Anda di halaman 1dari 84

SKRIPSI

PENGARUH TERAPI MADU HUTAN TERHADAP


KUALITAS TIDUR LANSIA DUSUN MACINA
KABUPATEN GOWA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program strata satu
dan meraih gelar sarjana keperawatan

Diajukan oleh:

OKTAVIANA KRISTANTI
NPM : 163010013

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS PATRIA ARTHA
2020
ABSTRAK

Oktaviana.2020. PENGARUH TERAPI MADU HUTAN TERHADAP KUALITAS TIDUR


LANSIA DI DUSUN MACCINA KABUPATEN GOWA (Dibimbing oleh Ruris Haristiani
dan Hamdayani).

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidurnya yang digambarkan


dengan lama waktu tidur dan keluhan yang dirasakan saat tidur maupun saat
bangun tidur. Seorang lansia membutuhkan waktu 6-7 jam perhari untuk tidur.
Apabila seorang lansia mengalami kualitas tidur yang buruk, maka ada 2
penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu secara farmakologis dan non
farmakologis. Salah satu terapi non farmakologis yang dapat dilakukan yaitu
dengan terapi madu. Tujuan dari peneltian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh terapi madu hutan terhadap kualitas tidur lansia di Dusun Maccina
Kabupaten Gowa.

Desain penelitian ini yakni menggunakan pendekatan studi kuantitatif dengan


desain penelitian quasi eksperimental one group pre-post design tanpa adanya
kelompok kontrol. Jumlah sampel yaitu 52 responden. Penelitian ini
menggunakan metode uji statistik yaitu uji t dengan kemaknaan 0,05.
Didapatkan hasil sebagai berikut:adanya pengaruh terapi madu hutan terhadap
kualitas tidur pada lansia dengan nilai p 0,000 > 0,05.

Kesimpulan: Ada pengaruh terapi madu hutan terhadap kualitas tidur pada
lansia. Saran : Saran pelayanan keperawatan di rumah sakit diharapkan dapat
menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi perawat tentang cara
meningkatkan kualitas tidur pada lansia dengan menerapkan terapi madu hutan
sebagai alternatif yang efektif; Memberi informasi kepada keluarga pasien
tentang pengaruh pemberian terapi madu hutan terhadap kualitas tidur lansia;
Kepada peneliti selanjutnya agar mengembangkan penelitian dengan
menambah variable lain pada terapi madu terhadap kualitas tidur lansia.

Kata kunci : Kualitas tidur, terapi madu hutan

Jumlah Pustaka : 22

ii
ABSTRACT

Oktaviana. 2020. THE EFFECT OF FOREST HONEY THERAPY ON THE QUALITY OF


SLEEPING IN MACCINA DUSUN, GOWA DISTRICT (Supervised by Ruris Haristiani
and Hamdayani).

Sleep quality is a person's satisfaction with his sleep which is described by the
length of time he slept and the complaints felt during sleep and when he woke
up. An elderly person needs 6-7 hours per day to sleep. If an elderly person
experiences poor sleep quality, then there are 2 treatments that can be done,
namely pharmacologically and non-pharmacologically. One of the non-
pharmacological therapies that can be done is honey therapy. The purpose of
this study was to determine the effect of forest honey therapy on the sleep
quality of the elderly in Maccina Hamlet, Gowa Regency.

The design of this research is to use a quantitative study approach with a quasi
experimental research design one group pre-post design without a control
group. The number of samples is 52 respondents. This study used a statistical
test method, namely the t test with a significance of 0.05. The following results
were obtained: there is an effect of forest honey therapy on sleep quality in
the elderly with a p value of 0.000> 0.05.

Conclusion: There is an effect of forest honey therapy on sleep quality in the


elderly. Suggestion: Suggestions for nursing services at the hospital are
expected to increase knowledge knowledge for nurses on how to improve sleep
quality in the elderly by applying forest honey therapy as an effective
alternative; Provide information to the patient's family about the effect of
forest honey therapy on the quality of sleep in the elderly; To the next
researchers to develop research by adding other variables to honey therapy on
the quality of sleep in the elderly.

Key words: sleep quality, forest honey therapy

References : 22 Pustaka

iii
KATA PENGANTAR

Puji Tuhan penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala

kebaikan dan kemurahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Terapi Madu Hutan Terhadap

Kualitas Tidur Lansia Dusun Maccina Kabupaten Gowa”. Skripsi ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana Keperawatan

di Program Studi S1 Ilmu Keperawatan di Universitas Patria Artha.

Selama proses penyusunan, penulis banyak mendapat bantuan, arahan,

motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini hingga

skripsi ini dapat terealisasikan. Terkhusus kepada kedua orang tua tercinta,

untuk bapak saya Agus Sukamto dan ibu saya Maryati, serta Adik-adik saya

Novita Diana Putri, Victorio Dimas Arif Nugraha dan Aprilia Putri Wijayanti yang

saya sayangi, terima kasih atas kasih sayang yang melimpah, semangat yang

begitu hebat dan doa yang senantiasa terucap untuk penulis dalam penyusunan

skrpsi ini.

Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ita Hartati.,Ak.,M.B.A, selaku Ketua Yayasan Universitas Patria Artha.

2. Bapak Bastian Lubis, SE., M.M., CFM, selaku Rektor Universitas Patria Artha.

3. Ibu Sainah, S.ST., M.M. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Patria

Artha

4. Bapak Muhammad Sofyan, S.pd., S.Kep., Ners., FN. selaku Ketua Prodi S1

Ilmu Keperawatan Universitas Patria Artha.

ii
5. Ns. Ruris Haristiani S.Kep., M.Kes selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah

meluangkan waktu memberikan bimbingan arahan dan masukan selama

penyusunan skripsi ini.

6. Ns.Hamdayani, S,Kep.M.Kes. Dosen Pembimbing 2 yang telah meluangkan

waktu memberikan bimbingan arahan dan masukan selama penyusunan

skripsi ini.

7. Dosen-dosen yang telah membimbing dan memberikan masukan, arahan dan

motivasi kepada saya.

8. Rekan-rekan seperjuanganku Mahasiswa (i) Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Patria Artha Tahun 2016 yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu selalu memberikan motivasi dan masukan kepada saya.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan, maka dengan penulis mengharapkan saran

dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan dikemudian hari dan

sekiranya dapat menjadi manfaat bagi orang lain.

Terima kasih.

Gowa, Juli 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................i

ABSTRAK......................................................................................ii

ABSTRACT....................................................................................iii

KATA PENGANTAR..........................................................................iv

DAFTAR ISI....................................................................................v

DAFTAR TABEL..............................................................................vii

DAFTAR GAMBAR..........................................................................viii

DAFTAR SINGKATAN........................................................................ix

DAFTAR ISTILAH..............................................................................x

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................5

1.3 Tujuan Penelitian............................................................5

1.4 Manfaat Penelitian...........................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................7

2.1 Tinjauan Umum Tentang Lansia...........................................7

2.2 Tinjauan Umum Tentang Madu...........................................12

2.3 Tinjauan Umum Tentang Kualitas Tidur................................17

2.4 Kerangka Teori..............................................................25

2.5 Kerangka Konsep............................................................27

2.6 Definisi Operasional........................................................28

2.7 Hipotesis.....................................................................29

BAB 3 METODE PENELITIAN...............................................................30

3.1 Desain Penelitian...........................................................30

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian............................................30

3.3 Populasi dan Sampel.......................................................31

iv
3.4 Jenis dan Sumber Data....................................................32

3.5 Instrumen Penelitian.......................................................32

3.6 Variabel Penelitian.........................................................32

3.7 Metode Analisis.............................................................33

3.8 Analisa Data.................................................................34

3.9 Prinsip dan Etika Penelitian...............................................35

BAB 4 HASIL PENELITIAN..................................................................36

4.1 Hasil Penelitian.............................................................36

4.2 Analisa Univariat............................................................37

4.3 Analisa Bivariat.............................................................40

4.4 Pembahasan.................................................................41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................45

5.1 Kesimpulan..................................................................45

5.2 Saran..........................................................................46

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................

LAMPIRAN......................................................................................

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Madu dari Indonesia.............................................13

Tabel 2.2 Definisi Operasional...........................................................28

Tabel 4.1 Distribusi Jenis Kelamin Responden........................................36

Tabel 4.2 Distribusi Usia Responden....................................................37

Tabel 4.3 Distribusi Kualitas tidur pada lansia sebelum di berikan terapi madu

di Dusun Maccina Kabupaten Gowa.....................................................38

Tabel 4.4 Distribusi Kualitas tidur pada lansia setelah di berikan terapi madu di

Dusun Maccina Kabupaten Gowa........................................................39

Table 4.5 Pengaruh Terapi Madu Terhadap Kualitas Tidur Sebelum Dan Sesudah

Diberikannya Tindakan Di Dusun Maccina Kabupaten Gowa........................40

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori..............................................................26

Gambar 2.2 Kerangka Konsep............................................................27

vii
DAFTAR SINGKATAN

BPS : Biro Pusat Statistik

BSR : Bulbar Synchronizing Regional

NIA : National Institute on Aging

NREM : Non Rapid Eye Movement

RAS : Reticular Activating System

REM : Rapid Eye Movement

WHO : World Health Organization

viii
DAFTAR ISTILAH

Absorbsi : perpindahan substansi menembus membrane


atau permukaan ke dalam sel atau cairan tubuh.

Adiposa : Lemak

Alveoli : Kantong-kantong udara yang sangat halus dalam


paru-paru. Tempat pertukaran gas.

