Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai proses jangka panjang

yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan per kapita. Oleh karena itu,

pembangunan merupakan suatu proses dimana terjadi berkelanjutan dan secara

terus menerus yang bersifat meningkatkan dan menjadikan semua menjadi lebih

baik. Dengan adanya proses tersebut pendapatan riil masyarakat untuk jangka

panjang diharapkan dapat bertambah.

Pembangunan ekonomi secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses

yang melibatkan berbagai macam perubahan dalam berbagai aspek kehidupan

manusia yang memberi harapan serta bertujuan pada perbaikan tingkat

kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan merata secara berkelanjutan.

Pembangunan ekonomi secara tradisional diartikan sebagai kapasitas yang

dimiliki oleh perekonomian nasional untuk menciptakan dan mempertahankan

kenaikan pendapatan nasional bruto dari tahun ke tahun dalam kurun waktu lama

(Todaro, 2000). Pembangunan ekonomi juga sering diukur berdasarkan

penyerapan sumber daya (employment) dan pertumbuhan struktur produksi yang

dilakukan secara terencana.

Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijakan untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat memeratakan pembagian pendapatan,

memperluas lapangan kerja, mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari

11
12

sektor primer ke sektor sekunder dan tersier serta meningkatkan hubungan

ekonomi regional. Pembangunan adalah perubahan yang positif, yang mencakup

kegiatan-kegiatan serta hasil-hasilnya. Kegiatan tersebut bertujuan untuk

mengelola sumberdaya yang dimiliki daerah yang bersangkutan. Hasil dari

pembangunan tersebut dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan penduduk serta

pendapatannya (Tarigan, 2005).

2.1.2 Pembangunan Ekonomi Regional

Menurut Adisasmita (2008:13), pembangunan wilayah (regional)

merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya

manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan

komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar

wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah,

kewirausahaan (kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan

pembangunan secara luas. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah

adalah suatu proses dimana masyarakat dan pemerintah daerah mengelola sumber

daya yang ada serta membentuk hubungan antara pemerintah daerah dengan

swasta untuk menciptakan lapangan kerja dan merangsang pertumbuhan ekonomi

di wilayah tersebut. Pembangunan daerah merupakan integritas dari pembangunan

nasional yang dilakukan melalui otonomi daerah serta pengarahan sumber daya

yang dapat memberikan kesempatan bagi peningkatan kinerja daerah dan

demokrasi sehingga berguna dalam penyelenggaraan pemerintah serta pelayanan


13

masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut

secara merata.

Keberhasilan suatu pembangunan dapat dilihat dari berbagai macam cara

dan tolak ukur, yaitu dengan pendekatan ekonomi yang didasarkan dari aspek

pendapatan. Dengan berbagai macam pendekatan dan ditinjau dari manapun, tolak

ukur kemakmuran selalu konsisten. Oleh sebab itu pendapatan tetap relevan dan

paling lazim diterapkan meskipun bukan merupakan satu-satunya tolak ukur.

2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi

Keberhasilan suatu pembangunan dalam suatu daerah salah satunya dapat

ditunjukkan dengan kemajuan ekonomi daerah tersebut (Todaro, 2006). Untuk

menilai pertumbuhan ekonomi digunakan tiga macam ukuran yaitu pertumbuhan

output, pertumbuhan output per kapita, dan pertumbuhan output per pekerja.

Pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang

berlaku dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai

kenaikan Gross Domestic Product atau Gross National Product tanpa perlu

melihat adanya perubahan struktur ekonomi tidak, atau akankah kenaikan itu lebih

kecil atau lebih besar dari tingkat pertumbuhan penduduk (Arsyad, 1993).

Pertumbuhan ekonomi menurut Sadono Sukirno (1994:9) didefinisikan

sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian menyebabkan barang dan

jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah. Ada empat faktor produksi

yang menyebabkan jumlah produksi bertambah yaitu: (1) investasi, karena

investasi akan menambah jumlah barang modal; (2) penduduk, karena tenaga
14

kerja akan bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk; (3) teknologi yang

digunakan berkembang; dan (4) pengalaman kerja dan pendidikan menambah

ketrampilan (Sadono Sukirno, 1994:9).

