Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

“ Ulkus Diabetik ”

PEMBIMBING:

dr. Willy Yulianto, Sp. B

PENULIS:

Angelika 030 . 09 . 020

Rayi V. Poetri 030 . 09 . 196

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

RSUD DR. Soesilo Kab. Tegal

Periode 2 Juni 2014 – 9 Agustus

1914

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

i
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul:

“ Ulkus Diabetik ”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSUD DR. Soesilo Kab.Tegal periode 2 Juni – 9 Agustus 2014

Disusun oleh:

Angelika 030.09.019

Rayi V. Poetri 030 . 09. 186

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Willy Yulianto, Sp. B selaku dokter pembimbing

Slawi, Juli 2014

Mengetahui

dr. Willy Yulianto, Sp. B


( pembimbing kepaniteraan SMF Bedah )

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan
anugerahNya sehingga tugas referat kepaniteraan klinik Ilmu Bedah yang berjudul “ Ulkus
Diabetik ” dapat diselesaikan pada waktunya. Referat ini disusun untuk melengkapi tugas dalam
kepaniteraaan Klinik Ilmu Bedah Periode 2 Juni – 9 Agustus 2014 di RSUD DR. Soesilo Kab.
Tegal.
Pertama – tama penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing :
dr. Willy Yulianto, Sp. B
atas bimbingan beliau semua yang begitu besar kepada penulis selama ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf bagian Bedah RSUD DR. Soesilo Kab. Tegal.
, atas bantuannya selama ini untuk penulis memperdalam ilmu bedah, sehingga memudahkan
penulis untuk menyusun sebuah referat. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan co – assistant, serta semua pihak yang telah membantu proses pembuatan referat ini.
Penulis berharap referat ini dapat memberikan informasi tentang Ulkus Diabetik secara
lengkap. Penulis menyadari bahwa penulisan refrat ini masih jauh dari sempurna karena
pengetahuan dan pengalaman penulis masih terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan referat ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap referat ini dapat bermanfaat
bagi yang membacanya.

Slawi, 4 Juli 2014


DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.........................................................................................................................i

Kata Pengantar................................................................................................................................ii

Daftar Isi.........................................................................................................................................iii

Daftar Gambar.............................................................................................................................iv

Bab I – Pendahuluan.......................................................................................................................1

Bab II - Tinjauan Pustaka / Pembahasan...................................................................................2

Ulkus Diabetik
 Definisi.....................................................................................................................2
 Epidemiologi............................................................................................................2
 Etiologi dan Faktor Resiko.....................................................................................3
 Patofisiologi.............................................................................................................3
 Biomekanik Ulkus Diabetik....................................................................................6
 Diagnosis Klinis......................................................................................................9
 Riwayat...................................................................................................................9
 Pemeriksaan Fisik.................................................................................................10
 Pemeriksaan Laboratorium....................................................................................13
 Permeriksaan Radiologis.......................................................................................13
 Klasifikasi Patologi................................................................................................15
 Penatalaksanaan.....................................................................................................16
 Prognosis................................................................................................................21
 Pencegahan............................................................................................................22

Bab III – Penutup........................................................................................................................23

Daftar Pustaka...............................................................................................................................24

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Pengaruh hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan...........................3

Gambar 2 : Biomekanik gait..........................................................................................................7


Gambar 3 : Variasi gaya eksterna dan interna yang bekerja pada kaki..........................................8

Gambar 4 : Pembentukan Callus.....................................................................................................9

Gambar 5 : Pengukuran ABI.........................................................................................................11

Gambar 6 : Pemeriksaan dengan monofilament...........................................................................12

Tabel 1 : Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit.............................................................................15

Tabel 2 : Klasifikasi Ulkus Sistem Texas.................................................................................15

Gambar 7 : Ulkus pada tumit.........................................................................................................17


BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan kelainan yang bersifat kronis yang ditandai oleh gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak sebagai akibat dari sejumlah faktor dengan
defisiensi Insulin absolute atau relative dan gangguan fungsi insulin. Keadaan ini mempunyai 2
gambaran karakteristik yaitu konsentrasi gula darah yang meninggi dan pola kerusakan atau
komplikasi yang tersebar luar pada setiap jaringan tubuh. 1,2,3

Salah satu komplikasi dari DM adalah Kaki Diabetik, yaitu berupa gabungan dari
gangguan vascular dan non vascular. Diantara kelainan non vascular yaitu berupa infeksi yang
dapat meluas hingga mengenai sebagian besar anggota gerak, yang memerlukan tindakan
amputasi sehingga mengakibat penderitaan cacat seumur hidup.4,5,6 Mengenai hubungan kejadian
infeksi pada penderita DM, beberapa peneliti telah membuktikan bahwa pada penderita DM
lebih mudah terkena infeksi, hal ini terutama disebabkan karena menurunnya aktifitas
bakterisidal intraseluler dari sel – sel PMN.7,8 insiden tindakan amputasi pada penderita DM
cukup tinggi yaitu berkisar antara 40 -80 % dari seluruh tindakan amputasi.9,10,11

Kejadian infeksi pada umumnya diawali dari adanya ulkus yang merupakan tempat
masuknya kuman baik yang berasal dari kulit sekitar atau kuman yang berasal dari tempat lain
hingga timbul infeksi dan selanjutnya dapat terjadi selulitis, osteomyelitis dan hingga infeksi
meluas pada seluruh tungkai.12,13,14,15

