686 1598 1 SM
686 1598 1 SM
harus menyadari bahwa ia adalah anggota Pemimpin dalam Islam bukan penguasa
masyarakat yang penuh derita dan yang terjaga dari kesalahan. Tapi dia adalah
kesedihan, namun harus tetap tertib dan manusia biasa yang bisa salah dan benar,
terkendali. Salah satu cara untuk mengurus, bisa adil dan pilih kasih. Menjadi hak kaum
memelihara dan mengaturnya agar tidak muslimin untuk meluruskan pemimpin yang
terlempar menjadi sumber kekacauan dan berbuat salah dan melempangkan
keruwetan adalah perlunya keberadaan penyimpangannya. Inilah yang dinyatakan
pemimpin,3 Mekanismenya disebut dengan para pemimpin kaum muslimin yang
kepemimpinan. terbesar setelah Rasulullah SAW, yaitu Al-
Tampaknya, manusia tidak akan pernah Khulafa’ur rassyidin yang mengikuti
mampu melepaskan diri dari dua posisi dua petunjuk. 6 Kita diperintahkan untuk
listis, yaitu sebagai pihak yang dipimpin mengikuti sunnah mereka dan menggigitnya
sekaligus sebagai pemimpin,4 atau disebut kuat-kuat dengan gigi geraham. Karena
pemimpin dan yang dipimpin. Pemimpin itu sunnah mereka merupakan kepanjangan
pemegang otoritas yang “menentukan” dari sunnah beliau. Terbentuknya Negara
kebijakan dan menjalankannya dalam Madinah, akibat dari perkembangan
wilayah kepemimpinannya, untuk penganut Islam yang menjelma menjadi
mengantar masyarakat yang dipimpinnya kelompok sosial dan memiliki kekuatan
kearah yang lebih baik dan maju. Hal inilah politik riil pada pasca periode Mekkah di
yang memposisikan pemimpin pada bawah pimpinan Nabi. Pada periode
tempat yang sangat strategis dalam Mekkah pengikut beliau jumlahnya relatif
kehidupan suatu masyarakat. Pemimpin, kecil belum menjadi suatu komunitas yang
baik dalam skala makro maupun mikro, mempunyai daerah kekuasaan dan
menempati posisi (kedudukan) yang tinggi berdaulat. Tetapi setelah di Madinah posisi
dan mulia dalam Islam. Mengajak manusia Nabi dan umatnya mengalami perobahan
kepada jalan kebenaran, untuk berbuat baik yang besar. Di kota itu mereka mempunyai
dan mencegah mereka dari pada perbuatan kedudukan yang baik dan segera merupakan
yang munkar, merupakan tugas agama yang umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri.
sangat agung dan mulia yang dibebankan Nabi sendiri menjadi pemimpin, dalam
kepada umat Muhammad SAW, sehingga masyarakat yang baru dibentuk itu dan
Allah mensifati mereka sebagai umat yang akhirnya merupakan suatu negara.
terbaik (QS.Ali Imran: 110). Sementara di kalangan kalangan
Masalah kepemimpinan 5 selalu menjadi masyarakat muslim wacana kepemimpinan
bahan kajian sosiologi yang menarik. Dalam pada umumnya dan pemimpin pada
rentang panjang perjalanan sejarah anak khususnya, selalu menghiasi lembar sejarah
manusia, telah muncul corak pemimpin Islam sejak Rasulullh SAW wafat hingga saat
dengan beragam karakternya. Pemimpin ini. Siapa sebenarnya yang dapat dianggap
dalam perspektif Islam merupakan wakil sebagai wakil umat Islam untuk mengurus
dari umat, atau lebih tepatnya pegawai umat. kepentingan-kepentingan umat Islam itu
Di antara hak yang mendasar, wakil layak sendiri, serta bagaimana umat Islam
diperhitungkan atau perwakilan itu dicabut menyikapi suatu persoalan kenegaraan yang
jika memang dikehendaki, terutama jika telah diputuskan oleh otoritas resmi dalam
orang yang mewkili mengabaikan berbagai suatu negara. Penulis akan mencoba
kewajiban yang harus dilakukannya. menjawabnya dalam makalah ini dengan
judul “Pengertian Ulil Amri Dalam Al- Hadis Nabi SAW, banyak digunakan kata
Qur’an dan Implementasinya Dalam amir dan umara’. Hadis-hadis dimaksud
Masyarakat Muslim”. menggambarkan pentingnya peranan
pemimpinn dalam kehidupan masyarakat,
II. Pengertian Ulil Amri dan pemimpin harus benar-benar
memperjuangkan kepentingan rakyat. 11
Kata Ulul Amr (selanjutnya baca ulil Istilah amir digunakan untuk gelar bagi
amri) adalah susunan dari dua suku kata yaitu jabatan-jabatn penting yang bervariasi dalam
ulu dan al ‘amr. Kata ulu diartikan dengan sejarah pemerintahan Islam dengan sebutan
yang punya, yang memilki misalnya dalam yang beragam. Seperti amir al-mu’minin, amir
kata ulil al quwwah yang berarti memiliki al-muslimin, amir al-umara’dan amir saja.
