) setiap
defects memiliki nilai RPN yang berbeda. Untuk nilai RPN tertinggi sebagai
prioritas untuk melakukan usulan perbaikan.

5.2 Improve
Pada tahap ini dilakukan usulan perbaikan atau solusi yang digunakan
untuk mengatasi setiap kececatan yang terjadi pada proses produksi sepatudi UD.
Giri Jaya. Dengan memilih alternatif usulan perbaikan yang ada sehingga dapat
dijadikan solusi untuk mengurangi defects. Usulan perbaikan pada tabel FMEA
hasil brainstroaming dengan manajemen atau kepala bagian produksi, jenis defect
yang memiliki RPN tertinggi dapat diprioritaskan untuk diberikan rekomendasi
perbaikan.

5.2.1 Usulan Perbaikan Kecacatan


Berdasarkan pada tabel FMEA rekomendasi usulan perbaikan dalam priorits.

Tabel 5. 2 Usulan Perbaikan kecacatan berdasarakan Rangking RPN FMEA

Cacat Penyebab Kecacatan Usulan Perbaikan


Mesin prees gaige jarang digunakan Memberikan perawatan atau perbaikan
dan mesin dryingyang memiliki berkala sesuai dengan jadwal dan
performa turun karena sudah tua dan menganti mesin atau sparepart dengan
jadwal perawatan/pemeliharaan tidak yang baru dengan tingkat perfoman
berkala. yang maksimal.
Defect Pekerjanya yang tidak teliti dan Memberikan kebijakan atau aturan
open konsentrasi saat pengeleman, kepada pekerja untuk mengurangi
bondin penempelan dan pengepresan, yang obrolan dengan sesama pekerja yang
g dakibatkan operator kelelahan atau tidak memberikan nilai tambah pada
sering mengobrol sesama pekerja dan proses produksi sepatu. Memberikan
juga pekerja kurang terampil. phunesment kepada pekerja yang
mealnggar aturan Dan memberikan
reward atau penghargaan kepada
pekerja yang bagus.
Defect Pekerja terburu-buru, tidak fokus 1. Memberikan pengarahan dan
Outsole atau kosentrasi, pekerja kurang teliti pelatihan terlebih dahulu kepada
yang daikabitkan opeartor sering pekerja terkait penanganan outsole
rubber dan phylon.
mengobrol dan pekerja kurang hati-
2. Memberikan kebijakan atau aturan
hati, pekerja tidak membedakan kepada pekerja untuk mengurangi
53

penanganan outsole rubber dan obrolan dengan sesama pekerja


phylon. yang tidak memberikan nilai
tambah pada proses produksi
sepatu. Memberikan phunesment
kepada pekerja yang mealnggar
aturan Dan memberikan reward
atau penghargaan kepada pekerja
yang bagus.
Tidak ada SOP penanganan khusus Memberikan SOP yang jelas dalam
jenis outsole. penanganan khusus jenis outsole biar
pekerja paham dab jelas.
Tidak adanya penerangan yang sesuai Membrikan pencahayaan yang sesuai
sehingga cahaya kurang terang (256 dengan kebutuhan intensitas ruangan
lux). sebesar 300 lux sesuai dengan
peraturan menteri.
Mesin lasting tidak bekerja dengan Menggunakan komponen asli bawaan
baik karena komponen mesin patah mesin atau komponen yang kualitas
dan spesifikasi komponen tidak sama dengan bawaan mesin.
sesuai.
Defect Tidak adanya perawatan dan Membuat jadwal penggunaan,
Lasting pengecekan mesin/ komponen perawatan komponen dan pengecekan
terjadwal dan berkala. Serta SOP berkala, bukan saat mengalami
penggunaan mesin harus jelas dan masalah. Serta memberikan SOP yang
mengerti. jelas dalam penggunaan mesin agar
tidak terjadi error atau rusak.
Upper terkena lem dari sarung tangan Pekerja harus hati-hati dalam
pekerja karena pekerja tidak pencelupan sikat ke cairan lem dan
memperhatikan kebersihan. memperhatikan kebersihan.
Lem berlebihan yang kering dan Menggunakan lem yang sesuai
menempel melebihi batas pola dan kebutuhan dan pekerja harus
pencelupan sikat pada cairan lem memperhatikan batas pola. Saat
terlalu banyak serta lem terkena pencelupan sikat pada cairan lem
Defect
sarung tangan. sesuai kebutuhan dan berhati-hati biar
Upper
tidak terkena sarung tangan.
Lingkungan disektiar ruangan Memberikan penerangan yang sesuai
teralalu gelap, kurangnya penerangan dengan lingkungan kerja dan
dan suhu udara panas dan lembab menyediakan alat pendingin ruangan.
mengakibatkan pekerja kurang
berkosentrasi karena tidak ada alat
pendingin
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan sesuai denga hasil penelitian,
sebagai berikut :
1. Jenis cacat yang sering terjadi pada proses produksi sepatu jenis AUT006
yaitu yang pertama Defect Open Banding terjadi karena faktor material lem
kering dan lem kurang, faktor mesin press gaige jarang digunakan dan mesin
drying memiliki performa turun dan tidak adanya jadwal pemeiliharan berkala
serta faktor pekerja. Kedua Defect Outsole terjadi karena faktor, pekerja, tidak
ada SOP penanganan khusus jenis outsole, faktor mesin dan alat digunakan
sudah bengkok dan kasar. ketiga Defect Lasting terjadi karena faktor pekerja,
faktor mesin. Keempat Defect Upper terjadi karena faktor lem , faktor
metode, faktor pekerja, faktor lingkungan.
2. Nilai DPMO dan nilai Six Sigma pada produk sepatu di UD. Giri Jaya
berdasarakan perhitungan penelitian ialah :
Tabel 6. 1 Hasil Nilai DPMO dan nilai six sigma dalam penelitian

