Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

2.1 Depkripsi Teoritis

2.1.1 Remaja

a. Pengertian Remaja

Remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan

masa dewasa. Masa ini biasanya diawali pada usia 14 tahun pada

laki-laki dan 10 tahun pada perempuan (satumed, 2003). Pada

masa ini remaja mengalami banyak perubahan diantaranya

perubahan fisik, menyangkut intelektual, perubahan

bersosialisasi, dan perubahan kematangan kepribadian termasuk

emosi. Pada perubahan organ produksi remaja laki-laki kepriaan

ditandai dengan terjadinya mimpi basah, ereksi, orgasme, dan

ejakulasi. Pada perempuan diawali dengan datangnya menstruasi

yang pertama kali yang biasanya disebut menarche, umumnya

terjadi antara usia 10-16 tahun, sedangkan perubahan fisiknya

antara lain : bentuk tubuh mulai tampak jelas lekuk-lekuknya,

kulit menjadi lebih halus, payudara membesar, suara menjadi

lebih nyaring, juga munculnya bulu-bulu halus di beberapa bagian

tubuh. Masyarakat Indonesia mendefinisi remaja denga batasan

usia yaitu 10-24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan

karena usia 10 tahun merupakan usia dimana remaja putri

mengalami perubahan dalam bentuk tubuhnya, tetapi perubahan


yang terjadi bisa berbeda-beda pada setiap remaja putri (Pardede,

2002)

Masa remaja periode yang paling rawan dalam

perkembangan hidup seorang manusia setelah ia mampu bertahan

hidup (suevive) dimana secara fisik ia akan mengalami perubahan

fisik yang spesifik dn secara psikologik akan mulai mencari

idntitas diri. Dalam proses pencarian indentitas diri ini, remaja

masih harus dihadapkan pada kondisi lingkungan yang juga

membutuhkan penyesuaian kejiwaan. Masa remaja merupakan

suatu transisi dari masa kanak-kanak kemasa dewasa. Pada masa

ini terjadi berbagai macam perubahan dan perkembangan yang

cepat baik fisik maupun psikososial. (Kurniawan,

2002).Perubahan fisik karena pertumbuhan yang terjadi akan

mempengaruhi status kesehatan dan gizinya. Ketidak seimbangan

antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan

masalah gizi pada remaja akan berdampak negative pada tingkat

kesehatan masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar,

resiko melahirkan bayi dengan BBLR, penurunan kesegaran

jasmani. (Permaisih, 2000)

b. Karakteristik Remaja

Siswa atau anak sekolah mempunyai karakteristik mulai

mencoba atau mengembangkan kemandirian dan menentukan

batasan-batasan atau norma. Disinilah variasi individu mulai lebih

mudah dikenali seperti pada perrtumbuhan dan perkembangan,


pola aktivitas, kebutuhan zat gizi,perkembangan kepribadian,

serta asupan makannya. Laju pertumbuhan anak wanita dan pria

hampir sama cepatnya pada usia 9 tahun. Selanjutnya , antara 10-

12 tahun, pertumbuhan anak perempuan mengalami percepatan

lebih dahulu karena tubuhnya memerlukan persiapan menjelang

usia reproduksi, sementara pria baru menyusul dua tahun

kemudian.Puncak pertambahan berat dan tinggi badan wanita

tercapai pada usia masing-masing 12,9 dan 12,1 tahun, Sementara

pria pada 14,3 dan 14,1 tahun (Arisman, 2004)

c. Pola Makan Masa Remaja

Pangan adalah salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan

tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan

zat-zat gizi . kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang

lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan

energi dan zat gizi tergantung pada berbagai factor seperti umur,

gender, berat badan, iklim dan aktivitas fisik.(Almatsier, 2004),

Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga

bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan,

distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara

perorangan, hal ini bergantung pula pada pendapatan, agama, adat

kebiasaan dan pendidikan masyarakat bersangkutan (Almatsier,

2003),

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan

jumlah pangan yang di makan (dikonsumasi ) oleh seseorang atau


kelompok orang pada waktu tertentu, sehingga penilaian

konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis

makanan yang dikonsumsi (Hardiansyah dan Briawan 1994,

dalam Wiwit wahyunningsih 2010) Meningkatkan jumlah dan

mutu konsumsi makanan memerlukan peningkatan pengetahuan

masyarakat tentang makanan bergizi, perubahan sikap serta

perubahan perilaku sehari-hari dalam menentukan, memilih dan

mengkonsumsi makanannya. Kebutuhan gizi adalah sejumlah zat

gizi minimum yang harus dipenuhi dari konsumsi pangan

(hardiansyah & Martianto 1992, dalam Wiwit wahyu Ningsih

2010).