2.1.4 Pertumbuhan Ekonomi Regional

Teori yang menganalisis suatu wilayah yang berhubungan dengan

wilayah-wilayah lain sebagai suatu sistem ekonomi terbuka dengan melalui

petukaran komoditas dan perpindahan faktor-faktor produksi adalah pertumbuhan

ekonomi. Pertumbuhan wilayah lain sangat dipengaruhi oleh pembangunan dalam

suatu wilayah yang akan mendorong pembangunan wilayah lain atau

pembangunan ekonomi dari wilayah tersebut sehingga akan mengurangi tingkat

kegiatan ekonomi serta kerjasama suatu wilayah dalam bentuk permintaan sektor.

Dampak kebijaksanaan pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi dapat

terlihat dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator

penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan serta

berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menjelaskan tentang

tingkat pertumbuhan yang terjadi dengan membentuk laju pertumbuhan

(Sirojuzilam, 2008:18).

Pertumbuhan regional menurut Glasson (1977:86) terjadi sebagai dampak

dari penentu-penentu eksogen dan endogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat di

luar daerah ataupun faktor-faktor ada di dalam daerah yang bersangkutan, atau

kombinasi dari keduanya. Penentu eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah

lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut, sedangkan penentu
15

endogen, meliputi distribusi faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan

modal. Sistem pemerintahan yang berubah dapat menyebabkan adanya perubahan

yang cukup signifikan dalam pengelolaan pembangunan daerah. Sistem

perencanaan dan pola pembangunan daerah yang ada selama ini berubah menjadi

lebih bervariasi tergantung pada permasalahan pokok yang dihadapi serta potensi

yang ada di daerah.

Tinggi rendahnya kemajuan suatu pembangunan daerah dapat diukur

dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik

perkapita maupun secara keseluruhan. Hal ini diyakini bahwa secara sendiri akan

menciptakan lapangan kerja serta peluang-peluang ekonomi yang akhirnya akan

menciptakan berbagai macam kondisi yang sangat diperlukan sehingga dapat

tercipta pertumbuhan ekonomi dan sosial yang merata. Oleh sebab itu, tingkat

pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang utama agar meminimalkan

permasalahan-permasalahan yang ada seperti kemiskinan, pengangguran dan

ketimpangan sosial.

2.1.5 Analisis Struktur dan Proses Pertumbuhan Wilayah

Pertumbuhan wilayah erat kaitannya dengan usaha-usaha pembangunan

daerah. Ditinjau dari sudut ekonomi, pertumbuhan wilayah digambarkan oleh

meningkatnya taraf hidup masyarakatnya. Salah satu indikator yang sering

digunakan untuk mengukur taraf hidup masyarakat adalah pendapatan per kapita

dan perubahannya.
16

Pertumbuhan wilayah merupakan suatu proses yang dihasilkan oleh

dinamika perkembangan internal dan eksternal wilayah tersebut, baik secara

ekonomi, sosial maupun politik. Secara agregat, pertumbuhan wilayah merupakan

bagian dari pertumbuhan nasional yang mencerminkan tingkat partisipasi suatu

wilayah atau merupakan tingkat ketertinggalan suatu wilayah. Ketidakmerataan

pembangunan dilihat secara geografis atau spasial menunjukkan pentingnya

pendekatan kewilayahan atau dimensi keruangan dalam mencapai tujuan

pembangunan nasional.

Proses pertumbuhan wilayah adalah produksi dari banyak faktor yang

sebagian bersifat internal (dari dalam) dan eksternal (dari luar). Kekuatan dari

dalam yang mempengaruhi pertumbuhan wilayah menurut Hoover dalam

Richardson (1991) dikelompokkan atas kekuatan untuk memperkuat diri (self

reinforce) dan kekuatan yang membatasi pertumbuhan (self limit). Faktor yang

memperkuat terjadi karena adanya keterkaitan antar kegiatan di suatu wilayah.

Faktor yang membatasi pertumbuhan terjadi karena adanya keterbatasan input

berupa sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang berkualitas, dll.

Dalam perekonomian wilayah kegiatan dibagi menjadi dua sektor yaitu

sektor basis dan non basis. Kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan yang

mengekspor barang dan jasa ke tempat lain di luar batas perekonomian

masyarakat tersebut atau yang memasarkan barang dan jasa kepada orang yang

datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.