kekuatan, uli al-bab berarti yang mempunyai Karena itu, ia bisa digunakan untuk gelar
pikiran. Kata ini dijumpai dalam al-Qur’an bagi kepala pemerintahan di daerah dan
dengan berbagai macam kata pasangannya. gelar bagi penguasa militer.
Umpamanya ia berpasangan dengan ulil ilm Kata Ulil amri adalah gabungan dari (ulu)
berarti yang punya ilmu, ulul ba’s berarti yang dan (al-amr) berarti pemimpin, pemerintah
punya kekuatan/kekuasaan, ulu al-azm dan sebaginya. Kata ulil amri 12 terdapat di
berarti yang punya ketegaran/keteguhan, dalam al-Qur’an sebanyak 2 kali, yaitu
dan lainnya. Sedangkan kata al-amr berarti firman Allah surah an-Nisa’ ayat 59:
kerajaan, urusan, perkara7 dan semacamnya.
Kata ini dijumpai dalam bentuk tunggal
dan jamaknya dalam al-Qur’an sebanyak 169
kali. Kata ini mempunyai makna semantik
yang banyak. Ia bisa berarti hari kiamat, hari
akhirat, agama Islam, perintah, perkara secara
umum. Dengan arti perintah misalnya,
dijumpai dalam firman Allah : “Mereka
mengikut perintah Fir’aun, sedangkan perintah
Fir’aun itu tiadalah benar”.8 dan bararti hari Artinya:
kiamat misalnya dijumpai dalam firman Allah “ Hai orang orang yang beriman taatilah
: “Apabila telah datang ketentuan Allah (hari Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri
kiamat), di putuskanlah dengan benar dan rugilah diantara kalian...,.” (Q.S.An-Nisa’ ayat 59).
di sana orang-orang yang berbuat kebatilan” 9
Berikutnya, kata amir diturunkan dari Dan firman Allah surat an-Nisaa’ ayat
kata amira yang berarti menjadi amir (raja). 83:
Amir bermakna “pemimpin”. Atas dasar öqs9ur çnr–Šu‘ ’n<Î) ÉAqß™§•9$#
makna ini, amir didefenisikan dengan
“seorang penguasa yang melaksanakan urusan”.
Bentuk jamaknya (amira) adalah umara’ yang
berarti para penguasa, para pemimpin dan
para komandan. Kata amir tidak digunakan
oleh al-Qur’an, tapi yang ada ulil amri, dalam
kamus diberi arti (para pemimpin dan ahli
ilmu pengetahuan).10 Akan tetapi teks-teks
terbatas pada keturunan Ali. dan masyarakat tidak akan tercapai dan
Lain halnya masyarakat Syi’ah, teratur, kecuali dengan saling tolong
menurut mereka ulil amri hanyalah menolong antara pemimpin dan rakyat.