Menurut djiteng (1989), semakin banyak jenis bahan

pangan yang dipakai menyusun makanan semakin baik pula

kualitas konsumsi makanan. Pola makan merupakan factor yang

berhubungan langsung dengan status gizi, keadaan ini disebabkan

pola makan yang baik akan mempengaruhi status gizi anak

sekolah, Anak yang pola makannya kurang akan mengakibatkan

terhambatnya pertumbuhan tubuh itu dikarenakan kurangnya

makanan yang masuk kedalam tubuh anak yang mengakibatkan

anak rawan terkena penyakit

Pola makan atau yang disebut dengan kebiasaan makan

(food habit) adalah tingkah laku manusia/kelompok manusia

dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi akan

sikap, kepercayaan atau pemilihan makanan. Sikap orang


terhadap makanan dapat bersifat positif atau negative. Sikap

positif atau negative terhadap makanan bersumber pada nilai-

nilai” afektive” yang berasal dari lingkungan (alam, budaya,

sosial, ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu

tumbuh. Demikian juga halnya dengan kepercayaan (Belief)

terhadap makanan, hanya saja wilayah kejiwaannya adalah nilai-

nilai “ cognitive “ yang berkaitan dengan kualitas baikatau buruk,

menarik atau tidak menarik dan pemilihan adalah proses “

Psychomotor” untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan

kepercayaan (Khumaidi, 1994)

Menurut Supariasa (2001), prinsip metode food recall 24

jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan

yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Responden

disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama

24 jam yang lalu (kemarin). Keam yaitu 1) Mudah

melaksanakannya dan tidak terlalu membebani responden; 2)

Biaya relative murah karena tidak memerlukan peralatan khusus

dan tempat yang luas untuk wawancara; 3) Cepat sehingga dapat

mencakup banyak responden; 4) Dapat memberikan gambaran

nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat

dihitung intake zat gizi sehari. Selain itu, metode ini juga

mempunyai kekurangan seperti, 1) tidak dapat menggambarkan

asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan food recall satu

hari;2) Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat responden


Metode food recall adalah metode penelitian konsumsi

pangan, dimana pewawancara menayakan apa yang telah

dikonsumsi oleh responden . wawancara dilakukan berdasarkan

sesuatu daftar pertanyaan atau kuissioner yang telah dipersiapkan

terlebih dahulu. Ditanyakan dengan lengkap apa yang telah

dikonsumsi ketika pagi, siang, malam dan selingan atau makanan

kecil diluar waktu makan. Tanggal dan waktu makan serta porsi

setiap makanan dicatat dengan teliti. Hasil pencatatan wawancara

kemudian diolah, dikembalikan kepada bentuk bahan mentah dan

dihitung zat-zat gizinya berdasarkan daftar komposisi bahan

makanan (DKBM) yang berlaku. Jumlah masing-masing zat gizi

dijumlahkan dan dihitung rata-rata konsumsi setiap hari

(Sediaoetama, 2002)

Siswa SMP digolongkan dalam anak remaja. Pola makan

anak remaja serupa dengan pola makan orang dewasa. Selera

makan yang begitu besar selama masa remaja harus dipenuhi

dengan makanan yang baik dan bergizi baik dan seimbang. Diet

yang terdiri atas beraneka ragam jenis makanan akan memastikan

kecukupan gizi anak remaja.Anak remaja yang tumbuh baik

dalam lingkungan rumahnya sendiri memilih makanannya dengan

bijaksana. Selanjutnya dia akan mempunyai kebiasaan makan

yang baik (Djaeni, 1996).

d. Kebutuhan Energi , Protein dan Fe bagi Remaja


Kebutuhan energi seseorang adalah konsumsi energi yang

berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi

pengeluaran energi seseorang bila seseorang mempunyai ukuran

dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan

kesehatan jangka panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan

aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi

(Almatsier, 2002).

Kebutuhan anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan.

Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktifitas fisik sehingga

membutuhkanenergi lebih banyak. Sedangkan aktifitas

perempuan biasanya sudah mulai haid sehingga memerlukan

protein dan zat besi lebih banyak. (RSCM, 2002).

