Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM DARING

FISIOLOGI HEWAN
“OSMOREGULASI”

Nama : Affifa Wafiqul Aziza (1908086030)

Zuhriva Ulfi Ernadila (1908086031)


M. Naim Almarham (1908086024)
Kelompok :3
Kelas : Pendidikan Bioligi 4A
Pengampu : Mirta’ati Na’ima, M. Sc.
Tanggal : Senin, 24 Mei 2021

LABORATORIUM BIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2021
ACARA 9
FISIOLOGI HEWAN
“OSMOREGULASI”
(Senin, 24 Mei 2021)

A. Tujuan
Praktikum fisiologi hewan ini dilaksanakan untuk mengetahui
kemampuan osmoregulasi pada ikan air tawar dan untuk membuktikan bahwa
osmoregulasi ikan dipengaruhi oleh salinitas lingkungan.
B. Dasar Teori
Fisiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari fungsi,
mekanisme dan cara kerja dari organ, jaringan dan sel-sel organisme. Fisiologi
menerangkan faktor-faktor fisik dan kimia yang bertanggung jawab akan asal,
perkembangan, dan gerak maju kehidupan (Fajlan, 2016). Fisiologi ikan mencakup
beberapa macam sistem satu diantaranya adalah osmoregulasi.
Tubuh ikan dapat merespon perubahan lingkungan karena dilengkapi alat
penerima rangsang (indera), baik fisik maupun kimia. Misalnya mata, bertugas untuk
menentukan perubahan cahaya, linea lateral merekam perubahan arus dan gelombang,
telinga dalam merekam perubahan arah dan gravitasi, indera pembau dan pengecap.
Perubahan lingkungan yang direkam alat indera tersebut dilaporkan ke otak untuk
selanjutnya dilakukan penyesuaian dengan cara perubahan tingkah laku atau
metabolisme untuk mengatasi gangguan keseimbangan (Fujaya, 2008).
Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan
keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda. Secara
sederhana hewan dapat diumpamakan sabagai suatu larutan yang terdapat di dalam
suatu kantung membran atau kantung permukaan tubuh (Wulangi, 1993).
Hewan harus menjaga volume tubuh dan kosentrasi larutan tubuhnya dalam
rentangan yang agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi yang tepat dari
cairan tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada dilingkungannya. Perbedaan
kesentrasi tersebut cenderung mengganggu keadaan manpat dari kondisi internal. Hanya
sedikit hewan yang membiarkan kosentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai degan
lingkungannya dalam kedaan demikian hewan dikatakan melakukan osmokonfirmitas
(Ville, 1988).

1
Kebanyakan hewan menjaga agar kosentrasi cairan tubuhnya tetap lebih tinggi
dari mediumnya (regulasi hiporosmotis) atau lebih rendah dari mediumnya (regulasi
hipoosmotis). Untuk itu hewan harus berusaha mengurangi gangguan dengan
menurunkan (1) permeabilitas membran atau kulitnya (2) gardien (landaian) kosentrasi
antara cairan tubuh dan lingkungannya. Keadaan kondisi internal yang mantap dapat
dipelihara hanya bila organisme mampu mengimbangi kebocoran dengan arus balik
melawan gradient kosentrasi yang memerlukan energi (Campbell, 2000).
Air dan kosentrasi larutan cairan tubuh konstan dengan lingkungannya, antara
hewan air laut, air tawar, dan hewan darat sangatlah berbeda. Kelompok hewan yang
berbeda menggunakan organ yang berbeda. Rentangan zat-zat yang diregulasi sangat
luas, melibatkan senyawa-senyawa seperti hormon, vitamin dan larutan yang signifikan
terhadap perubahan nilai osmotik. Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam
terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah.
Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil
sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya
pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan
sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%,
ia disebut brine (Fahn, 1991).
C. Metode
1. Alat dan bahan
Praktikum osmoregulasi ini tidak dipraktekan di laboratorium, hanya dilakukan
dirumah (online), sehingga menggunakan alat dan bahan yang praktis digunakan,
menggunakan alat dan bahan yaitu toples, garam dapur, sendok takar, air, piring kecil,
dan ikan bersisik
2. Cara kerja
Prosedur cara prakteknya yaitu disiapkan dahulu alat dan bahannya, kemudian
diihitung kecepatan respirasi ikan dengan cara memperhatikan gerak operkulumnya
selama satu menit dengan ulangan sebanyak 3 kali. Satu respirasi adalah satu kali
operkulum membuka dan satu kali operkulum menutup, Selanjutnya dimasukan 1 sdt
garam dalam toples yang berisi ikan dan air tawar, kemudian ditunggu 5 menit. Lalu
dihitung kecepatan respirasi ikan dengan cara memperhatikan gerak operkulumnya
selama satu menit dengan ulangan sebanyak 3 kali, Setelah itu, ditambahkan 2 sdt
garam ke dalam toples tersebut dan ditunggu 5 menit. Lalu dihitung kecepatan respirasi