Ansietas : Cemas

Aorta : Arteri besar yang muncul dari ventrikel kiri


jantung, pemasok darah bersih keseluruh tubuh

Apnea : Pernapasan yang berhenti

Atrofi : Pelisutan sebuah organ atau struktur karena


organ/struktur tersebut tidak digunakan atau
karena menderita penyakit atau cidera. Terjadi
sebagai bagian dari proses penuaan yang normal

Columna Vertebralis :Tulang belakang

Degeneratif : Kemunduran struktur dan fungsi jaringan

Diuretic : Substansi meningkatkan produksi urine ginjal

Dorsofleksi : Menekuk ke belakang atau kedalam arah dorsal

Elastisitas : Memiliki kemampuan untuk meregang kembali


kepada porsi semula

Enuresis : Tidak dapat menahan buang air kecil pada saat


tidur

Epitel : Salah satu jaringan dasar yang menutupi


permukaan tubuh

Ereksi Penis : Pembesaran penis yang kaku pada saat


terangsang secara seksual

Esophagus : Kerongkongan

Farmakologis : Ilmu pengetahuan yang berhubungan tentang


obat-obatan

Fibrotik : Pembentukan jaringan fibrosa di daerah


kerusakan sel yang sering terjadi akibat inflamasi

ix
Fraktur : Patah tulang

Genitourinaria : Urogenital, berkenaan dengan genitalia dan


traktus urinarius

Hipersomnia : Kantuk berlebih

Hipertrofi : Peningkatan besar jaringan akibat pembesaran


setiap sel yang membentuk jaringan tersebut

Hipotalamus : Daerah substansia grisea pada dasar otak yang


mempunyai hubungan dengan bagian lain sistem
saraf dan kelenjar hipofise

Inflamasi : Mekanisme pertahanan setempat yang


nonspesifik dan dipicu oleh cidera jaringan

Insomnia : Keadaan sulit tidur

Kardiovaskuler : Sistem sirkulasi jantung

Kolagen : Protein yang merupakan unsur proses pembentuk


jaringan fibrosa

Konstipasi : Sulit buang air besar

Kontraksi : Salah satu bentuk ketidaknyamanan yang


dirasakan ibu hamil seiring membesarnya rahim

Korteks Serebral : Lapisan tipis yang membungkus otak

Membran : Selaput, berfungsi sebagai pemisah selektif

Mesensefalon : Otak tengah

Metabolisme : Reaksi kimia yag terjadi dalam organisme,


termasuk tingkat sel

Mitosis : Proses pembagian gen yang telah digandakan


oleh sel kedua, di hasilkan oleh pembelahan

Mobilitas : Gerakan

Mortalitas : Ukuran jumlah kematian

Motilitas Gastrointestinal : Kemampuan pergerakan sistem pencernaan

Muskuloskeletal : Terdiri atas tulang, otot, ligamen, tendon,


persendian

x
Narkolepsi : Gangguan saraf yang mempengaruhi kendali pada
aktivitas tidur

Neurologis : Cabang ilmu kedokteran yang menangani


masalah persarafan

Neuron : Sel saraf

Neurotrassmitter : Senyawa organik endogenus yang membawa


sinyal diantara neuron

Nuklei : Gabungan asam nukleat dengan protein

Oksigenasi : Memberikan alian oksigen

Palmar Fleksi : Gerakan menekuk kearah palmar

Patologis : Cabang kedokteran yang berperan penting dalam


memberikan diagnosa

Perifer : Tepi, pinggir

Peristaltik : Gerakan mendorong masuk makanan karena


kontraksi otot pada saluran pencernaan

Postural Hipotensi : Tekanan darah rendah yang terjadi ketika


seseorang berdiri dari duduk maupun berbaring

Regeneratif : Penggantian, Regenerasi sel manusia pada


jaringan untuk memulihkan atau membangun
fungsi normal

Resistensi : Kekebalan

Retensi Urine : Gangguan pada kandung kemih yang


mengakibatkan kesulitan saat membuang urine

Sekresi : Proses untuk membuat dan melepaskan substansi


kimia dalam bentuk lender yang dilakukan sel
tubuh dan kelenjar

Serum Serotonin : Senyawa kimiawi yang dihasilkan sistem saraf

Silia : Rambut

Sindroma : Kelainan

xi
Sistem Integumen : Sistem organ yang membedakan, memisahkan,
melindungi tubuh yang termasuk yaitu kulit,
rambut, kelenjar keringat

Sistem Limbik : Himpunan struktur otak yang terletak pada


kedua sisi thalamus, tepat dibawah serebrum

Synovial : Cairan sendi

Tidur Paradoksial : Tidur dengan gerakan mata yang cepat

Toksisitas : Racun

Tranlasi : Proses penerjemahan urutan nukleotida yang ada


pada molekul mRNA menjadi rangkaian asam-asam
amino yang menyusun suatu polipeptida atau
protein

Urine Involunter : Pengeluaran urine secara tidak sadar

Varises : Pembengkakan atau pelebaran pembuluh darah


vena yang disebabkan oleh adanya penumpukan
darah di dalam pembuluh tersebut

Vaskularisasi : Pembuluh darah yang menyuplai oksigen dan


nutrisi ke organ-organ pencernaan

Viskositas : Kekentalan

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses menjadi

tua akan dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa hidup

manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan mengalami

kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap sehingga tidak

dapat melakukan tugasnya sehari-hari (tahap penurunan). Penuaan

merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,

jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada

manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada

kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan

tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka

lebih rentan terkena berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan

dibandingkan dengan orang dewasa lain (Rahmat, 2017).

Populasi orang berusia di atas 65 tahun sedunia sekarang berada

ada 617 juta orang. Angka tersebut setara dengan 8,5 persen dari

jumlah seluruh penduduk planet ini (U.S. National Institute on Aging

(NIA), 2016 dalam Yusmawati, 2018). Sementara itu data Susenas BPS

2017 menunjukkan lansia di Indonesia sebesar 7,56% dari total penduduk

Indonesia. Menurut data tersebut sebagian besar lansia di Indonesia

berjenis kelamin perempuan (Ferdian, 2015).

1
2

Jumlah lansia di provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 48.545 atau

17.10% dari 283.813 jumlah penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan.

Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan tahun 2018 berdasarkan data yang

diolah oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan sebesar

7.877.468 jiwa yang terdiri dari 4.044.534 jiwa laki-laki dan 3.832.934

jiwa perempuan. Jumlah penduduk selama tahun 2010–2019 cenderung

meningkat yaitu dari 7.289.767 jiwa menjadi 7.767.312 jiwa. Jumlah

lansia > 45 tahun pada tahun 2018-2019 di Provinsi Sulawesi Selatan

berdasarkan BPS Sulawesi Selatan (2019) yaitu 1.770.806 dari total

penduduk Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2019 yaitu 7.932.132

penduduk (BPS, 2019).

Lansia sebagian besar berisiko tinggi mengalami gangguan tidur

akibat berbagai faktor. Proses patologis terkait usia dapat menyebabkan

perubahan pola tidur, gangguan tidur menyerang 50% orang yang

berusia 65 tahun atau lebih yang yang tinggal di rumah dan 66% orang

yang tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang. Gangguan tidur

merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dihadapi oleh

lansia. Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara

umum akan menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan

munculnya salah satu dari ketiga masalah berikut: insomnia; gerakan

atau sensasi abnormal di kala tidur atau ketika terjaga di tengah

malam, atau rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari (Potter &

Perry, 2005 dalam Ferdian, 2015).

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di Dusun Maccina, Desa

Je’nemadinging, kepala Desa mengatakan jumlah lansianya sebanyak 52


3

orang dan lansia yang beragama Islam sekitar 95% dari jumlah lansia

yang ada di Kelurahan tersebut.

Menurut Dewi (2019) seorang lansia membutuhkan waktu tidur 6-7

jam perhari, berarti dalam hal ini lansia memiliki kualitas tidur yang

buruk. Selain itu penggunaan beberapa terapi alternatif non

farmakologis juga belum diterapkan di Dusun Maccina Desa

Je’nemadinging Kabupaten Gowa.

Seorang lansia dengan kualitas tidur yang buruk akan merasa tidak

nyaman dan selalu diliputi rasa gelisah, sebab tidur merupakan aktivitas

konsolidasi otak untuk memulihkan kondisi tubuh. Kualitas tidur yang

buruk dapat menyebabkan gangguan antara lain, seperti: kecenderungan

lebih rentan terhadap penyakit, pelupa, konfusi, disorientasi serta

menurunnya kemampuan berkonsentrasi dan membuat keputusan.

Selain itu kemandirian lansia juga berkurang yang ditandai dengan

menurunnya partisipasi dalam aktivitas harian. Hal ini tentu berdampak

buruk terhadap kualitas hidup lansia. Lansia membutuhkan kualitas tidur

yang baik untuk meningkatkan kesehatan dan memulihkan kondisi dari

sakit, istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan dasar lain.

Tidur merupakan hal yang esensial bagi kesehatan, manfaat akan tidur

terasa ketika seseorang sudah mencapai tidur yang berkualitas (Kozier,

2010 dalam Dewi, 2019).

Penatalaksanaan dalam rangka meningkatkan kualitas tidur

pada lansia terbagi atas terapi farmakologis dan non farmakologis.

Terapi farmakologis memiliki efek yang cepat. Namun demikian,

penggunaan obat-obatan ini menimbulkan dampak jangka panjang yang


4

berbahaya bagi kesehatan lansia. Penggunaan obat tidur secara terus

menerus pada lansia menimbulkan efek toksisitas yang tinggi.

Mengonsumsi obat-obatan secara terus-menerus akan menyebabkan

kerusakan pada ginjal. Dengan demikian diperlukan terapi non

farmakologis yang efektif dan aman untuk meningkatkan kualitas tidur

lansia (Stanley, 2006 dalam Tori, 2016).

Prinsip penatalaksanaan non farmakologis untuk mengatasi

gangguan tidur adalah peningkatan kenyamanan dan rileks. Upaya yang

membuat nyaman sangat penting untuk membuat klien tertidur,

terutama jika efek penyakit seseorang mempengaruhi tidur (Potter &

Perry, 2005 dalam Tori, 2016). Salah satu terapi non farmakologi yang

berpotensi memperbaiki kualitas tidur lansia adalah dengan cara

meminum madu (Hammad, 2013 dalam Tori, 2016).

Madu berfungsi memberikan kenyamanan pada tubuh karena

asam amino tryptofan yang dimiliki madu mampu mensintesis hormon

melatonin yang mampu memperbaiki kualitas tidur pada lansia.

Tryptophan merupakan prekursor serotonin dan serotonin dapat dirubah

menjadi melatonin. Pemberian asam amino tryptophan dapat

meningkatkan sintesis serotonin pada otak. Serotonin adalah

neurotransmiter dan melatonin adalah neurohormon. Serotonin maupun

melatonin mempunyai efek tidur (Tori, 2016).

Pada penelitian sebelumnya dari Rokahida; Nur Haeni; dan Nur

Agustini tahun 2015 dengan judul “Madu Menurunkan Frekuensi Batuk

Pada Malam Hari Dan Meningkatkan Kualitas Tidur Balita Pneumonia”

juga menyatakan bahwa kelompok intervensi kelompok yang diberikan


5

intervensi terapi komplementer madu mengalami penurunan frekuensi

batuk dan terjadi peningkatan kualitas tidur yang signifikan.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti

“Pengaruh Terapi Madu Hutan Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Dusun

Maccina Kabupaten Gowa”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh Terapi Madu Hutan

terhadap kualitas tidur lansia di Dusun Maccina Kabupaten Gowa?”

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi madu hutan terhadap

kualitas tidur lansia di Dusun Maccina Desa Je’nemadinging

Kabupaten Gowa.

2. Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi kualitas tidur lansia sebelum pemberian terapi

madu hutan di Dusun Maccina Desa Je’nemadinging Kabupaten

Gowa.

2) Mengidentifikasi kualitas tidur lansia sesudah pemberian terapi

madu hutan di Dusun Maccina Desa Je’nemadinging Kabupaten

Gowa.

3) Menganalisis pengaruh terapi madu hutan terhadap kualitas tidur

lansia di Dusun Maccina Desa Je’nemadinging Kabupaten Gowa.


