Anda di halaman 1dari 3

68 Tahun Silam, 2.

600 Warga Rengat


Dibantai Belanda, Termasuk Ayah
Chairil Anwar
68 tahun silam, 1949, Kota Rengat, ibukota Kabupaten Indragiri, Riau, pagi hari
dikejutkan dengan meraung-raungnya pesawat Belanda di atas langit disertai dengan
terjunnya para prajurit. 

Ini merupakan langkah awal sebelum akhirnya, Belanda melakukan pembantaian


terhadap rakyat Rengat dan Kabupaten Indragiri. Termasuk di dalamnya, Bupati
Toeloes, ayah kandung penyair kawakan Indonesia di zaman Kemerdekaan, Chairil
Anwar. 

Letnan Himron Saheman, mantan Bupati Bengkalis, kini Ketua Legiun Veteran Republik
Indonesia (LVRI) Riau, mungkin satu-satunya saksi hidup yang masih tinggal, berusaha
mempertahankan markas Batalion III/Resimen IV/Divisi IX Banteng. 

Ia bersama pasukan kompinya mati-matian mempertahankan Kota Rengat, jangan


sampai jatuh ke tangan Belanda. Penjajah masuk melalui jalur air, Sungai Indragiri
disertai serangan dari pesawat udara. 

Namun, upaya Letnan Himron Saheman dan para pejuang lainnya mempertahankan
markas batalion dan Kota Rengat, tak berhasil. Pasalnya, kekuatan tidak seimbang
antara tentara Republik dengan Belanda, akhirnya Kota Rengat jatuh.

Usai berhasil menduduki Kota Rengat, pasukan Belanda kebanyakan di antara mereka


pasukan KNIL dan khususnya, mendatangi kediaman Bupati Indragiri, Toeloes, di tepi
Sungai Indragiri. 

Bupati Toeloes ditembak tentara Belanda bersama Sekretaris Daerah (Sekda) Yohanes
Simatupang. Toeloes ditembak dari depan, sedangkan Yohannes dari belakang. Mereka
ditembak di halaman depan rumah dinas bupati.

Keduanya ditembak saat pulang dari kantor menuju rumah dinasnya. Bupati Toeloes
menerima pesan mengatakan, di rumah dinas ada tamu. Setibanya di rumah, Letnan
Darmawi Ahmad mengajaknya lari karena ada tentara Belanda menyerang Rengat.
Toeloes dan Yohannes merupakan dua dari 2.600 warga Indonesia ikut dibantai dengan
cara ditembak oleh tentara Belanda. Penembakan Bupati Toeloes bersama sekda
tersebut dilakukan serentak tepat di depan rumah dinas Bupati saat ini masih
difungsikan sebagai rumah dinas Bupati Indragiri Hulu. 

Pembantaian Bupati dan Sekda tersebut disaksikan langsung oleh anak kandung
Sekda, Willy Manaek Simatupang. Sebab sebelum ditembak, anak Sekda Simatupang
dipanggil dan disuruh menyaksikan.

Bupati Toeloes memilih tetap bertahan di Kota Rengat. Namun, ia kemudian ditangkap
dan ditembak tentara Belanda di depan istri dan anak-anaknya. Jasadnya dibuang di
Sungai Indragiri bersama jasad ajudannya, Tandean, turut ditembak tentara Belanda.
Kibarkan Bendera China, Bagansiapi-
Api Berubah Jadi Lautan Api
Tak banyak yang tahu ternyata di Provinsi Riau ada peristiwa seperti Bandung Lautan
Api, di Jawa Barat, dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan
Belanda, 1945-1949. Itu adalah kejadian Bagansiapi-api Lautan Api. 

Bedanya, jika Bandung Lautan Api merupakan upaya bumi hangus prajurit Divisi
Siliwangi saat long march ke Jawa Tengah dan Yogyakarta, maka Bagansiapi-api
Lautan Api antara pejuang Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan para kelompok
China. 

Peristiwa sejarah ini bermula dari keinginan orang-orang China untuk ambil alih
kekuasaan dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Indonesia. Alasan mereka, China
sebagai sebuah negara merupakan pemenang Perang Dunia II bersama Sekutu.
Sehingga mereka ingin menjadikan Bagansiapi-api sebagai bagian negara mereka. 

Tentu saja keinginan tersebut tidak dapat diterima oleh para pemuda Indonesia di
Bagansiapi-api dan ini memicu ketegangan. Ketegangan tersebut pecah saat kelompok
China ingin memperingati hari kebangsaannya dengan mengibarkan bendera China di
tanah Indonesia. 

