Anda di halaman 1dari 7

TUGAS IKD RESTRAIN FISIK (PASUNG)

2.1  Definisi
Restraint (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan
menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang
berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik dan psikologis individu.
Restraint (fisik) merupakan alternative terakhir intervensi jika dengan intervensi verbal,
chemical restraint mengalami kegagalan. Seklusi merupakan bagian dari restraint fisik  yaitu
dengan menempatkan klien di sebuah ruangan tersendiri untuk membatasi ruang gerak dengan
tujuan meningkatkan keamanan dan kenyamanan klien.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak. Restrein seringkali dapat
dihindari dengan persiapan pasien yang adekuat, pengawasan orang tua atau staf terhadap pasien,
dan proteksi adekuat terhadap sisi yang rentan seperti alat infus. Perawat perlu
mempertimbangkan perkembangan pasien, status mental, ancaman potensial pada diri sendiri
atau orang lain dan keamannnya.

a.      Indikasi Penggunaan Restrain


Penggunaan tekhnik pengendalian fisik (restrain) dapat siterapkan dalam keadaan: Pasien
yang membutuhkan diagnosa atau perawatan dan tidak bisa menjadi kooperatif karena suatu
keterbatasan misalnya : pasien dibawah umur, pasien agresif atau aktif dan pasien yang memiliki
retardasi mental. Ketika keamanan pasien atau orang lain yang terlibat dalam perawatan
dapatterancam tanpa pengendalian fisik (restraint). Sebagai bagian dari suatu perawatan ketika
pasien dalam pengaruh obat sedasi.

b.      Kontraindikasi Pengunaan Restrain


Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) tidak boleh diterapkan dalam keadaan
yaitu: Tidak bisa mendapatkan izin tertulis dari orang tua pasien untuk melakspasienan prosedur
kegiatan. Pasien pasien kooperatif. Pasien pasien memiliki komplikasi kondisi fisik atau mental
Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) pada pasien dalam penatalaksanaanya harus
memenuhi syarat-syarat yaitu sebagai berikut: Penjelasan kepada pasien pasien mengapa
pengendalian fisik (restraint) dibutuhkandalam perawatan, dengan harapan memberikan
kesempatan kepada pasien untuk memahami bahwa perawatan yang akan diberikan sesuai
prosedur dan aman badi pasien maupun keluarga yang bersangkutan. Memiliki izin verbal
maupun izin tertulis dari psikiater yang menjelaskan jenis teknik  pengendalian fisik yang boleh
digunakan kepada pasien pasien dan pentingnya teknik  pengendalian fisik yang dapat digunakan
terhadap pasien berdasarkan indikasi-indikasi yang muncul. Adanya dokumen yang menjelaskan
kepada orang tua pasien pasien maupun pihak keluarga pasien yang bersangkutan mengapa
pengendalian fisik (restraint) dibutuhkan dalam perawatan. Adanya penilaian berdasarkan
pedoman rumah sakit dari pasien yang pernahmenjalankan pengendalian fisik (restraint) untuk
memastikan bahwa pengendalian fisik tersebut telah diaplikasikan secara benar, serta
memastikan integritas kulit dan status neurovaskular pasien tetap dalam keadaan baik.

Perlu digunakan teknik pengendalian fisik (restraint) adalah karena tenaga kesehatan
harus mengutamakan kebutuhan kesehatan pasien, teknik pengendalian tersebut dapat
dilakspasienan dengan cara menjaga keamanan pasien ataupun keluarga yang bersangkutan,
mengontrol tingkat agitasi dan agresi pasien, mengontrol perilaku pasien, serta menyediakan
dukungan fisik bagi pasien.

2.2  Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan Restraint


Pada kondisi gawat darurat, restrain/seklusi dapat dilakukan tanpa order dokter. Sesegera
mungkin (< 1jam) setelah melakukan restrain, perawat melaporkan pada dokter untuk
mendapatkan legalitas tindakan baik secara verbal maupun tertulis. Intervensi restrain dibatasi
waktu yaitu: 4 jam untuk klien berusia >18 tahun, 2 jam untuk usia 9-17 tahun, dan 1 jam untuk
umur <9 tahun. Evaluasi dilakukan 4 jam untuk klien >18tahun, 2 jam untuk pasien-pasien dan
usia 9-17 tahun. Waktu minimal reevaluasi oleh dokter adalah 8 jam untuk usia >18 tahun dan 4
jam untuk usia <17 tahun. Selama restrain klien di observasi tiap 10-15 menit, dengan fokus
observasi: Tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan restrain Nutrisi dan hidrasi sirkulasi
dan rentang gerak eksstremitas tanda penting kebersihan dan eliminasi status fisik dan
psikologis kesiapan klien untuk dibebaskan dari restrain
Alat restrain bukan tanpa resiko dan harus diperiksa dan di dokumentasikan setiap 1-2
jam untuk memastikan bahwa alat tersebut mencapai tujuan pemasangannya, bahwa alat tersebut
dipasang dengan benar dan bahwa alat tersebut tidak merusak sirkulasi, sensai, atau integritas
kulit.
Selekman dan Snyder (1997) merekomendasikan intervensi keperawatan yang tepat untuk pasien
yang direstrain adalah:
Lepaskan dan pasang kembali restrain secara periodic
Lakukan tindakan untuk memberi rasa nyaman, gunakan pelukan terapeutik bukan restrain
mekanik Lakukan latihan rentan gerak jika diperlukanTawarkan makanan, minuman dan bantuan
untuk eliminasi, beri pasien dot. Diskusikan kriteria pelepasan restrain . Berikan analgesik dan
sedatif jika diinstruksikan atau di mintaHindari kemarahan psikologik kepada pasien lain.
Berikan distraksi (membaca buku) dan sentuhan pertahankan harga diri pasien lakukan
pengkajian keperawatan yang kontinu dokumentasikan penggunaan restrain