Adapun kuman penyebab infeksi telahdilaporkan oleh beberapa peneliti tidak hanya
terdiri dari satu jenis koloni kuman, melainkan terdapat beberapa jenis kuman aerob maupun
anaerob. GOLD STAIN (1896) melaporkan penelitian terhadap 24 penderita ulkus DM
didaptkan kuman Staphylococcus aureus 76%, Streptococcus 10%, sisanya terdiri dari kuman
Enterobacter dan kuman anaerob.16

1
BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
yang ditandai oleh hiperglikemia dan glukosuria akibat defek pada :17
1. kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di
jaringan perifer (otot dan lemak)
2. sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. atau keduanya

Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI ( Perkumpulan Endokrinologi Indonesia )


adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM menurut American Diabetes Association
(ADA) 1997, sbg berikut :18, 19
1. Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
disebabkan oleh destruksi sel β pulau Langerhans akibat proses autoimun.
2. Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus) disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin.
3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya.
4. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus).

Diagnosis
Cara yang umum dipakai untuk mendiagnosis penyakit diabetes didasarkan pada berbagai tes
kimiawi terhadap urin dan darah :
1) Glukosa urin
2) Kadar glukosa darah puasa
3) Uji toleransi glukosa
4) Pernapasan aseton

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) :18
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
plasma vena < 110 110 – 199 200
darah kapiler < 90 90 - 199 200
Kadar glukosa darah puasa
plasma vena < 110 110 – 125 126
darah kapiler < 90 90 - 109 110

Dari anamnesis didapatkan :17

1. Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang


tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
pada pria, pruritus vulva pada wanita.

Komplikasi
Komplikasi diabetes terjadi akibat gangguan metabolik akut (hipoglikemia atau hiperglikemia)
atau pada tahap lanjut, akibat kerusakan mikrovaskular dan makrovaskular, dimana risikonya
tergantung pada kontrol terhadap kadar glukosa dan faktor risiko vaskular konvensional.20

Komplikasi Mikrovaskular pada Diabetes


Penyakit pembuluh darah kecil merupakan tanda utama diabetes mellitus dan membutuhkan
waktu 10 tahun atau lebih untuk dapat terjadi.
a. Penyakit mata (retinopati)
b. Nefropati diabetik
c. Neuropati diabetik
Komplikasi Makrovaskular pada Diabetes

Ulkus diabetika
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian
jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer.

Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis, yang terjadi
pada pasien dengan diabetes melitus yang mengalami perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi
yang berhubungan dengan abnormalitas neurologis, penyakit vaskular perifer dengan derajat
bervariasi, dan atau komplikasi metabolik dari diabetes, biasanya terjadi di extremitas bawah
(telapak kaki).21, 22

Masalah khusus pada pasien diabetik adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan tungkai
bawah.Ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan abnormal sekunder karena neuropati
diabetik. Penyakit vaskular dengan penurunan suplai darah berperan dalam pembentukan lesi ini,
dan infeksi um um terjadi, sering oleh banyak organisme.24
Pasien diabetes mellitus dengan kelainan makrovaskular dapat memberikan gambaran kelainan
pada tungkai bawah, baik berupa ulkus maupun gangren diabetik. Pada pasien tersebut bila
dilakukan perabaan arteri mungkin akan teraba denyut yang berkurang sampai menghilang.
Perabaan arteri perlu dilakukan pada setiap pasien diabetes mellitus, paling sedikit pada arteri
dorsalis pedis, tibialis posterior, dan popliteal.24

EPIDEMIOLOGI
Menurut The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, diperkirakan 16
juta orang Amerika Serikat diketahui menderita diabetes, dan jutaan diantaranya beresiko untuk
menderita diabetes. Dari keseluruhan penderita diabetes, 15% menderita ulkus di kaki, dan 12-
14% dari yang menderita ulkus di kaki memerlukan amputasi.23,24,25,26
Separo lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari komplikasi ulkus diabetes, dan disertai
dengan tingginya angka mortalitas, reamputasi dan amputasi kaki kontralateral. Bahkan setelah
hasil perawatan penyembuhan luka bagus, angka kekambuhan diperkirakan sekitar 66%, dan
resiko amputasi meningkat sampai 12%. 20,27

Komunitas Latin di Amerika (Hispanik), Afro Amerika dan Native Amerika mempunyai angka
prevalensi diabetes tertinggi didunia, dimungkinkan berkembangnya ulkus diabetes.23,28

Menurut Medicare, prevalensi diabetes sekitar 10% dan 90% diantaranya adalah penderita
diabetes tipe II. Neuropati diabetik cenderung terjadi sekitar 10 tahun setelah menderita diabetes,
sehingga kelainan kaki diabetik dan ulkus diabetes dapat terjadi setelah waktu itu.23

ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO


Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes meliputi neuropati diabetik, penyakit arteri
perifer, tekanan dan deformitas kaki (trauma pada kaki). 21, 22, 23, 25
Faktor risiko ulkus diabetika adalah lama DM ≥ 10 tahun, kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl, kadar
HDL ≤ 45 mg/dl, ketidakpatuhan diet DM, kurangnya latihan fisik, perawatan kaki tidak teratur
dan penggunaan alas kaki tidak tepat dengan memberikan sumbangan terhadap ulkus diabetika
sebesar 99,9 %.18