Mendengar kekacauan pertumpahan darah dipicu pengibaran bendera China di Bagan


tersebut, ditambah dengan berita mengatakan, China di sana memberontak, maka
pimpinan tentara di Bengkalis dan Pekanbaru, segera meresponnya dengan
mengirimkan bala bantuan. 

Wedana Bagansiapi-api, BA Mochtar cepat tanggap dengan menggelar pertemuan dan


disepakati kedua belah pihak, China dan TKR bersedian berunding diselenggarakan di
dekat Hotel Guan Guan. Di depan hotel ini, diadakan upacara perdamaian dengan
kelompok China. 

Setelah damai, seluruh warga China bersedia kerjasama membantu perjuangan


Indonesia. Bantuan yang diberikan berupa uang dan barang-barang diperlukan untuk
perjuangan serta ada pula yang membantu dengan memberikan dukungan moril  atau
apa saja dapat kobarkan semangat perjuangan. 

Wow, Sultan Siak Serahkan 13 Juta


Gulden Untuk Modal Indonesia
Merdeka
Selama 71 tahun sejak usai penyerahan kekuasaan, harta dan kehormatannya kepada
Republik Indonesia sebagai seorang sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura, baru tahun
2016, pemerintah meresmikan patung atau tugu yang menggambarkan penyerahan
tersebut. 

Tugu Penyerahan Kesultanan Siak kepada Republik Indonesia ini menggambarkan


perjuangan Sultan Syarif Kasim II (SSK II) sebagai seorang nasionalis sejati. 
Tak hanya menyerahkan uang 13 Juta Gulden, tutur Syamsuar, Sultan Syarif Kasim II
juga menyerahkan mahkota dan pedang keris kesultanan ke Soekarno. Tugu Peringatan
penyerahan Kesultanan Siak kepada pemerintah Republik Indonesia ini peletakkan batu
pertamanya dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. 
Sultan Syarif Kasim II merupakan sultan ke-12 Kerajaan Siak. Ia lahir tahun 1908 dan
meninggal 60 tahun kemudian, 1968. Tugu Penyerahan Kesultanan Siak ini
material pembentuk patung atau tugu menggunakan bahan perunggu. Pemilihan
material ini sebagai perlambang dinamis yang selalu mengikuti perkembangan zaman.
Dimensi tugu atau patung dengan tinggi 3,5 meter, lebar patung 4 meter dengan
diamater dudukan patung 5,5 meter dan diameter luasnya mencapai 15 meter.

Juga dilenglapi relief peristiwa penyerahan Kerajaan Siak secara simbolis oleh SSK II
dan permaisuri kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta tahun 1949.

Inilah Kisah Pengibaran Merah Putih


Pertama Di Pekanbaru
Kabar Indonesia sudah merdeka ditandai dengan Proklamasi oleh Soekarno dan
Muhammad Hatta, pada 17 Agustus 1945, baru sampai ke telinga pemuda di
Pekanbaru, Riau, lima hari kemudian, 22 Agustus 1945. 

Kabar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diterima melalui telegrafis Pemuda PTT
Pekanbaru, Basrul Jamal. Namun, ia belum berani mengungkapkannya kepada pemuda
lain karena situasi Pekanbaru ketika itu masih dikuasai Jepang, negara yang kalah
perang. 

Berselang delapan hari kemudian, 30 Agustus 1945, barulah Basrul Jamal dan para
pemuda tergabung dalam Angkatan Muda PTT Pekanbaru, kemudian menyebarluaskan
teks Proklamasi tersebut, usai mendapat kabar kepastian utusan yang datang dari
Sumatare Barat. 

Utusan tersebut membawa pamflet-pamflet serta menjelaskan di Sumatera Barat, sudah


dikibarkan sang saka merah putih oleh warga setempat. Mendengar itu, maka Basrul
Jamal memutuskan untuk mengibarka bendera di Gedung PTT Pekanbaru. 

Bendera merah putih kemudian dikibarkan oleh pemuda Pekanbaru bernama


Danialsyah, diiringi lagu Indonesia Raya. Inilah pertama kalinya bendera merah putih
dan lagu Indonesia Raya diperdengarkan di Pekanbaru. 

Kini bangunan bersejarah itu sudah rata dengan tanah, tanpa tahu kenapa diratakan.
Dulunya, saksi bisu itu digunakan sebagai kantor Dinas Pekerjaan Umum, di
persimpangan Jalan Riau dengan Ahmad Yani, depan rumah dinas Wali Kota
Pekanbaru. Di sini, prasasti batu hitam bertuliskan pernah menjadi tempat pertama
pengibaran bendera merah putih oleh pemuda Riau. 

Anda mungkin juga menyukai