Yman
Yman
Target pembelajaran:
1. Pendahuluan
Telah diketahui bahwa tekanan darah merupakan target utama dalam menurunkan
resiko penyakit kardiovaskular. Walaupun berbagai upaya meningkatkan
kewaspadaan, terapi dan hal yang dilakukan untuk mengelola tekanan darah tinggi
secara agresif telah dilakukan, namun control secara umum masih suboptimal. Hingga
saat ini berbagai organisasi nasional maupun internasional terus melakukan upaya
perbaikan rekomendasi, berdasarkan data klinik, dalam pengelolaan pasien hipertensi.
Berbagai algoritma (panduan terapi) telah merekomendasikan terapi farmakologi dan
non-farmakologi, dengan harapan bahwa menurunkan tekanan darah tinggi
mengurangi kerusakan organ target sehingga menurunkan resiko stroke, infark
jantung, gagal ginjal terminal, dan gagal jantung. Beberapa algoritma yang dapat
menjadi acuan antara lain:
1. American Society of Hypertension (ASH)
2. International Society of Hypertension (ISH)
3. Joint Clinical Practice Guidelines for the Management of Hypertension in the
Community,
4. Evidence-Based Guideline for the Management of High BP in Adults by the
former panel members appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8)
tahun 2014
5. Guidelines from the American Heart Association and American College of
Cardiology
6. National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) tahun 2011
Secara umum, setiap algoritma memberikan panduan terapi non-farmakologi dan
farmakologi untuk mengelola hipertensi. Panduan tersebut merekomendasikan target
tekanan darah yang harus dicapai dengan terapi yang dilakukan, dalam menurunkan
resiko kardiovaskular dan kerusakan ginjal. Rekomenasi terapi obat biasanya dimulai
dengan 1 atau 2 obat (pada kasus hipertensi stage 2) antihipertensi. Rekomendasi
khusus diberikan pada kondisi gagal jantung, post infark jantung, diabetes, dan gagal
ginjal kronik. (Wells et al., 2014)
Menurut JNC8, bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial abnormal
yang berlangsung terus menerus, dengan kategori terpisah antara sistolik (140 mmHg)
dan diastolic (>90 mmHg).
1. Definisi hipertensi
Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan
darah diastolic ≥ 90 mmHg, atau keduanya, pada pemeriksaan berulang. Definisi
tersebut berlaku untuk pasien usia ≥ 18 tahun. Sedangkan pada pasien usia ≥ 80 tahun
dengan tekanan darah mencapai 150 mmHg masih dianggap normal.
Tujuan terapi hiptertensi adalah menurunkan tekanan darah sampai level di bawah
angka untuk diagnosisnya. Definisi tersebut ditentukan berdasarkan hasil studi klinik
besar yang menunjukkan manfaat terapi pasien mencapai level tekanan darah tersebut.
Algoritma terapi cenderung menggunakan target tekanan darah < 140/90 mmHg yang
harus dicapai untuk pasien dewasa. Algoritma terbaru merekomendasikan target
tekanan darah 130/80 mmHg bagi pasien dengan penyakit penyerta diabetes mellitus
atau gagal ginjal kronik.
3. Etiologi
Pada sebagian besar kasus (>90%) kenaikan tekanan darah tidak diketahui
penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer. Pada beberapa kasus hipertensi
diketahui penyebabnya atau disebut sebagai Hipertensi Sekunder. Beberapa penyebab
hipertensi sekunder antara lain:
a. gagal ginjal kronis,
b. Cushing syndrome
c. Penggunaan obat
d. Pheochromocytoma
e. Primary aldosteronism
f. Renovascular hypertension
g. Sleep apnea
h. Thyroid or parathyroid disease
Obat-obat yang dapat memicu kenaikan tekanan darah dan harus dihentikan jika
memungkinkan. Obat tersebut adalah antiinflamasi nonsteroid untuk terapi artritis
dan meredakan nyeri. Antidepresan trisiklik, kontrasepsi oral dosis tinggi, obat
migraine, dan obat flu (mengandung pseudoefedrin). Selain itu, pasien mungkin
menggunakan obat herbal, menyalahgunakan obat (kokain) yang dapat meningkatkan
tekanan darah.
4. Patofisiologi
Patofisiologi hipertensi primer sangat komplek melibatkan 2 hal utama sebagai
determinan tekanan darah yaitu kardiak output dan resistensi perifer. Hal-hal yang
mempengaruhi keduanya sangat banyak dan komplek, kemungkinan multifactorial.
Perkembangan hipertensi primer melibatkan interaksi antara factor genetika dan
factor lingkungan dengan multiple system fisiologi termasuk neural, renal, hormonal,
dan vascular.
Factor genetic
Telah diketahui adanya efek polimorfisme genetic terhadap tekanan darah
sistolik, tekanan darah diastolic dan respon terhadap obat antihipertensi,
namun perlu penelitian lebih lanjut pada populasi besar atau luas. Sehingga,
informasi yang tersedia hingga saat ini masih jauh dari memadai, informasi
yang diharapkan sebagai panduan praktis untuk klinisi.
Factor lingkungan
Berbeda dengan factor genetic, kontribusi factor lingkungan terhadap
hipertensi telah diketahui dengan jelas. Rokok dan kafein dapat meningkatkan
tekanan darah melalui pelepasan norepinefrin. Kafein menghambat reseptor
adenosine sebagai vasodilator. Intake alcohol dapat meningkatkan aktivitas
saraf simpatik atau menurunkan vasodilatasi). Beberapa factor lingkungan
lainnya yang dapat mempengaruhi tekanan darah termasuk obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, lingkungan janin (malnutrisi maternal, janin terpapar
glukokortikoid), kenaikan bobot badan setelah lahir, lahir premature dan bobot
lahir rendah kekurangan kalium dan magnesium, defisiensi vitamin D, dan
toksin lingkungan.