PATOFISIOLOGI
Neuropati Perifer
Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan merupakan akibat
penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi endotel, defisiensi mioinositol-
perubahan sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas kronis,
menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose.23

Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama sehingga menyebabkan kelainan
vaskuler dan metabolik. Peningkatan kadar sorbitol intraseluler, menyebabkan saraf
membengkak dan terganggu fungsinya. Penurunan kadar insulin sejalan dengan perubahan kadar
peptida neurotropik, perubahan metabolisme lemak, stres oksidatif, perubahan kadar bahan
vasoaktif seperti nitrit oxide mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar glukosa yang
tidak teregulasi meningkatkan kadar advanced glycosylated end product (AGE) yang terlihat
pada molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit pada ekstremitas
superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi antara pembengkakan saraf
yang disebabkan berbagai mekanisme dan penyempitan kompartemen karena glikosilasi kolagen
menyebabkan double crush syndrome dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik,
sensorik dan autonomik.29

Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik merupakan akibat langsung dari
kelainan pada sistem persarafan motorik, sensorik dan autonomik. Hilangnya fungsi sudomotor
pada neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan hiperkeratosis. Kulit yang terbuka akan
mengakibatkan masuknya bakteri dan menimbulkan infeksi. Berkurangnya sensibilitas kulit pada
penonjolan tulang dan sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada kaki.28

Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan pembukaan arteriovenous (AV)
shunt. Neuropati motorik paling sering mempengaruhi otot intrinsik kaki sebagai akibat dari
tekanan saraf plantaris medialis dan lateralis pada masing-masing lubangnya (tunnel).29

Penyakit Arterial
Penderita diabetes, seperti orang tanpa diabetes, kemungkinan akan menderita penyakit
atherosklerosis pada arteri besar dan sedang, misalnya pada aortailiaca, dan femoropoplitea.
Alasan dugaan bentuk penyakit arteri ini pada penderita diabetes adalah hasil beberapa macam
kelainan metabolik, meliputi kadar Low Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density
Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar faktor von Willbrand plasma, inhibisi sintesis
prostasiklin, peningkatan kadar fibrinogen plasma, dan peningkatan adhesifitas platelet. Secara
keseluruhan, penderita diabetes mempunyai kemungkinan besar menderita atherosklerosis,
terjadi penebalan membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar dan proliferasi endotel.24, 30

Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul berawal pada kekakuan
mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan aggregasi eritrosit, Karena sel darah
merah bentuknya harus lentur ketika melewati kapiler, kekakuan pada membran sel darah merah
dapat menyebabkan hambatan aliran dan kerusakan pada endotelial. Glikosilasi non enzimatik
protein spectrin membran sel darah merah bertanggungjawab pada kekakuan dan peningkatan
aggregasi yang telah terjadi. Akibat yang terjadi dari dua hal tersebut adalah peningkatan
viskositas darah. Mekanisme glikosilasi hampir sama seperti yang terlihat dengan hemoglobin
dan berbanding lurus dengan kadar glukosa darah.28

Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan viskositas memacu meningkatkan


kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga akan meningkatkan transudasi melalui kapiler
dan selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah. Iskemia perifer yang terjadi lebih lanjut
disebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terglikolasi terhadap molekul oksigen. Efek
merugikan oleh hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan sangatlah signifikan
(Gambar 1).24
Deformitas kaki
Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan kerusakan arkus longitudinal
medius, dimana akan menimbulkan gait biomekanik. Perubahan pada calcaneal pitch
menyebabkan regangan ligamen pada metatarsal, cuneiform, navicular dan tulang kecil lainnya
dimana akan menambah panjang lengkung pada kaki. Perubahan degeneratif ini nantinya akan
merubah cara berjalan (gait), mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban, dimana
menyebabkan kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangren dan kehilangan tungkai merupakan
hasil yang sering didapatkan jika proses tersebut tidak dihentikan pada stadium awal.23
Tekanan
Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa sistem organ termasuk sendi dan
tendon. Hal biasanya tejadi pada tendon achiles dimana advanced glycosylated end prodruct
(AGEs) berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga menyebabkan hilangnya
elastisitas dan bahkan pemendekan tendon. Akibat ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak
kaki, dengan kata lain arkus dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan lama karena
adanya gangguan berjalan (gait).29

Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan fraktur,
kelainan struktur kaki, misalnya hammertoes, callus, kelainan metatarsal, atau kaki Charcot;
tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan lunak. Tidak terasanya
panas dan dingin, tekanan sepatu yang salah, kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat
menyebabkan pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah aliran darah yang buruk
meningkatkan resiko kehilangan anggota gerak pada penderita diabetes.23, 26

