Kasus 2 (KDK, Skabies, Infeksi Sekunder)
Kasus 2 (KDK, Skabies, Infeksi Sekunder)
Arsakha)
Diagnosis : KDK, Skabies, Infeksi sekunder
KEJANG DEMAM
1. Definisi Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (IDAI, 2016).
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-
20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
Anti Piretik
* Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali
* Ibuprofen 5 -10 mg/kgbb/kali
Anti Konvulsan
* Diazepam oral 0.3-0.5 mg/kgbb
* Diazepam rectal 0.5 mg/kgbb
BB<10Kg:5mg; >10Kg:10mg
Non-Farmakologi
Klasifikasi Scabies
Pada umunya semua jenis penyakit memiliki jenis dan klasifikasinya masing-masing, berikut
klasifikasi scabies berdasarkan yang dipaparkan oleh Nanda(2014) yaitu:
1. Scabies pada orang bersih yaitu ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang
sedikit jumlahnya sehingga jarang dijumpai.
2. Scabies nodular, yaitu lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya
terdapat didaerah tertutup, terutama pada genetila laki-laki. Nodus ini timbul sebagai reaksi
hipersensitivitas terhadap tungau scabies.
3. Scabies pada bayi dan anak, yaitu lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan dan kaki dan sering terjadi infeksi sekunder
impetigo sehingga terowongan jarang ditemukan.
4. Scabies terbaring ditempat tidur, yaitu kelainan yang sering menyerang penderita penyakit
kronis dan pada orang yang lanjut usia yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur terus.
Sehingga orang itu dapat menderita scabies dengan lesi yang terbatas.
5. Scabies Norwegia atau scabies krustosa, ini ditandai dengan lesi yang luas dengan krusta,
skuama generaisata dan hyperkeratosis
Skabies ditularkan melalui migrasi tungau betina yang telah dibuahi dari satu orang ke
orang lain yang dapat terjadi melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Kontak
langsung dapat terjadi melalui jabat tangan, tidur bersama, skin-to-skin attachment, dan
hubungan seksual. Kontak tidak langsung terjadi bila individu yang menderita skabies
bertukar benda dengan individu sehat, seperti handuk, pakaian, selimut, bantai dan seprei.
[1-4]
Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum kulit
dengan kecepatan 2-3 mm sehari sambil meletakkan 2-4 butir telur sehari, hingga
mencapai jumlah 40 hingga 50 telur. Telur-telur ini akan menetas biasanya dalam waktu
3-5 hari dan menjadi larva dengan tiga pasang kaki. Larva dapat tinggal di dalam
terowongan maupun keluar ke permukaan kulit. Setelah 2-3 hari, larva akan berubah
menjadi nimfa dan mempunyai 2 bentuk yaitu jantan atau betina. Secara keseluruhan,
siklus hidup skabies mulai dari telur hingga dewasa memerlukan 8-12 hari. [1] Literatur
lain menyatakan bahwa hanya membutuhkan 10-17 hari untuk menciptakan tungau betina
infeksius baru yang dapat bermigrasi ke individu lain. Periode inkubasi pada orang tanpa
paparan terhadap skabies sebelumnya hingga akhirnya menimbulkan gejala berkisar
antara 2-6 minggu. [2,5]
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
PERMENKES RI No.5 Tahun 2014 Tentang Panduan Klinis Bagi Dokter di fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi keenam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2010
Ikatan Dokter Indonesia. Skabies. Dalam: Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer edisi pertama. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013
James WD, Berger TD, Elston DM. Andrew’s disease of the skin: clinical dermatology edisi 10.
Kanada: Saunders Elsevier. 2000.
Sungkar, S. (2016). Skabies Etiologi, Patogenesis, Pengobatan, Pemberantasan, dan Pencegahan. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 7-25.