Kegiatan non basis (non basic activities) adalah kegiatan yang menyediakan

barang dan jasa yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di
17

dalam batas perekonomian masyarakat tersebut. Ruang lingkup produksi dan

daerah pasar non kegiatan basis bersifat lokal. Guna memperkuat identifikasi

kegiatan ekonomi suatu wilayah sebagai basis, selain analisis Location Quotient

(LQ) digunakan analisis lokalisasi (α), dan spesialisasi (β) (Soewardjoko, 1984).

Pertumbuhan dan perkembangan suatu sektor dalam mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan sektor lainnya perlu diketahui karena merupakan

alat penting dalam penyusunan program pembangunan daerah. Studi yang

digunakan adalah studi efek pengganda/penggandaan basis. Teknis analisis efek

pengganda membandingkan jumlah total produksi suatu sektor di masing-masing

kecamatan dengan jumlah produksi pada sektor basis masing-masing kabupaten.

2.1.6 Teori Basis Ekonomi

Pendekatan basis ekonomi sebenarnya dilandasi pada pendapat bahwa

yang perlu dikembangkan di sebuah wilayah adalah kemampuan berproduksi dan

menjual hasil produksi tersebut secara efisien dan efektif. Lebih lanjut model ini

menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah atas dua sektor (Arsyad,

1999:140-141), yaitu:

1. Sektor basis, yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang melayani baik pasar

domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri. Itu berarti daerah secara

tidak langsung mempunyai kemampuan untuk mengekspor barang dan jasa

yang dihasilkan oleh sektor tersebut ke daerah lain.

2. Sektor non basis, yaitu sektor kegiatan yang hanya mampu melayani pasar

daerah itu sendiri. Berdasarkan teori ini, sektor basis perlu dikembangkan
18

dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Semua

pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sektor basis.

Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa ke

luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negara itu maupun ke luar negeri.

Analisis basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan

kerja. Misalnya, penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis

merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian

pula penjumlahan sektor basis dan pendapatan sektor non basis merupakan total

pendapatan wilayah tersebut. Di dalam suatu wilayah dapat dihitung besarnya

lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis, dan apabila angka tersebut

dibandingkan, dapat dihitung nilai rasio basis (basis ratio) dan kemudian dapat

dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiplier). Rasio basis

adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja non basis yang tersedia

untuk setiap lapangan kerja basis.

Dasar pemikiran teknik ini adalah teori economic base yang intinya adalah

karena sektor basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah

maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan ke luar daerah akan

menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut, menambah permintaan terhadap

barang dan jasa di dalamnya, serta menaikkan volume kegiatan non basis.

Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan kenaikan konsumsi

dan investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan

dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak

hanya menaikkan permintaan terhadap industri basis, tetapi juga menaikkan


19

permintaan akan industri non basis atau lokal. Kenaikan permintaan ini akan

mendorong kenaikan investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi

modal dalam produksi lokal merupakan investasi yang didorong sebagai akibat

dari industri basis. Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan

berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk kedalam daerah tersebut, dan

turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan non basis. Dengan demikian

Shift Share klasik dengan memasukkan efek alokasi untuk melihat spesialisasi

suatu sektor dalam suatu wilayah.

2.1.7 Pendapatan Regional

Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang

dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah

selama satu tahun (Sadono Sukirno, 2006). Sedangkan menurut Tarigan

(2007:13), pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu

wilayah analisis. Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan

wilayah atau pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut.

Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan

regional diantaranya adalah:

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul

dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.

Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan

biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto


20

mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa

tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan

menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan kemudian

menjumlahkannya akan menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang tercakup

dalam PDRB, yaitu:

a Pertanian.

b Pertambangan dan Penggalian.

c Industri Pengolahan.

d Listrik, Gas, dan Air Bersih.

e Bangunan/ Konstruksi.

f Perdagangan, Hotel dan Restoran.

g Pengangkutan dan Komunikasi.

h Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.

i Jasa-jasa.

2. Produk Domestik Nasional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar

PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan

penyusutan. Penyusutan yang dimaksud disini adalah nilai susut (aus) atau

pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan

lain-lainnya) karena barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi. Jika

nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan,

hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan.