BIOMEKANIK ULKUS DIABETES


Berjalan terdiri atas urutan peristiwa biomekanik yang komplek termasuk didalamnya
pergerakan triplantar kaki dan pergelangan kaki (Gambar 2). Variasi gaya eksterna dan interna
dapat mempengaruhi fungsi kaki (Gambar 3 dan 4).
Gambar 2 menuniukkan biomekanik dari gait. Pergerakan normal kaki dan pergelangan
merupakan hasil kombinasi fungsi otot, tendon, ligamen, dan tulang. Gait terbagi menjadi 4
segmen. Segmen pertama adalah benturan tumit, pada saat calcaneus menyentuh tanah dan otot,
tendon, serta ligamen berelaksasi, menjadikan tempat penyerapan energi yang optimal. Segmen
kedua adalah kaki bagian tengah, pada saat kaki mendatar dan dapat beradaptasi dengan tanah
yang tidak rata, mepertahankan keseimbangan dan menyerap goncangan saat menapak.
Calcaneus tepat dibawah pergelangan kaki, menjaga kaki depan dan belakang tetap segaris untuk
penopangan beban. Segmen ketiga adalah pengangkatan tumit, pada saat calcaneus diangkat,
mengalami pronasi, otot, tendon dan ligamen mengencang dan kaki mencapai lengkungannya
kembali. Segmen ketiga ini langsung diikuti segmen ke empat yaitu jari kaki bergerak
mendorong.
Gambar 3 menunjukkan gaya yang bekerja pada kaki. Gaya gesekan dan kompresi dihasilkan
oleh dorongan ke bawah beban tubuh dan gaya reaksi tanah. Gesekan dan tekanan menyatu
sebagai gaya menggunting selama berjalan dinamis dimana tulang-tulang kaki meluncur
melewati satu sama lain sejajar pada bidang sentuhannya selama pronasi dan supinasi. Atrofi otot
intrinsik kaki mengakibatkan ketidakseimbangan gaya yang berkerja pada struktur tulang. Hal ini
akan menyebabkan deformitas jari kaki, penonjolan kaput metatarsal, deformitas equinus, posisi
varus pada kaki belakang, dan ketidaksejajaran bagian proksimal.
Gambar 4 menunjukkan akibat pembentukan callus. Penyebaran gaya tahan beban yang tidak
adekuat atau adanya deformitas kaki dapat menyebabkan pergerakan abnormal, yang
menghasilkan tekanan berlebihan dan berakibat kerusakan jaringan ikat dan otot.

DIAGNOSIS KLINIS
Penanganan ulkus diabetes terdiri dari penentuan dan perbaikan penyakit dasar penyebab ulkus,
perawatan luka yang baik, dan pencegahan kekambuhan ulkus. Penyebab ulkus diabetes dapat
ditentukan secara tepat melalui anamnesa riwayat dan pemeriksaan fisik yang cermat.31

RIWAYAT
Gejala neuropati perifer meliputi hipesthesia, hiperesthesia, paresthesia, disesthesia, radicular
pain dan anhidrosis. sebagian besar orang yang menderita penyakit atherosklerosis pada
ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), Penderita yang menunjukkan gejala
didapatkan claudicatio, nyeri iskemik saat istirahat, luka yang tidak sembuh dan nyeri kaki yang
jelas. Kram, kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kaki sering dirasakan oleh penderita
diabetes karena kecenderungannya menderita oklusi aterosklerosis tibioperoneal.24, 27

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3 bagian yaitu:24
 Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
 Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler
 Penilaian kemungkinan neuropati perifer
Mengingat diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik, oleh karena itu pemeriksaan fisik
secara menyeluruh pada pasien sangat penting untuk dilakukan.

Pemeriksaan Ekstremitas24
 Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang menjadi
tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang
menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus karena pada
daerah ini sering mendapatkan trauma.
 Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik:
 Callus hipertropik
 Kuku yang rapuh/pecah
 Hammer toes
 Fissure

Isufisiensi arteri perifer


Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya nadi perifer dibawah level
tertentu. Penemuan lain yang berhubungan dengan penyakit aterosklerosis meliputi adanya bunyi
bising (bruit) pada arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut pada kaki, sianosis
jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada saat kaki diangkat setinggi
jantung selama 1-2 menit. Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen
transkutan, ankle-brachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan pemeriksaan
noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan
dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi
Doppler (Gambar 5). Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi
kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada
calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI
didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis.19, 25, 28

Neuropati Perifer
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi, hilangnya reflek tendon
dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi otot, dan pemembentukan calus hipertropik khususnya
pada daerah penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis dapat diperiksa dengan
menggunakan monofilament Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah penderita masih
memiliki "sensasi protektif', Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika penderita tidak
dapat merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan tekanan yang cukup
sampai monofilamen bengkok (Gambar 6).

Alat pemeriksaan lain adalah garputala 127C, dimana dapat digunakan untuk rnengetahui sensasi
getar penderita dengan memeriksanya pada pergelangan kaki dan sendi metatarsophalangeal
pertama. Pada neuropati metabolik terdapat gradien intensitas dan paling parah pada daerah
distal. Jadi pada pasien yang tidak dapat merasakan getaran pada pergelangan ketika garputala
dipindahkan dari ibu jari kaki ke pergelangan menunjukkan gardien intensitas karena neuropati
metabolik. Pada umumnya, seseorang tidak dapat merasakan getaran garputala pada jari tangan
lebih dari 10 detik setelah pasien tidak dapat merasakan getaran pada ibu jari kaki. Beberapa
penderita dengan sensasi normal hanya menunjukkan perbedaan antara sensasi pada jari kaki
dengan tangan pemeriksa kurang dari 3 detik.23, 26, 29, 32