6

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Pentingnya dilakukan penelitan kembali tentang pemberian

terapi madu hutan dengan kombinasi terapi lainnya, jumlah sampel

yang lebih banyak dan waktu pemberian intervensi yang lebih lama

dan lebih efektif.

2. Bagi Instansi

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan

edukasi dan intervensi keperawatan yang dapat diterapkan di

Dusun Maccina Desa Je’nemadinging Kabupaten Gowa sebagai

standar prosedur operasional dalam penatalaksanaan pemberian

terapi madu hutan untuk kualitas tidur pada lansia.

3. Institusi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan

bagi pengembangan keilmuan khususnya di Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Patria Artha.

4. Bagi Lansia

Melaksanakan self management dengan terapi madu hutan

selama perawatan di dirumah sehingga dapat membantu mengatasi

masalah yang sering muncul agar dapat meningkatkan kualitas

hidup lansia.
7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Lansia

1. Pengertian

Secara alamiah semua orang akan mengalami proses menjadi

tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir dari

fase kehidupan (Mia, Ni Made, Tien, 2018). Dikemukakan pendapat

yang hampir sama dari Annisa (2016), lansia merupakan tahap akhir

dari kehidupan dan proses alamiah yang tidak dapat dihindarkan

oleh setiap individu.

Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses

menjadi tua akan dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan

masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang

akan mengalami kemunduran fisik, mental dan social secara

bertahap sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari

(tahap penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada

makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami

penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan

dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang,

jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh

lainnya. Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka

lebih rentan terkena berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan

dibandingkan dengan orang dewasa lain (Kholifah, 2016).

Menurut World Health Organization (WHO) lansia

dikelompokkan menjadi beberapa tahapan yaitu:


8

1) Lansia (elderly) 60-74 tahun

2) Lansia Tua (old) 75-90 tahun

3) Usia Sangat Tua (very old) ≥ 90 tahun.

2. Perubahan Fisiologi Lansia

Setiap perubahan dalam kehidupan manusia tersebut

mendapatkan banyak perhatian khusus dari berbagai macam

pihak. Salah satunya ialah orang tua atau yang biasa disebut

lanjut usia (lansia) (Andria, Fitri, 2020). Permasalahan fisik pada

lanjut usia terjadi karena perununan fungsi organ tubuhnya.

Tubuh tidak akan selamanya utuh seperti waktu masih muda,

tapi seiring berjalannya waktu dengan bertambahnya usia akan

mengalami penurunan atau perubahan pada tubuh (Sri, Olis, 2020).

Berikut perubahan fungsi fisik yang dialami lansia :

a) Sistem integumen

Menurut Stanley and Beare 2007 dalam Prahastin 2016

penuaan terjadi perubahan khususnya perubahan yang terlihat

pada kulit seperti atropi, keriput dan kulit yang kendur dan kulit

mudah rusak. Perubahan yang terlihat sangat bervariasi, tetapi

pada prinsipnya terjadi karena hubungan antara penuaan

intrinsik atau secara alami dan penuaan ektrinsik atau karena

lingkungan. Sedangkan menurut Handayani (2018) perubahan ini

juga meliputi perubahan pada kulit lansia yang mana kulit pada

lansia akan menjadi kering akibat dari kurangnya cairan pada

kulit sehingga kulit menjadi berbecak dan tipis.

b) Sistem muskuloskeletal
9

Perubahan normal sistem muskuloskeletal terkait usia

pada lansia, termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi masa

otot dan lemak sub kutan, peningkatan porositas tulang, atropi

otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan dan

kekakuan sendi-sendi, Perubahan pada otot, tulang dan sendi

mengakibatkan terjadinya perubahan penampilan, kelemahan

dan lambatnya pergerakan yang menyertai penuaan (Stanley &

Beare, 2007 dalam Prahastin 2016).

c) Sistem Neurologis

Penurunan jumlah sel-sel otak sekitar 1 % per tahun

setelah usia 50 tahun. Hilangnya neuron dalam korteks serebral

sebanyak 20%. Akibat penurunan jumlah neuron ini, fungsi

neurotrasmitter juga berkurang. Transmisi saraf lebih lambat,

perubahan degenerative pada saraf-saraf pusat dan sistem saraf

perifer, hipotalamus kurang efektif dalam mengatur suhu tubuh,

peningkatan ambang batas nyeri, reflex kornea lebih lambat

serta perubahan kualitas dan kuantitas tidur. Menurut Potter &

Perry (2009) dalam Prahastin 2016 lansia akan mengalami

gangguan persarafan terutama lansia akan mengalami keluhan

seperti perubahan kualitas dan kuantitas tidur. Lansia akan

mengalami kesulitan,kesulitan untuk tetap terjaga, kesulitan

untuk kembali tidur setelah terbangun di malam hari.

d) Sistem Pernapasan

Menurut (Nugroho, 2008) dalam Handayani (2018) perubahan

yang terjadi pada sistem respirasi:


10

a) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi,

kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku.

b) Menurunnya aktivitas dari silia, kemampuan untuk batuk

berkurang. c) CO2 pada arteri tidak berganti, sedangkan

O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.

d) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot

pernapasan akan menurun seiring dengan pertambahan

usia

e) Sistem Gastrointestinal

Hilangnya sokongan tulang turut berperan terhadap

kesulitan – kesulitan yang berkaitan dengan penyediaan sokongan

gigi yang adekuat dan stabil pada usia lebih lanjut. Perubahan

fungsi gastrointestinal meliputi perlambatan peristaltik dan

sekresi, mengakibatkan lansia mengalami intoleransi pada

makanan tertentu dan gangguan pengosongan lambung dan

perubahan pada gastrointestinal bawah dapat menyebabkan

konstipasi, distensi lambung dan intestinal atau diare (Potter and

Perry 2007 dalam Prahastin, 2016).

f) Sistem Genitourinaria

Proses penuaan tidak langsung menyebabkam masalah

kontinensia, kondisi yang sering terjadi pada lansia yang

dikombinasikan dengan perubahan terkait usia dapat memicu

inkontinensia karena kehilangan irama di urnal pada produksi

urine dan penurunan filtrasi ginjal (Potter and Perry, 2007 dalam

Handayani 2018).
11

g) Sistem Kardiovaskuler

Perubahan Sistem kardiovaskuler menurut (Nugroho, 2008

dalam Handayani 2018:

a) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

b) Elastisitas dinding aorta menurun. Perubahan elastisitas

arteri pada sistem kardiovaskular yang dapat

memperberat kerja jantung (Sri, Olis, 2020).

c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1%

setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini yang

menyebabkan kontraksi dari volume menurun.

d) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun)

e) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang,

perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)

bisa menyebabkan 30 tekanan darah menurun menjadi

65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).

f) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi

dan perdarahan.

g) Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh

darah perifer meningkat. Sistole normal kurang lebih

170 mmHg, diastole 95 mmHg.

h) Sistem Sensori

Pada lansia terjadi perubahan pada sistem indera salah

satu gangguannya adalah perubahan pada sistem penglihatan,

dimana daya akomodasi dari jarak dekat maupun jauh berkurang


12

serta ketajaman penglihatan pun ikut mengalami penurunan

(Handayani, 2018). Menurut Ebersol (2010) dalam Prahastin

(2016) perubahan pada sistem pendengaran terjadi penurunan

pada membrane timpani (atropi) sehingga terjadi gangguan

pendengaran. Tulang – tulang pendengaran mengalami kekakuan.

Sedangkan menurut Handayani (2018) Mengecilnya saraf panca

indera: berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,

mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap

perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Madu

1. Pengertian

Madu adalah cairan manis alami yang berasal dari nektar

tumbuhan yang diproduksi oleh lebah madu. Nektar berasal dari

bunga mekar, cairan tumbuhan yang mengalir di daun dan kulit

pohon. Setelah nektar dihisap, lebah akan memfermentasikan dalam

perutnya dengan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa

oleh enzim invertase yang berasal dari tenggorokan. Madu disimpan

di dalam sel-sel sarang kemudian madu akan mengalami ekstraksi

air, pembentukan monosakarida, dan pengayaan dengan campuran

aromatik. Setelah tiga sampai tujuh hari, lebah menutup sel dengan

malam yang mematangkan madu (Puspaseruni, 2017).


13

2. Jenis Madu

Madu digolongkan berdasarkan bunga sumber nektarnya menurut

Suranto (2004) dalam Sany 2015 :

1. Madu flora adalah madu yang dihasilkan dari nektar yang

terdapat pada bunga.

2. Madu ekstra flora adalah madu yang dihasilkan dari sumber

tanaman yang tidak memiliki bunga. Namun, madu ini berasal dari

cairan yan

g bersumber pada daun, cabang dan batang pohon.

3. Madu embun adalah madu yang berasal dari cairan yang

dihasilkan oleh serangga-serangga pada pohon. Dinamakan embun

karena serangga yang tumbuh pada daun-daun tanaman akan

mengeluarkan cairan yang akan jatuh dan menyerupai embun.

3. Kandungan Madu Murni

Adapun kandungan madu murni menurut Puspaseruni (2017)

seperti pada tabel berikut ini:

Komposisi Rataan (meq) Kisaran Nilai (meq)


Air 22,9 16,6-37
Fruktosa 29,2 12,2-60,7
Glukosa 18,6 6,6-29,3
Sukrosa 13,4 1,4-53
Asam bebas 41,31 10,33-62,21
pH 3,92 3,60-5,34
Tabel 2.1. Kandungan madu dari Indonesia
Sumber: (Sihombing,1994 dalam Puspaseruni, 2017)

Madu juga mengandung enzim–enzim seperti diastase,

glukosaoksidase, katalase serta vitamin A, betakaroten, vitamin B

kompleks lengkap, vitamin C, D, E dan K. Selain itu juga dilengkapi

mineralberupa kalium besi, magnesium, fosfor, tembaga, mangan,


14

natrium dan kalsium. Bahkan terdapat hidrogen peroksida yang

dihasilkan oleh glukosa oksidase dan inhibin (Puspaseruni, 2017).

4. Madu Hutan

Kualitas madu secara sensoris biasanya ditentukan oleh

warna, aroma (khas madu) dan keadaannya (kekentalan dan

penampakan) (Fatriani, 2017). Salah satu jenis madu adalah madu

hutan atau Apis Dorsata. Apis dorsata merupakan salah satu jenis

lebah madu yang sebaran aslinya mencakup sebagian besar wilayah

Indonesia dan dikenal memiliki tingkat produktivitas tinggi. Apis

dorsata tergolong lebar liar yang belum dapat dibudidayakan

sehingga permanenan hanya dilakukan melalui aktivitas perburuan

kawasan hutan. Selain A. dorsata, adapun juga jenis madu lain

yaitu Apis cerana dan beberapa jenis lebah kelulut. Keberadaan

berbagai jenis lebah di hutan ditunjang oleh tersedianya beragam

jenis tumbuhan dan bunga yang menjadi sumber pakan lebah madu

hutan (Yelin, 2018).