Tabel 2.1 Angka Kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan


(perorang perhari)
Golongan Energi/
Berat Badan Tinggi Badan
Umur Kkalori

Pria
10-12 thn 30 135 2000
13-15 thn 45 150 2400
16-19 thn 56 160 2500

Wanita
10-12 thn 35 140 1900
13-15 thn 46 153 2100
16-19 thn 50 154 2000

2.1.2 Status Gizi

a. Pengertian
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi atau keadaan keseimbangan

antara asupan zat gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk

berbagai keperluan proses biologis. Status gizi dibedakan antara

status gizi kurus, normal dan obesitas atau lebih. Makanan sehari-

hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi

yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya bila

makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami

kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat gizi esensial adalah

zat gizi yang harus didatangkan dari makana (Almatsier, 2004)

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam

bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam

bentuk variabel tertentu. Contoh : gondok endemik merupakan

keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium

dalam tubuh.(supariasa, 2001)

Berdasarkan analisis HL Bloom (1978) menunjukan bahwa

status kesehatan termasuk status gizi dipengaruhi oleh factor

lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan factor keturunan.

Factor lingkungan antara fisik, biologis dan sosial memegang

peranan yang terbesar dalam menentukan status kesehatan dan

gizi, selanjutnya factor yang berpengaruh adalah faktor perilaku

yang berkaitan denagn pengetahuan dan pendidikan yang

menentukan perilaku sehat atau tidak sehat. Factor keturunan


mempunyai pengaruh yang lebih kecil dibandinhkan dengan

factor lingkungan , perilaku dan pelayanan kesehatan.

Status gizi adalah keadaan sebagai akibat makanan dan

penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2001) penilaian status gizi

secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu :

Antropometri, klinis, biokimia,dan biofisik (Supariasa et al.

2002). Pengukuran antropometri terdiri dari dua demensi yaitu

pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh ( pengukuran

komponen lemak dan komponen bukan lemak)menurut Nasoetion

dan Riyadi (1996 dalam Iffah fadillah 2010) indicator

antropometri yang dipakai dilapangan adalah berat badan untuk

mengetahui massa tubuh dan panjang atau tinggi badan untuk

dimensi berat linear dan indicator tersebut sangat tergantung pada

umur.

Antropometri sangat penting pada masa remaja karena

antropometri dapat memonitor dan mengevaluasi perubahan

pertumbuhan dan kematangan yang dipengaruhi factor hormonal.

Pengukuran paling reliable untuk ras spesifik dan popular untuk

menentukan status gizi pada masa remaja saat ini adalah Indeks

Massa Tubuh (IMT). Indikator ini telah divalidasi sebagai

indicator yang telah direkomendasikan untuk orang dewasa

(Riyadi 2003). IMT merupakan indeks berat badan seseorang

dalam hubungannya dengan tinggi badan, yang ditentukan dengan


membagi berat badan dalam satuan kilogram dengan kuadrat

tinggi badan dalam satuan meter ( Supariasa. 2002)

b. Penilaian status gizi

Penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada

periode kehidupan lain. Penilaian status gizi dilakukan dengan

dua cara, penilaian dengan cara pengukuran antropometri yang

merupakan penilaian status gizi secara langsung dengan penilaian

BB/TB dan penilaian status gizi secara tidak langsung melalui

survey konsumsi makanan yaitu food recall.

Cara penilaian status gizi yang paling umum dan sering

dilakukan adalah dengan menggunakan antropometri. Secara

umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia ditinjau dari

sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dari berbagai tingkat

tubuh (Supariasa dkk,2002).

Keunggulan pengukuran antropometri adalah alat yang

mudah digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang

dengan mudah, pengukuran tidak hanya dapat dilakukan oleh

tenaga ahli tapi juga dapat dilakukan oleh tenaga lain asalkan

terlatih. Biaya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan karena

mempunyai ambang batas dan baku rujukan yang pasti dan secara

ilmiah diakui kebenarannya. Sedangkan kelemahan dari

pengukuran antropometri adalah tidak sensitive, faktor diluar gizi


(penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi) dapat

menurunkan sensitifitas dan sensifitas pengukuran antropometri,

kesalahan yang terjadi pada waktu pengukuran dapat

mempengaruhi presisi akurasi dan validitas pengukuran

antropometri gizi. Kesalahan terjadi biasanya karena pengukuran,

perubahan hasil pengukuran, analisa dan asumsi yang keliru.

Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan latihan petugas

yang tidak cukup, kesalahan alat yang tidak ditera dan kesulitan

pengukuran (Supariasa dkk,2001).

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi

badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan

searah dengan pertumbuhan berat badan dengan kecepatan

tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk

menilai status gizi saat ini ( Supariasa dkk, 2001).

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap

perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang

penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya

jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal,

dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara

konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan

berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam

keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat


badan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari

keadaan normal (Supariasa dkk, 2001).

