Anda di halaman 1dari 33

Trauma dan Kebutaan

Seorang laki-kali usia 27 tahun datang ke IGD setelah 3 jam yang lalu
jatuh dari sepeda motor, mata kanan membentur stang sepeda motor,
dan kaca spion pecah . Penderita mengeluh mata kanan buram,
kelopak mata bengkak, merah, dan nrocos. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan mata kanan visus 1/60, oedem palpebra, injeksi, oedem
kornea, darah di COA 3mm, pupil mid dilatasi, lain-lain sulit dinilai,
sedangkan mata kiri tenang. Tidak ditemukan benda asing pada
permukaan mata pasien. Pasien disarankan rawat inap oleh dokter
yang menangani.

Step 2 :

1. Mengapapasienmengeluhmataburam, bengkak, dannerocos?


2. Mengapadarihasilpemeriksaanmatakananvisus 1/60, edem
palpebral, injeksi, edemkornea, darah di coa 3 mm, dan pupil
middilatasi?
3. Mengapapasiendisarankanuntukrawatinapolehdokter?
4. Apahubunganriwayatkecelakaandengankeluhanpasien?
5. Apasajamacammacam trauma padamata?
6. Apasajaetiologidanfaktorresikodari scenario?
7. Apasajapemeriksaan yang harusdilakukanpadakasustersebut?
8. Apa diagnosis dari scenario?
9. Bagaimana grading dan prognosis darikeluhanpasien?
10.Bagaimanapenatalaksanaandari scenario tersebut?
Step 3

1. Mengapa pasien mengeluh mata buram, bengkak, dan nerocos?


MATA BERAIR DAN NYERI
 Struktur ini menerima persarafan dari cabang ophtalmik dari nervus
trigeminalis. Kornea sendiri adalah sebuah struktur vital pada mata dan
karenanya juga bersifat sangat sensitif. Sensasi taktil minimal telah dapat
menimbulkan refleks penutupan mata. Adapun lesi pada kornea akan membuat
ujuang saraf bebas terpajan dan sebagai akibatnya, akan timbul nyeri hebat
diikuti refleks pengeluaran air mata beserta lisozim yang terkandung di
dalamnya (epifora) dan penutupan mata secara involunter (blefarospasme)
sebagai mekanisme proteksinya.
Lang GK, Ophhalmology. Stuttgart: Thieme; 2000.p.117-41.
Mata buram 

- Membrana descement bila terkena trauma dapat berlipat atau


robek dan akan tampak sebagai kekeruhan yang berbentuk
benang. Bila endotel robek maka akanterjadi inhibisi humor
aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi
edema. Edem kornea membuat penglihatan kabur dan terlihat
nya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat
.

- Hifema : atau darah dalam bilik mata depan terjadi karena


trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan
jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-
robekan jaringan iris, korpus siliaris . Jaringan tersebut
mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan
menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang timbul dapat
berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar,
arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi
pupil. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera
anterior akan tampak dari luar. Perdarahan dapat terjadi segera
sesudah trauma yang disebut perdarahan primer. Perdarahan
primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder
biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. penglihatan
pasien menurun

Bengkak  bisa terjadi pembengkakan dan penimbunan darah


dibawah kulit kelopak , hal ini terjadi pecahnya pembuluh darah
palpebra yang dikarenakan trauma tumpul seperti pukulan tinju atau
benda keras lainnya

SUMBER : BUKU MATA FK UI

2. Mengapadarihasilpemeriksaanmatakananvisus 1/60, edem


palpebral,injeksi, edemkornea, darah di coa 3 mm, dan pupil
middilatasi?
Visus 1/60 : pada penglihatan pasien dapat melihat dalam jarak 1 m
sedangkan mata normal 60 m

Edem kornea : Membrana descement bila terkena trauma dapat


berlipat atau robek dan akan tampak sebagai kekeruhan yang
berbentuk benang. Bila endotel robek maka akanterjadi inhibisi
humor aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi
edema.