21

3. Produk Domestik Nasional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor

Jika pajak tidak langsung netto dikeluarkan dari PDRN atas Dasar Harga

Pasar, maka didapatkan Produk Domestik Nasional Netto atas Dasar Biaya Faktor

Produksi. Pajak tidak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai,

dan pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan.

Perhitungan pendapatan regional metode langsung dapat dilakukan melalui

tiga pendekatan (Tarigan, 2007:24), yaitu:

1. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Pendekatan pengeluaran adalah penentuan pendapatan regional dengan

menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang

diproduksi di daam suatu wilayah. Total penyediaan barang dan jasa

dipergunakan untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang

tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto

(investasi), perubahan stok dan ekspor netto (ekspor-impor).

2. Pendekatan Produksi (Production Approach)

Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi

dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-

tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian. Maka itu, untuk menghitung

pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi, maka pertama-tama yang

harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap

sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai

produksi yang tercipta dari tiap-tiap sektor.


22

3. Pendekatan Penerimaan (Income Approach)

Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan menjumlahkan

pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-

barang dan jasa-jasa. Jadi yang dijumlahkan adalah upah dan gaji, surplus usaha,

penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.

2.1.8 Perubahan Struktur Ekonomi

Teori perubahan struktural (structural-change theory) menitikberatkan

pada perubahan struktur ekonomi dari pola pertanian ke struktur yang lebih

modern serta memiliki sektor jasa dan industri manufaktur yang tangguh. Menurut

Kuznets dalam Suparno (2008:38), perubahan struktur ekonomi atau sering

disebut transformasi struktural, didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang

saling terkait satu sama lain dalam komposisi dari penawaran agregat (produksi

dan penggunaan faktor-faktor produksi), permintaan agregat, serta perdagangan

ekspor-impor yang terjadi akibat adanya pertumbuhan ekonomi dan proses

pembangunan secara berkelanjutan.

Dalam pembangunan akan terjadi perubahan struktur ekonomi di suatu

negara dan membaginya dalam dua bidang ekonomi. Pertama, membaginya

berdasarkan tiga sektor bidang yang berbeda, yaitu sektor pertanian, sektor

industri dan sektor jasa. Kedua, berdasarkan sektor utama atau primer sampai

dengan sektor pelengkap atau tersier, yaitu sektor primer yang terdiri atas

pertanian, kehutanan, perikanan, dan pertambangan; sektor sekunder yang terdiri

atas industri pengolahan, industri air dan listrik, industri pembangunan; dan sektor
23

tersier yang terdiri atas bidang pengangkutan dan perhubungan, pemerintahan,

perdagangan dan jasa-jasa perseorangan.

Perubahan peranan sektor ekonomi dalam pembentukan pendapatan

nasional disebabkan oleh tiga faktor, yaitu (Mahyudi, 2004):

a. Adanya Hukum Engels, yaitu semakin tinggi pendapatan karena dilakukan

pembangunan yang terus menerus akan meningkatkan konsumsi terhadap

barang-barang industri dan konsumsi terhadap barang pertanian relatif

tetap.

b. Adanya perubahan struktur produksi industri yang bersifat compulsory dan

inductive secara terus menerus. Compulsory sebagai akibat teknologi yang

digunakan terus menerus akan mempertinggi produktivitas kegiatan

ekonomi dan memperluas pasar serta kegiatan perdagangan. Perubahan-

perubahan seperti ini terjadi dalam produksi barang industri yang selalu

menghasilkan produk-produk terbaru yang memberikan fasilitas dan

kemudahan bagi konsumen dengan menggunakan teknologi-teknologi

inovatif yang diterapkan di sektor industri. Inductive adalah kemajuan

produk industri baru yang menambah pilihan alternatif terhadap barang-

barang industri yang dikonsumsi atau dengan teknologi menimbulkan

sektor industri banyak menawarkan diversifikasi produk industri.

c. Adanya comparative advantage pada produk-produk sektor pertanian bagi

negara berkembang, sedangkan negara yang sudah maju memilih

competitive advantage pada produk-produk sektor industri.