Tinggi badan merupakan antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan

normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang

sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek.

Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak

dalam waktu yang relatif lama (Supariasa dkk, 2001).

Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa

(18 tahun Keatas) merupakan masalah penting, karena selain

mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat

mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan

keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah

satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal

atau normal

Tabel 2.2 Ambang Batas IMT untuk Indonesia (Supariasa, 2002)

Kategori IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat 17,0-
ringan 18,5
Normal >18,5-
25,0
>25,0-
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

2.1.3 Status Anemia


a. Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah

merah atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin

normal umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk

pria, anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar hemaoglobin

kurang dari 13,5 gram/100ml dan pada wanita sebagai

hemoglobin kurang dari 12,0 gram/100ml. Definisi ini mungkin

sedikit berbeda pada sumber dan referensi laboratorium yang

digunakan.(Atikah Proverawati,2011)

Anemia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika jumlah sel

darah merah (eritrosit) dan atau jumlah hemoglobin yang

ditemukan dalam sel-sel darah merah menurun dibawah normal.

Sel darah merah dan hemoglobin yang terkandung didalamnya

diperlukan untuk transportasi dan pengiriman oksigen dari paru-

paru keseluruh tubuh.Anemia dapat ringan,sedang atau berat

tergantung pada sejauh mana menghitung RBC atau tingkat

hemoglobin yang menurun. Ini adalah kondisi yang cukup umum,

mempengaruhi baik pria maupun wanitadari segala usia, ras dan

kelompok etnis.namun orang-orang tertentu berada pada

peningkatan resiko berkembangnya anemia. .(Atikah

Proverawati,2011).

b. Penyebab Anemia
Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang

berperan dalam pembentukan hemoglobin, karena kekurangan

konsumsi atau karena gangguan absorpsi. Zat gizi yang

bersngkutan adalah besi, protein, piridoksin (Vitamin B6) yang

berperan sebagai katalisator dalam sintesis hem di dalam molekul

hemoglobin, vitamin c yang mempengaruhi absorpsi dan

pelepasan besi dari transferin kedalam jaringan tubuh, dan

vitamin E yang mempengaruhi stabilitas membrane sel darah

merah. Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di

Indonesia. Sebagian besar anemia gizi ini adalah anemia gizi besi.

Penyebab anemia gizi besi terutama karena makanan yang

dimakan kurang mengandung besi, terutama dalam bentuk besi

hem. Disamping itu pada wanita karena kehilangan darah karena

haid dan persalinan ( Almatsier 2003).

c. Klasifikasi Anemia

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah

merah yaitu anemia makrostik, mikrositik dan normositik serta

berdasarkan kandungan hemoglobin didalamnya yaitu anemia

hipokromik dan normokromik. Pada anemia makrostik, ukuran sel

darah merah dan jumlah hemoglobin yang terkandung bertambah.

Sebaliknya pada anemia mikrositik, ukuran sel darah merah

mengecil. Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak

mengalami perubahan (Normal). Adapun anemia hipokromik

terjadi karena kandungan hemoglobin dalam tiap sel darah merah


berkurang, sehingga warna sel darah merah menjadi pucat.

Sementara pada anemia normokromik, kandungan hemoglobin

normal (Stopler, 2004)

Anemia defisiensi besi beresiko terjadi pada remaja,

khususnya remaja putri karena pada periode ini terjadi

peningkatan kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan, kehilangan

darah selama berlangsungnya menstruasi serta kebiasaan makan

yang kurang baik (Ernst et.al 1998). Husaini (1989) memberikan

penjelasan terjadinya keadaan anemia gizi besi yang terjadi di

Indonesia yang disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak

langsung. Penyebab tidak langsung berupa ketersediaan zat besi

dalam makanan yang rendah, praktek pemberian makanan yang

kurang baik, dan rendahnya keadaan sosial ekonomi dapat

menimbulkan pentebab langsung berupa junlah zat besi dalam

makanan yang kurang. Komposisi makanan yang kurang beragam

serta keberadaan zat yang menghambat absorpsi besi merupakan

penyebab tidak langsung yang mengakibatkan prnyebab langsung

berupa zat besi yang rendah, penyebab tidak langsung berupa

pertumbuhan fisik dan kondisi fisiologis wanita, yaitu hamil dan

menyusui mengakibatkan peningkatan kebutuhan zat besi yang

menjadi penyebab langsung keadaan kurang besi. Penyebab tidak

langsung yaitu perdarahan kronis, infeksi parasit dan pelayanan

kesehatan yang kurang menjadi penyebab langsung kehilangan

darah dan mengakibatkan keadaan kurang besi.


Defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum

terdapat, baik dinegara maju maupun dinegara sedang

berkembang. Defisiensi besi terutama menyerang golongan

rentan, seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta

pekerja berpenghasilan rendah. Secara klasik defisiensi besi

dikaitkan dengan anemia gizi besi. Namun sejak 25 tahun terakhir

banyak bukti menunjukkan bahwa defisiensi besi berpengaruh

luas terhadap kualitas sumber daya manusia, yaitu terhadap

kemampuan belajar dan produktifitas kerja.Kehilangan besi dapat

terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau

gangguan absorpsi besi. Disamping itu kekurangan besi dapat

terjadi karena perdarahan akibat cacing atau luka, dan akibat

penyakit-penyakit yang mengganggu absorpsi, seperti penyakit

gastro intestinal.

Kekurangan besi terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama

terjadi bila simpanan besi berkurang yang terlihat dari penurunan

feritin dalam plasma hingga 12ug/L. Hal ini dikompensasi dengan

peningkatan absorpsi besi total yang terlihat dari peningkatan

kemampuan mengikat besi ( Total-iron Binding Capacity/TIBC).

Pada saat ini belum terlihat perubahan fungsional pada tubuh.

Tahap kedua terlihat dengan hbisnya simpanan besi, menurunnya

jenuh transferin hingga kurang dari 16% pada orang dewasa dan

meningkatnya protoporfirin, yaitu bentuk pendahulu (precursor)

hem. Pada tahap ini nilai hemoglobin didalam darah masih


berada pada 95% nilai normal. Hal ini dapat mengganggu

metabolisme energy, sehingga menyebabkan menurunnya

kemampuan belajar. Pada tahap ketiga terjadi anemia gizi besi,

dimana kadar hemoglobin total turun dibawah nilai normal.

Anemia gizi besi berat ditandai oleh sel darah merah yang kecil

(mikrositosis) Kekurangan besi pada umumnya menyebabkan

pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya

kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, menurunnya

kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Disamping itu

kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Pada anak-anak

kekuran gan besi menimbulkan apatis, mudah tersinggung,

menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan belajar. (

Almatsier, 2003)

Zat besi merupakan unsur runut terpenting bagi manusia dan

paling banyak terdapat didalam tubuh manusia. Besi juga

berperan dalam membantu otak untuk memproses nutrisi-nutrisi

yang dibutuhkan untuk aktivitas otak serta membantu proses

neurotrasmiter. Hampir seratus jenis neurotrasmiter untuk sekian

banyak fungsi otak. Kekurangan salah satu kimiawi penghubung

antarsel otak ini berakibat fungsi otak terganggu. Setiap bagian

fungsi otak diperankan oleh satu kimiawi vital ini. Zat besi juga

turut berperan dalam pembentukan neurotrasmiter dopamin,

dimana neurotrasmiter adalah zat kimia pada syaraf yang

berfungsi mengatur sel syaraf untuk menghantar stimulus dan


kekurangan zat besi bisa menghambat produksinya. Kekurangan

Fe berarti menurunnya jumlah dopamin yang dapat terjadi

gangguan hiperaktif, sulit konsentrasi dan menurunkan

kecerdasan, sehingga akan mengganggu kemampuan belajar dan

menurunkan prestasi belajar (Almatsier 2006)

Beberapa bagian otak dari otak mempunyai kadar besi tinggi

yang diperoleh dari transport besi yang dipengaruhi oleh reseptor

trasferin. Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan

hingga remaja. Kadar besi otak yang kurang pada masa

pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa.Defisiensi

berpengaruh luas terhadap kualitas sumber daya manusia, yaitu

terhadap kemampuan belajar untuk konsentrasi dan belajar serta

produktivitas kerja ( Almatsier 2006).