mereka yang termasuk dalam kelompok Pemimpin menegakkan kewajiban-
ahlu al- bait, karena di tangan ahlu al- kewajibannya, demikian pula halnya
baitlah terdapat otoritas politik dan rakyat dan masyarakat.24 Diantara hak-
agama. Anggapan semacam ini di hak pemimpin dan kewajiban terhadap
dasarkan kepada pemahaman bahwa mereka adalah sebagai berikut:
ahlu bait terpelihara dari kesalahan, a. Ikhlas dan mendoakan pemimpin
sesuai firman Allah SWT: Kewajiban pertama bagi rakyat
terhadap pemimpin adalah ikhlas,
dalam mencintai mereka dan
menginginkan kebaikan bagi
mereka serta membencihi apa yang
Artinya: “ Hanya sesungguhn ya Allah akan menyusahkan mereka. Syariat
menghendaki, supaya menghilangkan melambangkan hal itu dengan
kotoran dari kamu hai keluarga Nabi kalimat nashihah, sebagaimana
dan membersihkan kamu sebersih- dalam hadis Tamin bin Aus al Daari,
bersihnya”. (QS. Al-Ahzaab: 33). ia berkata : “ Rasulullah SAW
bersabda : “Agama itu adalah nasehat,
Kaum Syi’ah adalah para pengikut kami berkata : bagi siapa?. Beliau
setia Ali bin Abi Thalib. Keyakinan bersabda : Bagi Allah, Kitab-Nya,
mereka yang amat tinggi kepadanya Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin
membawa kepada suatu keyakinan, dan umat mereka.25
bahwa Ali bin Abi Thalib adalah al Ibnu Daqiq al ‘Ied juga
Khalifah al Mukhtar (Khalifah Terpilih) menjelaskan dalam Syarh Matan al
dari Nabi SAW, karena ia dianggap Arba’in al Nawawi, bahwa nasihat
sahabat terbaik di antara sahabat- bagi imam-imam kaum muslimin
sahabat Nabi. Artinya mereka meyakini adalah dengan membantu mereka
bahwa yang berhak mengendalikan dalam kebenaran, mentaati
pemerintahan pasca Nabi adalah imam, mereka,memperingatkan kesalahan
baik pemegang kepemimpinan politik mereka dengan lemah lembut,
maupun kepemimpinan spritual mengingatkan dalam hal-hal yang
(agama). Jabatan imam adalah hak mereka lalai, mempersatukan hati
istimewa ahl al bait (keluarga Nabi), yaitu manusia untuk mentaati mereka, jihat
Ali bin Abi Thalib dan keturunannya.23 bersama mereka dan mendoakan
kebaikan untuk mereka.26
B. Kewajiban Terhadap Pemimpin Demikian pula mendoakan
Atau Ulil Amri mereka, sebab doa untuk pemimpin
mempunyai faedah diantaranya:
Islam memberikan hak-hak bagi 1. Doa adalah ibadah untuk
pemimpin yang wajib ditunaikan, mendekatkan diri kepada Allah,
ditetapkan dan dijaga oleh rakyat, maka mendoakan kebaikan bagi
karena sesungguhnya maslahat umat mereka adalah ibadah. Syaikh
Abd. al ‘Aziz bin Baz berkata : Karena itu, para ulaama besar di
“Adapun mendoakan kebaikan kalangan imam Islam
untuk pemimpin ter masuk mengagungkan kehor matan
taqarrub (mendekatkan diri mereka, memenuhi panggilan
kepada Allah) yang paling besar mereka dengan sikap zuhud dan
dan termasuk seutama ketaatan.27 wara’ dan tidak tamak terhadap
Mendoakan pemimpin berarti milik para pemimpin tersebut.30
telah menunaikan kewajiban dan Berkata imam al Qurafy dalam
tanggung jawab, sebab doa al Dzakirah : Menjaga/ memelihara
termasuk nasehat, sedangkan maslahat umum adalah wajib,
nasehat adalah kewajiban atas tidaklah bisa terjaga kecuali dengan
setiap muslim. diagungkannya imam-imam
2. Mendoakan kebaikan pemimpin (penguasa) dalam hati rakyat, bila
merupakan kareekteristik ahli rakyat menyalahi mereka atau
sunnah dan membedakan mereka dihinakan, niscaya maslahat tidak
dari ahli bid’ah. Berkata al Hasan akan tercapai.31 Sebagaimana sabda