24

2.1.9 Ketimpangan Pertumbuhan Wilayah

Pembangunan dalam lingkup spasial tidak selalu merata, ketimpangan

wilayah menjadi salah satu permasalahan yang sangat serius. Beberapa daerah

yang ada mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat, tetapi beberapa daerah

yang lain mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat. Daerah tersebut tidak

mengalami perkembangan dan kemajuan yang sama, ini disebabkan oleh

kurangnya sumberdaya yang dimiliki. Disamping itu banyak para investor yang

menanamkan modalnya pada suatu daerah yang sudah terpenuhi fasilitasnya,

dengan berbagai pertimbangan yang ada untuk menunjang kemajuan dari

usahanya.

Ketimpangan pembangunan yang terjadi antar wilayah di suatu daerah

merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi di daerah tersebut.

Menurut Syafrizal (1997), ketimpangan yang terjadi antar wilayah disebabkan

oleh perbedaan kandungan sumberdaya alam dan perbedaan kondisi demografi

yang terdapat pada masing-masing wilayah, sehingga kemampuan suatu daerah

dalam mendorong proses pembangunan menjadi berbeda. Perbedaan kekayaan

daerah ini yang pada akhirnya menimbulkan adanya wilayah maju (develop

region) dan wilayah terbelakang (underdevelop region). Kesenjangan mengacu

pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat. Sebab kesenjangan antar

wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugrah awal (endowment factor).

Perbedaan inilah yang menyebabkan tingkat pembangunan di berbagai wilayah

dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di

berbagai wilayah tersebut. Perbedaan tingkat kemajuan kemajuan ekonomi antar


25

daerah yang berlebihan akan mengakibatkan pengaruh yang menguntungkan

(spread effects) yang dalam hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan.

Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung

meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibatkan bukanlah hal yang

mudah karena dapat menimbulkan silang pendapat yang berkepanjangan, dimana

satu pihak berpendapat bahwa ketimpangan suatu daerah cukup tinggi dilihat dari

banyaknya kelompok miskin di daerah bersangkutan, namun pihak lain, ada

pendapat bahwa ketimpangan suatu daerah cukup tinggi dilihat dari segelintir

sekelompok kaya yang berada ditengah-tengah masyarakat yang mayoritas masih

miskin (Syafrizal, 1998).

Ketimpangan pada kenyataannya tidak dapat dihilangkan dalam

pembangunan suatu daerah. Adanya ketimpangan, akan memberikan dorongan

kepada daerah yang terbelakang untuk dapat berusaha meningkatkan kualitas

hidupnya agar tidak jauh tertinggal dengan daerah sekitarnya. Selain itu daerah-

daerah tersebut akan bersaing guna meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga

ketimpangan dalam hal ini memberikan dampak positif. Akan tetapi ada pula

dampak negatif yang ditimbulkan dengan semakin tingginya ketimpangan antar

wilayah. Dampak negatif tersebut berupa inefisiensi ekonomi, melemahkan

stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya

dipandang tidak adil (Todaro, 2004).


26

2.1.10 Penelitian Terdahulu

Suparno (2008) mengenai analisis pergeseran struktur ekonomi dan

penentuan sektor ekonomi unggulan kawasan Sulawesi. Penelitian menggunakan

analisis Shift Share (klasik) untuk melihat pergeseran struktural dan daya saing

sektor dan Shift Share modifikasi Esteban-Marquillas untuk melihat sektor-sektor

yang memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi. Untuk melihat pola dan

struktur pertumbuhan ekonomi daerah digunakan analisis Klassen Typologi dan

untuk melihat disparitas pendapatan regional digunakan Indeks Williamson. Hasil

dari penelitian ini adalah struktur perekonomian Sulawesi mulai terjadi pergeseran

dari sektor primer menuju ke sektor sekunder dan tersier, walaupun tingkat

pergeserannya masih relatif kecil. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor primer

yang semakin menurun dengan pertumbuhan yang relatif rendah, sementara pada

saat yang sama kontribusi sektor sekunder dan tersier terlihat semakin meningkat

dengan pertumbuhan yang relatif tinggi.

Keadaan disparitas pendapatan regional diantara provinsi-provinsi di

kawasan Sulawesi cukup rendah dengan rata-rata Indeks Williamson sebesar 0,19,

hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemerataan pendapatan di kawasan ini cukup

merata. Secara agregat, dari tahun 2000 hingga tahun 2007 terjadi pertambahan

tingkat PDRB (output ekonomi) di Sulawesi sebesar 27,31 triliyun rupiah. Dari

jumlah tersebut, sebagian besar (86,76 persen) lebih disebabkan karena efek

pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional. Sementara pengaruh daya saing

Sulawesi terhadap perekonomian Sulawesi hanya mampu mendorong

pertambahan perekonomian Sulawesi sebesar 12,56 persen. Sementara itu


27

pengaruh dari efek bauran industri/sektoral (Industrial Mix Growth) terhadap

pertumbuhan ekonomi Sulawesi sebesar 0,68 persen.