2.3  Jenis-jenis Restrain


Pengendalian fisik (physical restraint) dengan menggunakan alat pengendalian fisik
dengan menggunakan alat merupakan bentuk pengendalian dengan menggunakan bantuan alat
bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien maupu nmenahan gerakan rahang dan
mulut pasien.
a.       Alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien

1.      Sheet and ties


Penggunaan selimut untuk membungkus tubuh pasien supaya tidak bergerak dengan cara
melingkarkan selimut ke seluruh tubuh pasien dan menahan selimutnya dengan perekat atau
mengikatnya dengan tali.

2.      Restraint Jaket


Restraint jaket digunakan pada pasien dengan tali diikat dibelakang tempat tidur sehingga
pasien tidak dapat membukanya. Pita panjang diikatkan ke bagian bawah tempat tidur, menjaga
pasien tetap di dalam tempat tidur. Restrain jaket berguna sebagai alat mempertahankan pasien
pada posisi horizontal yang diinginkan.

3.      Papoose board  


Papoose board merupakan alat yang biasa digunakan untuk menahan gerak pasien saat
melakukan perawatan gigi. Cara penggunaannya adalah pasien ditidurkan dalam posisi
terlentang di atas papan datar dan bagian atas tubuh, tengah tubuh dan kaki pasien diikat dengan
menggunakan tali kain yang besar. Pengendalian dengan menggunakan papoose board dapat
diaplikasikan dengan cepat untuk mencegah pasien berontak dan menolak perawatan. Tujuan
utama dari penggunaan alat ini adalah untuk menjaga supaya pasien pasien tidak terluka saat
mendapatkan perawatan.

4.      Restraint Mumi atau Bedong


Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan salah satu ujungnya dilipat ke tengah.
Pasien diletakkan di atas selimut tersebut dengan bahu berada di lipatan dan kaki ke arah sudut
yang berlawanan.
Lengan kanan pasien lurus kebawah rapat dengan tubuh, sisi kanan selimut ditarik ke tengah
melintasi bahu kanan pasien dan dada diselipkan dibawah sisi tubuh bagian kiri. Lengan kiri
pasien diletakkan lurus rapat dengan tubuh pasien, dan sisi kiri selimut dikencangkan melintang
bahu dan dada dikunci dibawah tubuh pasien bagian kanan. Sudut bagian bawah dilipat dan
ditarik kearah tubuh dan diselipkan atau dikencangkan dengan pinpengaman.
5.      Restraint Lengan dan Kaki
Restraint pada lengan dan kaki kadang-kadang digunakan untuk mengimobilisasi satu atau
lebih ekstremitas guna pengobatan atau prosedur, atau untuk memfasilitasi penyembuhan.
Beberapa alat restraint yang da di pasaran atau yang tersedia, termasuk restraint pergelangan
tangan atau kaki sekali pakai, atau dapat dibuat dari pita kasa, kain muslin, atau tali stockinette
tipis. Jika restraint jenis ini di gunakan, ukurannya harus sesuai dengan tubuh pasien. Harus
dilapisi bantalan untuk mencegah tekanan yang tidak semestinya, konstriksi, atau cidera jaringan.
Pengamatan ekstremitas harus sering dilakukan untuk memeriksa adanya tanda-tanda iritasi dan
atau gangguan sirkulasi. Ujung restraint tidak boleh diikat ke penghalang tempat tidur, karena
jika penghalang tersebut diturunkan akan mengganggu ekstremitas yang sering disertai sentakan
tiba-tiba yang dapat menciderai pasien.

6.      Restraint siku


Adalah tindakan mencegah pasien menekuk siku atau meraih kepala atau wajah. Kadang-
kadang penting dilakukan pada pasien setelah bedah bibir atau agar pasien tidak menggaruk pada
kulit yang terganggu. Bentuk restraint siku paling banyak digunakan, terdiri dari seutas kain
muslin yang cukup panjang untuk mengikat tepat dari bawah aksila sampai ke pergelangan
tangan dengan sejumlah kantong vertikal tempat dimasukkannya depresor lidah. Restraint di
lingkarkan di seputar lengan dan direkatkan dengan plester atau pin.

