Letnan Himron Saheman, mantan Bupati Bengkalis, kini Ketua Legiun Veteran Republik
Indonesia (LVRI) Riau, mungkin satu-satunya saksi hidup yang masih tinggal, berusaha
mempertahankan markas Batalion III/Resimen IV/Divisi IX Banteng.
Namun, upaya Letnan Himron Saheman dan para pejuang lainnya mempertahankan
markas batalion dan Kota Rengat, tak berhasil. Pasalnya, kekuatan tidak seimbang
antara tentara Republik dengan Belanda, akhirnya Kota Rengat jatuh.
Bupati Toeloes ditembak tentara Belanda bersama Sekretaris Daerah (Sekda) Yohanes
Simatupang. Toeloes ditembak dari depan, sedangkan Yohannes dari belakang. Mereka
ditembak di halaman depan rumah dinas bupati.
Keduanya ditembak saat pulang dari kantor menuju rumah dinasnya. Bupati Toeloes
menerima pesan mengatakan, di rumah dinas ada tamu. Setibanya di rumah, Letnan
Darmawi Ahmad mengajaknya lari karena ada tentara Belanda menyerang Rengat.
Toeloes dan Yohannes merupakan dua dari 2.600 warga Indonesia ikut dibantai dengan
cara ditembak oleh tentara Belanda. Penembakan Bupati Toeloes bersama sekda
tersebut dilakukan serentak tepat di depan rumah dinas Bupati saat ini masih
difungsikan sebagai rumah dinas Bupati Indragiri Hulu.
Pembantaian Bupati dan Sekda tersebut disaksikan langsung oleh anak kandung
Sekda, Willy Manaek Simatupang. Sebab sebelum ditembak, anak Sekda Simatupang
dipanggil dan disuruh menyaksikan.
Bupati Toeloes memilih tetap bertahan di Kota Rengat. Namun, ia kemudian ditangkap
dan ditembak tentara Belanda di depan istri dan anak-anaknya. Jasadnya dibuang di
Sungai Indragiri bersama jasad ajudannya, Tandean, turut ditembak tentara Belanda.
Kibarkan Bendera China, Bagansiapi-
Api Berubah Jadi Lautan Api
Tak banyak yang tahu ternyata di Provinsi Riau ada peristiwa seperti Bandung Lautan
Api, di Jawa Barat, dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan
Belanda, 1945-1949. Itu adalah kejadian Bagansiapi-api Lautan Api.
Bedanya, jika Bandung Lautan Api merupakan upaya bumi hangus prajurit Divisi
Siliwangi saat long march ke Jawa Tengah dan Yogyakarta, maka Bagansiapi-api
Lautan Api antara pejuang Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan para kelompok
China.
Peristiwa sejarah ini bermula dari keinginan orang-orang China untuk ambil alih
kekuasaan dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Indonesia. Alasan mereka, China
sebagai sebuah negara merupakan pemenang Perang Dunia II bersama Sekutu.
Sehingga mereka ingin menjadikan Bagansiapi-api sebagai bagian negara mereka.
Tentu saja keinginan tersebut tidak dapat diterima oleh para pemuda Indonesia di
Bagansiapi-api dan ini memicu ketegangan. Ketegangan tersebut pecah saat kelompok
China ingin memperingati hari kebangsaannya dengan mengibarkan bendera China di
tanah Indonesia.
Juga dilenglapi relief peristiwa penyerahan Kerajaan Siak secara simbolis oleh SSK II
dan permaisuri kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta tahun 1949.
Kabar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diterima melalui telegrafis Pemuda PTT
Pekanbaru, Basrul Jamal. Namun, ia belum berani mengungkapkannya kepada pemuda
lain karena situasi Pekanbaru ketika itu masih dikuasai Jepang, negara yang kalah
perang.
Berselang delapan hari kemudian, 30 Agustus 1945, barulah Basrul Jamal dan para
pemuda tergabung dalam Angkatan Muda PTT Pekanbaru, kemudian menyebarluaskan
teks Proklamasi tersebut, usai mendapat kabar kepastian utusan yang datang dari
Sumatare Barat.
Kini bangunan bersejarah itu sudah rata dengan tanah, tanpa tahu kenapa diratakan.
Dulunya, saksi bisu itu digunakan sebagai kantor Dinas Pekerjaan Umum, di
persimpangan Jalan Riau dengan Ahmad Yani, depan rumah dinas Wali Kota
Pekanbaru. Di sini, prasasti batu hitam bertuliskan pernah menjadi tempat pertama
pengibaran bendera merah putih oleh pemuda Riau.