Pada tataran perekonomian nasional, berdasarkan Klassen Tipology,

kawasan Sulawesi merupakan kawasan yang dikategorikan daerah berkembang

cepat (high growth but low income). Hal ini bermakna bahwa Sulawesi

merupakan daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tapi PDRB

perkapitanya lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional. Sementara berdasarkan

hasil analisis pergeseran bersih juga menunjukkan bahwa secara umum, Sulawesi

termasuk ke dalam kelompok daerah yang progresif (maju).

Dari berbagai alat analisis yang digunakan, terlihat ada beberapa sektor

yang memiliki beberapa keunggulan sekaligus yaitu sektor pertanian, sektor

bangunan dan sektor jasa-jasa. Sektor-sektor ini dikategorikan sebagai sektor yang

memiliki daya saing yang tinggi, memiliki keunggulan kompetitif, mampu

berspesialisasi, serta memiliki keunggulan komparatif sekaligus bahkan sektor

bangunan selain memiliki semua keunggulan juga dikategorikan sebagai

kelompok yang agresif (maju) dan pertumbuhannya pesat (fast growing) sehingga

ketiga sektor ini dapat dikatakan sebagai sektor potensial untuk dikembangkan di

Sulawesi.

Indah Dwi Ariastuti (2014) mengenai analisis penentuan sektor unggulan

perekonomian wilayah Kabupaten Purbalingga dengan pendekatan sektor

pembentuk PDRB periode 2007-2011. Hasil penelitian berdasarkan hasil analisis

Tipology Klassen Sektoral menunjukkan bahwa terdapat beberapa sektor yang

termasuk ke dalam kategori sektor maju dan tumbuh pesat antara lain sektor
28

pertanian, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,

serta sektor jasa-jasa. Sedangkan yang masuk ke dalam kategori sektor maju tapi

tertekan hanya sektor pengangkutan dan komunikasi. Kategori developing sector

dimana rata-rata pertumbuhan Kabupaten Purbalingga lebih besar daripada rata-

rata pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah tetapi memiliki rata kontribusi

Kabupaten Purbalingga lebih rendah daripada kontribusi Provinsi Jawa Tengah,

diisi oleh sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan, serta

sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor listrik, gas dan air minum masuk

ke dalam kategori sektor relatif tertinggal, dimana sektor tersebut di Kabupaten

Purbalingga memiliki rata-rata pertumbuhan dan kontribusi lebih rendah daripada

rata-rata pertumbuhan dan kontribusi di Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan kontribusi sektor, PDRB Kabupaten Purbalingga

menunjukkan terjadi perubahan atau pergeseran struktur dimana sektor primer

terus mengalami penurunan sedangkan sektor sekunder dan tersier cenderung

mengalami peningkatan tiap tahun. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis

Location Quotient diketahui bahwa ada beberapa sektor basis di Kabupaten

Purbalingga yaitu sektor pertanian, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang merupakan non

basis antara lain: sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan;

sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta

sektor pengangkutan dan komunikasi.


29

Sektor yang berkompetitif berdasarkan analisis Shift Share antara lain

sektor industri pengolahan, sektor bangunan. sektor perdagangan, hotel dan

restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan. Sedangkan sektor yang tidak memiliki kompetitif antara lain:

sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air

bersih, serta sektor jasa-jasa.

