Laporan Ankilostomiasis
Laporan Ankilostomiasis
TROPICAL MEDICINE
Disusun Oleh :
Kelompok 9
2013
INFO 1
An. Cici usia 9 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan diare bercampur lendir
dan darah, keluhan ini dirasakan sejak 3 bulan yang lalu dan kambuh-kambuhan. BAB ± 3
kali sehari, konsistensi lembek, kurang lebih 3 sendok makan setiap BABnya. Karena
keluhan tersebut, anak ajdi sering tidak masuk sekolah. Menurut ibunya, ada beberapa teman
sepermainan An.Cici yang mengalami hal serupa. An. Cici dan teman-temannya tersebut
sering bermain dikebun belakang rumah tanpa menggunakan alas kaki dan jarang mencuci
tangan menggunakan sabun sebelum makan dan setelah BAB.
INFO 2
Anamnesis lanjutan didapatkan An. Cici sering terlihat lesu, tidak bergairah, dan
kurang konsentrasi belajar. Keluhan ini dirasakan sejak 6 bulan ini dan semakin berat
sehingga prestasi belajarnya menurun. An. Cici terlihat pucat dn tubuhnya lebih kecil
dibandingkan dengan anak lain seusianya, nafsu makannya menurun karena perutnya sering
terasa tidak nyaman. Menurut ibunya, sekitar 11 bulan yang lalu aAn, cici juga sering batuk
yang kambuh-kambuhan dan tidak sembuh dengan meminum obat batuk yang dibeli
diwarung. Ia juga sering mengeluhkan kakinya terasa gatal setiap habis bermain dikebun
tanpa alas kaki sejak 1 tahun yang lalu. An. Cici tidak pernah mengeluhkan demam, tidak ada
keringat dimalam haru, anusnya tidak seperti bunga kol, perutnya tidak membuncit dan tidak
pernah keluar cacing saat BAB.
Karena keterbatasa ekonomi, An.cici belum pernah dibawa untuk periksa dokter sebelumnya.
Anggota keluarga lain yang memiliki keluhan serupa ada yaitu sepupunya yang sering
bermain bersama dengannya dikebun belakang rumah An. Cici.
An. Cici tinggal didaerah perkampungan yang padat penduduk dan masyarakatnya belum
banyak yang memiliki jamban sehingga terbiasa BAB di kebun, halaman rumah, di sawah
atau sungai. Rumah keluarga An. Cici masih berlantaikan tanah dan tidak memiliki jamban
sendiri. Status ekonomi keluarganya yang kurang menyebabkan keluarganya kurang
memperhatikan kebersihan lingkungannya, kesehatan dan gizi keluarga.
INFO 3
Pemeriksaan Fisik
KU/kesadaran : tampak pucat dan kurus / compos mentis
Vital sign : TD 110/70
RR 24X/menit
N : 92x/menit
S : 36,7 C
BB : 23 kg
TB : 135 cm
Mata : CA (+/+), SI (-/-)
Mulut : bibir pucat (+), sianosis (-)
KGB : tidak teraba
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : BU (+) N, supel, NT (+) disekitar umbilikus
Ekstremitas : tampak UKK makula, papula hiperemis di tungkai kanan dan kiri, kuku tangan
dan kaki tampak pucat, akral dingin(-)
A. Klarifikasi Istilah
1. Diare
Diare adalah keluarnya feses dengan konsistensi lembek atau cair sebanyak tiga kali atau
lebih dalam sehari, atau lebih sering daripada frekuensi yang biasanya (WHO, 2013).
2. Batuk
Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabangan
trakheobronkhial (Asih & Christantie, 2003). Refleks batuk sangat penting untuk
menjaga jalan nafas tetap tebuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi
lendir yang menumpuk pada jalan napas (Djojodibroto, 2009).
B. Batasan Masalah
Identitas pasien :
Nama : Cici
Usia : 9 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : diare lendir disertai darah
Onset : 3 bulan
Kualitas : konsistensi lembek
Kuantitas : 3 kali sehari, 3 sendok makan
Progresifitas : kambuh-kambuhan
Gejala penyerta : -
Riwayat Penyakit Dahulu :-
Riwayat Penyakit Keluarga: -
Riwayat Sosial Ekonomi : sering bermain bersama teman dibelakang rumah tanpa
menggunakan alas kaki dan jarang mencuci tangan menggunakan sabun sebelum
makan dan setelah BAB.
C. Identifikasi Masalah
1. Etiologi diare berdarah dan diare tidak berdarah
2. Mekanisme terjadinya diare lendir dan darah
3. Mekanisme batuk
4. DD beserta alasan diagnosis
D. Analisis Masalah
1. Etiologi diare
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.
2. Mekanisme terjadinya diare lendir dan darah
n. laryngeus superior
n. vagus
medulla oblongata
DRG 1
Inspirasi
Ekspirasi
Glotis terbuka
Batuk
4. DD
a. Ankilostomiasis
Alasan diagnosis :
Dari anamnesis pada Info 1 dan Info 2, perjalanan penyakit sesuai
dengan perjalanan penyakit Ankilostomiasis. Kebiasaan sejak 1 tahun yang
lalu ketika An. Cici bermain di kebun tangoa alas kaki menjadi faktor
predisposisi dari larva stadium infektif cacing tambang (larva filariform) yang
akan menembus kulit, penetrasi dari larva akan menyebabkan rasa gatal.