Darah di COA : Hifema : atau darah dalam bilik mata depan terjadi
karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan
jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan
jaringan iris, korpus siliaris . Jaringan tersebut mengandung banyak
pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Perdarahan
yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari
badan ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada
sisi pupil. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera
anterior akan tampak dari luar. Perdarahan dapat terjadi segera
sesudah trauma yang disebut perdarahan primer. Perdarahan primer
dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul
pada hari ke 5 setelah trauma. penglihatan pasien menurun

3. Apa hubungan riwayat kecelakaan dengan keluhan pasien?


Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik
seperti ronggaorbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar
selain terdapatnya refleks memejam ataumengedip, mata
masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma
dapatmengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak, saraf
mata dan rongga orbita.Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberi penyulit sehinggamengganggu
fungsi penglihatan.
Trauma
Trauma tumpul
Trauma Tembus bola mata
Trauma kimia
Trauma Radiasi
Kecelakaan pada skenario  trauma mengenai bagian dari
bola mata  mengakibatkan kerusakan pada bagian orbita 
menyebabkan beberapa manifes dari kerusakan tersebut
Sumber : Bruce, Chris, dan Anthony. 2006. Lecture Notes :
Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta :Penerbit Erlangga
BUKU FK UI
t
m
u
r
iT
a
k
e
M
-
n
o
N
4. Apa saja macam macam trauma pada mata?

MTrauma
eka
Non-
Trauma:

Mekanik
Mata
Trauma Mekanik

nik
a. Trauma tumpul
 Kelopak
 Palpebra hematom
Pembengkakan atau penimbunan darah dibawah kulit
kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra
o Penyebab

lainnya
Trauma akibat pukulan tinju, atau benda-benda keras

 Konjungtiva
 Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat
menjadi kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula
akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke duania luar
dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa
mengedip, maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan
edema pada konjungtiva.
 Hematom subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah yang terdapat pada atau di bawah
konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera.
Pecahnya pembuluh darah ini dapat akibat batuk
rejan,trauma tumpul basis kranii, atau pada keadaan
pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah. Pembuluh
darah akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut,
hipertensi, areriosklerosis, konjungtiva
meradang(konjungtivitis), anemia, dan obat-obatan tertentu.

 Kornea
 Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat
mengakibatkan edema kornea ataupun malahan ruptur
daripada membran Descement. Edema kornea yang berat
dapat mengakibatkan serbukan sel radang dan
neurovaskularisaso masuk ke dalam jaringan stroma kornea.

Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur


dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber
cahaya yang dilihat.kornea akan terlihat keruh, dengan uji
plasido yang positif.

 Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel
kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada
epitel kornea. Hal yang dapat mengakibtkan erosi kornea
adalah lensa kontak, sinar ultra violet, debu, dan asap.
Akibatnya kornea yang mempunyai banyak serabut saraf
sensibel terkena, maka pasien akan merasa sakit sekali,
dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan
penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh.
Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang
bila di beri pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau. Hati-
hati bila memakai obat topikal untuk menghilangkan rasa
sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah kerusakan
epitel. Pada erosi kornea yang perlu diperhatikan adalah
adanya infeksi yang timbul kemudian akibat barier epitel
hilang.
Pengobatan biasanya diberikan sikloplegik untuk
menghilangkan rasa sakit ataupun untuk mengurangkan
gejala radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik
diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk
mempercepat tumbuh epitel baru dan mencegah infeksi
sekunder. Biasanya bila tidak terjadi infeksi sekunder erosi
kornea yang mengenai seluruh permukaan kornea yang
mengenai seluruh permukaan kornea akan sembuh dalam 3
hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik.
 Erosi kornea rekuren
 Uvea
 Iridoplegia
Pada trauma tumpul dapat terjadi kelumpuhan otot sfingter
pupil sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis. Pupil ini
tidak bereaksi terhadap sinar.
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan
akomodasi, silau akibat gangguan pengaturan masuknya
sinar pada pupil, akan terlihat anisokoria pada pupil.
Iridoplegia ini akan berlangsung beberap hari sampai
beberapa minggu. Kadang-kadang tidak menjadi normal
lagi.
Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat
untuk mencegah terjadinya kelelehan sfingter disertai
dengan pemberian.

 Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal
iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah menjadi
lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama dengan
terbentuknya hifema. Pasien akan melihat ganda dengan
satu matanya. Bila keluhan demikian maka pada pasien
sebainya dilakukan pembedahan dengan melakukan
resposisi iris yang terlepas.

 Hifema
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi
akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris
atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema akan terlihat
terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan
hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang
terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh
sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.
Pasien dengan hifema harus tinggal dan dirawat di rumah
sakit. Pasien tidur dengan kepala miring 60 derajat, diberi
koagulansia, dan mata ditutup. Pada anak-anak yang gelisah
dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi penyulit
glaukoma diberi asetazolamida.
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Kadang-kadang
sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat
terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema
sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena
perdarahan lebih sukar hilang.
 Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea
sehingga menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea
anterior. Pada mata akan terlihat mata merah, suar di dalam
bilik mata depan, dan pupil mengecil. Tajam penglihatan
menurun. Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan
steroid topikal. Bila terlihat radang berat maka dapat
diberikan steroid sistemik.