6. Tujuan terapi
Tujuan terapi hipertensi adalah untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskular dan
kerusakan organ target seperti infark jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Mortalitas dan morbiditas dapat diturunkan jika terapi yang diberikan mencapai target
tekanan darah spesifik (lihat algoritma).
Tujuan terapi hipertensi adalah mengelola tekanan darah dan mengendalikan factor
resiko lainnya termasuk dyslipidemia, diabetes atau intoleransi glukosa, obesitas, dan
merokok. Target tekanan darah yang harus dicapai < 140/90 mm Hg. Namun untuk
pasien hipertensi yang disertai dengan diabetes, gagal ginjal kronik, dan penyakit
arteri coroner target tekanan darah yang harus dicapat adalah < 130/80 mmHg
terutama jika telah terjadi albuminuria pada pasien gagal ginjal kronik.
Pentingnya memberikan informasi kepada pasien bahwa terapi hipertensi dilakukan
seumur hidup secara teratur, tidak boleh menghentikan terapi obat atau perubahan
gaya hidup tanpa konsultasi dengan tenaga kesehatan.
7. Terapi hipertensi
a. Algoritma terapi JNC 8
JNC 8 merekomendasikan bahwa pasien dengan tekanan darah > 140/90 mmHg
usia < 60 tahun, atau tekanan darah > 150/90 mmHg pada usia > 60 tahun, atau
tekanan darah > 140/90 mmH pada pasien resiko tinggi (penyakit penyerta
diabetes, gagal ginjal) mulai mendapatkan terapi non farmakologi dengan cara
perbaikan gaya hidup (menurunkan bobot badan, mengurangi asupan garam dan
alcohol, menghentikan merokok). Jika terapi tunggal non Farmakologi tidak
mencapai target tekanan darah yang diharapkan, maka ditambahkan terapi obat.
Hipertensi tahap 1 (tekanan darah > 140/90 mmHg): pasien usia < 60 tahun
direkomendasikan obat golongan ARB atau ACE-I jika diperlukan tambahkan
CCB atau thiazide untuk mencapai target tekanan darah < 140/90 mmHg.
Pasien usia > 60 tahun direkomendasikan terapi obat golongan CCB atau
thiazide jika diperlukan tambahkan ACEI atau ARB untuk mencapai target
tekanan darah < 150/90 mmHg.
Hipertensi tahap 2 (tekanan darah > 160/100 mmHg): semua pasien diberikan
kombinasi 2 obat golongan CCB atau thiazide plus ACEI atau ARB.
Kasus khusus:
1. Hipertensi dengan diabetes: obat pilihan golongan ACEI atau ARB jika
diperlukan tambahkan CCB atau thiazide untuk mencapai target terapi
140/90 mmHg.
2. Hipertensi dengan gagal ginjal kronik: obat pilihan golongan ARB atau
ACEI (ACEI terbukti memiliki efek protektif terhadap ginjal) jika
diperlukan tambahkan CCB atau thiazide untuk mencapai target terapi
140/90 mmHg.
3. Hipertensi dengan riwayat stroke: obat pilihan golongan ACEI atau ARB
jika diperlukan tambahkan CCB atau thiazide untuk mencapai target terapi
140/90 mmHg.
4. Hipertensi dengan gagal jantung: obat pilihan golongan ARB atau ACEI
plus beta blocker, diuretic, spironolakton tanpa mempertimbangkan
tekanan darah. Golongan CCB dapat ditambahkan jika diperlukan untuk
mengontrol tekanan darah. (Bell et al., 2015)
b. Golongan obat farmakologi untuk hipertensi
JNC 8 merekomendasikan 4 golongan obat sebagai terapi pilihan pertama yaitu
diuretic, angiontensin converting enzyme inhibitor (ACE-I), angiotensin reseptor
blocker (ARB) dan calcium channel blocker (CCB).
ARB bekerja dengan cara memblok aktivitas kimia alami yang disebabkan
angiotensin II. Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat (menyebabkan
pembuluh darah kontriksi (menyempit). Penyempitan ini bisa menyebabkan
tekanan darah tinggi dan sedikit aliran darah yang melalui ginjal.
Diuretic loop
Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Bekerja di tubulus renalis rektus
untuk menghambat reabsorpsi Na+, sekresi K+ dan sekresi H+
Beta blocker
Memperlambat kerja jantung melalui pengurangan kontraksi otot-otot jantung dan
menurunkan tekanan darah.
9. Daftar pustaka
Bell, K. et al. (2015) ‘Hypertension: The silent killer: updated JNC-8 guideline
recommendations’, Alabama Pharmacy Association, pp. 1–8.
Houston, M. C. (2011) ‘The importance of potassium in managing hypertension’, Current
hypertension reports. Springer, 13(4), pp. 309–317.
Wells, B. G. et al. (2014) Pharmacotherapy Handbook, 9/E. McGraw Hill Professional.
Zhang, X. et al. (2016) ‘Effects of magnesium supplementation on blood pressure: a meta-
analysis of randomized double-blind placebo-controlled trials’, Hypertension. Am Heart
Assoc, p. HYPERTENSIONAHA-116.