No. Bulan DPMO Nilai Sigma

1. Maret 24045.2617 3.5


2. April 27946.3137 3.4
3. Mei 27602.9056 3.4
4. Juni 26109.6606 3.4
5. Juli 26424.4426 3.4
6. Agustus 23502.3041 3.5
JUMLAH 26138.8223 3.4

Nilai COPQ
 Harga rata-rata produk = Rp. 175000/pcs
 Biaya defect produk = Jumlah Defects x harga produk
= 447 x Rp. 175.000
= Rp. 78.225.000
55

3. Pada penerapan metode six sigma dan FMEA terdapat diketahui critiqal to
quality pada jenis cacat sepatu yang paling kritis atau banyak kemudian
dilakukan perbaikan dengan menggunakan metode FMEA yang menghasilkan
nilai RPN tertinggi dari beberapa kecacatatan / defect dan mengusulkan
perbaikan dari RPN tertinggi yang bisa dilihat pada halaman 57 – 58.

6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian terdapat saran-saran bagi perusahaan dan bagi
penilti selanjutnya.
1. Perusahaan
a. Rekomendasi atau usulan perbaikan bisa dijadikan masuka pada
perusahaan agar dapat meminimalisir atau mengurangi terjadinya defect
atau kececatan.
b. Penelitian dengan metode six sigma sebaiknya dapat diterapkan dan
dilakukan secara kontinyu atau terus menerus di perusahaan demi kualitas
perusahaan.
2. Peneliti Selanjutnya
Melakukan penelitian lebih lanjut pada seluruh proses produksi yang terjadi
dengan metode Lean Six Sigma dalam memeperbaiki pemboroan pada proses
produksi serta mampu memberikan jabaran lebih luas terkait faktor-faktor
peningkatan kualitas proses produksi.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, F. (2003). Leanufacturing Tools with a Focus on Steel. Dissertation of


Departemen of Industrial engineering, University of Pittsburgh.
Ali, Utsman. (2015). Pengertian Kualitas Menurut Pakar.
http://www.pengertianpakar.com/2015/05/pengertian-kualitas-
menurut-pakar.html. Diakses pada sabtu, 4 mei 2020.
Amin,Syukron &Muhammad, Kholil. (2012). Six Sigma Quality for Business
Improvement. Jakarta: Graha Ilmu.
Anggraeni, D. P., Srikandi, K., Sunarti. (2016). Pengaruh Kualitas Produk
Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Pelanggan. Jurnal Adsministrasi
Bisnis, No1 Vol. 37.
Ariani, D.W. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan Kuantitatif dalam
Manajemen Kualitas). Yogyakarta: Andi.
Bustami, Bastian, & Nurlela. (2013). Akuntansi Biaya. Jakarta: Mitra Wacana
Media
Cahyanti, E. R., Choiri, M., & Yunarti, R. (2013). Pengurangan Waste Pada
Proses Produksi Botol X Menggunakan Metode Lean Six Sigma.
Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri, No. 1 Vol. 1, hal 37-
46.
Crosby, L.A., Evans, K.R., Cowles, D. (1994). Relationship Quality In Service
Selling: An Interpersonal Perspective. Journal Of Marketing, Vol. 54
pp.68-81.
Didiharyono, Marsal, &Bakhtiar. (2018). Analisis Pengendalian Kualitas
Produksi Dengan Metode Six Sigma Pada Industri Air Minum PT.
Asera Tirta Posidonia, Kota Palopo. Jurnal Sainsmat Universitas
Andi Djemma Palopo, Vol 7, No 2, hal 163-176.
Gaspersz, V. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi
dengan ISO 9001:2000, MBNQA dan HACPP. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
George, M. L. (2002). Lean Six Sigma . New York: Mc Graw Hill.
57

Hansen & Mowen. (2001). Akuntansi Manajemen Jilid 2. Jakarta: Salemba


Empat.
Horngren, Charles T., Foster, George & Datar, Srikant, M. (1999). Edisi 9, Cost
Management: A Strategic Emphasis. New York: McGraw-Hill, Inc.
Kmenta, S., & Ishii, K. (2000). Scenario Based FMEA. Proceeding Of DETC
2000 ASME Design Enggineering Technical Conference. Baltimore:
Maryland.
Montgomery, D. C. (1993). Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mulyadi. (2016). Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat
Pande, Pete & Holpp, Larry. (2002). What is Six Sigma?. New York: McGraw-
Hill.
Pandle, P., Neuman, R., Rol, & Cavanagh. (2002). The Six Sigma Way: Team
Fieldbook, an Implementation Guidefor Process Improvement.
McGraw-Hill.
Pusporini, P., & Andesta, D. (2016). Penerapan Lean Six Sigma Pada UD
Yussrinatex Untuk Meningkatkan Kualitas Produk Sarung Tenun.
Jurnal Matrik, Vol. XIV , 1-17.
Sirine&Kurniawati. (2017). Pengendalian Kualitas Menggunakan Metode Six
Sigma (Studi Kasus Pada PT. Diras Concept Sukoharjo. Asian
Journal Of Innovation And Entrepreneurship Fakultas Ekonomika dan
Bisnis UKSW Salatiga, Vol. 02, No. 03 hal 254-288..
Wulandari, &Hernik. (2018). Penerapan Metode Pengendalian Kualitas Six
Sigma Pada Heyjacker Company. Jurnal Ekonomi Dan BisnisFakultas
Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Vol. 1, No. 2, Hal 222-241.
Yamit, Zulian. (2001). Manajemen Kualitas Produk Dan Jasa. Yogyakarta:
Ekonosia

Anda mungkin juga menyukai