 Lensa
 Dislokasi lensa
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa
akibat putusnya zonula zinii.
Gangguan kedudukan lensa ini dapat dalam bentuk ;
a) Subluksasi lensa
Terjadi akibat zonula zinn putus sebagian sehingga
lensa berpindah tempat. Pasien pasca trauma akan
mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa
akan memberikan gambaran pada iris berupa
iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak
ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung,
dan mata akan menjadi lebih miopia. Lensa yang
menjadi sangat cembung mendorong iris ke depan
sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik
mata menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi
glaukoma sekunder.
Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat
pasien menderita kelainan pada zonula zinn yang
rapuh (sindrom Marphan).
b) Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat
trauma maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata
depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan
ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar
cairan bilik mata sehingga akan timbul glaukoma
kongestif akut dengan gejala-gejalnya. Pasien akan
mengeluh penglihatan menurut mendadak, disertai rasa
sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan
blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat,
edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris
terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar.
Tekanan bola mata sangat tinggi. Pasien secepatnya
dikirim pada dokter mata untuk dikeluarkan lensanya
dengan terlihat dahulu diberikan asetazolamida untuk
menurunkan tekanan bola mata.
c) Luksasi lensa posterior
Pada keadaan putusnya zonulla zinn di seluruh
lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam
badan kaca dan tenggelam di datarn bawah polus
posterior fundus okuli. Mata ini akan menunjukkan
gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan
melihat normal dengan lensa + 12.0 dioptri untuk jauh,
bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Pasien akan
mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya
akibat lensa mengganggu kampus pasien.
 Katarak traumatic
Trauma tumpul dapat mengakibatkan katarak pungtata,
selain daripada dapat mengakibatkan katarak, yang
biasanya berjalan lambat, dan proses degenerasinya dapat
berjalan lanjut. Proses degenerasi lanjut ini dapat
mengakibatkan pencairan korteks lensa dan bocor melalui
kapsul lensa. Bahan lensa di luar kapsul sebagai benda
asing menimbulkan reaksi di dalam bilik mata depan
sehingga menimbulkan reaksi uveitis yang disebut sebagai
uveitis fakotoksik dan glaukoma fakolitik.
Bila katarak telah menimbulkan reaksi fakolitik maka
pasien akan mengeluh mata sakit disertai dengan gejala
uveitis lainnya sehingga lensa perlu dikeluarkan dengan
segera.
 Retina dan koroid
 Edema retina dan koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema
retina. Edema retina akan memberiakn warna retina yang
lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan uvea
melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi arteri
retina sentral dimana terdapat edema retinakecuali daerah
makula, sehingga pada keadaan iniakan terlihat ”cherry red
spot” yang berwarna merah. Edema retina akibat trauma
tumpuljuga mengakibatkanedema makula sehingga tidak
terdapat cherry red spot.
Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi
edema makula atau edema berlin. Pada keadaan ini akan
terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus posterior
fundus okuli berwarna abu-abu.
 Ablasi retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya
retina dari koroid pada penderita ablasi retina. Biasanya
pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina
ini seperti retina tipis akibat retinitis sanata, miopia, dan
proses degenerasi retina lainnya. Bila terjadinya ablasi
retina setelah suatu trauma tidak diketahui dengan jelas
karena waktu terjadinya tidak selalu sama.
Pada pasien ekan terdapat keluhan seperti adanya selaput
yang seperti tabir menganggu lapang pandangannya. Bila
terkena atau tertutup daerah makula maka tajam penglihatan
akan menurun. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat
retina yang berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang
terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang
terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-putus.

 Rupture koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang
dapat merupakan akibat daripada ruptur koroid. Ruptur ini
biasanya terletak di polus posterior bola mata dan
melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik. Bila ruptur
koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka
tajam penglihatan akan turun dengan sangat.
Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina agak
sukar dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorbsi
maka akan terlihat bagian yang ruptur berwarna putih
karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid.

 Saraf optic
 Avulse papilsaraf optic
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari
pangkalnya di dalam bola mata yang disebut sebagai avulsi
papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya
tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan
kebutaan. Penderita perlu dirujuk untuk dinilai kelainan
fungsi retina dan saraf optiknya.