Besi yang berasal dari tubuh, berasal dari tiga sumber yaitu

besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah, besi

diambil dari penyimpanan dalam badan, dan besi yang diserap

dari saluran pencernaan. Besi berfungsi sebagai komponen

penyusun sel darah merah (Hemoglobin), kekurangan besi dapat

menyebabkan anemia. Sebagian besar besi berada didalam

hemoglobin, yaitu molekul protein mengandung besi dari sel

darah merah dan mioglobin didalam otot. Hemoglobin dalam

darah berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke

seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbondioksida

dari ke sel-sel yang membutuhkannya untuk metabolisme


glukosa, lemak dan protein menjadi energi (ATP) ( sari 2004

dalam Dahrian 2011)

Telah banyak penelitian dilakukan mengenai hubungan

antara keadaan kurang besi dan dengan uji kognitif. Walaupun

ada beberapa penelitian mengemukakan bahwa defisiensi besi

kurang nyata hubungannya dengan kemunduran intelektual tetapi

banyak penelitian membuktikan bahwa defisiensi besi

mempengaruhi pemusnahan perhatian (atensi), kecerdasan, dan

prestasi belajar di sekolah. Dengan memberikan intervensi besi

maka nilai kognitif tersebut naik secara nyata ( Sari 2004 dalam

Dahrian 2011) . Table berikut ditampilkan angka kecukupan Fe

perhari berdasarkan kelompok umur.

Besi (Fe) adalah unsur mineral yang paling penting

dibutuhkan oleh tubuh karena peranannya pada pembentukan

hemoglobin. Senyawa ini bertindak sebagai pembawa oksigen

dalan darah, dan juga berperan dalam transfer CO2 dan H+ pada

rangkaian transpor elektron yang diatur oleh fosfat organic.

Kebutuhan zat besi terbesar adalah selama 2 (dua) tahun

kehidupan pertama, selam masa pertumbuhan yang cepat dan

kenaikan Hemoglobin (Hb) di usia remaja, serta masa kehamilan.

Anemia gizi besi merupakan salah satu masalah gizi utama di

Indonesia. Resiko anemia gizi besi ini dapat menyebabkan

produktivitas kerja rendah, daya tahn tubuh terhadap penyakit

menurun, kemampuan belajar anak sekolah rendah. Kehilangan


esi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang

atau gangguan absorpsi besi. Disamping itu kekurangan besi

dapat terjadi karena perdarahan akibat cacingan atau luka, atau

penyakit-penyakit yang mengganggu absorpsi seperti penyakit

gastro intestinal. (Bang darwin.files.wordpress.com/2011)

Penilaian status gizi secara langsung melalui pemeriksaan

biokimia darah dapat digunakan untuk mengetahui keadaan status

anemia seseorang. Prevalensi anemia dalam suatu populasi sangat

baik ditentukan menggunakaan metode yang reliable dari

pengukuran consentrasi hemoglobin ( WHO 2001). Hemoglobin

adalah suatu molekul terdiri dari sebuah protein yang disebut

globin dan tersusun atas empat rantai polipeptida (dua rantai α

dan dua rantaiβ ) serta terdapat pigmen non protein yang

berbentuk seperti cicin disebut heme yang berikatan dengan

masing-masing keempat rantai tersebut. Pada bagian tengah dari

cincin heme terdapat ion fero (Fe2+) yang dapat bergabung secara

reversible dengan suatu molekul oksigen (Tortora & Derrikson

2006). Hemoglobin mempunyai afinitas terhadap oksigen dan

dengan oksigen membentuk oxihemoglobin didalam sel darah

merah. Melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru

keseluruh tubuh (Pearce 1992, dalam )

Hemoglobin sangat baik ditentukan menggunakan darah vena

yang diantikoagulasi menggunakan etilendiamen tetraacetic acid

(EDTA ). Adapun penggunaan darah kapiler dari telinga, tumit


atau ujung jari biasa juga digunakan, namun akan memberikan

hasil yang kurang tepat, karena cairan interstitial akan

mengencerkan sampel darah kapiler, sehingga hasil pengukuran

kadar HB yang diperoleh dari metode hemocue cenderung

menjadi lebih besar (Gibson 2005)

2.1.4 Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Menurut Syaiful Bahri (1994) Prestasi Belajar adalah

Penilaian Pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa

akan pelajaran dan nilai yang terdapat dalam kurikulum yang

mengarah pada tingkat pemahaman dan aplikasi untuk pencapaian

tujuan kecakapan seseorang.

Menurut Abdurrachman Saaleh (1981) Prestasi belajar

adalah hasil yang dicapaai siswa dari mempelajari tingkat

pengusaan ilmu pengetahuan tertentu dengan alat ukur berupa

evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, kata atau

simbol.

Menurut Thursan Hakim (2004) Prestasi belajar adalah suatu

proses perubahan didalam kepribdian manusia, dan kuantitas

tingkah laku, seperti peningkatan kecakapaan, pengetahuan,

sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir dan

kemampuan lainnya.
Dari beberapa pengertian prestasi belajar jelaslah bahwaa

prestasi belajar secara umum merupakaan suatu hasil yang

dimiliki oleh seorang siswa dalam memenuhi tujuan nya indikator

ini dapat diukur dengan indeks prestasi atau nilai –nilai lain dalam

bentuk huruf, angka, atau bilangan lainakan kuantitas dan

kuantitas potensi diri yang sudah dicapai atau dimiliki

Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan

untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.

Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya

intelegensi yang normal selalu menunjukan kecakapan sesuai

dengan tingkat

Perkembangan sebaya. Semakin tinggi kemampuan

intelegensi seseorang siswa makan semakin besar peluangnya

untuk mencapai prestasi yang tinggi. Sebaliknya, semakin rendah

kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin kecil

peluangnya untuk mencapai prestasi yang tinggi. Oleh karena itu

jelas bahwa intelegensi yang baik atau kecerdasan yang tinggi

merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang anak dalam

usaha belajar. Prestasi belajar merupakan output sekolah yang

sangat penting dan merupakan alat pengukur kemampuan kognitif

siswa. Factor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya

prestasi belajar anak adalah factor internal dan eksternal. Factor

internal antara lain terdiri dari aspek fisik, keadaan gizi anak,

minat, motivsi, konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri dan


intelegensi. Adapun factor eksternal meliputi factor lingkungan

keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat (Opit

1996 dalam Wiwit Wahyuningsih 2010)

Hubungan defisiensi besi dengan fungsi otak dijelaskan oleh

lozoff dan youdim pada tahun 1988. Beberapn kemampuan

bagian dari otak mempunyai kadar besi tinggi yang diperoleh dari

transpor besi yang dipengaruhi oleh reseptor trasferin. Kadar besi

dalam darah meningkat seloama petumbuhan tidak dapat diganti

setelah dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap

fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem neurotransmiter (

pengantar saraf). Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin

berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor

tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat dan kemampua belajar

terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fugsi kelenjar

tiroid dan kemampuan mengatur suhu menurun. Setiap tes

tersebut mempunyai butir-butir soal yang berfungsi untuk menilai

materi-materi yang telah disajikan (Arikunto 1996).

Menurut Iskandar (2010) Kecerdasan intektual merupakan

kecerdasan dasar yang berhubungan dengan proses kognitif,

pembelajaran kecenderungan menggunakan kemampuan

matematis-logis dan bahasa, pada umumnya hanya

mengembangkankemampuakognitifs(menulis,membaca,menghafa

l,menghitung, dan menjawab). Kecerdasan ini sering kita

kenaldengan kecerdasan rasional, karena menggunakan potensi


rasio dalam memecahkan masalah. Tingkat kecerdasan intelektual

seseorng dapat diuji melalui tes, yakni dengan ujian daya ingat,

daya nalar, penguasaan kosa kata, ketepatan menghitung dan

menganalisis data.

b. Penilaian Prestasi Belajar

Penilaian prestasi belajar pada dasarnya untuk mengetahui

tingkat prestasi yang dicapai seorang siswa dalam materi

pelajaran tertentu, dengan cara dilakukan evaluasi atau dengan

melakukan tes atau ujian. Fungsi tes prestasi belajar adalah untuk

menentukan ketrampilan dan pengetahuan yang sudah diajarkan

di berbagai tingkat pendidikan atau menilai sejauh mana siswa

dapat memperoleh manfaat dari pelajaran yang telah diperoleh.

Setiap tes tersebut mempunyai butir-butir soal yang berfungsi

untuk menilai materi-materi yang telah disajikan (Arikunto 1996).

Evaluasi dapat mencakup beberapa aspek yaitu psikologis,

kognitif dan afektif ( Slamet, 2003), sistem penilaian tidak

terlepas dari kemampuan menjawab soal ujian / tes, dan

pengerjaan tugas, semua nilai dikumpulkan dengan prosentase

tertentu akan digabungkan sehingga memperoleh nilai akhir.dari

masing-masing mata pelajaran tersebut. Masing-masing bagian

penilaian bisa menolong dalam proses kelulusan mata pelajaran

tersebut. Nilai-nilai tersebut akan digabungkan untuk menentuka

indeks prestasi (IP) Anwar idochi, 2004).

c. Indeks Prestasi
Indeks Prestasi adalah angka yang menunjukan prestasi atau

kemajuan belajar siswa dalam satu semester yang dihitung setiap

akhir semester. Dengan adanya indeks prestasi dapat diketahui

kemampuan siswa dalam satu semester. Semakin tinggi indeks

prestasi siswa, semakin besar peluang siswa untuk menempuh

kejenjang berikutnya. Memiliki IP/ nilai raport yang baik dapat

mengantarkan siswa menyelesaikan proses belajar dengan cepat

pada waktu yang telah ditentukan ( Thursan Hakim, 2004).

Tabel 2.3 Kategori Nilai Raport Sekolah berdasarkan Standar


Depdiknsas

Huruf Angka Keterangan

A 79 - 100 Baik Sekali

B 68 - 78 Baik

C 56 - 67 Cukup

D 50 - 55 Kurang

Indeks Prestasi Belajar berguna untuk :

1. Mengetahui kemampuan siswa dalam satu semester, siswa

akan mengetahui hasil studi, mengetahui secara dini maka

dapat membantu siswa dalam pengaturan belajar, jika hasil

belajar siswa sesuai yang diharapkan maka siswa tinggal

mempertahankan cara belajarnya, tetapi jika hasilnya jauh dari


harapan maka harus memperbaikinya atau mengubah cara

belajar.

2. Prestasi belajar yang baik dapat menyelesaikan jenjang yang

lebih tinggi dengan cepat dari waktu yang ditentukan. Nilai

yang diperoleh bergantung pada cara belajar siswa sendiri.

(Sudarman, 2004).

d. Kecerdasan Kognitif

Kognitif diartikan sebagai proses untuk memperoleh suatu

pengetahuan (termasuk kesadaran dan perasaan) atau usaha

untuk mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri

(Hadidjaya, dalam Fifendy 2012).

2.1.5 Besar Uang Saku

Disetiap wilayah setiap propinsi,kota dan tentunya lokasi negara

memiki standar atau kelas keuangan yang berbeda,bahkan dalam

wilayah yang sama, untuk wilayah berdekatan sekalipun, nilai

ekonomi dan level cash flow menjadi tidak setingkat. Maka untuk

menjawab berapa besaran nilai uang saku yang dapat kita berikan

supaya anak dapat menjadi hemat dan bertanggung jawab, tidak

mudah ditentukan walau tolok ukur yang diberikan.

Sesuaikan besaran uang saku dengan kemampuan pendapatan

keluarga dimana besaran uang saku anak jangan sampai menjadi

beban yang merusak perekonomian keluarga hanya karena gengsi


karena lingkungan sekolah anak elite, kasihan melihat anak atau

karena tidak memahami dengan benar akan manajemen

keuangan.Orang tua wajib melakukan survei dan memahami

kondisi keuangan keluarga dengan bijak dan seimbang dalam

penentuan besaran uang saku/ uang jajan anak. .

Usia anak menentukan besaran uang saku/ jajan, dimana semakin

besar usia anak, uang saku / uang jajan otomatis menjadi lebih

besar sampai pada satu titik, anak berhenti menerima uang saku

bila sudah mandiri secara keuangan/ dapat mencukupi

kebutuhannya sendiri via bekerja.

Tujuan dari pemberian uang saku / jajan anak adalah supaya anak

dapat mencukupi di sekolah secara mandiri terkait dengan makan

siang, membeli barang kebutuhan mendadak seperti alat tulis bila

hilang/ rusak pulang kerumah secara mandiri bila tidak dijemput/

ongkos transportasi dan banyak hal lain.


2.2 Kerangka Berpikir
Karakteristik Responden

 Umur
 Besar uang saku
 Lama belajar
 Pekerjaan Orang tua
 Pendapatan orang tua

Konsumsi Status gizi Anemia

Prestasi belajar siswa

. kecerdasan emosional . Lingkunan belajar

. Kecerdasan kognitif . fasilitas Belajar

. Pola Belajar . Motivasi

Gambar II.1 Kerangka teori hubungan antara Konsumsi, Status gizi dan
Anemia dengan Prestasi belajar Santriwati Syanawiyah di Pondok Pesantren
Babussalam
2.3 Kerangka Konsep

KONSUMSI

 Energi

 STATUS GIZI PRESTASI BELAJAR

 Kadar Hemoglobin (

HB)

Gambar II.2 Kerangka Konsep Hubungan Konsumsi, Status Gizi, Anemia


dan Prestasi Belajar.

2.4 Hipotesis

1. Ada hubungan antara konsumsi (Energi, Protein, Fe) dan Prestasi belajar

santriwati Tsanawiyah diPondok Pesantren Babussalam.

2. Ada hubungan antara Status gizi dan Prestasi belajar santriwati

Tsanawiyah diPondok Pesantren Babussalam.

3. Ada hubungan antara Kadar hemoglobin dan Prestasi belajar santriwati

Tsnawiyah diPondok Pesantren Babussalam.

Anda mungkin juga menyukai