2
ikan dengan cara memperhatikan gerak operkulumnya selama satu menit dengan
ulangan sebanyak 3 kali, Sesudah itu, ditambahkan lagi 3 sdt garam ke dalam toples
tersebut dan ditunggu 5 menit. Lalu dihitung kecepatan respirasi ikan dengan cara
memperhatikan gerak operkulumnya selama satu menit dengan ulangan sebanyak 3
kali, Terakhir, dihitung nilai rata-rata dari kecepatan respirasi ikan berdasarkan
gerakan operkulum disetiap perlakuan yang diberikan.
D. Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh bahwa ikan dalam keadaan air control akan
berenang seperti biasa didasar, dan ditengah air. Diperoleh hasil pergerakkan operkulum
sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pengamatan
Larutan garam 0% Larutan garam 1% Larutan garam 2% Larutan garam
3%

Menit 1 : 54x Menit 1 : 97x Menit 1 : 105x Menit 1 : 90x


Menit 2 : 68x Menit 2 : 111x Menit 2 : 110x Menit 2 : 100x
Menit 3 : 70x Menit 3 : 120x Menit 3 : 125x Menit 3 : 96x
Rata-rata : 64x Rata-rata : 109x Rata-rata : 113x Rata-rata : 95x

Note: Semakin besar larutan garam dalam lingkungan ikan, ikan semakin sering
berenang ke arah permukaan air.
E. Pembahasan
Ikan merupakan anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup
atau habitatnya berada di air, baik air tawar, air payau, maupun air laut dan bernapas
dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan
jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Kelompok ikan terdiri dari tiga kelas
yaitu Agnata, Chondrichthyes, dan Osteichtyes. Tiap-tiap kelas tersebut memiliki ciri-ciri
morfologi yang dapat membedakan antara satu kelas dengan kelas lainnya (De Becker
dan Hariyanti, 2007).
Osmoregulasi merupakan proses yang terjadi pada organisme hewan aquatik
termasuk ikan. Lantu (2010), menyatakan bahwa osmoregulasi terjadi pada hewan
perairan, karena adanya perbedaan tekanan osmosis (bahasa Yunani=mendorong) antara
larutan di dalam tubuh dan di luar tubuh. Larutan yang dimaksud biasanya kandungan
garam-garam atau salinitas.

3
Fujaya (1999) mengemukakan bahwa osmoregulasi adalah upaya
mengontrol keseimbangan air dan ion – ion antara tubuh dan lingkungannya atau suatu
proses pengaturan tekanan osmose. Hal ini penting dilakukan, terutama oleh organisme
perairan karena;
1. Harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan;
2. Membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang
bergerak cepat;
3. Adanya perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan.
Tanpa osmoregulasi maka ikan akan mati, ini karena osmoregulasi dapat
mengontrol konsentrasi cairan dalam tubuh. Jika ikan tidak bisa mengatur proses osmose
dalam tubuhnya maka ikan akan mati, karena osmoregulasi sangat berfungsi dalam aspek
kesehatan ikan (Fujaya, 1999).
Organ-organ yang berperan dan berfungsi pada proses osmoregulasi yaitu : (1)
Insang, pada insang sel-sel yang berperan dalam osmoregulasi adalah sel-sel chloride
yang terletak pada dasar lembaran-lembaran insang; (2) Ginjal, melakukan dua fungsi
utama: pertama, mengekskresikan sebagian besar produk akhir metabolisme tubuh, dan
kedua, mengatur konsentrasi cairan tubuh; (3) Usus, Meminum air laut adalah sumber
utama air pada teleostei oseanodrom untuk mengembalikan air yang hilang melalui difusi
insang, ginjal, dan mungkin pula melalui kulit (Fujaya, 2004).
Proses osmoregulasi yang terjadi adalah pengaturan konsentrasi ion-ion bukan
konsentrasi cairan tubuh, dimana proses ini juga membutuhkan energi. Bila ikan air tawar
dimasukkan dalam medium air laut maka yang akan terjadi adalah pemasukan air dalam
tubuh ikan dari medium dan juga berusaha mengeluarkan sebagian garam-garam dari
dalam tubuhnya. Bila ikan tidak dapat melakukan proses ini, maka sel-sel ikan akan pecah
(turgor) dan jika terjadi sebaliknya ikan akan kekurangan cairan atau biasa disebut
dehidrasi (Suyanto, 1998).
Menurut KBBI operkulum adalah tutup insang pada ikan. Operculum adalah
fitur anatomi, struktur kaku menyerupai tutup atau pintu kecil yang terbuka dan menutup
dan dengan demikian mengontrol kontak antara dunia luar dan bagian internal dari suatu
hewan. Pada ikan, operkulumnya berupa flap yang mencakup insang di ikan bertulang
dan hiu hantu. Operkulum ikan nila merah merupakan kepingan tulang yang terletak di
belakang kepala melindungi insang. Bukaan operkulum ikan nila dimaksudkan