bin Ali : Jika kamu melihat Rasulullah SAW : “Dari Abi Bakrah,
seseorang mendoakan kejelakan ia berkata : aku mendengar Rasulullah
atas pemimpin, maka ketahuilah SAW bersabda : “Barangsiapa yang
bahwa ia adalah pengekut hawa memuliakan penguasa Allah di dunia,
hafsu, jika kamu mendengan niscaya Allah akan memuliakannya
seseorang mendoakan pada hari kiamat. Barangsiapa yang
pemimpin dengan kebaikan, menghinakan pengauasa Allah di dunia,
maka ketahuilah bahwa ia niscaya Allah akan menghinakannya
adalah pengikut sunnah.28 pada hari kiamat.32
Bersadarkan keterangan diatas,
b. Menghormati dan Memuliakan jelaslah bahwa sudah merupakan
Pemimpin kewajiban bagi umat (rakyat) untuk
Menghormati dan memuliakan menghormati dan memuliakan
ulil amri, baik pemimpin maupun pemimpin. Tidak boleh mencela
ulama merupakan kewajiban dalam dan merendahkannya, sebab hal itu
Islam. Sedangkan mencela dan hanya akan menimbulkan
merendahkan keduanya adalah kerusakan dan kebencian di hati.
terlarang. Semua ini untuk Pada hal, diantara kewajiban rakyat
menumbuhkan persaan segan dan kepada pemimpinnya adalah ikhlas
takut dalam diri rakyat, agar mereka dan mendo’akan kebaikan atas diri
tidak berbuat kerusakan, pemimpin, bukan sebaliknya.
keburukan, per musuhan dan
pembangkangan. 29 Imam Ibnu c. Taat Dalam Perkara Selain Maksiat
Jama’ah menjelaskan, bahwa hak Suatu hal yang menarik dari
para pemimpin yakni berupa ketaatan kepada ulil amri di sini,
penghormatan, memuliakannya yakni apakah ketaatan itu sifatnya
serta keagungan yang telah (absolut atau tidak absolut). Absolut
diberikan Allah kepada mereka. berarti bahwa semua perintah itu
wajib dilaksanakan, apakah hal itu taatan itu terilhami dari pengertian
mengandung kemaslahatan atau ayat surat an-Nisa ayat 59 diatas.
tidak, dilaksanakan secara terpaksa Dinyatakan, bahwa kata taat itu
atau tidak terpaksa. Ketaatan terulang ketika menyebut ketaatan
semacam ini, dijumpai dalam tradisi kepada Nabi Muhammad SAW ,
mayoritas masyarakat Syiah. Karena tetapi tidak ter ulang ketika
dalam masyarakat Syiah, misalnya menyebut ulil amri. Hal ini
imam atau pemimpin itu adalah menunjukkan bahwa ketaataan
ma’sum yang berarti terlepas dari kepada ulil amri telah tercakup dan
dosa dan kesalahan. Bahkan mereka terintegrasi pada ketaatan kepada
beranggapan bahwa para imam itu Allah SWT dan ketaatan kepada
adalah wakil Tuhan di bumi untuk Rasul SAW. Dengan pengertian lain,
menafsirkan dan menjelaskan bahwa ketaatan pada ulil amri tidak
perintah perintah-Nya. punya bentuk dan model yang lain,
Ketaatan kepada ulil amri dalam kecuali berdasarkan kepada
Syiah digambarkan oleh Al- ketaatan kepada Allah SWT dan
Muzaffar dalam pandangannya ketaatan kepada Rasul SAW.34
yang mengatakan : “Kami meyakini Selanjutnya Abuddin Nata
bahwa imamah adalah salah satu mengatakan, di dalam (QS. an-Nisa’
dari ajaran Islam yang fundamental 59) kita dianjurkan agar mentaat
(ushul al-din), dan keyakinan Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri
seseorang tak akan pernah menjadi (pemimpin). Ketaatan kepada Allah
sempurna tanpa meyakini imamah dan Rasul-Nya ini mengandung
itu”. Percaya bahwa para imam konsekwensi ketaatan kepada
adalah ulil amri yang diperintahkan ketentuan-Nya yang terdapat di
oleh Allah untuk ditaati. Sebab dalam al-Qur’an dan ketentuan
meraka adalah saksi bagi manusia, Nabi Muhammad SAW yang
pintu- pintu Allah SWT, dan jalan terdapat di dalam Hadisnya.