Dalam beberapa jam, reaksi alergi terhadap cacing tambang atau produknya
akan menyebabkan pruritus, rash, papula eritematosus yang dapat menjadi
vesikel. Reaksi ini disebut sebagai “Ground Itch”. Larva infektif tersebut akan
menembus jaringan yang lebih dalam masuk ke aliran darah melewati jantung
dan ke paru, ketika keluar dari kapiler paru dan menuju alveoli paru, larva
dapat menyebabkan reaksi batuk. Ketika batuk, larva dapat tertelan dan masuk
ke dalam usus halus. Larva menjadi cacing dewasa dan melekatkan diri pada
mukosa usus halus dengan kapsul temporer kemudian berubah menjadi kapsul
permanen. Kemudian menghisap darah dari jaringan, tetapi lebih banyak darah
yang hilang akibat perdarahan di tempat perlekatan. Dan pada tempat
perlekatan sering mengakibatkan terbentuknya ulkus sehingga menyebabkan
rasa nyeri perut dan rasa terbakar. Gejala klinis yang sering terjadi bergantung
pada derajat infeksi, gangguan GIT yang biasanya muncul adalah anoreksia,
mual, muntah, nyeri di daerah sekitar usus halus, penurunan berat badan, dan
diare dengan feses yang bervariasi warnanya dari hitam sampai merah
bergantung pada banyaknya darah yang hilang (Rampengan, 2007).
b. Ascariasis
Definisi
Askariasis atau infeksi cacing gelang adalah penyakit ik yang disebabkan oleh
Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbanyak yang
disebabkan oleh parasit.
Penyebab
Ascaris lumbricoides.
Gambaran klinis
Infeksi cacing gelang di usus besar gejalanya tidak jelas. Pada infeksi
masif dapat terjadi gangguan saluran cerna yang serius antara lain obstruksi
total saluran cerna. Cacing gelang dapat bermigrasi ke organ tubuh lainnya
misalnya saluran empedu dan menyumbat lumen sehingga berakibat fatal.
Telur cacing menetas di usus menjadi larva yang kemudian menembus
dinding usus, masuk ke aliran darah lalu ke paru dan menimbulkan gejala
seperti batuk,bersin, demam, eosinofilia, dan pneumonitis askaris. Larva
menjadi cacing dewasa di usus dalam waktu 2 bulan.
Cacing dewasa di usus akan menyebabkan gejala khas saluran cerna
seperti tidak napsu makan, mual dan muntah
Bila cacing masuk ke salura n maka dapat menyebabkan obstruksi .
Bila menembus dapat menyebabkan infeksi berat, terutama pada anak dapat
terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Sering kali
infeksi ini baru diketahui setelahcacing keluar spontan bersama tinja atau
dimuntahkan.
Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat terjadi
obstruksi usus (ileus), yang merupakan kedaruratan dan penderita perlu
dirujuk ke rumah sakit.
Diagnosis
Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan Ascaris dewasa atau telur
Ascaris pada pemeriksaan tinja.
c. Trichuriasis
Trichuriasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh T. trichiura
(cacing cambuk) yang hidup di usus besar manusia khususnya caecum yang
penularannya melalui tanah. Cacing ini tersebar di seluruh dunia,
prevalensinya paling tinggi berada di daerah panas dan lembab seperti di
negara tropis dan juga di daerah-daerah dengan sanitasi yang buruk, cacing
ini jarang dijumpai di daerah yang gersang, sangat panas atau sangat dingin.
Cacing ini merupakan penyebab infeksi cacing kedua terbanyak pada
manusia di daerah tropis (; Beaver dkk, 1984; Markell dkk, 1999).
Siklus hidup cacing ini langsung dan menjadi dewasa pada satu inang.
Cacing dewasa masuk ke mukosa caecum dan colon proximal manusia dan
dapat hidup di saluran pencernaan selama bertahun-tahun. Cacing betina
diperkirakan memproduksi lebih dari 1000 telur perhari. Telur yang keluar
melalui tinja menjadi infektif dalam waktu 10-14 hari (lebih kurang tiga
minggu) di tanah yang hangat dan lembab. Manusia mendapat infeksi karena
menelan telur infektif dari tanah yang mengkontaminasi tangan, makanan,
dan sayuran segar. Selanjutnya larva cacing tumbuh dan berkembang
menjadi dewasa dalam waktu 1-3 bulan setelah infeksi. Telur ditemukan
dalam tinja setelah 70-90 hari sejak terinfeksi (Beaver dkk, 1984; Strikland,
G.T. dkk, 2000).