4
merupakan proses ikan menelan air dengan mulutnya dan menekannya melewati insang
kemudian keluar melalui lubang di bawah operculum (Ruppert, 2004).
Bukaan operkulum ikan nila normal pada P0 (kontrol) (tanpa pendedahan
toksikan AlK(SO4)212H2O) adalah berkisar di antara 120-122 kali/menit. Ratarata
bukaan operkulum ikan nila merah normal adalah 121±1,00 kali/menit, tidak berbeda
dengan rata-rata bukaan operkulum ikan mas 120 kali/menit (Yonvery, 2004).
Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam air
yang dinyatakan dalam satuan permil atau ppt (part per thousand) atau gram / liter.
Salinitas disusun atas tujuh ion utama, yaitu sodium, potasium, kalium, magnesium,
chlorida, sulfat, bikarbonat (Ambardhy, 2004). Nilai salinitas air untuk perairan tawar
berkisar antara 0–5 ppt, perairan payau biasanya berkisar antara 6–29 ppt, dan perairan
laut berkisar antara 30–40 ppt
(Fardiansyah, 2011). Jika nilai salinitas terlalu tinggi, konversi rasio pakan akan semakin
tinggi sehingga sirkulasi air secara kontinyu sangat diperlukan (Poernomo, 1994, dalam
Apriyanto, 2012). Salinitas pada perairan mempengaruhi keseimbangan osmoregulasi
tubuh dengan proses energetik yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan (Ahmad,
1991). Kemudian organisme perairan harus mengeluarkan energi yang besar untuk
menyesuaikan diri dengan salinitas yang jauh dibawah atau diatas normal bagi hidupnya.
Perubahan kadar salinitas akan mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh
ikan, sehingga ikan harus melakukan penyesuaian atau pengaturan kerja osmotik
internalnya agar proses fisiologis didalam tubuh ikan dapat berjalan secara normal. Ketika
salinitas semakin tinggi ikan akan berupaya terus untuk menjaga agar kondisi tubuhnya
tetap homeostasis hingga pada batas toleransi yang dimilikinya. Begitu juga ketika
salinitas semakin rendah ikan akan berupaya untuk menjaga agar kondisi tubuhnya tetap
homeostasis dengan lingkungan yang menjadi tempat hidupnya sampai batas toleransi
yang dimilikinya (Rohman dkk, 2017).
Homeostasis adalah keadaan dimana lingkungan internal yang konstan dan
mekanisme yang bertanggung jawab atas keadaan konstan tersebut. Lingkungan internal
ialah cairan dalam tubuh hewan yang merupakan tempat hidup bagi sel penyusun tubuh.
Lingkungan internal sel harus dipertahankan kondisinya agar proses-proses fisiologis
dalam tubuh tidak terganggu. Daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh
keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dengan air (media) lingkungan hidupnya.
Pengaturan osmotik itu dilakukan dengan mekanisme osmoregulasi. Osmoreulasi ini