Berdasarkan dari hasil perhitungan ketiga analisis tersebut menunjukkan

bahwa yang merupakan sektor unggulan atau sektor yang memiliki keunggulan

komparatif dengan kriteria tergolong dalam sektor maju dan tumbuh dengan

pesat, sektor basis dan kompetitif, ada dua sektor yaitu sektor bangunan serta

sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses

pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana

pembangunan disamping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi adalah

proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi

pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa

pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output per kapita. Pertumbuhan

ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per

orang.
30

Perubahan struktur ekonomi merupakan suatu proses perubahan peran

masing-masing sektor ekonomi terhadap output nasional dan kemampuannya

menyerap tenaga kerja. Hal ini merupakan suatu bentuk modernisasi dalam

struktur ekonomi tradisional sebagai dampak dan pembangunan ekonomi yang

semakin maju. Pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menimbulkan ketimpangan

distribusi pendapatan hal ini dikarenakan tidak memperhatikan apakah

pertumbuhan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan

penduduk atau perubahan struktur ekonomi. Ketimpangan wilayah (regional

disparity) timbul dikarenakan tidak adanya pemerataan dalam pembangunan

ekonomi. Hal ini terlihat dengan adanya wilayah yang maju dangan wilayah yang

terbelakang atau kurang maju. Ketidakmerataan pembangunan ini disebabkan

karena adanya perbedaan antara wilayah satu dengan lainnya.

Kabupaten Bekasi merupakan salah satu wilayah di provinsi Jawa Barat

yang memiliki wilayah yang cukup besar dengan berbagai potensi dan peranannya

dalam andil perekonomian Jawa Barat maupun nasional. Secara geografis wilayah

Kabupaten Bekasi merupakan jalur utama perekonomian memasuki gerbang

ibukota Jakarta, dengan letak yang sangat strategis yaitu berbatasan langsung

dengan ibukota Negara sehingga berimplikasi pada pesatnya pembangunan serta

adanya pertambahan penduduk yang cepat.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja

makro kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah. PDRB suatu wilayah dapat

menggambarkan peranan sektor-sektor ekonomi dan pergeserannya, struktur

ekonomi, serta laju pertumbuhan ekonomi baik secara keseluruhan maupun per
31

sektor. Dengan melihat pergeseran kontribusi tiap-tiap sektor dalam PDRB akan

bisa dilihat bagaimana perubahan struktur ekonomi yang terjadi di daerah

tersebut.

Perkembangan PDRB adalah salah satu indikator penting untuk

mengetahui seberapa besar ekonomi suatu wilayah dapat tumbuh. Dari data dan

informasi yang ada dalam PDRB, maka dilakukan beberapa analisis untuk

memperoleh informasi mengenai:

1. Sektor Basis dan Non Basis

Teori ekonomi basis mengklasifikasikan kegiatan ekonomi wilayah dalam

dua sektor, yaitu sektor basis dan non basis. Untuk menganalisisnya digunakan

Analisis Location Quotient (LQ). Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi

kegiatan ekonomi daerah yang bersifat ekspor dan non ekspor serta memberikan

gambaran tentang laju pertumbuhan sektor basis setiap tahun. Pembangunan

secara menyeluruh dapat ditentukan dengan adanya pertumbuhan beberapa sektor

basis, sedangkan sektor non basis hanya konsekuensi-konsekuensi dari

pembangunan daerah.

2. Perubahan dan Pergeseran Struktur

Untuk menganalisis perubahan dan pergeseran struktur digunakan Analisis

Shift Share. Kinerja sektor-sektor dalam PDRB suatu daerah yang dibandingkan

dengan wilayah referensi dapat dilihat dari analisis tersebut. Jika terjadi

penyimpangan positif, suatu sektor dalam PDRB dikatakan memiliki keunggulan

kompetitif atau sebaliknya.


32

3. Ketimpangan Wilayah

Untuk mengetahui tingkat ketimpangan digunakan Indeks Williamson

untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan di Kabupaten Bekasi dari

tahun 2009 hingga tahun 2013.

Pengarahan kebijakan strategi pembangunan haruslah memberikan

dampak yang maksimal untuk penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan

masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Dasar pertimbangan dalam perencanaan

pembangunan masa yang akan datang dapat diperoleh dari hasil menganalisis

sektor unggulan tersebut. Secara sistematis alur kerangka pemikiran dalam

penelitian ini dapat dilihat seperti pada gambar berikut:


33

Pembangunan dan Pertumbuhan Kabupaten Bekasi

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bekasi

Perubahan dan Pergeseran Struktur


Sektor Basis dan Non Basis Ekonomi Ketimpangan Wilayah

Analisis Analisis Indeks


Location Quotient Shift Share Williamson
(LQ)

Kondisi Perekonomian Kabupaten Bekasi

Saran/Implikasi Kebijakan dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten Bekasi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai