Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA‐AIPI) diterbitkan oleh Asosiasi Auditor
Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI) merupakan kriteria atau ukuran mutu bagi seluruh
auditor intern dalam lembaga eksekutif. Standar ini dibentuk untuk membantu pimpinan di
lingkungan lembaga eksekutif, baik di tingkat Presiden, menteri, kepala lembaga pemerintah
non kementerian (LPNK) sampai ke tingkat pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota.
Standar audit APIP diperlukan kehadirannya, mengingat pelaksanaan audit yang dilakukan
oleh
BPK tidak selalu dapat dialihkan untuk dilakukan oleh APIP, misalnya audit keuangan. Namun
demikian, dalam modul ini tetap akan diuraikan secara singkat Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPK Nomor 1 Tahun 2007 sebagai
bahan pembanding.
Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA‐AIPI), yang diterbitkan oleh AAIPI,
didasarkan pada peraturan perundang‐undangan sebagai berikut.
a. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah.
c. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER‐
220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.
d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi Asosiasi Auditor
Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI).
Standar audit AIPI adalah kriteria atau ukuran mutu minimal untuk melakukan kegiatan audit
intern yang wajib dipedomani oleh Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AIPI).
Standar audit berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi para auditor dan APIP dalam :
a. pelaksanaan tugas dan fungsi yang dapat merepresentasikan praktik‐praktik audit intern
yang seharusnya, menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan
audit intern yang memiliki nilai tambah serta menetapkan dasar‐dasar pengukuran
kinerja audit intern;
b. pelaksanaan koordinasi audit intern oleh pimpinan APIP;
c. pelaksanaan perencanaan audit intern oleh pimpinan APIP;
d. penilaian efektivitas tindak lanjut hasil audit intern dan konsistensi penyajian laporan
hasil audit intern.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan audit intern yang dapat dilakukan oleh Auditor dikelompokkan sebagai
berikut:
a. Kegiatan penjaminan kualitas (quality assurance) terdiri atas:
1. Audit
Audit Keuangan
Audit Keuangan yang memberikan opini
Audit terhadap aspek keuangan tertentu
Audit Kinerja
Audit Dengan Tujuan Tertentu
2. Evaluasi
3. Reviu
4. Pemantauan/Monitoring
Ringkasan prinsip dasar yang ditetapkan dalam Standar Audit AIPI, sebagai berikut.
a. Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung Jawab APIP (Audit Charter). Visi, misi,
tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab APIP harus dinyatakan secara tertulis dan
disetujui oleh pimpinan organisasi kementerian/lembaga/ pemerintah daerah, serta
ditandatangani oleh Pimpinan APIP sebagai Piagam Audit (Audit Charter).
b. Independensi dan Objektivitas. Dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan
audit intern, APIP dan kegiatan audit intern harus independen serta para auditornya
harus objektif dalam pelaksanaan tugasnya.
Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan aktivitas audit
intern untuk melaksanakan tanggung jawab audit intern secara objektif. Untuk mencapai tingkat
independensi yang diperlukan dalam melaksanakan tanggung jawab aktivitas audit intern
secara efektif, pimpinan APIP memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan
pimpinan APIP.
Objektivitas adalah sikap mental tidak memihak (tidak bias) yang memungkinkan auditor untuk
melakukan penugasan sedemikian rupa sehingga auditor percaya pada hasil kerjanya dan
bahwa tidak ada kompromi kualitas yang dibuat. Objektivitas mengharuskan auditor tidak
membedakan judgment‐nya terkait audit kepada orang lain. Ancaman terhadap objektivitas
harus dikelola pada tingkat individu auditor, penugasan, fungsional, dan organisasi.
Jika independensi atau objektivitas terganggu, baik secara faktual maupun penampilan, maka
gangguan tersebut harus dilaporkan kepada pimpinan APIP.
a. Gangguan independensi APIP dan objektivitas auditor dapat meliputi, tetapi tidak
terbatas pada, konflik kepentingan pribadi, pembatasan ruang lingkup, pembatasan
akses ke catatan, personel, dan prasarana, serta pembatasan sumber daya, seperti
pendanaan. Auditor harus melaporkan kepada pimpinan APIP mengenai situasi adanya
dan/atau interpretasi adanya konflik kepentingan, ketidakindependenan, atau bias.
Pimpinan APIP harus mengganti auditor yang berada dalam situasi tersebut dengan
auditor lainnya yang bebas dari situasi itu.
b. Auditor yang mempunyai hubungan yang dekat dengan auditan seperti hubungan
sosial, kekeluargaan, atau hubungan lainnya yang dapat mengurangi objektivitasnya,
harus tidak ditugaskan melakukan audit intern terhadap entitas tersebut.
c. Dalam hal auditor bertugas menetap untuk beberapa lama di kantor auditan dalam
rangka penugasan consulting atas program, kegiatan, atau aktivitas auditan, maka
auditor tidak boleh terlibat dalam pengambilan keputusan atau menyetujui hal‐hal yang
merupakan tanggung jawab auditan.
d. Auditor harus menahan diri dari penugasan assurance atas program, kegiatan, atau
aktivitas tertentu dimana mereka sebelumnya bertanggung jawab. Objektivitas dianggap
terganggu jika auditor melakukan penugasan assurance untuk suatu program, kegiatan,
atau aktivitas dimana auditor memiliki tanggung jawab pada tahun sebelumnya.
e. Penugasan kegiatan assurance terhadap suatu fungsi di mana pimpinan APIP
berpotensi memiliki konflik kepentingan, harus diawasi oleh pihak lain di luar APIP yang
bersangkutan.
Auditor harus mematuhi kode etik yang telah ditetapkan. Penugasan audit intern harus
mengacu kepada Standar Audit ini, dan auditor wajib mematuhi kode etik yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Standar Audit ini. Auditor diharapkan menerapkan dan
menegakkan prinsip‐prinsip etika, yaitu integritas, objektivitas, kerahasiaan, kompetensi,
akuntabel, dan perilaku profesional.
Selain standar audit yang telah dibicarakan di atas, terdapat Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia melalui
Peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 pada bulan Januari
2007
yang memiliki landasan dan referensi berikut.
2. Referensi:
a. Standar Audit Pemerintahan, Badan Pemeriksa Keuangan RI Tahun 1995;
b. Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS) 2003 Revision, United
States Government Accountability Office;
c. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2001, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI);
d. Auditing Standards, International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI),
Latest Ammendment 1995;
e. Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002;
f. Internal Control Standards, INTOSAI, 2001;
g. Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, Latest Revision
h. December 2003.
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 1 tentang Standar Umum mengatur kriteria yang
bersifat umum untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Standar ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk
menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan. Standar ini juga memberikan kerangka dasar untuk
dapat menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif. Cakupan
standar umum mengatur hal‐hal berikut:
1. Persyaratan kemampuan/keahlian;
2. Independensi;
3. Penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama;
4. Pengendalian mutu.
Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan
proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan
yang sistematis, teratur, dan menyeluruh.
1. Pengelolaan Risiko. Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara
mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.
2. Pengendalian. Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara
pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan
efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara
berkesinambungan.
3. Ruang Lingkup Penugasan. Agar sasaran penugasan tercapai, maka fungsi audit internal
harus menentukan ruang lingkup penugasan yang memadai.
4. Alokasi Sumber Daya Penugasan. Auditor internal harus menentukan sumber daya yang
sesuai untuk mencapai sasaran penugasan. Penugasan staf harus didasarkan pada
evaluasi atas sifat dan kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu, dan ketersediaan
sumber daya.
2. Kualitas Komunikasi. Komunikasi yang disampaikan, baik tertulis maupun lisan, harus
akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu. Jika komunikasi final
mengandung kesalahan dan kealpaan, penanggung jawab fungsi audit internal harus
mengomunikasikan informasi yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang telah
menerima komunikasi sebelumnya.
3. Pengungkapan atas Ketidakpatuhan terhadap Standar Dalam hal terdapat ketidakpatuhan
terhadap standar yang memengaruhi penugasan tertentu, komunikasi hasil‐hasil penugasan
harus mengungkapkan:standar yang tidak dipatuhi;
alasan ketidakpatuhan;
dampak dari ketidakpatuhan terhadap penugasan.
4. Penyampaian Hasil‐hasil Penugasan Penanggung jawab fungsi audit internal harus
mengomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang berhak.