5. Manfaat Madu

Dalam bidang pengobatan, penelitian terhadap madu sudah

dilakukan dan terbukti efektif. Madu efektif untuk pengobatan

luka, perawatan penyakit saluran pencernaan pada manusia,

penyembuhan luka bakar, dan sebagai antibakteri (Jull dkk, 2008

dalam Sany, 2015). Madu dengan rasanya yang manis menurut Sany

(2015) dapat digunakan sebagai pengganti gula yang menurunkan

resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Pendapat yang sama juga

diungkapkan oleh Yaghoobi dkk, 2008, dalam Sany, 2015) bahwa


15

madu dapat menurunkan kadar LDL dan meningkatkan kadar HDL

dalam darah.

Mutu, rasa, aroma, dan komposisi kimia suatu madu sangat

bergantung pada kondisi lingkungan dan iklim habitat lebah madu

hidup, serta diet makanan lebah tersebut karena apabila lebah

mengalami diet makanan serta iklim habitatnya kurang baik akan

mempengaruhi jumlah madu yang diproduksi. Serbuk sari (pollen)

merupakan bahan makanan pokok dan sumber protein alami lebah

madu. Kandungan serbuk sari secara umum terdiri atas abu dengan

berbagai macam mineral (1,8-3,7%), karbohidrat (13-37%), serat

(5,3%), protein (6-28%), dan lemak (1,2-3,7%) (Sany, 2015).

Adapun manfaat madu bagi kesehatan manusia, berikut

beberapa manfaat dari madu menurut Fathi (2019) yaitu:

a) Madu mudah dicerna, karena molekul gula pada madu dapat

berubah menjadi gula lain (misalnya fruktosa menjadi glukosa),

madu mudah dicerna oleh perut yang paling sensitif sekalipun,

walau memiliki kandungan asam yang tinggi. Madu membantu

ginjal dan usus untuk berfungsi lebih baik.

b) Madu bersifat rendah kalori, dimana diketahui kualitas madu lain

adalah jika dibandingkan dengan jumlah gula yang sama,

kandungan kalori madu 40% lebih rendah. Walau memberi energi

yang besar, madu tidak menambah berat badan.

c) Madu dapat membantu pembentukan darah, dimana madu

menyediakan banyak energi yang dibutuhkan tubuh untuk

pembentukan darah. Lebih jauh lagi, ia membantu pembersihan


16

darah. Madu berpengaruh positif dalam mengatur dan membantu

peredaran darah. Madu juga berfungsi sebagai pelindung

terhadap masalah pembuluh kapiler dan arteriosklerosis.

d) Madu dapat mengobati luka bakar, dimana madu telah

dimanfaatkan untuk manahan luka-luka bakar yang terjadi pada

kulit. Jika diusapkan pada daerah yang terbakar, madu akan

mengurangi rasa sakit yang menyengat dan mencegah

pembentukan lepuhan.

e) Madu dapat menguatkan otot jantung (cardiotonic), dimana

dalam kitab dan ensiklopedia medis, Ibnu Sina menyebutkan

bahwa madu dan buah Delima dapat memberikan energi dan

vitalis untuk menguatkan otot jantung. Unsur glucose pada madu

dapat meluaskan pembuluh arteri yang berfungsi mentransfer

makanan otot jantung, yang merupakan pendorong dan penolong

otot jantung dalam menjalankan fungsinya.

f) Madu dapat mencegah insomnia (susah tidur). Dimana Dokter

yang berasal dari Rusia telah menganjurkan untuk mengkonsumsi

satu sendok sedang madu diwaktu pagi bagi penderita susah

tidur, agar bisa cepat tidur diwaktu malam hari. Namun pada

kondisi susah tidur yang parah dianjurkan untuk mengkonsumsi

dua sendok kecil madu sebelum tidur. Sementara itu, para dokter

Inggris berpendapat bahwa madu mengandung zat tidur yang

tiada bandingannya, dan dapat menolak stres dan penyakit sering

tersentak dari tidur. mengkonsumsi dua sendok kecil madu

sebelum tidur. Sementara itu, para dokter Inggris berpendapat


17

bahwa madu mengandung zat tidur yang tiada bandingannya, dan

dapat menolak stres dan penyakit sering tersentak dari tidur.

g) Madu dapat meredakan batuk dan menghilangkan dahak, dimana

dengan sebiji lemon direbus dalam air yang dipanaskan dengan

api yang tenang selama 10 menit, sehingga kulit lemon menjadi

lembut. Setelah diangkat, lemon tadi dibelah dua dan diperas.

Air perasaan ditaruh ke dalam gelas dan ditambahkan 2 sendok

glyserin dan diaduk hingga rata. Lalu ditambahkan madu hingga

memenuhi gelas. Kondisi batuk parah yang tidak mempan diobati

dengan berbagai obat dapat disembuhkan dengan madu.

h) Madu dapat mengobati sakit kepala dan sakit kepala sebelah.

Dimana ada jenis sakit kepala yang parah yaitu jenis tertentu

dari sakit kepala sebelah dan rasa sakitnya dapat dikurangi

dengan mengkonsumsi madu, baik disuntikkan maupun diminum.

i) Madu debagai sumber energy, dimana madu terdiri dari 38%

fruktosa dan 31% glukosa, yang mudah diubah menjadi energi

oleh tubuh. Madu merupakan campuran antara fruktosa-glukosa

yang alami, dengan kandungan oligosakarida, protein, vitamin

dan mineral, yang dapat membantu meningkatkan performa atlit,

seperti yang dihasilkan oleh minuman yang biasa dikonsumsi oleh

atlit.

j) Madu sebagai antioksidan. Untuk kandungan antioksidan di dalam

madu berasal dari berbagai nutrisi yang terkandung seperti

vitamin C, asam organik, enzim, fenol dan flavonoid.


18

Menggunakan madu sebagai pengganti pemanis dapat

mengoptimalkan fungsi antioksidan dalam tubuh.

k) Madu berguna sebagai obat kecantikan. Untuk masker madu

dapat membuat kulit kuat dan lembut. Masker madu yang tipis

yang dioleskan pada seluruh permukaan kulit muka dapat berupa

madu asli saja atau campuran madu dengan kuning telur. Masker

madu lebih efektif daripada krem dan salep, sebab madu tidak

saja melembutkan kulit tetapi juga memberi makan kulit. Karena

madu bersifat hygroskopis maka sekresi kulit terhisap, sekaligus

madu sebagai desinfekstan. Dengan demikian kulit muka tetap

terjamin keawetan dan kesegarannya, halus, lembut, dan bebas

dari keriput dan benjolan yang merusak keindahan wajah.

2.3. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Tidur

1. Pengertian Tidur Secara Umum

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi

dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan

dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang

cukup (Asmadi, 2008 dalam Kurniasari, 2015).

2. Kebutuhan Tidur Pada Lansia

Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, usia lanjut

membutuhkan waktu tidur 6-7 jam per hari (Hidayat, 2008 dalam

Kurniasari 2015). Kecenderungan untuk tidur di siang hari

kelihatannya meningkat secara progresif dengan bertambahnya


19

usia. Peningkatan waktu siang hari yang sering dipakai untuk

tidur dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari.

Dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan di tempat

tidur, waktu yang dipakai tidur menurun sejam atau lebih

(Ernawati, 2017)

3. Fase Tidur

Tidur dibagi menjadi dua fase, yaitu fase non rapid eye

movement (NREM) dan fase rapid eye movement (REM). Tidur

NREM terdiri atas empat tahapan dimana dalam fase ini fungsi

fisiologis tubuh berkurang dibandingkan saat tubuh terjaga.

Sedangkan fase REM memiliki kualitas tidur berbeda yang

ditandai dengan aktivitas fisiologis dan aktivitas otak yang tinggi

sama hal nya seperti saat tubuh sedang terjaga (Ni Kadek, 2016).

Tahapan NREM yang pertama yaitu tansisi dimana

seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pergerakan bola mata

melambat dan tonus otot melemah/lemas. Tahapan kedua yaitu

bola mata mulai berhenti bergerak, tonus otot perlahan

berkurang dan kecepatan pernapasan turun secara signifikan.

Tahapan ketiga yaitu keadaan fisik lemah lunglai karena tonus

otot lenyap secara menyeluruh, terdapat penurunan kecepatan

jantung dan pernapasan, serta proses metabolism tubuh akibat

dari dominasi dari saraf parasimpatif. Tahapan keempat yaitu

keadaan seseorang menjadi sangat rileks dan jarang bergerak,

sulit untuk dibangunkan (Kurniasari, 2015).

Siklus tidur bersifat regular, dapat berulang kali selama


20

periode tidur berlangsung. Dimulai dari fase tidur NREM tahapan

1-4 lalu masuk fase tidur REM. Siklus tidur berganti setiap 60-90

menit sekali yang terbagi dalam dua fase yaitu tidur NREM dan

REM. Seseorang akan memasuki tidur REM dengan durasi yang

berbeda-beda pada setiap siklus tidurnya (Ni Kade, 2016). Selama

tidur malam selama 7-8 jam, seseorang mengalami NREM dan

REM bergantian sekitar 4-6 kali (Kurniasari, 2015).

4. Fisiologi Tidur

Aktivasi tidur diatur atau dikontrol oleh dua sistem pada

batang otak, yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar

Synchronizing Region (BSR). RAS dibagian atas batang otak dapat

mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus

visual, pendengaran, nyeri, dan sensor raba serta emosi dan

proses berfikir. RAS melepaskan katekolamin pada saat sadar,

sedangkan BSR mengeluarkan serotonin yang menimbulkan rasa

kantuk yang selanjutnya menyebabkan tidur. Kondisi terbangun

seseorang tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima di

pusat otak dan sistem limbik (Probosiwi, 2017).

Menurut Potter dan Perry (2005) dalam Kurniasari (2015)

seseorang tetap terjaga atau tertidur tergantung pada

keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi

seperti pikiran, reseptor sensori perifer seperti stimulus bunyi

atau cahaya, dan sistem limbik seperti emosi. Orang yang

mencoba tertidur maka aktivasi RAS menurun dan BSR mengambil

alih kemudian seseorang bisa tertidur.


21

5. Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan suatu penyusun penting dan

bagian yang esensial dari kualitas hidup seseorang. Tidur adalah

salah satu indikator yang dapat digunakan untuk acuan menilai

kualitas hidup seseorang. Dalam hal ini, kualitas tidur dapat

menentukan kualitas hidup orang tersebut (Eser dkk, 2007 dalam

Ni Kade, 2016).

Kualitas tidur lansia dipengaruhi beberapa hal, yaitu pola

tidur siang, lama tinggal di panti atau rumah sakit, dan kebiasaan

sebelum tidur. Lansia yang lebih lama tinggal di panti, memiliki

kemampuan adaptasi yang lebih baik daripada penghuni panti

yang baru. Gangguan tidur sering terjadi pada malam pertama di

tempat perawatan jangka panjang atau hospitalisasi yang lama,

tetapi sulit tidaknya lansia tidur berhubungan dengan

kemampuan lansia dalam beradaptasi dengan lingkungan yang

baru (Gitawati, 2007 dalam Kurniasari, 2015).