 Optic neuropati traumatic


 Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada
saraf optik, demikian pula perdarahan dan edema sekitar
saraf optik.
 Tanda :
 Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata.
Terdapat reaksi defek aferen pupil tanpa adanya
kelainan nyata pada retina.
 Tanda lain yang dapat diemukan adalah gangguan
penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil saraf
optik dapat normal beberapa minggu sebelum
menjadi pucat.
 Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu
dengan memberi steroid. Bila penglihatan memburuk
setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk
pembedahan.
b. Trauma Tajam
 Penetran :menembus bolamata
 Non penetran : menggosok bola mata
Tanda
 Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva
saja. Bila robekan konjungtiva ini atau tidak melebihi 1 cm,
maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan
konjungtiva lebih 1 cm diperlukan tindakan penjahitan
untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap robekan
konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan sclera
bersama-sama dengan robekan konjungtiva tersebut.
 Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing
masuk ke dalam bola mata maka akan terlihat tanda-tanda
bola mata tembus, seperti:
i. Tajam penglihatan yang menurun
ii. Tekanan bola mata rendah
iii. Bilik mata dangkal
iv. Bentuk dan letak pupil yang berubah
v. Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera
vi. Terdapat jaringan yang di proplaps seperti cairan mata,
iris, lensa, badan kaca, atau retina
vii. Konjungtiva kemotis
Pengobatan
 Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya
perforasi bola mata maka secepatnya dilakukan pemberian
antibiotika topikal dan mata ditutup dan segera dikirim pada
dokter mata untulk dilakukan pembedahan.
 Pada setiap terlihat kemungkinan trauma perforasi
sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk
ke dalam mata dengan membuat foto.
 Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya
diberikan antibiotika sistemik atau intravena dan pasien
dipuasakan untuk tindakan pembedahan.
 Pasien juga diberi anti tetanus profilaktik, analgetika, dan
kalau perlu penenang. Sebelum dirujuk mata tidak diberi
salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien
tidak boleh diberi steroid local dan beban yang diberikan
pada mata tidak menekan bola mata.
Etiologi
 Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing
ke dalam bola mata. Benda asing di dalam bola mata pada
dasarnya perlu dikeluarkan. Benda asing yang bersifat
magnetik dapat dikeluarkan dengan alat magnit raksasa.
Benda yang tidak magnetik dikeluarkan vitrektomi.
Penyulit
 Penyulit yang dapat timbul pada terdapatnya benda asing
intraokular adalah endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi
retina, perdarahan intraokular dan ptisis bulbi.
c. Trauma Benda Asing
 Logam dan Non logam
 Binatang

Trauma Non Mekanik


1. Trauma Kimia
Bahan kimia yang dapat mengakibaIkan kelainan pada mata
dapat dibedakan dalam bentuk:
1. Trauma Asam
2. Trauma Basa atau Alkali.

Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada:


 pH,
 Kecepatan,
 Jumlah bahan kimia tersebut mengenai mata.
 Dibanding bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali
cepat dapat merusak dan menembus kornea.

Pengobatan
 Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan
segera.
 lrigasi daerah yang terkena trauma kimia merupa tindakan
yang segera harus dilakukan karena dapat memberikan
penyulit yang lebih berat.
 Pembilasan dilakukan dengan memakai garam fisiologi atau
air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit 15-30
menit.
 Luka bahan kimia harus dibilas secepatnya dengan air yang
tersedia pada saat itu seperti dengan air keran, larutan
garam fisiologik, dan asam berat.
 Anestesi topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat
blefarospasme berat.
 Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat
3% sedang untuk basa larutan asam borat, asam asetat 0.5%
atau bufer as asetat pH 4.5% untuk menetralisir.
Diperhatikan kemungkinan terdapat benda asing penyebab
luka tersebut.
 Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberi
adalah antibiotika topikal, sikioplegik dan bebat mata
selama mata masih sakit.
 Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali sangat
lambat yang biasanya sempurna setelah 3-7 hari.

Klasifikasi
 Trauma Asam
 Etiologi
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorga
organik (asetat, forniat),d an organik anhidrat (asetat).
 Patofisiologi
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi
pengendapan ataupun penggumpalan protein permukaan
sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan
bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya akan terjadi
kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Bahan asam
dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi seperti terhadap
trauma basa sehingga kerusakan yang diakibatkannya akan
lebih dalam.
 Pengobatan
a. Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang
terkena secepatnya dan selama mungkin untuk
menghilangkan dan melarutkan bahan yang
mengakibatkan trauma.
b. Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali,
sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu.