5
dinyatakan sebagai suatu mekanisme mengatur dan mempertahankan keseimbangan
antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan yang tepat (Isnaneni, 2006).
Ketika salinitas lingkungan tidak sesuai dengan konsentrasi garam fisiologis
dalam tubuh ikan, ikan akan melakukan mekanisme homeostasis osmoregulasi dengan
mengambil atau mensekresi garam dari lingkungan untuk menjaga keseimbangan
kandungan garam dalam tubuhnya. Mekanisme osmoregulasi membutuhkan energi yang
besar, sehingga energi di dalam tubuh ikan yang seharusnya digunakan untuk
pertumbuhan akan digunakan untuk penyesuaian konsentrasi dalam tubuh dengan
lingkungannya (Rohman dkk, 2017).
Semakin tinggi salinitas media maka semakin lambat aktivitas ikan dan laju
respirasinya semakin cepat. Hal ini dikarenakan dalam salinitas yang tinggi tingkat
oksigen dalam air mejadi semakin rendah karena banyaknya ion terlarut yang ada didalam
air. Ikan kemudian akan semakin banyak melakukan respirasi (membuka tutup insangnya
untuk mendapatkan oksigen guna metabolisme tubuh). Semakin sedikit oksigen yang
terkandung didalam air, semakin cepat operkulum ikan membuka-tutup, semakin cepat
operkulum membuka-tutup berarti akan semakin banyak energi yang dibutuhkan.
Padahal, energi yang digunakan utuk membuka-tutup operkulum ikan didapatkan dari
oksigen yang ikan peroleh. Sehingga semakin tinggi salinitas air, akan semakin sulit ikan
untuk bernafas dan lama kelamaan ikan akan kekurangan oksigen untuk respirasinya. Hal
ini akan membuat ikan collapse (mati), collapse inilah yang dimaksud ikan sudah
mencapai ambang batas kemampuan adaptasinya.
Cara yang dilakukan untuk mengetahui berapa kecepatan respirasi ikan yaitu
dengan cara memperhatikan gerak operkulumnya selama 3 kali/menit. Satu kali respirasi
satu kali operculum membuka dan satu kali operculum menutup. Ikan diberikan 3 kali
perlakuan. Perlakuan pertama satu sdt garam dimasukkan ke dalam topples yang berisi
ikan dan air tawar. Perlakuan kedua ditambah dua sdt garam dan perlakuan ketiga
ditambah tiga sdt garam. Masing-masing perlakuan ditunggu selama lima menit sebelum
dilakukan penghitungan kecepatan respirasi ikan. Setelah selesai, hasil hitung kecepatan
respirasi ikan berdasarkan geraka operculum ikan dirata-rata.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh bahwa ikan dalam keadaan air control
akan berenang seperti biasa di dasar kolam dan di tengah air, diperoleh hasil pergerakan
operculum pada ikan pada tabel 1. Ikan yang tanpa diberi perlakuan garam (0 %), gerak
operculum pada menit pertama sebanyak 54 kali, menit kedua sebanyak 68 kali, menit

6
ketiga sebanyak 70 kali. Dari hasil penghitungan pada menit pertama, kedua dan ketiga
didapat rata-rata gerak operculum ikan sebanyak 64 kali.
Perlakuan berikutnya, ikan diberi garam dengan konsentrasi sebanyak 1 %.
Gerak operculum ikan mengalami perubahan pada menit pertama, kedua dan ketiga. Pada
menit pertama diketahui gerak operculum ikan sebanyak 97 kali. Pada menit kedua
sebanyak 111 kali dan menit ketiga sebanyak 120 kali. Dari hasil penghitungan pada
menit pertama, kedua dan ketiga didapat rata-rata gerak operculum ikan sebanyak 109
kali.
Selanjutnya, ikan diberi perlakuan dengan memasukkan garam dengan
konsentrasi sebanyak 2 %. Gerakk operculum ikan pada menit pertama sebanyak 105 kali,
pada menit kedua sebanyak 110 kali dan pada menit ketiga sebanyak 125 kali. Dari hasil
penghitungan pada menit pertama, kedua dan ketiga didapat ratarata gerak operculum
ikan sebanyak 113 kali.
Terakhir, ikan diberikan perlakuan dengan menambah garam dengan konsentrasi
sebanyak 3 %. Setelah diamati, gerak operculum ikan pada menit pertama menunjukkan
90 kali, pada menit kedua sebanyak 100 kali dan pada menit ketiga sebanyak 96 kali. Dari
hasil penghitungan pada menit pertama, kedua dan ketiga didapat rata-rata gerak
operculum ikan sebanyak 95 kali.
UoS (Unity of Science)
Dari pembahasan yang telah dijabarkan, kita dapat merefleksikan dengan ayat
ِ ‫ترََ ى في ِ خ َْل‬
Al-Qur’an surat Al-Mulk: 4, yang berbunyi: ‫ق‬ َ ‫ت ِطباَقا ً ۖ َما‬
ٍ ‫س َم َاوا‬ َ ََ َ‫ال ِذََِّ ي خَلق‬
َ ‫س ْب َع‬
‫الرحْ َم ِن ِم ْن‬
َّ
ُ ‫ترََ ى ِم ْن ف‬
ٍ َُ‫ط‬
‫ور‬ َ َ‫ت ۖ فا َ ْر ِجعِ ْالب‬
َ ‫ص َر ه َْل‬ ٍ ‫تفَا َ ُو‬