Konsep dari kualitas tidur adalah merasa bersemangat dan

siap untuk menghadapi segala aktivitas setelah bangun dipagi

hari. Adapun karakteristik yang dapat digunakan untuk menilai

kualitas tidur yaitu :

a. Latensi tidur

b. Durasi tidur

c. Efisiensi tidur

d. Aspek subjektif seperti kedalaman dan ketentraman dalam

tidur
22

e. Penggunaan obat tidur

f. Disfungsi pada siang hari

g. Gangguan tidur

Adanya kualitas tidur yang buruk disebabkan seseorang

mengalami gangguan kebutuhan tidur. Gangguan tidur yang

sering dialami seseorang terdiri dari insomnia, hipersomnia,

enuresis, narkolepsi, dan apnea tidur.

a. Insomnia

Insomnia dapat berupa kesulitan untuk tetap tidur atau

pun seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa

belum cukup tidur (Japardi, 2002 dalam Kurniasari, 2015).

b. Hipersomnia

Hipersomnia dicirikan dengan tidur lebih dari 8 atau 9

jam per periode 24 jam, dengan keluhan tidur berlebihan

(Stanley, 2006 dalam Kurniasari, 2015).

c. Enuresis

Enuresis yaitu kencing yang tidak disengaja atau

mengompol, paling banyak terjadi pada laki-laki. Pada pria

lansia dapat terjadi hipertrofi kelenjar prostat yang

menyebabkan tekanan pada leher kandung kemih sehingga

sering berkemih. Selain itu, hipertrofi prostat dapat

mengakibatkan kesulitan memulai dan mempertahankan

aliran urine. Wanita lansia, terutama wanita yang memiliki

anak, dapat mengalami inkontinensia stress, yaitu terjadi

pelepasan urine involunter saat batuk, bersin, atau pun saat


23

tidur tanpa disadari mereka akan mengompol sehingga

menyebabkan terbangun. Hal ini disebabkan karena

melemahnya otot kandung kemih pada lansia (Perry & Potter,

2005 dalam Kurniasari, 2015).

d. Narkolepsi

Merupakan keinginan yang tidak terkendali untuk tidur

atau serangan mengantuk mendadak, sehingga dapat tertidur

pada setiap saat di mana serangan tidur itu dating. Terdapat

empat gejala klasik penderita narkolepsi yaitu rasa kantuk

berlebihan atau Excessive Daytime Sleepiness (EDS),

melemasnya otot secara mendadak (katapleksi), dan sleep

paralysis (keadaan ketika akan tidur atau bangun tidur

merasa sesak napas seperti tercekik, dada sesak, sulit

berteriak, dan badan sulit bergerak) (Hanun, 2011 dalam

Kurniasari, 2015).

e. Apnea Tidur

Apnea tidur merupakan henti napas saat tidur atau

mendengkur (Stanley, 2006 dalam Kurniasari, 2015). Pangkal

lidah yang menyumbat saluran napas sering terjadi pada usia

lanjut karena otot-otot di bagian belakang mengendur lalu

bergetar jika dilewati udara pernapasan (Asmadi, 2008 dalam

Kurniasari, 2015).

6. Faktor-Faktor Mempengaruhi Kebutuhan Tidur

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Kualitas tersebut dapat menujukkan adanya kemampuan


24

individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai

dengan kebutuhannya. Menurut Hidayat (2009) dalam Priyo

(2015) faktor yang mempengaruhi tidur meliputi penyakit,

latihan dan kelelahan, stres psikologi, obat, nutrisi, lingkungan

dan motivasi.

a. Penyakit

Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur

seseorang. Banyak penyakit yang memperbesar kebutuhan

tidur, misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi

(infeksi limpa) akan memerlukann lebih banyak waktu

tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan

sakit yang menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak

bisa tidur.

b. Latihan dan kelelahan

Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat

memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga

keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal tersebut

terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas

dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih

cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang

lambatnya diperpendek.

c. Stres Psikologis

Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang

akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika

seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami


25

kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.

d. Obat

Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur,

beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses

tidur adalah jenis golongan obat diuretik dab beta bloker

menyebabkan seseorang insomia, anti depresan dan

golongan narkotik dapat menekan REM, kafein dapat

meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan

untuk tidur.

e. Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi terpenuhinya

kebutuhan nutrisi yang dapat mempercepat proses tidur.

Protein yang tinggi dapat mempercepat proses tidur,

karena adanya tryotophan yang merupakan asam amino

dari protein yang dicerna. Sebaliknya, kebutuhan gizi yang

kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan

terkadang sulit untuk tidur.

f. Lingkungan

Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi

seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur.

g. Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan

seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses

tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak

tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur.


26

2.4. Kerangka teori

Lanjut usia merupakan umur 60 tahun keatas dan merupakan

masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, pada masa ini

merupakan suatu proses yang dinamis sebagai akibat perubahan-

perubahan sel, fisiologis dan psikologis dengan adanya perubahan

tersebut maka akan berdampak pada kualitas tidur. Pada kualitas tidur,

ada beberapa faktor yang menyebabkan lansia menjadi sulit tidur.

Penatalaksanaannya dapat berupa farmakologi yaitu obat-obatan

yang dapat diberikan yaitu jenis benzodiazepine dan non

benzodiazepine. Sedangkan penatalaksanaan non farmakologi dapat

berupa distraksi, relaksasi, dan pola hidup sehat. Pada relaksasi,

terdapat beberapa cara, diantaranya yaitu dengan terapi meminum

madu.
27

Lanjut usia Kemunduran fungsi fisik

Penurunan fungsi
Neurologis

Penurunan jumlah sel


otak

Penurunan jumlah
neuron

Penurunan fungsi
neurotransmitter

Penurunan produksi
serotonin

Kualitas tidur Penatalaksanaan

Non Farmakologi Farmakologi

Terapi Madu Relaksasi Distraksi

Pola Hidup
Sehat

Gambar 2.1 Kerangka Teori


28

Kerangka Konsep

Menurut Setyawan (2014), Konsep adalah generalisasi dari


sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk
menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Oleh karena itu, konsep
tidak dapat diukur dan diamati secara langsung. Agar dapat diamati dan
dapat diukur, maka konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam variabel–
variabel. Kerangka konsep pada penelitian ini adalah seperti pada
gambar 2.2 dibawah ini:

Kualitas Tidur
Lansia Terapi madu hutan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel Dependen

: Variabel Independen

: Garis Penghubung
29

2.5. Definisi operasional


Menurut Nursalam (2008), definisi operasional adalah definisi
berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan
tersebut, juga karakteristik yang dapat diamati (diukur). Adapun definisi
operasional seperti pada tabel 2.2 dibawah ini:

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala


1 Terapi madu Terapi madu hutan yaitu
hutan salah satu terapi
relaksasi untuk kualitas
tidur karena madu
adalah cairan alami yang
umumnya mempunyai
rasa manis yang ekskresi
serangga sehingga
menimbulkan sensasi
relaksasi. Terapi madu
hutan akan dilakukan
selama 14 hari dengan
dosis 2 sendok teh/hari.

2 Kualitas tidur Kualitas tidur adalah Kuesioner Mengisi Skor ≤5 : Ordinal


kepuasan seseorang PSQI kuesioner Kualitas
terhadap tidurnya yang dengan Tidur Baik -
digambarkan dengan wawancara Skor >5 :
lama waktu tidur dan terpimpin KualitasTidur
keluhan yang dirasakan Buruk
saat tidur maupun saat
bangun tidur. Seorang
lansia membutuhkan
waktu 6-7 jam perhari
untuk tidur.

Tabel 2.2. Definisi Operasional


30

2.6. Hipotesis
Hipotesis merupakan proposisi keilmuan yang dilandasi oleh

kerangka konseptual penelitian dan merupakan jawaban sementara

terhadap permasalahan yang dihadapi, yang dapat diuji kebenarannya

berdasarkan fakta empiris (Nursalam, 2008).

Hipotesis pada penelitian:

H0: Tidak ada pengaruh Terapi madu hutan dengan kualitas tidur pada

lansia di Dusun Maccina Desa Je’nemadinging Kabupaten Gowa

Ha: Adanya pengaruh Terapi madu hutan dengan kualitas tidur pada

lansia di Dusun Maccina Desa Je’nemadinging Kabupaten Gowa

BAB 3
31

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Desain penelitian ini yakni menggunakan pendekatan studi

kuantitatif dengan desain penelitian quasi eksperimental one group pre-

post design tanpa adanya kelompok kontrol. Rancangan penelitian ini

adalah pre dan post eksperiment merupakan rancangan penelitian

dengan cara mengungkapkan pengaruh dari suatu intervensi dengan

menggunakan satu kelompok subjek, dengan melakukan pengukuran

sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi atau perlakuan dari hasil

tersebut dinyatakan sebagai pengaruh dari tindakan yang diberikan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Terapi madu

hutan terhadap kualitas tidur pada lansia di Dusun Maccina, Desa

Je’nemadinging, Gowa, Sulawesi Selatan. Penelitian ini hanya

menggunakan satu kelompok sampel yang diberikan tes awal (pre test)

dengan memberikan kuesioner untuk mengetahui kualitas tidur

responden, kemudian diberikan perlakuan dengan pemberian Terapi

madu hutan selama 14 hari, setelah itu akan diberikan tes akhir (post

test) dengan memberikan kuesioner kembali.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat

Penelitian akan dilakukan di Dusun Maccina, Desa

Je’nemadinging, Kabupaten Gowa

2. Waktu

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September 2020.

3.3. Populasi dan Sampel


32

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan

dalam suatu penelitian (Saryono,2013). Populasi dalam penelitian ini

berjumlah 52 orang lansia.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi tersebut (Nursalam, 2013).

Pembagian sampel berdasarkan tujuan tertentu yang tidak

menyimpang dari kriteria yang sudah ditetapkan oleh peneliti.

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 52 orang sesuai dengan

kriteria peneliti. Adapun kriteria menjadi responden adalah :

a. Kriteria Inklusi

1.) Bersedia menjadi responden

2.) Lansia yang kooperatif selama penelitian

b. Kriteria Eksklusi

1.) lansia yang tidak bersedia menjadi responden

2.) Lansia yang tidak mengikuti kegiatan selama 3 kali berturut-

turut

3. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini menggunakan total sampling, yang berarti

seluruh populasi di Dusun Maccina, Desa Je’nemadinging akan

menjadi responden.

3.4. Jenis dan Sumber Data


1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan

menggunakan alat pengukuran atau pengambil data, langsung pada


33

subjek sebagai sumber informasi yang dicari (Saryono,2013). Data

primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui

kuesioner, observasi dan wawancara. Data primer dalam penelitian

ini yaitu hasil kuesioner yang sudah diisi oleh responden.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu berupa data yang diperoleh dengan cara

menelusuri dan memilah literature (Saryono,2013). Data sekunder

dalam penelitian ini ialah dari hasil data di Dusun Maccina Desa

Je’nemadinging

3.5. Instrumen Penelitian


Istrumen yang digunakan untuk menunjang penelitian ini yaitu

kuesioner PSQI dan lembar observasi.

3.6. Variable Penelitian


1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau

nilainya mempengaruhi variabel lain. Dan dalam penelitian ini

adalah pemberian terapi madu hutan merupakan variabel

independen.

2. Variabel Dependen

Variable dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain. Dan dalam penelitian ini kualitas tidur

lansia merupakan variabel dependennya.

3.7. Metode Analisis


Setelah memperoleh nilai-nilai dari tiap tabel, selanjutnya data

dianalisa dengan menggunakan computer program SPSS versi 22.

Data yang telah peneliti kumpulkan selanjutnya diolah sebagai berikut:


34

1. Editing

Setelah kuesioner terkumpul, kemudian kuesioner diobservasi

mengenai kelengkapan penulisan dan kejelasannya.

2. Coding

Coding ialah usaha mengklasifikasi jawaban atau hasil dari

wawancara yang dilakukan. Klasifikasi dilakukan dengan jalan

menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka

ataupun huruf kemudian di masukkan dalam lembar tabel kerja

guna mempermudah membacanya. Hal ini penting dilakukan karena

alat yang digunakan untuk analisa data dalam komputer yang

memerlukan suatu kode tertentu.

3. Entry data

Entry data merupakan kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan kedalam master tabel atau databes komputer. Entry

data dalam penelitian inidilakukan dengan menggunakan program

software statistik t-test (spss versi 22).

4. Cleaning

Setelah data di masukkan dalam program komputer selanjutnya

peneliti melakukan cleaning dengan memeriksa kembali data yang

sudah di entry agar mengetahui kemungkinan adanya data yang

masih salah atau tidak lengkap sebelum dilakukan analisis.

5. Scoring

Pemberian nilai pada masing-masing jawaban dari pernyataan yang

di berikan kepada responden sesuai dengan ketentuan penilaian

yang telah ditemukan.


35

6. Tabulasi Data

Merupakan kegiatan dengan memasukkan data-data hasil penelitian

ke dalam tabel sesuai kriteria sehingga didapatkan jumlah data

sesuai hasil observasi.

3.8. Analisa Data


Setelah memperoleh nilai-nilai dari tiap tabel, selanjutnya data

dianalisa dengan menggunakan computer program SPSS versi 22 dengan

menggunakan metode uji statistik yaitu analisa univariat pada variabel

tunggal yang dianggap terkait dengan penelitian dan analisa bivariate

untuk melihat distribusi beberapa variabel yang dianggap terkait dengan

menggunakan uji t dengan kemaknaan 0,05.

a. Analisa Univariat

Dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisa ini

menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel yang

diteliti.

b. Analisa Bivariat

Analisa data bivariat adalah analisa yang dilakukan lebih dari dua

variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Supriadi, 2014).

Uji statistik dalam penelitian ini yang pertama dilalukan adalah uji

normalitas untuk mengetahui data yang terditribusikan normal atau

tidak. Jika data terdistribusi normal maka dilakukan uji Paired

Simple T-test dan apabila data tidak terdistribusi normal maka uji

yang dilakukan adalah uji Wilcoxon.


36

3.9. Prinsip dan Etika Penelitian


1. Autonomy (Aspek Otonomi)

Prinsip autonomi digunakan saat responden dipersilahkan untuk

menentukan keterlibatannya dalam kegiatan penelitian, dimana

calon partisipan diminta kesediaannya menjadi partisipan tanpa

paksaan. Lembar persetujuan penelitian diberikan pada responden.

Tujuannya adalah subjek mengetahui maksud dan tujuan penelitian

serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subjek

bersedia bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar

persetujuan (informed consent). Jika subjek menolak untuk diteliti

maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak

responden.

2. Confidentiality (Prinsip Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden

dijamin oleh peneliti. Data tersebut akan disajikan dan dilaporkan

pada pihak yangterkait dengan penelitian.

3. Justice (Prinsip Keadilan)

Dalam penelitian ini peneliti memperlakukan semua partisipan

secara adil dan terbuka. Tanpa membedakan suku, bangsa dan ras.

Semua responden yang telibat dalam penelitian ini mempunyai hak

yang sama.

4. Anonymity (Tanpa Nama)

Agar kerahasiaan partisipan tetap terjaga, maka peneliti tidak akan

mencantumkan nama partisipan, tetapi peneliti menggunakan kode

tertentu untuk masing-masing responden.


37

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun Maccina, Desa Je’nemadinging

dengan jumlah sampel sebanyak 52 responden, dimana dibentuk 1

kelompok intervensi (Terapi Madu Hutan). Pengambilan sampel

dilakukan dengan menggunakan total sampling.

Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar

observasi dan kuesioner. Data yang terkumpul dianalisis secara analitik

dan diolah menggunakan SPSS versi 22 yang hasilnya dapat dilihat dan

disajikan dalam bentuk tabel berisi karakteristik responden, distribusi

frekuensi dan analisis antar tabel sebagai berikut:

1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Kelompok Jenis Kelamin Di Dusun Maccina

Kabupaten Gowa Tahun 2020

(N=52)

Jenis Kelamin Frekuensi Persen


Laki-Laki 21 40,4
Perempuan 31 59,6
Total 52 100,0
38

Jenis kelamin responden (Terapi Madu Hutan) berdasarkan

tabel 4.1 menunjukkan Laki-Laki dengan jumlah responden 21

(40.4%) dan jenis kelamin perempuan dengan jumlah responden 31

(59.6%).

2. Distribusi Frekuensi Usia Responden

Tabel 4.2

Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan kelompok

usia di Dusun Maccina Kabupaten Gowa Tahun 2020

(N=52)

Usia Frekuensi (f) Persen (%)


Lansia awal 60-74 tahun 43 82,7
Lansia tua 75-90 tahun 8 15,4
Lansia sangat tua >90 tahun 1 1,9
Total 52 100,0

Usia responden (Teknik Relaksasi Benson) berdasarkan tabel

4.2 menunjukkan bahwa umur yang paling banyak adalah Lansia

awal 60-74 tahun sebanyak 43 (82.7%) responden, urutan kedua

adalah Lansia tua 75-90 tahun sebanyak 8 (15.4%) responden,

sedangkan yang paling sedikit adalah Lansia sangat tua > 90 tahun

sebanyak 1 (1.9%) responden. Kategori usia berdasarkan World

Health Organization (WHO).


39

4.2. Analisa Univariat

1. Distribusi Kualitas tidur pada lansia sebelum di berikan terapi madu

di Dusun Maccina Kabupaten Gowa

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kualitas Tidur Pada Lansia

Sebelum Di Berikan Terapi Madu Di Dusun Maccina

Kabupaten Gowa

Kualitas Tidur Frekuensi Persen


<5 Kualitas Tidur Baik 12 23.1
>5 Kualitas Tidur Buruk 40 76.9
Total 52 100.0

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden yang

memiliki kualitas tidur baik sebanyak 12 orang (23.1%) sedangkan

responden dengan kualitas tidur buruk sebanyak 40 orang (76.9%).

2. Distribusi Kualitas tidur pada lansia sesudah di berikan terapi madu

di Dusun Maccina Kabupaten Gowa


40

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kualitas Tidur Pada

Lansia Sesudah Di Berikan Terapi Madu Di Dusun Maccina

Kabupaten Gowa

Kualitas Tidur Frekuensi Persen


<5 Kualitas Tidur Baik 38 73.1
>5 Kualitas Tidur Buruk 14 26.9
Total 52 100.0

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden yang

memiliki kualitas tidur baik sebanyak 38 orang (73.1%) sedangkan

responden dengan kualitas tidur buruk sebanyak 14 orang (14.9%).

4.3. Analisa Bivariat

Pengaruh Terapi Madu Terhadap Kualitas Tidur Sebelum Dan Sesudah

Diberikannya Tindakan Di Dusun Maccina Kabupaten Gowa.


41

Tabel 4.5

Pengaruh Terapi Madu Hutan Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia

Sebelum Dan Sesudah Diberikan Terapi Madu

Kualitas Tidur
Jenis Mean Rank
Baik Buruk
Perlakuan T.Tabel P. Value
N % N %
Pre-test 12 23,1 40 76,9 1,77  7,141

Post-test 38 73.1 14 26,9 1,27 .000

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan perbandingan Kualitas

Tidur responden sebelum dan sesudah diberikannya terapi madu

hutan. Hasilnya, sebelum diberikan terapi madu hutan didapatkan 12

(23,1%) responden dengan kualitas tidur baik, 40 (76,9%) responden

dengan kualitas tidur buruk. Adapun sesudah diberikannya terapi

madu hutan, didapatkan hasil 38 (73,1%) responden dengan kualitas

tidur baik, 14 (26,9%) responden dengan kualitas tidur buruk.

Dari hasil uji paired t test, diperoleh nilai signifikansi 0,000

(p < 0,05), dengan demikian didapatkan hasil bahwa adanya

pengaruh terapi madu hutan terhadap kualitas tidur.


42

4.4. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi madu hutan terbukti

dapat mengubah kualitas tidur menjadi baik, terlihat dalam hasil uji

paired t test dengan nilai ρ value : 0,000 (<0,05).

Penelitian ini dilakukan di Dusun Maccina, Kabupaten Gowa

selama 14 hari (2 minggu) yaitu pada tanggal 5 Oktober 2020 sampai 20

Oktober 2020. Jumlah responden yang bersedia yaitu 52 responden, hal

ini sesuai dengan harapan peneliti melihat banyaknya lansia keseluruhan

yang berada di Dusun Maccina adalah 52 orang. Pemberian madu

dilakukan pada malam hari sebelum tidur dengan dosis 2 sendok setiap

harinya.

Sebelum penelitian, didapatkan hasil data bahwa lansia yang

mengalami gangguan tidur sebanyak 40 orang (76,9%) dan kualitas tidur

baik sebanyak 12 orang (23,1%). Pengukuran hasil ini dari kuesioner PSQI

yang memiliki 7 item dengan nilai ukuran dari 0-21, dan dibagi menjadi

2 penilaian yaitu pertama apabila nilainya < 5 maka dapat dikatakan

kualitas tidur adalah baik, sedangkan > 5 maka dapat dikatakan kualitas

tidur adalah buruk. Tetapi, setelah mendapat perlakuan terapi madu

hutan jumlah responden yang sebelumnya memiliki kualitas tidur buruk

justru sebagian besar berbalik menjadi memiliki kualitas tidur baik yaitu

sebanyak 38 orang (73,1%) sedangkan lansia dengan kualitas tidur buruk

yaitu sebanyak 14 orang (26,9%). Hal ini disebabkan ada beberapa lansia

yang tidak rutin meminum madu, mereka rata-rata mengatakan lupa

meminum sebelum tidur.