 Trauma Basa atau Alkali


 Patofisiologi
a. Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan
akibat yang sangat gawat pada mata. Alkali akan
menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan,
dan sampai pada jaringan retina. Pada trauma basa
akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea.
Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi
proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Bahan
akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata
depan dalam waktu 7 detik.
b. Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang
akan menambah bertambah kerusakan kolagen
kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola mata
akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan
kebutaan penderita.
 Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan
dalam :
 Derajat 1 hiperemi konjungtiva disertai dengan
keratitis pungtata
 Derajat 2 hiperemi konjungtiva disertai dengan
hilang epitel kornea
 Derajat 3 :hiperemi disertai dengan nekrosis
konjungtiva dan lepasnya epitel kornea
 Derajat 4: konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak
50%.
 Pengobatan
a. Tindakan bila terjadi trauma basa adalah dengan
secepatnya melakukan irigasi dengan garam
fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama
mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan paling
sedikit 60 menit segera setelah trauma.
b. Penderita diberi sikloplegia, antibiotika, EDTA untuk
mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu
trauma alkali diperlukan untuk menetralisir
kolagenase yang terbentuk pada hari ke tujuh.
 Penyulit
Penyulit yang dapat timbul trauma alkali adalah
a. Simblefaron,
b. Kekeruhan kornea,
c. Edema dan neovaskularisasi kornea,
d. Katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata.

2. Trauma Radiasi Elektromagnetik


Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah
 Sinar inframerah
 Sinar ultraviolet
 Sinar X dan sinar terionisasi
Trauma Sinar Infra Merah
 Patofisiologi
Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap
gerhana matahari dan pada saat bekerja dipemanggangan.
Kerusakan ini dapat terjadi akibat terkonsentrasinya sinar
inframerah terlihat. Kaca yang mencair seperti yang
ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan
menggeluarkan sinar infra merah. Bila seseorang berada pada
jarak kaki sela satu menit di depan kaca yang mencair dan
pupilnya lebar atau midria maka suhu lensa akan naik
sebanyak 9 derajat Celcius. Demikian pula yang
mengabsorpsi sinar infra merah akan panas sehingga
berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya.
Absorpsi sinar infra merah oleh lensa akan mengakibatkan
katarak dan eksfoliasi kapsul lensa.
 Factor resiko terkena
Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada
pekerja industri gelas dan pemanggangan logam.
 DD
1. Sinar infra merah akan mengakibatkan keratitis
superfisial, katarak kortikal anterior-posterior dan
koagulasi pada koroid.
2. Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma
sement ataupun permanen.
 Pengobatan
1. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah
terjadi kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar infra
merah ini.
2. Steroid sistemik dan lokal diberikan uniuk mencegah
terbentuk jaringan parut pada makula atau untuk
mengurangi gejala radang yang timbul.

Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)


 Definisi
Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang
tidak terlihat mempunyai panjang gelombang antara 350-295
nM.
 Patofisiologi
Sinar ultra violet banyak terdapat padd saat bekerja las, dan
menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahari di atas
salju. Sinar ultraviolet akan segera merusak epitel kornea.
Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas
pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak
akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali
setelah beberapa waktu, dan tidak akan memberikan
gangguan tajam penglihatan yang menetap.
 Tanda dan gejala
1. Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan
memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Pasien
akan merasa mata sangat sakit mata seperti kelilipan atau
kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan
konjungtiva kemotik.
2. Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada
permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan
kornea yang keruh dan uji fluoresein positif. Keratitis
terutama terdapat pada fisura paipebra.
3. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan
terganggu.
4. Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila
radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga
akan memberikan kekeruhan pada komea. Keratitis dapat
bersifat akibat efek kumulatif sinar ultra violet sehingga
gambaran keratitisnya menjadi berat.
 Pengobatan
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika
lokal, analgetik, dan mata ditutup untuk selama 2-3 hari.
Biasanya sembuh setelah 48 jam.