menuju-Nya. Mereka adalah wadah Selanjutnya ketaatan kepada ulil amri
penunjuk jalan, wadah ilmu Allah atau pemimpin sifatnya kondisional
SWT, penerjemah wahyu-Nya, (tidak mutlak), karena betapapun
tong gak-tong gak tauhid-Nya. hebatnya ulil amri itu, namun ia tetap
Karena itulah, meraka menjadi manusia yang memiliki kekurangan
pembawa keamanan dibumi seperti dan tidak dapat dikultuskan. Atas
bintang membawa keaaman bagi dasar inilah, mentaati ulil amri
ahli langit.33 bersifat kondisional. Jika produk
Sedangkan tidak absolut, berarti dari ulul amri tersebut sesuai dengan
ketaatan itu sifatnya temporal. ketentuan Allah dan Rasul-Nya maka
Kewajiban taat disini berkaitan wajib di ikuti ; sedangkan jika produk
dengan perilaku seorang ulil amri tersebut bertentangan dengan
pemimpin. Jika pemimpin itu tidak kehendak Tuhan maka tidak wajib
membawa kamaslahatan rakyat, mentaatinya.35 Dengan demikian,
maka tidak ada kewajiban taat jelaslah bahwa model ketaatan kepada
kapada-Nya. Ketaatan atau ketidak ulil amri itu terlaksana, jika ulil amri
19
Riwayat Imam Ahmad, al Musnad, no. 14792 . 27
Lukman Jamal, Opcit, hlm. 16.
20
Luqman Jamal, Op-cit, hlm. 11. 28
Mendo’akan kebaikan untuk pemimpin besar
21
Paling tidak ada tiga teori politik klasik yang manfaatnya dan akan kembali kepada rakyat.
muncul dalam Islam, khusus yang terkait dengan Karena itulah Fudhail bin Iyadh mengatakan:
konsep imamah, yaitu: Pertama, teori politik Sunny “Seandainya kami mimilki satu do’a, kami hanya
yang berpendapat bahwa pengangkatan imam atau akan memperuntukkannya kepada pemimpin,
khalifah merupakan hak istimewa umat (ikhtiyar karena kita diperintahkan mendo’akan penguasa,
al umma) yang dipilih dari mereka yang berbangsa agar mendapatkan kebaikan, tidak diperintahkan
Quraisy (al-a’imat min Quraisy), dengan syarat- mendo’akan kejelekan atas mereka, meskipun
syarat tertentu. Karena itu imam bukanlah manusia mereka berbuat jahat. Kejahatan dan kezaliman
suci, tetapi tetap merupakan manusia biasa yang mereka berakibat pada diri mereka dan kaum
memperoleh amanah dari umat. Kedua, teori muslimin. Kebaikan mereka untuk diri mereka dan
politik Syi’ah yang berkeyakinan bahwa Imam tidak juga kaum muslimin. Lihat Asma Khalid bin
di pilih oleh umat, melaikan ditentukan oleh nash Symhudi al Banthani, Rakyat-Penguasa Hak dan
dan diturunkan melalui sistem wasiyat dan harus Kewajiban, Majalah al Sunnah, edisi 12, Jakarta,
berasal dari (Ahl al Bayt) melalui garis keturunan 2004, hlm. 17.
Ali-Fatimah. Karena itu imam adalah seorang 29
Ibid, hlm. 18 .
manusia pilihan yang memiliki sifat (ma’sum) dan 30
Ibid, hlm. 18-19.
otoritas besar, dalam hal penafsir Kitab Suci Al- 31
Lukman Jamal, Loc-cit.
Qur’an dan harus di ikuti oleh umat (kaum Syi’ah). 32
Hais riwayat Imam Ahmad, dalam Musnad no.
Ketiga, teori politik Khawarij yang lebih demokratis, 19351. At.Turmuzi, dalam Kitab al Fitan, Bab
karena berpendapat bahwa siapa pun boleh tampil Maa jaa-a fii al Khulafa-i, no.2150; ia berkata :
menjadi imam tanpa mempersoalkan asal usul Hadis ini Hasan Gharib. Pada riwayat lain
keturunannya, asalkan dipilih secara dedmokratis disebutkan: Sulthan ( penguasa ) adalah
oleh umat, tentunya dengan syarat-syarat tertentu. naungan Allah dimuka bumi, barangsiapa
Lihat I bnu Kaldun, Muqaddima, Dar al Fikr, tt, yang memuliakannya maka Allah akan
hlm. 194-198. Lihat dan bandingkan Fathi Osman, memuliakannya. Barangsiapa yang
Bayan al Imam-Kesepakatan Pengangkatan Kepala menghinakannya, maka Allah akan
Negara Islam, dalam Mumtaz Ahmad (Ed), menghinakannya”. (lihat al Shahihah, karya
Masalah-Masalah Teori Politik Islam, Mizan, Syeikh Nashiruddin al Albani) .
Bandung, 1998, hlm. 77-78. 33
Pendapat itu dikatakan oleh al-Muzaffar
22
Menurut Ibnu Khaldun bahwa ulil amri harus sebagaimana dikutip oleh Jalaludin Rahmad
memenuhi kriteria yaitu : pertama, berilmu dalam, Islam Alternatif, Mizan, Bandung, 1989,
pengetahuan yang luas. kedua, al-Kifayat yaitu hlm. 249. Sejalan dengan hal itu, penjelasan al-
kesanggupan melaksanakan hukum-hukum yang Tabataba’i yang mengatakan bahwa pertentangan
telah ditetapkan undang-undang, kesanggupan terjadi antara Sunni dan Syi’ah berkaiatan dengan
memelihara tugas-tugas politik dan sebagainya. persoalana imamah yaitu berkenaan dengan
Ketiga, berlaku adil karena imamah adalah satu pemerintahan Islam dan kewenangannya dalam
lembaga keagamaan yang mengawasi lembaga- pengetahuan, keagamaan yang semuanya menurut
lembaga lain yang memerlukan keadilan. Keempat, Syi’ah menjadi hak istimewa ahl al-bait. Lihat al-
sehat panca indra. Kelima, keturunan Quraisy yang Tabataba’i, Islam Syi’ah, Graffiti, Jakarta, 1989,
di dasrkan atan konsensus (ijma’) para sahabat hlm.88. Lihat pula j.Sayuti Pulungan,Op-cit, hlm.
pada pertemuan Tsaqifah. Lihat J.Sayuti 202-203.
Puluingan, Op-cit, hlm. 253-258. 34
Dalam menafsirkan (QS.An-Nisa’ : 59 ), Ibnu
23
Ibit, hlm 201-202. Baca dan bandingkan Abu Zahra, Athiyah barkata: Allah telah memerintahkan
Tarikh al-Madzahib al-Islamiyat fi al-Siyasat wa al- hamba-Nya untuk taat kepada-Nya, dengan cara
‘Aqidat, Dar al-Fikri al-Arabi, Bairut, tt, hlm. 35. menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan
24
Luqman Jamal, Op-cit, hlm. 15 . larangan-Nya, mentaati Rasul-Nya serta
25
Hadis Riwayat Muslim, dalam Kitab al Imam, Bab penguasa. Pendapat ini merupakan pendapat
Bayani anna al Diin al Nashihah, no.82. al Nasai Jumhur, seperti ( Abu Hurairah, Ibnu Zaid, dan
dalam Kitab al Buyu’, Ban an Nashiihatru li al Imam, lainnya ). Lihat al Salam bin Barjas Ali Abd al
no. 4126. Karim, Op-cit, hlm. 108. Lihat pula Ibnu al Jauzy,
26
Ibnu Daqiq al ‘Ied, Syarah Hadis Arfba’in, At Op-cit, hlm. 121.
Tibyan, Solo, tt, hlm. 63. 35
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, PT. Raja