43

Berdasarkan hasil observasi peneliti sebelum di berikan terapi

madu hutan responden mengalami kualitas tidur yang buruk yang di

pengaruhi oleh kecemasan, sering bermimpi buruk dan sering bangun

pada malam hari. Dan sesudah di berikan terapi madu hutan kualitas

tidur pasien membaik karena dapat dilihat saat penelitian dimana lansia

mengatakan setelah meminum madu cepat merasa mengantuk dan

sudah jarang terbangun malam hari. Adanya pengaruh madu terhadap

kualitas tidur pada lansia dipengaruhi oleh adanya asam amino

tryptophan yang mampu mensekresikan hormon melatonin yang mampu

mengatur tidur pada manusia.

Hal ini didukung penelitian dari Surya Ferdian, Tori Rihiantoro,

Ririn Sri Handayani (2017) dengan judul Pengaruh Madu Terhadap

Kualitas Tidur Pada Lansia yang menyatakan bahwa setelah 7 hari

dilakukannya pemberian madu sebesar 10.75 dengan p-value 0,002 (α :

0,05 ≥ p-value ) hal ini membuktikan bahwa adanya perbedaan kualitas

tidur sebelum dan sesudah dilakukannya pemberian madu pada lansia di

UPTD PSLU Tresna Werdha Natar.

Diungkap juga dari jurnal penelitian Internasional yang

dilakukan oleh Amira Mohammed Saed Mohammed Khalil and Rasha

Mohamed Gamal Rahman (2015) dengan judul Honey with lemon

Improves Children`s Nocturnal Cough and their Sleep Quality as well as

Their Parents, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa madu dengan

lemon berpengaruh terhadap penurunan batuk dan meningkatkan


44

kualitas tidur pada anak dengan p value kualitas tidur 0,999 (p value <

0,05).

Adapun jurnal penelitian internasional dari Ali, Majid dan Hosein

dengan judul Effect of milk-honey mixture on the sleep quality of

coronary patients: A clinical trial study, dan dari hasil penelitiannya

didapatkan bahwa campuran susu dan madu meningkatkan status tidur

pasien. Jadi, hal ini dapat dianggap sebagai intervensi yang efektif dan

terjangkau untuk meningkatkan kualitas tidur pasien sindrom koroner

akut di unit perawatan koroner dengan p value 0,001 (p value < 0,05).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh madu

terhadap kualitas tidur pada lansia di Dusun Maccina, Kabupaten Gowa.

Perbedaan ini terjadi karena setelah diberikan intervensi terjadi

penurunan skor kualitas tidur atau perbaikan kualitas tidur. Madu

merupakan salah satu terapi non medis yang dapat memperbaiki kualitas

tidur lansia. Dibanding menggunakan obat sebagai terapi farmakologis

yang memiliki efek toksisitas, terapi non farmakologis jauh lebih aman

untuk memperbaiki kualitas tidur lansia.

Kesulitan yang dialami peneliti selama penelitian yaitu bahasa

yang digunakan para responden adalah bahasa daerah Makassar dan

Bugis. Sehingga peneliti memerlukan seorang penerjemah agar bisa

berkomunikasi dengan baik. Selain itu, adapun beberapa lansia yang

sudah sulit diajak berkomunikasi akibat fungsi pendengaran yang

menurun. Sehingga peneliti harus mengeraskan suaranya dan dapat

diatasi dengan keluarga responden yang membantu untuk

berkomunikasi.
45

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian pengaruh terapi madu terhadap kualitas tidur

lansia di Dusun Maccina Kabupaten Gowa didapatkan bahwa:

1. Sebelum diberikan terapi madu hutan didapatkan bahwa responden

yang memiliki kualitas tidur baik sebanyak 12 orang (23.1%)

sedangkan responden dengan kualitas tidur buruk sebanyak 40 orang

(76.9%).

2. Setelah diberikan terapi madu hutan didapatkan bahwa responden

yang memiliki kualitas tidur baik sebanyak 38 orang (73.1%)

sedangkan responden dengan kualitas tidur buruk sebanyak 14 orang

(14.9%).

3. Ada pengaruh pada tingkat kualitas tidur sebelum dan setelah

diberikannya terapi madu dari hasil uji paired t test, diperoleh nilai

signifikansi p 0,000 > p 0,05.


46

5.2. Saran

1. Saran pelayanan keperawatan di rumah sakit diharapkan dapat

menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi perawat tentang cara

meningkatkan kualitas tidur pada lansia dengan menerapkan terapi

madu hutan sebagai alternatif yang efektif.

2. Memberi informasi kepada keluarga pasien tentang pengaruh

pemberian terapi madu hutan terhadap kualitas tidur lansia beserta

hal yang perlu diperhatikan.

3. Kepada peneliti selanjutnya agar mengembangkan penelitian dengan

menambah variable lain pada terapi madu terhadap kualitas tidur

lansia.
DAFTAR PUSTAKA

Annisa (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia). Jurnal
Konserlor: 5, 95-99. Diperoleh
dari
:http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor/article/download/6
480/5041.

BPS. (2019). Statistik Penduduk Lanjut Usia Provinsi Sulawesi Selatan. Diperoleh
dari:https://media.neliti.com/media/publications/49605-ID-
statistik-penduduk-lanjut-usia-provinsi-sulawesi-selatan-2010-hasil-
sensus-pendu.pdf

Dewi (2016). Pengaruh Terapi Aldzikir Terhadap Kualitas Tidur Lansia. Jurnal
Online Mahasiswa: 2, 1418-1420. Diperoleh dari:
https://media.neliti.com/media/publications/187481-ID-pengaruh-
terapi-al-zikir-terhadap-kualitas-tidur-lansia.pdf.

Eko, Priyo. (2015). Pengaruh Terapi Rendam Kaki Air Hangat Terhadap
Peningkatan Kualitas Tidur Lansia Di Desa Argopeni Kecamatan Ayah
Kabupaten Kebumen. Diperoleh dari :
http://repository.ump.ac.id/3135/3/Priyo-%20Eko%20Saputro
%20BAB%20II.pdf.

Ernawati. (2017). Gambaran Kualitas Tidur dan Gangguan Tidur Pada Lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi. Diperoleh
dari :https://repository.unja.ac.id/2381/1/JURNAL.pdf

Fatma E, Mia., Riasmini, Ni Made., H Tien. (2018). Meningkatkan Kualitas Hidup


Lansia Konsep dan Berbagai Intervensi. Malang: Wineka Media.

Fatriani. (2017). Analisa Usaha Lebah Madu Hutan Dan Kualitasnya. Jurnal
Hutan Tropis, 2, 77-81. Diperoleh dari :
https://media.neliti.com/media/publications/81868-ID-analisa-
usaha-lebah-madu-hutan-dan-kuali.pdf

Ferdian. (2015). Pengaruh Terapi madu hutan Terhadap Kualitas Tidur Pada
Lansia. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 2, 310-317. Diperoleh
dari: file:///C:/Users/ASUS/Downloads/Ferdianetal.-2017-
PENGARUHMADUTERHADAPKUALITASTIDURPADALANSIA.pdf.

xiv
Handayani, IF. (2018). Gambaran Aktivitas Fisik Pada Lanjut Usia (Lansia)
Hipertensi Di Posbindu. Diperoleh dari :
http://repository.unimus.ac.id/2045/4/BAB%20II.pdf

Kholifah. Siti. (2016). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Diperoleh dari :
http://repository.unpas.ac.id/41688/4/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf

Kurniasari, C. (2015). Pengaruh Gabungan Sugesti Dan Music Instrumentalia


Terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Pada Lansia Di Griya Santo
Yosef Surabaya. Diperoleh dari :
http://repository.unair.ac.id/29669/3/BAB-%202%20TINJAUAN
%20PUSTAKA.pdf.

Ni Kadek, Risa. (2016). Gambaran Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Adat
Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Diperoleh
dari:https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/5bde
59576133dcca48a5cb4d905afb39.pdf

Nursalam. (2008). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan 2008. Pedoman skripsi,tesis,dan Instrumen penelitian
keperawatan. Diperoleh dari: https://books.google.co.id/books?
id=62jmbdySq2cC&q=definisi+operasional&hl=id&source=gbs_word_c
loud_r&cad=5#v=snippet&q=definisi%20operasional&f=false.

P, Andria., M, Fitri. (2020). Resiliensi Pada Lansia. Jurnal Surya Muda: 2, 1-6.
Diperoleh dari :
http://ojs.stikesmuhkendal.ac.id/index.php/jsm/article/view/55/4
5

Prahastin, F. (2016). Dampak Kehilangan Gigi Terhadap Citra Diri Dan Harga Diri
Lansia Di Desa Randegan Kecamatan Wangon. Diperoleh dari :
http://repository.ump.ac.id/837/5/FATIMAWATI%20PRAHASTIN
%20BAB%20II.pdf

Probosiwi, P. (2017). Perbedaan Tingkat Insomnia Mahasiswa Tahap Sarjanah


Dan Tahap Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Semarang. Diperoleh dari :
http://repository.unimus.ac.id/271/3/BAB%20II.pdf

Puspaseruni. (2017). Pengaruh Frekuensi Pemberian Madu Hutan Terhadap


Kecepatan Kontraksi Luka Bakar Derajat II A Pada Kulit Tikus Putih
(Rattus Novergicus) Strain Wistar. Diperoleh dari :

xv
http://eprints.umm.ac.id/41184/3/jiptummpp-gdl-karinapusp-
47056-3-bab2.pdf.

Rahmat. (2017). Hubungan Tekanan Darah Dengan Kualitas Tidur Pada Lansia.
Diperoleh dari:http://eprints.umm.ac.id/41485/3/BAB%20II.pdf.

Sany. (2015). Analisa Aktivitas Enzim Diastase Pada Madu Menggunakan


Spektrofotometer Spectonic Genesys 20 Visible. Diperoleh dari :
http://eprints.undip.ac.id/47871/3/BAB_II.pdf.

Saryono. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Dalam Bidang


Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Wianti, Sri., U Musclihin, Olis. (2020). Studi Fenomenologi: Pengalaman


Adaptasi Diri Pada Lansia Di Masa Pensiun. Healthcare Nursing
Journal, 2, 36-41. Diperoleh dari :
https://umtas.ac.id/journal/index.php/healtcare/article/view/863
/479

Yelin, A. (2018). Analisis Habitat Koloni Lebah Hutan Apis Dorsata Dan Kualitas
Madu Yang Dihasilkan Dari Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
(Khdtk) Rantau, Kalimantan Selatan. Diperoleh dari :
https://ejournal.fordamof.org/ejournallitbang/index.php/JPHKA/art
icle/view/4732/4405

xvi
L

xvii
LAMPIRAN 1

LEMBAR PERMOHOHONAN MENJADI RESPONDEN

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program


Studi Keperawatan dari Universitas Patria Artha,
Nama : Oktaviana Kristanti
NIM : 163010013
Akan melaksanakan penelitian dengan judul “Pengaruh Terapi
Madu Hutan Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Dusun Maccina Desa
Je’nemadinging Kabupaten Gowa”. Penelitian ini tidak menimbulkan
akibat yang merugikan bagi semua responden. Kerahasiaan semua
responden akan dijaga dan hanya akan digunakan untuk kepentingan
penelitian. Apabila menyetujui maka saya mohon kesediannya untuk
menjawab semua pertanyaan yang saya berikan dan bersedia mengisi
kuesioner.

Atas perhatian dan ketersediaan sebagai responden, saya


ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

(Oktaviana Kristanti)

xviii
LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Usia :

Dengan ini menyatakan bersedia ikut berpartisipasi sebagai responden


dalam penelitian yang akan dilakukan oleh mahasiswa, Program Studi
Keperawatan dari Universitas Patria Artha dengan judul “Pengaruh
Terapi Madu Hutan Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Dusun Maccina
Desa Je’nemadinging Kabupaten Gowa”.

Untuk itu saya menyatakan bersedia menjadi responden pada


penelitian ini dengan suka rela tanpa adanya paksaan dan
memberikan jawaban yang sebenar- benarnya. Demikian pernyataan
ini saya buat dengan sejujur-jujurnya tanpa paksaan dari pihak
manapun.

Responden

( )

xix
LAMPIRAN 3

KUESIONER PITTSBURGH SLEEP QUALITY


INDEX (PSQI)

PETUNJUK

Pertanyaan berikut ini berkaitan dengan kebiasaan tidur yang biasa anda
lakukan selama seminggu lalu. Jawaban dari anda akan mengindikasikan
tanggapan yang paling akurat pada mayoritas sehari-hari atau malam-malam
yang anda lalui seminggu lalu. Mohon anda menjawab semua pertanyaan.

A. Jawablah pertanyaan berikut ini pada titik-tikik yang disediakan!

Selama sebulan yang lalu,


1. Kapan (jam berapa) biasanya anda tidur pada malam hari?

2. Berapa lama (dalam menit) anda perlukan untuk dapat tertidur tiap
malam?
3. Kapan (jam berapa) biasanya anda bangun di pagi hari?
4. Berapa jam lama tidur anda yang sebenarnya tiap malam? (hal ini
berbeda dengan jumlah jam yang anda habiskan ditempat tidur)

B. Berikan tanda (√) pada salah satu jawaban yang bapak/ibu anggap
paling sesuai!
Tidak 1x 2x > 3x
No. Pertanyaan
pernah seminggu seminggu seminggu

5. Selama seminggu yang lalu, seberapa


sering anda mengalami
a. Tidak dapat tidur dimalam hari        
dalam waktu 30 menit
b. Bangun tengah malam atau dini        
hari
c. Harus bangun dimalam hari untuk        
ke kamar mandi
d. Tidak dapat bernapas dengan        
nyaman saat tidur dimalam hari
e. Batuk atau mendengkur keras        
saat tidur dimalam hari
f. Merasa kedinginan atau
menggigil demam saat tidur di        
malam hari
g. Merasa terlalu kepanasan saat tidur        
dimalam hari

xx
h. Mengalami mimpi buruk saat        
tidur dimalam hari
i. Merasa kesakitan saat tidur di
malam hari (misal: kram, pegal,        
nyeri)
j. Hal lain yang membuat tidur  
anda terganggu dimalam hari,
tolong jelaskan:
……………
Berapa sering anda mengalami      
kesulitan tidur karena alasan  
tersebut?      
Selama seminggu yang lalu, seberapa
sering anda mengonsumsi obat yang
6. bisa menyebabkan rasa kantuk?
(diresepkan oleh dokter atau obat        
bebas)
Selama seminggu yang lalu, seberapa
sering anda mengalami kesulitan untuk
7. tetap terjaga/segar/tidak merasa
ngantuk ketika makan atau melakukan        
aktivitas lain?
Tidak
Kecil Sedang Besar
  antusias

Seberapa antusias anda ingin


8. menyelesaikan masalah yang anda
hadapi        

Sangat Sangat
Baik Kurang
  Baik Baik

Pre Intervensi : Bagaimana tidur anda selama


9.
1 bulan yang lalu        

Post Intervensi : Bagaimana tidur anda


selama 2 minggu yang lalu?

Keterangan :
Nilai kuesioner yaitu 0-21. Dikatakan;
< 5 Kualitas Tidur Baik : 0-5
> 5 Kualitas Tidur Buruk : 6-21

xxi
LAMPIRAN 4

LEMBAR OBSERVASI RESPONDEN

Kualitas Tidur Lansia


Pre Test Post Test
No. Inisial Skoring
Tanggal Hasil Tanggal Hasil

             

xxii
LAMPIRAN 5

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TERAPI MADU TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA LANSIA

Pengertian :

Madu berfungsi memberikan kenyamanan pada tubuh karena asam amino


tryptofan yang dimiliki madu mampu mensintesis hormone melatonin yang
mampu memperbaiki kualitas tidur.

Tujuan :

Mengatasi masalah gangguan kualitas tidur

Alat dan Bahan :

- Madu
- Sendok

Indikasi :

Lanjut Usia

Prosedur kerja :

1. Siapkan alat dan bahan (madu dan sendok)


2. Tuangkan madu diatas sendok lalu telan madunya, sebanyak dua kali.
3. Lakukan terapi madu setiap malam hari sebelum tidur.

xxiii
LAMPIRAN 6

TABULASI DATA

Karakter Responden Hasil Kuesioner


Nama Usia Skor  JK  Skor Pre Skor Post Skor
Ny. J 74 1 P 2 7 2 5 1
Tn. C 78 2 L 1 8 2 6 2
Tn. N 67 1 L 1 10 2 2 1
Ny. D 67 1 P 2 12 2 3 1
Tn. H 60 1 L 1 6 2 5 1
Tn. S 67 1 L 1 9 2 3 1
Ny. B 73 1 P 2 11 2 3 1
Tn. M 77 2 L 1 13 2 6 2
Ny. S 65 1 P 2 6 2 5 1
Tn. R 62 1 L 1 5 2 5 1
Tn. A 63 1 L 1 6 2 7 2
Ny. R 61 1 P 2 8 2 4 1
Ny. P 67 1 P 2 8 2 4 1
Ny. C 63 1 P 2 6 2 8 2
Ny. S 62 1 P 2 5 1 4 1
Ny. K 61 1 P 2 7 2 5 1
Tn. T 60 1 L 1 4 1 2 1
Tn. N 67 1 L 1 5 2 4 1
Tn. B 64 1 L 1 5 1 3 1
Ny. J 63 1 P 2 6 2 4 1
Tn. L 93 3 L 1 16 2 9 2
Tn. J 62 1 L 1 7 2 3 1
Ny. S 64 1 P 2 8 1 3 1
Ny. L 60 1 P 2 5 1 5 1
Tn.M 66 1 L 1 7 2 4 1
Ny. L 77 2 P 2 9 2 5 1
Ny. P 79 2 P 2 10 2 3 1
Tn. S 63 1 L 1 5 2 6 2
Ny. S 61 1 P 2 4 1 3 1
Tn. B 65 1 L 1 7 2 9 2
Ny. S 71 1 P 2 11 2 6 2
Tn. D 67 1 L 1 10 2 4 1
Ny. J 60 1 P 2 8 1 5 1
Tn. H 61 1 L 1 9 1 2 1
Tn. P 61 1 L 1 7 2 3 1
Ny. M 60 1 P 2 10 1 4 1

xxiv
Ny. T 71 1 P 2 11 2 6 2
Ny. S 65 1 P 2 12 2 5 1
Ny. M 82 2 P 2 14 2 7 2
Ny. M 72 1 P 2 11 2 8 2
Ny. S 88 2 P 2 13 2 10 2
Ny. M 62 1 P 2 6 2 4 1
Ny. M 70 1 P 2 8 2 5 1
Ny. P 80 2 P 2 10 2 9 2
Tn. H 61 1 L 1 5 2 7 2
Ny. C 60 1 P 2 5 2 5 1
Tn. N 64 1 L 1 6 2 3 1
Ny. R 63 1 P 2 7 2 4 1
Ny. R 62 1 P 2 6 1 2 1
Tn. M 62 1 L 1 8 1 4 1
Ny. T 78 2 P 2 10 2 5 1
Ny. S 65 1 P 2 7 1 4 1

Keterangan :

Usia : (1) Lansia Awal


(2) Lansia Tua
(3) Lansia Sangat Tua

Jenis Kelamin : (1) Laki-laki


(2) Perempuan

Kualitas Tidur : (1) < 5 Kualitas Tidur Baik (0-5)


(2) > 5 Kualitas Tidur Buruk (6-21)

xxv
LAMPIRAN 7

HASIL SPSS

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 21 40.4 40.4 40.4

2 31 59.6 59.6 100.0

Total 52 100.0 100.0

Usia Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 60-74 tahun 43 82.7 82.7 82.7

75-90 tahun 8 15.4 15.4 98.1

> 90 tahun 1 1.9 1.9 100.0

Total 52 100.0 100.0

Skoring Pre Eksperimen

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <5 Kualitas Tidur Baik 12 23.1 23.1 23.1

>5 Kualitas Tidur Buruk 40 76.9 76.9 100.0

Total 52 100.0 100.0

Skor Post Eksperimen

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid >5 Kualitas Tidur Baik 38 73.1 73.1 73.1

<5 Kualitas Tidur Buruk 14 26.9 26.9 100.0

Total 52 100.0 100.0

xxvi
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Skoring Pre Eksperimen 1.77 52 .425 .059

Skor Post Eksperimen 1.27 52 .448 .062

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Skoring Pre Eksperimen &


52 .332 .016
Skor Post Eksperimen

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the

Std. Std. Error Difference Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper t Df tailed)

Pair 1 Skoring Pre


Eksperimen -
.500 .505 .070 .359 .641 7.141 51 .000
Skor Post
Eksperimen

xxvii
LAMPIRAN 8

xxviii
xxix
xxx
xxxi
xxxii
xxxiii
LAMPIRAN 9

xxxiv
xxxv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

Nama Lengkap : OKTAVIANA KRISTANTI

NPM : 163010013

Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 30 Oktober 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan

Alamat : Jl. Toddopuli x baru no. 23b

Email : oktaviana.kristanty30@gmail.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tamat SD Inpres Unggulan Toddopuli Makassar Tahun 2010

2. Tamat SMP Negeri 40 Makassar Tahun 2013

3. Tamat Smk Mega Rezky Makassar Tahun 2016

4. Mengikuti Pendidikan S1 Ilmu Keperawatan di Universitas Patria

Artha Makassar Mulai Tahun 2016 - Sekarang

xxxvi

Anda mungkin juga menyukai