7.      Pedi-wrap 
Pedi-wrap merupakan sejenis perban kain yang dilingkarkan pada leher sampai pergelangan
kaki pasien pasien untuk menstabilkan tubuh pasien serta menahan gerakan tubuh pasien. Pedi-
wrap mempunyai berbagai variasi ukuran sesuai dengan kebutuhan. Alat bantu untuk menahan
gerakan mulut dan rahang pasien
8.      Molt Mouth Prop
Molt mouth prop merupakan salah satu alat yang paling penting dalam melakukan perawatan
gigi. Alat ini biasanya digunakan dalam anestesi umum untuk mencegah supaya mulut tidak
tertutup saat perawatan dilakukan. Alat ini juga sangat cocok dalam penanganan pasien yang
tidak bisa membuka mulut dalam jangka waktu lama karena suatu keterbatasan. Penggunaan
molt mouth prop harus memperhatikan posisi rahang pasien saat pasien membuka mulutnya,
supaya tidak terjadi dislokasi temporomandibular. Sebagai tambahan, dokter gigi harus
memindahkan molt mouth prop dari mulut pasien setiap sepuluh hingga lima belas menit agar
rahang dan mulut pasien dapat beristirahat.

9.      Molt Mouth Gags


Molt mouth gags juga merupakan salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk menahan
mulut pasien.

10.  Tongue Blades


Tongue blades merupakan alat bantu yang digunakan untuk menahan lidah pasien supaya tidak
mengganggu proses perawatan

b.      Pengendalian fisik (physical restraint)  tanpa bantuan alat


Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk pengendalian fisik tanpa menggunakan
bantuan alat, pengendalian bentuk ini merupakan bentuk pengendalian yang menggunakan
bantuan perawat maupun bantuan orang tua atau pihak keluarga pasien. Pengendalian fisik
dengan bantuan tenaga kesehatan pengendalian fisik dengan menggunakan bantuan tenaga
kesehatan merupakan bentuk  pengendalian fisik dimana diperlukan tenaga kesehatan, misalnya
perawat untuk menahan gerakan pasien pasien dengan cara memegang kepala, lengan, tangan
ataupun kaki pasien pasien. Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua pasien pengendalian
fisik dengan bantuan orang tua sebenarnya sama dengan pengendalian fisik dengan bantuan tim
medis (tenaga kesehatan). Hanya saja peran perawat digantikan oleh orang tua pasien pasien.
Cara pengendalian dengan menggunakan bantuan orang tua lebih disukai pasien apabila
dibandingkan dengan menggunakan bantuan tim medis, sebab pasien lebih merasa aman apabila
dekat dengan orang tuanya.
2.4 Resiko Penggunaan Restraint pada Pasien
Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien pasien yang disebabkan
oleh penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint). Hubungan kematian pasien dengan
gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan restraint adalah dimana ketika pengendalian
fisik (restrain) dilakukan, pasien pasien mengalami reaksi psikologis yang tidak normal, yaitu
seperti menigkatnya suhu tubuh, cardiac arrhythmia yang kemudian dapat menyebabkan
timbulnya positional asphyxia, excited delirium, acute pulmonary edema, atau pneumonitis yang
dapat menyebabkan kematian pada pasien.

2.5  Peranan Pemerintah Dalam Menangani ODGJ

a.      Mencapai masyarakat Indonesia yang bebas dari tindakan pemasungan terhadap orang
dengan gangguan jiwa, melalui:

1.      Terselenggaranya perlindungan HAM bagi orang dengan gangguan jiwa. Tercapainya.
2.      peningkatan pengetahuan dari seluruh pemangku kepentingan di bidang kesehatan jiwa.
3.      Terselenggaranya pelayanan kesehatan jiwa yang bekualitas di setiap tingkat layanan
masyarakat.
4.      Tersedianya skema pembiayaan yang memadai untuk semua bentuk upaya kesehatan jiwa di
tingkat pusat maupun daerah.
5.      Tercapainya kerjasama dan koordinasi lintas sektor di bidang upaya kesehatan jiwa.
6.      Terselenggaranya sistem monitoring dan evaluasi di bidang upaya kesehatan jiwa

b.      Penangulangan Pemasungan


1.      menyediakan fasilitas rehabilitasi ODGJ serta
2.      menyediakan anggaran dalam penanganan ODGJ
3.      menyediakan obat-obatan yang diperlukan dalam pencegahan kekambuhan bagi ODGJ.
4.      meningkatkan upaya promotif bagi masyarakat dalam hal kesehatan jiwa agar masyarakat
mengetahui masalah kesehatan jiwa, dilakukannya berbagai upaya untuk mencegah dan
menangani masalah kesehatan jiwa, menghargai dan melindungi ODGJ, serta memberdayakan
ODGJ.

Anda mungkin juga menyukai