Infeksi ringan pada manusia biasanya tanpa gejala. Kelainan patologi
disebabkan oleh cacing dewasa. Bila jumlah cacing cukup banyak dapat
menyebabkan colitis dan apendisitis akibat blokade lumen appendics. Infeksi
yang berat menyebabkan nyeri perut, tenesmus, diare berisi darah dan lendir
(disentri), anemia, prolapsus rektum, dan hipoproteinemia. Pada anak, cacing
ini dapat menyebabkan jari tabuh (clubbing fingers) akibat anemia dan
gangguan pertumbuhan (Tanaka dkk, 1980; Beaver dkk, 1984; Strikland,
G.T. dkk, 2000).
INFO 4
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin :
Hb : 8 g/dl
Eritrosit : 4,2 juta/mm3
HJL : eosinofil 10, basofil 0, batang 3, segmen 60, limfosit 20, monosit 7
Trombosit : 252.000/mm3
Ht : 26%
Leukosit : 15.400/mm3
INFO 5
Hasil pemeriksaan tinja ditemukan gambaran sebagai berikut :
INFO 6
Dari pemeriksaan tinja juga ditemukan cacing dengan gambaran kepala seperti di bawah ini :
E. Menentukan Sasaran Belajar
1. Interpretasi pemeriksaan laboratorium
2. Metode pemeriksaan telur dan larva
3. Epidemiologi STH
4. Etiologi STH
5. Cara penularan STH
6. Faktor resiko STH
7. Pencegahan STH
8. Penegakan diagnosis STH
9. Patomekanisme STH
10. Penatalaksanaan STH
11. Prognosis STH
Interpretasi lab
Hb: rendah ---- normal Hb anak 10-16 g/dl
Eritrosit : normal
HJL :
Eosinofil tinggi ---- normal 1-4
Basofil normal
Batang normal
Segmen normal
Limfosit normal
Monosit normal
Trombosit : normal
Ht: normal
Leukosit tinggi ---- normal 4.000-12.000/mm3
Pemeriksaan Larva :
Mencari larva dapat dilakukan ketika larva infeksif melakukan penetrasi di kulit.
Dari ujung ruam yang menjalar diambil dengan jarum untuk mendapatkan larva
cacing tambang tersebut (Siregar, 2005).
7. Penatalaksanaan STH
Non medikamentosa
a. Putuskan rantai daur hidup cacing
b. Defekasi di jamban yang layak
c. Jaga kebersihan dan cukup air di jamban serta kamar mandi
d. Cuci tangan secara teratur
e. Penyuluhan kepada masa tentang sanitasi lingkungan yang baik dan cara
menghindari infeksi cacing
f. Menghindari daerah kumuh di perkotaan
g. Hindari defekasi di kebun, sungai, ladang
h. Hindari penggunaan tinja yang mengandung telur hidup untuk pupuk sayuran
i. Pakai alas kaki ketika mengolah tanah untuk pertanian, perkebunan,
pertambangan
j. Biasakan cuci tangan sebelum dan sesudah makan, pegang makanan, sebelum
dan sesudah BAB (gunakan sabun dan bersihkan bagian kuku yang kotor)
k. Biasakan gunting kuku teratur setiap minggu
l. Jangan menghisap kuku/jempol
m. Jangan biasakan anak bermain di tanah
n. Jangan makan makanan yang tidak tertutup atau telah dipegang oleh banyak
orang
o. Periksakan diri secara rutin ke puskesma pada daerah endemik
p. Cuci sayuran hingga bersih sebelum dimasak/makan
Medikamentosa
a. Albendazol (400mg dosis tunggal)
b. Mebendazol (500mg dosis tunggal/ 2x100mg 3hari berturut-turut
c. Levimisole
d. Pirantel pamoat
e. Sulfas ferosus 2x100mg
8. Prognosis STH
Dengan pengobatan yang adekuat walaupun sudah terjadi komplikasi, prognosis
baik (Gandahusada, 2006).
INFO 7
Diagnosis :
- Infeksi cacing tambang
- Anemia
Penatalaksanaan :
- Albendazole 400 mg dosis tunggal
- Thiabendazole topikal
- Ferro sulfat 1x100 mg/hari selama 1-2 bulan
Edukasi :
1. Pendidikan kesehatan, sehingga ibu bisa mengerti bagaimana penyakit ini bisa terjadi
dan melarang anaknya bermain/berjalan pada tanah yang tercemar.
2. Membuat jamban yang sehat dan penggunaan yang baik.
3. Menggunakan alas kaki.
4. Menggunting kuku.
5. Mencuci tangan sebelum makan.
6. Makan jangan di lantai.
7. Tanah dapat dibersihkan dari larva dengan pemberian garam dapur.
8. Diet tinggi protein dan kaya zat besi.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Niluh Gede Yasmin, Christantie Effendy. 2003. Keperawatan Medikal Bedah : Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : EGC.
Baratawidjaja, Karnen Garna., Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar Edisi Ke-9. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI.
Gandahusada, S., Herry D.I, Wita Pribadi, 2006, Parasitologi Kedokteran, Cetakan ke-VI,
FKUI, Jakarta.
Pohan, Herdiman T. 2009. Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah dalam Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta : Interna Publishing.
Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.