Sinar lonisasi dan Sinar X


Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk:
1. Sinar alfa yang dapat diabaikan
2. Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan
3. Sinar gama dan
4. Sinar X
 Patofisiologi
1. Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak
dan rusaknya retina. Dosis kataraktogenik bervariasi
dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebih muda dan
lebih peka.
2. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel
epitel secara tidak normal. Sedang sel baru yang berasal
dari set germinatif lensa tidak menjadi jarang.
3. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti
kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus berupa
dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata, dan
eksudat.
4. Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang
mengakibatkan kerusakan permanen yang sukar diobati.
Biasanya akan terlihat sebagai keratitis dengan
iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan
mengakibatkan parut konjungtiva atrofi set goblet yang
akan mengganggu fungsi air mata.
 Pengobatan
1. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal
dengan steroid 3 kali sehari dan sikioplegik satu kali
sehari.
2. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan
tindakan pembedahan.
Sumber : Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta
Ilyas. SpM

Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen


dan anion dalam kornea:

 Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan


mengubah pH,
 Anion merusak dengan cara denaturasi protein,
presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya
mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan
menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal
yang mengikuti trauma akibat asam.
Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat
kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan
oleh zat kimia basa.
 Trauma asam à erosi kornea.
 Trauma basa à ulkus kornea à perforasi kornea.
Randleman, J.B., Bansal, A. S., Burns, Chemical., eMedicine
Journal. 2009.

5. Apa saja etiologi dan factor resiko dari scenario?


Trauma :

Trauma tumpul : shuttle kock, peluru angin, terpukul, kena bola tenis,
atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.

Trauma Tembus bola mata : misalnya pisau dapur, gunting, garpu,


bahkan peralatan pertukangan.

Trauma kimia
Beberapa zat-zat kimia yang terkandung di dalam pembersih perabotan rumah
tangga:
 Klorin sering kali dijumpai di produk pembersih toilet dan kamar mandi
seperti Domestos, penghilang jamur, dan pemutih pakaian.
 Amonia sering dijumpai di produk pembersih kaca dan pembersih lantai.
 Surfaktan sering kali dijumpai di detergen, sabun cuci piring cair, dan
pembersih permukaan—misalnya Rinso, Molto, Sunlight, dan Cif.

#KLORIN#
Klorin adalah bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai pembunuh kuman. Zat
klorin akan bereaksi dengan air membentuk asam hipoklorus yang diketahui dapat
merusak sel-sel dalam tubuh. Klorin berwujud gas berwarna kuning kehijauan
dengan bau cukup menyengat. Penggunaan klorin dalam pangan bukan hal yang
asing. Klorin sekarang bukan hanya digunakan untuk bahan pakaian dan kertas saja,
tetapi telah digunakan sebagai bahan pemutih atau pengkilat beras, agar beras yang
berstandar medium menjadi beras berkualitas super.
Klorin merupakan unsur kedua dari keluarga halogen, terletak pada halogen VII A
periode III. Sifat kimia klorin sangat ditentukan oleh konfigurasi elektron pada kulit
terluarnya. Keadaan ini membuatnya tidak stabil dan sangat reaktif. Hal ini
disebabkan karena struktuk electron gas mulia. Disamping itu, klorin juga bersifat
sebagai oksidator. Seperti halnya oksigen, klorin juga membantu reaksi pembakaran
dengan mengahasilkan panas cahaya.
Gas klor yang mudah dikenal karena baunya yang khas itu, bersifat merangsang
(iritasi terhadap selaput lendir pada mata/conjunctiva). Selaput lender hidung, selaput
lender tenggorok, tali suara dan paru-paru. Menurut World Health Organization
(WHO) nilai ambang batas residu klorin dalam air adalah 0,5 ppm

Dewi Rosita , Siti Zaenab , Moch. Agus Krisno Budiyanto, ANALISIS


KANDUNGAN KLORIN PADA BERAS YANG BEREDAR DI PASAR
BESAR KOTA MALANG SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI,
VOLUME 2 NOMOR 1 TAHUN 2016, (Halaman 88-93)

Cairan pembersih lantai yang bersifat basa dan mengandung Hidrogen Chlorida
(HCl) 20% yang mempunyai sifat sebagai asam kuat yang dapat menyebabkan
reaksi koagulasi dan denaturasi. Asam terdisosiasi menjadi ion-ion Hidrogen dan
anion di kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan bola mata dengan merubah
pH, sedangkan anion menyebabkan denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein
pada epitel–epitel kornea yang terpajan. Presipitasi dan koagulasi permukaan bola
mata disebut nekrosis koagulatif. Koagulasi protein mencegah terjadinya penetrasi
asam lebih dalam, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan bersifat
destruktif seperti trauma alkali. Umumnya kerusakan yang terjadi bersifat
nonprogresif dan hanya pada bagian superfisial saja.

Trauma radiasi

- Sinar inframerah
- Sinar X
- Sinar
6. Apa saja pemeriksaan yang harus dilakukan pada kasus
tersebut?
a.     Pemeriksaan Fisik : dimulai dengan pengukuran dan
pencatatan ketajaman penglihatan.
b.     Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen
anterior bola mata.
c.     Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea,
sehingga cedera kelihatan jelas.
d.     Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata. nilai
normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
e.     Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan
oftalmoskop indirek : untuk mengetahui adanya benda asing
intraokuler.
f.      Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar
dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anastesi pada
mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada strip
fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter
kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat
perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
g.     Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan : digunakan untuk
mengetahui posisi benda asing.
k.     Pemeriksaan dengan menggunakan optalmoskop:
mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina
hemoragi.
l.       Pemeriksaan Radiologi : Pemeriksaan radiology pada
trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa,
terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi
untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat
diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa,
retina.pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat
membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada
benda asing.
7. Apa diagnosis dari scenario?

8. Bagaimana grading dan prognosis darikeluhanpasien?


Dari perubahankorneadankonjungtiva
1) Grade 1
Kornea :padalapisanepitel
Konjungtiva :kemosis +, iskemik –
Prognosis :baik
2) Grade 2
Kornea :keruh, iris terlihatjelas.
Kongestidankemosis +, iskemik>1/3 konjungtiva
Prognosis :baik
3) Grade 3
Kornea ;lapisanepitelhilangmenyeluruh
Stromakeruh, iris tidakdapatdinilai
Konjungtivaiskemik 1/3-1/2 limbal
Prognosis baik
4) Grade 4
Korneatampak opaque, iris dan pupil takbisadinilai
Konjungtivaiskemik, nekrosis>1/2 limbalkonjungtiva
Prognosis :buruk

9. Mengapa pasien disarankan untuk rawat inap oleh dokter?


Jawab:
Emergency/kegawatdaruratan di bidang oftalmologi (penyakit mata) diklasifikasikan menjadi 3
macam, yaitu :
a. Sangat gawat
b. Gawat
c. Semi Gawat

Penjelasan :

a. Sangat gawat
Yang dimaksud dengan keadaan sangat gawat adalah keadaan atau kondisi pasien
memerlukan tindakan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa menit.Terlambat
sebentar saja dapat mengakibatkan kebutaan. Adapun keadaan atau kondisi pasien yang
termasuk dalam kategori ini adalah :
- Luka karena bahan kimia (karena alkali, basa atau asam)

b. Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan gawat adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan
diagnosis dan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu satu atau beberapa
jam. Adapun keadaan atau kondisi yang termasuk dalam kategori ini adalah :
- Laserasi kelopak mata
- Konjungtivitis gonorrhoea
- Erosi kornea
- Laserasi benda asing
- Benda asing di kornea
- Descemetocele
- Tukak kornea
- Hifema
- Skleritis
- Iridosiklitis akut
- Endoftalmitis
- Glaukoma kongestif
- Glaukoma sekunder
- Ablasi retina
- Selulitis orbita
- Trauma tembus mata
- Trauma radiasi

c. Semi gawat
Yang dimaksud dengan keadaan semi gawat adalah keadaan atau kondisi pasien
memerlukan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa hari atau
minggu. Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk dalam kategori ini adalah :
- Defisiensi vitamin A
- Trakoma yang disertai dengan entropion
- Oftalmia simpatika
- Katarak kongenital
- Glaucoma kongenital
- Glaucoma simpleks
- Perdarahan badan kaca
- Retinoblastoma (tumor ganas retina)
- Neuritis optika/papilitis
- Eksoftalmus atau lagoftalmus
- Tumor intraorbita
- Perdarahan retrobulbar

Kondisi akut pada mata

a. rawat inap?
Buat pengawasan TIO nya kerna ada nya hifema 
Trauma pada mata merupakan suatu kedaruratan mata. Oleh karena itu,
penanganan harus segera dilakukan.
Penatalaksanaan hifema sangat bergantung kepada derajat hifema, komplikasi
yang terjadi, serta respons pasien terhadap pengobatan. Demikian pula hal-hal
inilah yang menjadi parameter dalam menentukan apakah pasien perlu dirawat
atau hanya berobat jalan saja. Untuk kasus ringan, penatalaksanaan dapat
meliputi terapi konservatif, seperti:
1. Membatasi aktivitas pasien
2. Melakukan penutupan mata dengan eye patch atau eye cover
3. Melakukan elevasi kepala 30-45o. Adapun maksud dari elevasi kepala adalah
untuk membuat darah mengumpul di bagian inferior dari COA dan tidak
menghalangi tajam penglihatan. Posisi ini juga mempermudah dalam evaluasi
harian COA tentang resorpsi hifema sehingga dapat menunjukkan kemajuan
pengobatan. Selain itu posisi ini merupakan posisi optimal dalam mencegah
kontak sel-sel darah merah dengan korena dan trabekula Fontana.
Perdarahan ini berasal dari iris atau badan siliar. Merupakan keadaan yang gawat. Sebainya
dirawat, Karena takut timbul perdarahan sekunder yang lebih hebat daripada perdaran primer,
yang biasanya timbul hari kelima setelah trauma. Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan
darah terlalu cepat diserap, sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu cukup untuk
regenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi. Adanya darah di dalam bilik mata depan,
dapat menghambat aliran aquos ke dalam trabekula, sehingga dapat menimnbulkan galukoma
sekunder. Hifema dapat pula menyebabkan uveitis. Darah dapat terurai dalam bentuk
hemosiderin, yang dapat meresap masuk ke dalam kornea, menyebabkan kornea berwarna
kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea. Jadi penyulit yang harus diperhatikan
pada hifema adalah : glaucoma sekunder, uveitis dan hemosiderosis atau imbibisio kornea.
Hifema dapat sedikit dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik
dan tekanan intraokuler normal. Perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan, dapat
menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata terasa sakit oleh
glaukomanya. Jika hifemanya mengisi seluruh bilik mata depan rasa sakit bertambah dan visus
lebih menurun lagi, karena tekanan intraokulernya bertambah pula.

Pengobatan: Harus masuk rumah sakit. Istirahat ditempat tidur dengan elevasi kepala 30 – 45
derajat. Kepala difiksasi dengan bantal pasir dikedua sisi, supaya tak bergerak. Keadaan ini
harus dipertahankan minimal 5 hari.

10.Bagaimana penatalaksanaan dari scenario tersebut?


Trauma:
Trauma Mekanik
b. Trauma tumpul
 Kelopak
 Palpebra hematom
o Penatalaksanaan
 Pada hematoma kelopak dini dapat diberikan kompres dingin
untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit
 Bila telah lama, untuk memudahkan absorbsi dapat dilakukan
kompres hangat pada kelopak
 Konjungtiva
 Edema konjungtiva
Penatalaksanaannya : dapat diberikan dekongestan untuk mencegah
pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva.
 Hematom subkonjungtiva
Penatalaksanaannya : Pengobatan dini yang dapat dilakukan
kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau
diabsorbsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati

 Kornea
 Edema kornea
Penatalaksanaannya : Pengobatan yang diberikan adalah larutan
hipertonikseperti Nacl 5 %. Bila terdapat peninggian tekananbola
mata maka diberikan asetazolamida.

 Erosi kornea.
Penatalaksanaannya : Pengobatan biasanya diberikan sikloplegik
untuk menghilangkan rasa sakit ataupun untuk mengurangkan gejala
radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik diberikan dalam bentuk
tetes dan mata ditutup untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan
mencegah infeksi sekunder.
TERAPI
1.      Trauma tumpul
a.    Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi
guna membantu keluarnya hifema dari mata.
b.    Berikan kompres es.
c.    Pemnatauan tajam penglihatan.
d.   Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan
perdarahan ulang.
e.    Batasi membaca dan melihat TV.
f.     Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.
g.    Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.
h.    Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.
i.      Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.
j.      Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
k.    Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin indikasi
perdarahan ulang.
l.      Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema).
·           Indikasi Parasentesis
o    Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam
o    Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan konvensional
selama 5 hari.
o    Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak dapat
diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma
o    Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
2.      Trauma tajam
Penatalaksanaan sebelum tiba di RS
a.    Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
b.    Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola
mata.
c.    Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
d.   Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
Penatalaksanaan setelah tiba di RS
a.    Pemberian antibiotik spektrum luas.
b.    Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
c.    Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d.   Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata
intak).
e.    Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
Pencegahan Trauma Mata

Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada

masyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti :

- Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma

tumpul perkelahian

- Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya

trauma tajam.

- Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaik-

nya mengerti bahan apa yang ada ditempat kerjanya

- Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan

percikan bahan las dengan memakai kaca mata.

- Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk

matanya.

Anda mungkin juga menyukai