PEMERIKSAAN LABORATORIUM24
 Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau infeksi lainnya
pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial
yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
 Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan kreatinin serum
membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal
 Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording (PVR), atau
plethymosgrafi.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
 Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan sendi
Charcot serta adanya ostomielitis.
 Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI): meskipun
pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT
scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses apabila pada
pemeriksaan fisik tidak jelas.
 Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif dan
false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai
penanda (marker) untuk osteomielitis.
 Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler atau endovaskuler,
arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna penyakit atherosklerosis.
Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada angiografi konvensional berhubungan
dengan suntikan dan agen kontras.
 Teknik : secara khusus, kateter dimasukan secara retrograde melalui tusukan pada
femur, kontras disuntikkan melalui aorta infrarenal. Gambar diambil sejalan
dengan kontras ke bawah pada kedua kaki.
 Komplikasi berkaitan dengan tusukan: resiko dapat berupa perdarahan,
terbentuknya pseudoaneurisma, dan pembekuan atau hilangnya lapisan intima
arteri. Saat ini metode terbaru dengan suntikan secara perkutan dapat mengurangi
komplikasi yang terjadi.
 Resiko berkaitan dengan kontras: bahan kontras angiografi merupakan bahan
nefrotoksik. Resiko terjadinya gagal ginjal akut tinggi pada pasien dengan
insufisiensi renal dan pada penderita diabetes. Pada pasien dengan faktor resiko
tersebut 29% kemungkinan dapat terjadi kegagalan ginjal akut. Oleh karena itu,
pemeriksaan kreatinin serum dilakukan sebelum dilakukan angiografi.
 Untuk mencegah kemungkinan lactic asidosis, penderita diabetes yang
mengkonsumsi Metformin (Glucophage) tidak boleh minum obat tersebut
menjelang dilakukan angiografi dengan kontras. Pasien dapat kembali
mengkonsumsi obat tersebut setelah fungsi ginjal normal kembali dalam 1-2 hari
setelah terpapar kontras.

 Alternatif selain angiografi konvensional


 Magnetic Resonance Angiography (MRA): MRA merupakan alternatif yang dapat
digunakan pada penderita resiko tinggi atau penderita yang alergi bahan kontras.
Kontras yang digunakan adalah Gadolinum chelates, berpotensi menimbulkan 3
efek samping pada penderita dengan insufisiensi renal: acute renal injury,
pseudohipokalemia, dan fibrosis nefrogenic sistemik.

 Multidetector Computed Tomographic Angiography (MDCT) menghindari


penusukan arteri. Dengan menggunakan injeksi kontras intravenous, CT scan
multidetektor (16 atau 64 channel) dapat meningkatkan resolusi gambar
angiografi dan dengan kecepatan relatif tinggi. Penggunaan kontras pada MDCT
mempunyai resiko yang sama.

 Carbondioxide Angiography merupakan salah satu alternatif pada penderita dengan


insufisiensi renal, tetapi tidak secara luas dapat digunakan dan masih membutuhkan
bahan kontras iodium sebagai tambahan gas karbondioksida untuk mendapatkan gambar
yang baik.
 Plain radiografi tidak digunakan untuk pemeriksaan rutin pada penyakit arteri
perifer oklusif. Hal ini disebabkan kalsifikasi arteri yang terlihat pada plain
radiografi bukan merupakan indikator spesifik penyakit aterosklerosis. Kalsifikasi
pada lapisan media arteri bukan merupakan diagnosis aterosklerosis, bahkan juga
kalsifikasi pada lapisan intima yang merupakan diagnosis aterosklerosis, tidak
akan menyebabkan stenosis hemodinamik yang signifikan.

KLASIFIKASI PATOLOGI
Penilaian dan klasifikasi ulkus diabetes sangat penting untuk membantu perencanaan terapi dari
berbagai pendekatan dan membantu memprediksi hasil. Beberapa sistem klasifikasi ulkus telah
dibuat yang didasarkan pada beberapa parameter yaitu luasnya infeksi, neuropati, iskemia,
kedalaman atau luasnya luka, dan lokasi. Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan pada
ulkus diabetes adalah Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit yang didasarkan pada kedalaman
luka dan terdiri dari 6 grade luka (Tabel 1). 23, 24, 34

University of Texas membagi ulkus berdasarkan dalamnya ulkus dan membaginya lagi
berdasarkan adanya infeksi atau iskemi. Adapun sistem Texas ini meliputi : 34
TABEL 2
Setiap tingkatan dibagi menjadi 4 stadium, meliputi:
 A : luka bersih
 B : luka iskemik
 C : luka terinfeksi non iskemik
 D : luka terinfeksi dan iskemik

Klasifikasi SAD (Size, Sepsis, Arteriopathy, Depth and Denervation) mengelompokkan ulkus ke
dalam 4 skala berdasarkan 5 bentukan ulkus (ukuran, kedalaman, sepsis, arteriopati, dan
denervasi). The International Working Group on the Diabetic Foot telah mengusulkan
Klasifikasi PEDIS dimana membagi luka berdasarkan 5 ciri berdasarkan: Perfusion, Extent,
Depth, Infection dan Sensation.34

Berdasarkan Guideline The Infectious Disease of America, mengelompokkan kaki diabetik yang
terinfeksi dalam beberapa kategori, yaitu:34
 Mild : terbatas hanya pada kulit dan jaringan subkutan
 Moderate : lebih luas atau sampai jaringan yang lebih dalam
 Severe :disertai gejala infeksi sistemik atau ketidakstabilan metabolic

PENATALAKSANAAN ULKUS DIABETES


Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetes adalah penutupan luka. Penatalaksanaan
ulkus diabetes secara garis besar ditentukan oleh derajat keparahan ulkus, vaskularisasi dan
adanya infeksi.24 Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 halyaitu debridement, offloading
dan kontrol infeksi.34
Perawatan umum dan diabetes
Regulasi glukosa darah perlu dilakukan, meskipun belum ada bukti adanya hubungan langsung
antara regulasi glukosa darah dengan penyembuhan luka. Hal itu disebabkan fungsi leukosit
terganggu pada pasien dengan hiperglikemia kronik. Perawatan meliputi beberapa faktor
sistemik yang berkiatan yaitu hipertensi, hiperlipidemia, penyakit jantung koroner, obesitas, dan
insufisiensi ginjal.33, 35
Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka. Debridement
adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan
mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan
pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka.20, 23, 30, 33
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik, enzimatik, kimia,
mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia hanya membuang jaringan nekrosis
(debridement selektif), sedangkan metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan
hidup (debridement non selektif).27, 37

Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus diabetes dan metode yang paling
efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat jaringan nekrosis atau terinfeksi. Pada kasus
dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan
untuk memungkinkan kontrol infeksi dan penutupan luka selanjutnya.39

Debridement enzimatis menggunakan agen topikal yang akan merusak jaringan nekrotik dengan
enzim proteolitik seperti papain, colagenase, fibrinolisin-Dnase, papain-urea, streptokinase,
streptodornase dan tripsin. Agen topikal diberikan pada luka sehari sekali, kemudian dibungkus
dengan balutan tertutup. Penggunaan agen topikal tersebut tidak memberikan keuntungan
tambahan dibanding dengan perawatan terapi standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas
dan secara umum diindikasikan untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan pada luka
dengan perfusi arteri terbatas.39

Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan nekrotik pada dasar luka. Teknik
debridement mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa basah-kering (wet-to-dry saline
gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka dan dibiarkan sampai mengering,
debris nekrotik menempel pada kasa dan secara mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika
kasa dilepaskan.39

Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu komponen penanganan
ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi.
Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan
Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC dibuat dari
gips yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus.
Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan bermanfaat untuk
mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan luka. Meskipun sukar dan
lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada luka dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-
100%. Kerugian TCC antara lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat
menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.39

Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan Cam Walker, removable cast
walker, sehingga memungkinkan untuk inspeksi luka setiap hari, penggantian balutan, dan
deteksi infeksi dini.

Penanganan Infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan infeksi pada luka. Karena
angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus diabetes, maka diperlukan pendekatan sistemik
untuk penilaian yang lengkap. Diagnosis infeksi terutama berdasarkan keadaan klinis seperti
eritema, edema, nyeri, lunak, hangat dan keluarnya nanah dari luka.34
Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The Infectious Diseases Society of
America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu: 34
 Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm
 Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
 Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.

Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 34


 Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai tulang atau sendi.
 Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau sendi, serta adanya
infeksi sistemik.

Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetes masih sedikit,
sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi antibiotik harus didasarkan
pada hasil kuftur bakteri dan kemampuan toksistas antibiotika tersebut.34

Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb threatening) biasanya disebabkan oleh
staphylokokus dan streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan
pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin atau
clindamycin.23, 27, 34

Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti staphylokokus,
streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas, enterokokus dan bakteri anaerob misalnya
bacteriodes, peptokokus, peptostreptokokus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit,
dengan pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik dan
anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, B-
lactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilin-tazobactam), dan cephalosporin
spektrum luas.24, 27
Pembedahan24
 Debridement
Debridement dilakukan untuk membuang jaringan mati dan terinfeksi dari ulkus, callus
hipertropik. Pada debridement juga ditentukan kedalaman dan adanya tulang atau sendi
yang terinfeksi.
 Pembedahan Revisional
Pembedahan revisional dilakukan pada tulang untuk memindahkan titik beban. Tindakan
tersebut meliputi reseksi metatarsal atau ostektomi
 Pembedahan Vaskuler
Indikasi pembedahan vaskuler apabila ditemukan adanya gejala dari kelainan pembuluh
darah, yaitu nyeri hebat, luka yang tidak sembuh, adanya gangren.
 Autologous skin graft merupakan ukuran standar penutupan luka partial thickness.
 Skin allograft memungkinkan penutupan luka yang luas dan dalam dimana dasar luka
tidak mencukupi untuk dilakukannya autologus skin graft
 Jaringan pengganti kulit
 Dermagraft
 Apligraft
 Penutupan dengan flap

Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk memastikan
penanganan ulkus diabetes yang optimal. Pendapat mengenai lingkungan sekitar luka yang
bersih dan lembab telah diterima luas. Keuntungan pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi
jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor
pertumbuhan dengan sel target. Pendapat yang menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat
meningkatkan kejadian infeksi tidak pernah ditemukan.37, 38

Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka serta didesain untuk
mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu debridement (enzim), dan mempercepat
penyembuhan luka.
Balutan basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan luka. Selain itu dapat
digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dimana akan meningkatkan penyembuhan
luka, PDGF telah menunjukan dapat menstimulasi kemotaksis dan mitogenesis neutrofil,
fibroblast dan monosit pada proses penyembuhan luka.Penggunaan pengganti kulit/dermis dapat
bertindak sebagai balutan biologis, dimana memungkinkan penyaluran faktor pertumbuhan dan
komponen matrik esktraseluler. Recombinant Human Platelet Derived Growth Factors
(rhPDGF-BB) (beclpermin) adalah satu-satunya faktor pertumbuhan yang disetujui oleh US
Food and Drug Administration (FDA). Living skin equivalen (LSE) merupakan pengganti kulit
biologis yang disetujui FDA untuk penggunaan pada ulkus diabetes.39

Terapi Tekanan Negatif dan Terapi Oksigen Hiperbarik


Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan diabetic ulkus karena dapat
mengurangi edema, membuang produk bakteri dan mendekatkan tepi luka sehingga
mempercepat penutupan luka. Terapi oksigen hiperbarik juga dapat dilakukan, hal itu dibuktikan
dengan berkurangnya angka amputasi pada pasien dengan ulkus diabetes.39

PROGNOSIS
Pada penderita diabetes, 1 diantara 19 penderita akan menderita ulkus pada kaki dan 1 diantara
100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun. Oleh karena itu, diabetes merupakan
faktor penyebab utama amputasi non trauma ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Amputasi
kontralateral akan dilakukan pada 50 % penderita ini selama rentang 5 tahun ke depan.20

Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan resiko terbesar terjadinya
ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit mikrovaskuler dan regulasi glukosa darah yang buruk.
Pada penderita diabetes dengan neuropati, meskipun hasil penyembuhan ulkus tersebut baik,
angka kekambuhanrrya 66% dan angka amputasi meningkat menjadi 12%.24

PENCEGAHAN26,38
 Pengawasan dan perawatan penyakit diabetes dapat mencegah ulkus diabetes.
Regulasi kadar gula darah dapat mencegah neuropati perifer atau mencegah keadaan
yang lebih buruk.
 Penderita diabetes harus memeriksa kakinya setiap hari, menjaga tetap bersih dengan
sabun dan air serta menjaga kelembaban kaki dengan pelembab topikal.
 Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah adanya gesekan atau
tekanan pada kaki.

BAB III
PENUTUP

Ulkus diabetes merupakan salah safu komplikasi penyakit diabetes yang menjadi salah satu
masalah yang sering timbul pada penderita diabetes. Ulkus diabetes menjadi masalah dibidang
sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.

Neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer, deforrnitas struktur kaki menjadi faktor utama
penyebab ulkus diabetes. Faktor lain turut berperan timbulnya ulkus diabetes meliputi trauma,
kelainan biomekanik, keterbatasan gerak sendi, dan peningkatan resiko infeksi.

Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan penelusuran riwayat dengan baik, pemeriksaan
fisik untuk neuropati perifer dan insufisiensi vaskuler serta beberapa modalitas pemeriksaan
tambahan lainnya. Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus menjadi bagian yang penting dalam
penanganan ulkus diabetes, yaitu dalam penentuan rencana terapi yang tepat serta
pengamatannya. Selama ini ada beberapa sistem klasifikasi yang telah dikenalkan. Klasifikasi
ulkus didasarkan pada ukuran dan kedalam ulkus, adanya hubungan dengan tulang, jumlah
jaringan granulasi dan fibrosis, keadaan sekitar luka dan adanya infeksi.

Perawatan ulkus diabetes pada dasarnya terdiri dari 3 komponen utama yaitu debridement,
offloading dan penanganan infeksi. Penggunaan balutan yang efektif dan tepat membantu
penanganan ulkus diabetes yang optimal. Keadaan sekitar luka harus dijaga kebersihan dan
kelembabannya.

Penegakan diagnosis dini dan penanganan tepat ulkus diabetes merupakan hal yang penting
untuk mencegah amputasi anggota gerak bawah dan menjaga kualitas hidup penderita.

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

1. Medalie J.H. Risk factors other than hyper gykemia in Diabetic macrovaskular disease.
Diabetes care. 1979,2.2:77- 84
2. Alberti K.G.M.M dan Hockaday T.R.D. Diabetes mellitus in D.J. Weat Herall, Oxfrt
Textbook of medicine, Oxford University Press. London. 1983. Pp 18-9, 20.
3. Multinational study of Vascular disease in Diabetics. Prevalence of small vesse and large
vessel disease in diabetic patient from 14 centers. Diabetologia, 1985, 27: 616 – 640.
4. Lebovitz H.E. Physician’s guide to non insulin dependent ( type II ) diabetes. Diagnosis
and treatment 2nd ed. American Diabetes Associaation. 1998, inc 2- 19.
5. Levin M. E. and O’Neal L.W. Medical evaluation and t reatment in M.E. Levin, L.W.
O’Neal (eds ) The diabetic foot. C.V. Mos by Co. Saint Lois. 1997, pp 1-41
6. Djokomoeljanto R. Tinjauan umum tentang Kaki Diabetes. Dalam Kaki Diabetes
Patogenesis dan Penatalaksanaan. Badan Penerbit UNDIP Semarang. 1997
7. Coopan R. Infection an dDiabetis, in Joslin Diabetea Mellitus, Marble A et al, (Eds), 12
th ed, Lea & Febriger, Philadelphia. 1985, 737 – 47.
8. Riyanto Budi. Antibiotik dan profil kuman penderita Kaki Diabetik. Dalam Kaki
Diabetik, Patogenesis dan Penatalaksanaan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang. 1997
9. Larson M. and Anderson G.B.J. Partial amputation of thr foot for diabetic or
atherosclerotic gangrene. J. bone joint surg. 1978, 60 – B: 125-129.
10. Ger R. Prevention of major amputation in the diabetic patient. Arch. Surg 1985, 119 :
1307-1309
11. Heyder Faik. Pola amputasi tungkai di RSUO. Dr. Kariadi Semarang ( 1992-1996)
bagian/ SMF Ilmu Bedah FK UNDIP / RSUP Dr. kariadi Semarang.
12. Heyder Faik. Kajian faktor resiko terhadap integritas vascular pada kejadian dan
perluasan gangrene penderita Non Insulin Dependent DiabetsMelitus. ( Disertasi
memperoleh gelar Doktor ). Universitas Gajahmada Yogyakarta. 1992.
13. David J. Tibbs. Venous disorder, vascular malformations, and chronic ulceration in the
lower limb diabetic neuropathi ulceration. Oxford Textbook of Surgery. Oxford
University Press. 1994, 1: 595 – 596.
14. George W. Cherry, D. pil, Janice Cameron R.G.N. Terence J. Ryan, DM. Blueprint for
treatment of Leg Ulcers and the Prevention of Recurrence. Departemen of Dermatology,
The Chruchill Hopsital, Oxford. 1992.
15. Michael S. pinzur, MD. Ronald Sage, D.P.M malik Abraham, D.P.M Helen Osteman
R.N limb Salvage in Infected Lower Extremity Gangrene. By the American Orthopedic
oot and Ankle society. Inc. 1998, 202 – 282.
16. Goldstein EJC, Citron DM, Nesbit CA. Diabetc foot for infections. Diabetic care. 1996,
19: 638.
17. Aziz Rani, dkk. 2006. Diabetes Melitus dalam Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Hal. 8 Guyton Arthur C, Hall John E., 1997.
18. Alwi Shahab. 2009. Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus (disarikan dari
Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia : Perkeni 2006)

19. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setiowulan. 2001. Metabolik Endokrin dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga
Jilid 1. Jakarta. Penerbit Media Aesculapius FKUI. Hal. 580
20. Waspaji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo A dkk, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid III edisi IV. Jakarta: FKUI press, 2007;1911.
21. Alexiadou K, Doupis J. Management of Diabetic Foot Ulcers. Diabetes Ther. 2012:3;4
22. Clayton W, Elasy TA. A Review of the Pathophysiology, Classification, and Treatment
of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Clinical Daibetes.2009;27:2:52-8.
23. Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am Fam Physician,
Vol 66, Number 9. 1902. p 1755-62
24. Stillman, RM. Diabetic Ulcers. Cited Jun 2008. Available at : URL http
://www.emedicine.com
25. American Medical Association. Lower Extremity Amputation Episodes Among person
with Diabetes-New Mexico,2000. JAMA. 2003 ;289 ;12: 1602-1603.
26. Amstrong DG, Lavery LA. Diabetic Foot Ulcer : Prevention, Diagnosis and
Classification. Am Fam Physician. 2008.
27. Jones R. Exploring The Complex Care of The Diabetic Foot Ulcer. JAAPA. 2007.
28. Mathes. Plastic Surgery. Trunk and Lower Extremity Vol 6, Second Edition. P 1543 –
1550
29. H.Thorne, Charles . Grab's and Smith Plastic Surgery. 6th Edition. p 704-706.
30. Beckman JA, Creager MA, Libby P. Diabetes and Atherosclerosis: Epidemiology,
Pathophysiology, and Management. JAMA' 2002; 277 ;18 :2570-2581.
31. Sumpio BE. Foot Ulcers. NEJM 2000;343:787-93.
32. Singh N, Amstrong DG, Lipsky BA. Preventing Foot Ulcers in Patients with Diabetes. J
Am Med Ass 2005;293,207-27.
33. Boulton JM, Kirsner RS, Vileykite L. Neuropathic Diabetic Foot Ulcers. NEJM
2004;341:48-55.
34. Doupis J, Veves A. Classification, Diagnosis, and Treatment of Diabetic Foot Ulcers.
Wound. May 2008; 20:117-125
35. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM; Fischer JE, Galloway AC, editors.
Principles of Surgery. 7th ed. New York: Mc Graw Hill; 1999.p.930-1004.

36. Kruse I, Edelman S. Evaluation dan Treatmen of Diabetic Foot Ulcer. Clinical Diabetes
Vol23, Number 2, 2006. p 91-93.
37. Bloomgarden ZT.The Diabetic Foot. Diabetes care. 2008;3l:372-376.
38. Parmet S, Glass TJ, Glass RM. Diabetic Foot Ulcers. JAMA' 2005;283(2):250.
39. Hariani L, Perdanakusuma D. Perawatan Ulkus Diabetes. [ disertasi ] Peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah Plastik Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga / RSUD Dr. Soetomo Surabaya.2006.

Anda mungkin juga menyukai