Artinya:
“Dia lah yang telah menciptakan langut berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan tuhan yang maha pemurah sesuatu yang tidak seimbang.
Maka lihat lah berulang-ulang, adakah kamu melihat suatu yang tidak seimbang?”
(Q.S Al-Mulk:4)
Penjelasan ayat kali ini, Allah menyatakan bahwa Ia telah menciptakan
semuanya secara seimbang. Hal ini ada keterkaitannya dengan osmoregulasi yang mana
proses tersebut menjaga keseimbangan air dalam tubuh makhluk hidup. Osmoregulasi
sangat penting dan berfungsi agarjaringan pada tubuh kita tidak kehilangan atau kelebihan
air. Konsentrasi dari air dan garam adalah sama didalam dan diluar sel, sehingga sel-sel
7
kita berda dalam mkeadaan seimbang. Inilah salah satu contoh konkrit yang dapat kita
temukan dalam tubuh kita bahwa Allah telah mencipatakan semuanya dalam keadaan
seimbang.
F. Kesimpulan
1. Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa ikan air tawar
yang digunakan dalam praktikum merupakan osmoregulator karena ikan memiliki
kemampuan osmoregulasi dalam mengatur kondisi tubuhnya, yakni ketika ikan
diberikan perlakuan yang berbeda (di letakkan dalam air garam), ikan berusaha untuk
mengontrol kondisi tubuhnya agar teteap seimbang.
2. Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan juga diketahui bahwa
osmoregulasi ikan dipengaruhi oleh salinitas, yakni ketika ikan diletakkan di air garam,
ikan berusaha untuk menyeimbangkan kondisi tubuhnya dengan cara semakin banyak
melakukan respirasi
G. Daftar Pustaka
Ahmad, T. 1991. Pengelolaan Peubah Mutu Air Yang Penting Dalam TambakIntensif.
INFIS Manual Seri No. 25 Direktorat Jendral perikanan Jakarta. Hal 1 – 27
Ambardhy J H, 2004. Physical and Chemical Properties Water. Pegangan Training
Budidaya. PT. Central Pertiwi Bahari
Campbell, Neil A., and Reece, Jane B. 2000. Biologi. Jakarta: Erlangga.
De Becker, G., dan Hariyanti, R. 2007. Atlas Binatang: Pisces, Reptilia, Amfibi. Jakarta:
Tiga Serangkai..
Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Penerjemah Ahmad Sodiarto dkk. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Fardiansyah, Dede. 2011. Budidaya Udang Vannamei di Air Tawar. Artikel Ilmiah
Dirjen Perikanan budidaya KKP RI. Jakarta
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Fujaya, Yusinta. 1999. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Isnaneni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius
Lantu, Sartje. 2010. Osmoregulasi Pada Hewan Akuatik. Makassar: Penerbit buku
Poernomo A., 1994. Usaha mini hatchery dan pentokolan udang windu, Faktor pendukung
strategis bagi keberhasilan udang pola sederhana. Badan penelitian pembangunan
pertanian. Pusat penelitian dan pengembangan perikanan.
Jakarta.

8
Rohman dkk. 2017. Pengaruh Perbedaan Salinitas Air Terhadap Survival Rate Dan
Respon Fisiologis Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Semarang: Universitas
Negeri Semarang
Ruppert, EE; Fox, RS & Barnes, RD. 2004. Invertebrate Zoology (edisi ke-7th). Brooks /
Cole. ISBN 0-03-025982-7.
Suyanto, A. 1998. Mammals. of Flores Dalam Herwint Simbolon (Ed.): The Natural
Resources of Flores Island, pp. 78-87. Research and Development Centre for biology, The
Indonesian Institute of Sciences, Bogor Ville, 1988. Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga.
Wulangi. 1993. Fisiologi Hewan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Yonvery, H. D. 2004. Histologi Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio) Yang Dipaparkan Oleh
Limbah Cair Kelapa Sawit. Skripsi Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Riau. Pekanbaru. Tidak Diterbitkan.

9
Lampiran

Gambar 1. Alat dan bahan praktikum

Gambar 2. Pembuatan larytan garam+air

10
Gambar 3. Penuangan larutan garam kedalam toples berisi ikan

Gambar 4. Botol berisi larutan garam, reaksi ikan mulai berubah.

11

Anda mungkin juga menyukai