Pelaksana :
CV. DAYAKARSA MADYA CONSULTANT
Banjarmasin
2020
1
LATAR BELAKANG
Kondisi kawasan hutan dan lahan di Kalimantan Selatan telah mengalami
eksploitasi secara besar-besaran tetapi tidak diikuti penanaman kembali secara
benar. Selanjutnya kejadian kebakaran hutan saat musim kemarau dan kebanjiran
saat musim hujan mengakibatkan penurunan kualitas lahan. Hal ini akan
menjadikan areal lahan kritis yang semakin meluas dari tahun ke tahun. Upaya
serius untuk mengimbangi laju kerusakan melalui kegiatan rehabililtasi lahan
berkesinambungan sangat diperlukan, meskipun mengembalikan lahan kritis untuk
melestarikan hutan kembali menjadi kondisi semula bukan pekerjaan mudah.
Jumlah lahan dengan katagori potensial kritis, agak kritis, kritis dan sangat kritis di
Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan data BPDASHL tahun 2018 adalah seluas
1.408.727 ha di dalam kawasan hutan dan seluas 1.087.944 di luar kawasan hutan
(Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan, 2019).
Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan telah melakukan langkah-
langkah untuk menekan semakin meluasnya lahan kritis, yang salah satunya melalui
Gerakan Revolusi Hijau (GRH). Gerakan ini bertujuan mengurangi lahan kritis dan
meningkatkan nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dan telah dipayungi
dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan No.7 tahun 2018 tentang
Gerakan Revolusi Hijau. Melalui GRH ini Dinas Kehutanan provinsi Kalimantan
Selatan dan dukungan berbagai pihak telah melakukan penanaman di lahan kritis
seluas 29.694 ha sehingga mampu meningkatkan nilai IKLH pada tahun 2017 dari
tahun sebelumnya sebesar 10,31%. Berdasarkan data tahun 2015 bahwa lahan kritis
dan sangat kritis di Kalimantan Selatan seluas 640.704 ha, selanjutnya pada tahun
2018 berkurang menjadi 511.594 ha (Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan,
2019).
Gerakan Revolusi Hijau akan dilaksanakan selama 10-20 tahun untuk
mempercepat rehabilitasi hutan. Berdasarkan data Rencana induk Revolusi Hijau
tahun 2019-2028, luas lahan kritis masih efektif di areal untuk ditanam kembali dan
2
ditargetkan untuk dilakukan penutupan lahan sekitar 103.980 ha per 10 tahun atau
10,398 ha/tahun yang berada di wilayah Tahura Sultan Adam dan KPH-KPH di
Kalimantan Selatan.
Target luasan rehabilitasi lahan di Kalimantan Selatan akan membutuhkan
sekitar 106.434.575 bibit pohon per 10 tahun atau 10.643.458 bibit
pohon/tahunnya. Sedangkan kemampuan penyediaan bibit pohon dari seluruh KPH
di Kalimantan Selatan yang diestimasi dari total bibit yang mampu disediakan dan
potensi lahan penyediaan bibitnya sekitar 3.245.000 bibit pohon/tahun yang
disediakan Tahura Sultan Adam dan KPH Kayu Tangi (olah data Rencana Induk
Revolusi Hijau tahun 2019-2028). Dari kebutuhan bibit pohon yang ditargetkan
masih membutuhkan sekitar 7.398.458 bibit pohon/tahun. Sementara masih ada
lahan kritis di luar KPH di Kalimantan selatan yang juga ditargetkan untuk
direhabilitasi seluas 9.787 ha yang membutuhkan 611.718 – 1.076.624 bibit pohon
per tahun. Sehingga masih diperlukan usaha untuk mengintensifkan pengelolaan
lahan persemaian bibit yang ada dan dari pihak ketiga untuk memenuhi kebutuhan
bibit pohon yang diperlukan.
Upaya penyediaan bibit pohon untuk perbaikan lingkungan dan penghijauan
kembali lahan-lahan kritis di Kalimantan Selatan, Dinas kehutanan Provinsi
Kalimantan Selatan sejak tahun 2017 membangun persemaian permanen Unit
Pelaksana Teknis Daerah – Balai Pembenihan Tanaman Hutan (UPTD-BPTH) pada
lahan seluas 5 ha di kawasan perkantoran Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan
Banjarbaru. Persemaian ini ke depannya ditargetkan mampu menyediakan kurang
lebih 7.000.000 bibit pohon per tahun untuk menjamin GRH
Persemaian pemanen UPTD-BPTH akan dikembangkan menjadi sebuah
persemaian modern. Persemaian tersebut diharapkan akan tidak hanya untuk
menjamin jumlah bibit pohon hutan yang ditargetkan, efisiensi waktu, tenaga
pembibitan, dan input produksi dalam jangka panjang, tetapi juga akan menjamin
perbanyakan bibit yang berkesinambungan dan mutu bibit berkualitas. Sehingga
3
Tujuan
Penelaahan ini bertujuan untuk melihat potensi persemaian permanen yang
dimiliki UPTD Balai Perbenihan Tanaman Hutan dari aspek biofisik mulai dari
penyiapan benih, media tumbuhan persemaian dan target produksi yang akan
dicapai sebagai persemaian modern. Selanjutnya hasil talaahan menjadi sebagai
bahan masukan dalam penyusunan DED persemaian modern. Balai Pebrbenihan
Hutan Provinsi Kalimantan Selatan.
4
persemaian modern ini akan terbagi menjadi tiga zona, yaitu zona persemaian bibit,
zona kebun pangkas dan zona workshop. Lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:
A. Zona Persemaian
Zona persemaian yang akan dikelola secara modern menjadi dilengkapi dengan
sarana prasarana utama dari proses pembibitan, yaitu ruang pengolahan media,
rooting area (green house), shading house, open area dan tempat distribusi bibit,
serta reservoir dan ruang pompa..
Ruang pengolahan media. Ruangan ini merupakan suatu tempat penyiapan
media semai dan sapih, di ruang ini akan dilakukan pencampuran bahan tanam
yang telah dihaluskan dan disaring secara mekanis menggunakan mesin
pencampur, baik itu bahan mineral tanah, bahan organik, kapur dan perlakuan
lain yang dibutuhkan pada suatu media tanam. Hidayah dan Irawan (2012)
media yang baik harus memiliki persyaratan antara lain mampu menjaga
kelembaban, memiliki aerasi dan drainase yang baik, tidak memiliki salinitas
yang tinggi serta bebas dari hama dan penyakit. Media yang sudah diketahui
kondisi kesuburan fisik, kimia dan biologinya akan dipergunakan dan di masukan
ke dalam potray/polytube yang selanjutnya dipindahkan ke rooting area (green
house). Pengisian Media dilakukan di atas meja di mana media secara mekanis
bergeser di atas meja kemudian tenaga pengisian media melakukan pengisian
dengan cara duduk berbaris menghadap meja dan saling berhadapan antar
pekerja.
Ruang pengolahan media yang dibangun, seluas 10 m x 18,3 m dapat
menampung 6 tenaga kerja dengan target penyelesaian pengisian media
sebanyak 900 dan 720 potray dalam 1-2 minggu masing-masing untuk tanaman
fast growing dan jenis meranti atau rimba campuran. Potray/polytube yang
telah berisi media semai disusun ke dalam pengangkut Core Electric Forklifts
(jenis Toyota Material Handling) yang selanjutnya diangkut ke tempat
penyemaian dan penyapihan pada green house.
6
Green house. Tempat ini disebut juga rooting area, Ada dua urutan kegiatan
pada green house yaitu kegiatan penyemaian benih dan dilanjutkan penyapihan
bibit dengan tujuan utamanya memanifulasikan sistem perakaran tanaman
untuk memadatkan media pada akhir persemaian. Benih bermutu yang telah
diperlakukan secara mekanis bergerak ke arah bedeng semai dan akan ditabur
secara manual. Selanjutnya akan inkubasi pada suhu cukup tinggi (25–35 oC) dan
kelembaban tinggi (>70%) selama 1-2 minggu sehingga benih menjadi bibit
tanaman (Kurniaty dan Danu, 2012). Green house ini dilengkapi dengan deteksi
iklim mikro (suhu dan kelembaban) secara komputerisasi. Pada kondisi tidak
bersesuaian dengan kesaran suhu dan kelembaban udara akan dilakukan
pengkabutan secara otomatis, dengan cara menyemprotkan air melalui nozel-
nozel yang mempunyai lubang sangat kecil.
Pada tahap selanjutnya bibit (telah memiliki tunas dan akar tersebut akan
bergeser secara otomatis ke rel di mana terdapat potray/polytube yang berisi
media tumbuh untuk melakukan penyapihan. Pemindahan bibit semai yang
sudah memiliki minimal dua daun dengan ketinggian 5-10 cm (biji kecil) 15-20
cm (biji besar) yang diambil tidak mengalami kerusakan pada akar, selanjutnya
menanamkannya ke dalam potray/polytube dan diinkubasi pada green house
selama 4 minggu, baik untuk jenis tanaman hutan fast growing, tanaman sejenis
meranti dan rimba campuran.
Kapasitas produksi dalam satu rotasi dari pada persemaian modern ini
tergantung dari kapasitas dari green house. Kapasitas green house untuk bibit
tanaman hutan fast growing berjumlah 900 potray dengan menggunakan
polytube 81/potray setara dengan 72.900 bibit, sedangkan untuk bibit tanaman
sejenis meranti atau rimba campuran berjumlah 720 potray dengan
menggunakan polytube 45/potray setara dengan 32.400 bibit.
Shading house. Tempat ini berfungsi untuk menyiapkan ketahanan dan adaptasi
bibit tanaman terhadap intensitas sinar matahari sehingga secara perlahan
7
tanaman hutan secara vegetatif sudah dapat dikuasai, seperti stek pucuk. Teknik
ini dilakukan dengan cara mengambil atau memotong bahan stek dari tunas
ortotrop (tegak) dari bagian pucuk anakan ramin. Bahan stek pucuk bisa diambil
dari tanaman induk (stock plant) kebun pangkas, bibit siap tanam kebun pangkas
bergulir (Rusmana dkk, 2010 dalam Ariyani, 2010) dan anakan yang terdapat di
dalam hutan.
Kebun pangkas ialah suatu kebun untuk menanam bibit, sebagai sumber bahan
stek, yaitu berupa tunas-tunas muda orthotrop (tunas yang tumbuh secara
vertikal) (Leppe dan Smits, 1988). Lebih jauh Longman (1993) menjelaskan
bahwa kebun pangkas merupakan kebun yang terdiri dari sekumpulan tanaman
induk yang menghasilkan bahan stek yang diperoleh dengan cara memangkas
tunas atau pucuk yang tumbuh. Kebun pangkas berfungsi untuk menghasilkan
tunas dalam waktu cepat, mendapatkan bahan stek dalam persemaian, dan
untuk menggandakan pohon induk yang unggul. Tempat pertanaman yang
dibangun untuk menghasilkan bahan tunas dan stek untuk produksi bibit.
Lahan seluas 1,49 ha di sebelah Utara rencana persemaian modern akan
dibangun kebun pangkas yang dilengkapi dengan fasilitas utama lainnya,yaitu
10
laboratorium kultur jaringan dan penilaian mutu benih. Penyiapan lahan kebun
pangkas akan berpedoman kepada kesesuaian lahan atau syarat tumbuh
tanaman yang akan di kembangkan.
Laboratorium kultur jaringan dan penilaian mutu benih. Fasilitas laboratorium
diperlukan dalam sebuah persemaian modern untuk menjamin ketersediaan
benih bermutu. Bangunan seluas 24 m x 12 m yang akan dibagi menjadi dua
sub laboratorium, yaitu sub laboratorium kultur jaringan dan sub laboratorium
penilaian mutu benih. Fasilitas pendukung lainnya adalah rumah kaca (green
house) dan unit instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Laboratorium adalah
tempat atau ruangan yang dilengkapi fasilitas untuk penyelidikan dan pengujian
terhadap suatu bahan atau benda. Menurut ISO/IEC Guide 2 1986, laboratorium
adalah instansi/lembaga yang akan melaksanakan kalibrasi dan atau pengujian.
Laboratorium Kultur jaringan dan penilaian mutu benih akan dibangun mengikuti
persyaratan manajemen mutu dari SNI ISO IEC 17025:2017, SNI ISO 9001:2015,
CWA 15793:2008 untuk memenuhi persyaratan persyaratan manajemen dan
persyaratan teknis dan ISO 19011 untuk memenuhi persyaratan pengelolaan
lingkungan. Persyaratan teknis terkait dengan fasilitas sarana/prasarana baik
secara fisik, proses dan jasa pendukung serta lingkungan kerja adalah sebagai
berikut:
1. Kondisi akomodasi merupakan kondisi dari fasilitas bersifat fisik yang ada
dalam suatu pengelolaan yang diperlukan untuk berjalannya proses yang
merupakan tugas utama dari sebuah laboratorium.
a. Fasilitas sarana /prasarana yang bersifat fisik yaitu gedung/bangunan,
ruang pengujian/ruang kerja dan sarana penting terkait lainnya (seperti
furniture).
b. Fasilitas berupa perangkat keras maupun perangkat lunak yaitu
peralatan pengujian atau peralatan produksi, bahan uji atau bahan untuk
11
C. Zona Workshop
Ada beberapa fasilitas pada zona ini yaitu bangunan workshop, kantor teknisi
persemaian, rest area dan kandang kambing.
Workshop. Suatu tempat yang dipergunakan untuk membangun kebersamaan
antara tenaga pembibitan, teknisi persemaian dan pengelola persemaian. Sehingga
tempat ini dapat digunakan juga untuk memfasilitasi penyampaian masalah yang
dihadapi, mendiskusikan dan merumuskan cara-cara untuk mengatasi dan
implementasikannya pada kegiatan. Workshop juga dapat dijadikan tempat
mensosialisasikan sebuah program kegiatan yang akan dilaksanakan pada kegiatan
persemaian, dan tempat pelatihan internal tenaga pembibitan dan teknisi
persemaian.
Kantor teknisi persemaian. Tempat kerja teknisi persemaian untuk menyiapkan
program kerja persemaian, mengevaluasi dan membuat pelaporan hasil kegiatan
persemaian, dan sekaligus juga tempat konsultasi tenaga pembibitan terkait dengan
kegiatan persemaian yang mereka laksanakan, dan tempat kunjungan tamu
persemaian yang ingin mendapatkan informasi kegiatan persemaian.
14
Rest area. Suatu tempat dalam bentuk ruang terbuka yang luas dan nyaman
memiliki fungsi utama sebagai tempat istirahat tenaga pembibitan, teknisi
persemaian, pengelola dan para tamu yang berkunjung saat melihat kegiatan
persemaian. Tempat ini sekaligus dapat digunakan sebagai tempat diskusi kecil
antara pengelola dan teknisi.
Kandang kambing, Kandang kambing merupakan unit peternakan kecil hewan
kambing sudah ada dipersemaian UPTD-BPTH Provinsi Kalimantan Selatan. Unit
peternakan kecil ini pada perencanaan persemaian modern akan menjadi bagian
yang terintegrasi dari kegiatan persemaian sumber organik baik dalam bentuk
padatan (biomassa) maupun cairan dari limbah ternak. Unit peternakan kecil ini
akan dibangun sistem pengelolaan limbah padat dan cairnya dalam bentuk dan
diproses menjadi pupuk padat (kompos atau bokhasi) dan cair (proses fermentasi),
akan menjadi input yang penting dalam pembuatan media semai dan sapih
pembibitan. Sebaliknya hijauan ternak untuk pakan akan diperoleh dari hasil
pangkasan bibit semai.
15
Perbanyakan dan mutu benih yang baik akan dapat dicapai dengan adanya
laboratorium kultur jaringan dan penilaian mutu benih pada persemaian modern
yang akan dibangun. Selanjutnya penelaahan jauh kondisi media tumbuh yang akan
dipergunakan baik pada saat penyemaian, maupun penyapihan sangat diperlukan.
prinsip yang sama dengan media campuran bahan mineral dan bahan organik
(Mindawati dan Susilo, 2005). Bahan-bahan untuk media tersebut juga dalam
keadaan steril (bebas dari hama dan penyakit), secara sederhana dapat dilakukan
penjemuran bahan yang akan digunakan.
Karakteristik media tumbuh yang baik untuk benih yang berukuran
halus/kecil adalah: a) memiliki aerasi bagus yang memungkinkan pasokan cukup
oksigen untuk sistem perakaran; b) media memiliki tekstur yang halus di mana ruang
antara partikel-partikel media tidak terlalu lebar sehingga dapat memfasilitasi
kontak antara benih yang berukuran kecil dengan media tumbuh; c) media memiliki
resistensi fisik yang kecil, sehingga kemunculan kecambah tidak terhambat dan
penetrasi akar ke dalam tanah cukup mudah; d) memiliki kemampuan infiltrasi yang
menjamin aliran air ke dalam media berlangsung baik dan permukaan media tidak
mengeras; dan e) terbebas dari cendawan, hama, gulma, dan bibit penyakit. Untuk
itu, sterilisasi media tabur sebelum digunakan merupakan hal yang penting untuk
dilakukan (Pramono et al., 2016)
Kesesuaian kondisi fisik media sapih
Media pertumbuhan memegang peranan penting dalam menjaga tanaman
agar tetap tegak, menyediakan nutrisi bagi tanaman, menyediakan oksigen, dan
menyediakan air selama proses pertumbuhan. Hartman dan Kester (1989)
menjelaskan bahwa seleksi media ditentukan oleh peranannya dalam memudahkan
pertumbuhan tanaman dan mempertahankan kelembaban, drainase dan aerasi
yang baik. Kondisi fisik media sapih bibit tanaman hutan akan disesuaikan
dengan lingkungan tumbuhnya pada tanah berbahan mineral dan berbahan organik
(untuk beberapa tanaman yang dapat tumbuh di lahan gambut). Kondisi fisik untuk
media sapih dapat diprediksi setidaknya dari data kesesuaian sifat yang penting bagi
kedua bahan tanah tersebut, yaitu tekstur tanah mineral pada kisaran kelas bahan
mineral Lempung liat berdebu hingga Lempung dan tingkat kematangan gambut
pada kelas saprik. Kedua sifat ini akan berperan dalam menentukan kadar air yang
19
diperlukan serta debet dan lama air yang disiramkan pada saat bibit tanaman mulai
disapih hingga akan diaklimatisasikan di open area.
Media tumbuh yang telah dicampur sebelumnya ditentukan kadar air tersedia untuk
mendapatkan jumlah air yang dibutuhkan tanaman. Perhitungan kadar air tersedia
dapat disetarakan dengan 60% kadar air kapasitas lapang. Untuk mengetahui kadar
air tersedia membutuhkan beberapa peralatan pada laboratorium yang akan
dikembangkan di persemaian UPTD-BPTH Banjarbaru. Kebutuhan air tersedia untuk
tanaman pada perencanaan persemaian modern ini menggunakan sistem irigasi
tabur (sprinkle irrigation) di persemaian. Sebagai gambaran efisiensi penggunaan air
sistem irigasi tabur sebesar 80-90% dengan keseragaman curahan yang terukur pada
tekanan operasi 1,5 bar yaitu sebesar 55,36% dan rata-rata debit curahan yaitu
sebesar 0,15 L/detik (Syaifudin, 2016). Sehingga dapat ditentukan berapa lama
harus dilakukan penyiraman setiap harinya dalam dua kali penyiraman (pagi dan
sore hari).
Kesesuaian kesuburan media sapih
Kesuburan media sapih yang bersesuaian dengan bibit pohon tanaman hutan
di persemaian ditentukan beberapa sifat kimia tanahnya, yaitu kapasitas tukar
kation (KTK) ≥ 16 me/100g; Kejenuhan basa (KB) 35-50 %; pH tanah 5,5 – 6,8; kadar
bahan organik ≥ 1,5 %C (2,6 % bahan organik), N total tanah 0,21-0,5 %N, P total
tanah 21-40 ppm P2O5 dan K total tanah 21-40 mg K 2O/100g. Bahan media terutama
mulai pada saat penyapihan hingga di open area sudah tentu harus menyesuaikan
pada kondisi sifat kimia tersebut, setelah pencampuran bahan mineral, bahan
organik minimal 2,6%, pengapuran dan pemupukan serta alternatif lain
pengelolaannya. Quality control setiap penggantian stock media tumbuh, terutama
ketika karena penggunaan sumber bahan media tumbuh yang berbeda akan
berbeda status kesuburan media sapih yang dipergunakan. Kegiatan quality control
dilaksanakan setelah media tumbuh dicampurkan dengan mesin pencampur.
20
Penyemaian ** ** ** ** **
Penyapihan **** **** **** **** ****
Pemeliharaan **** **** **** **** ****
Aklimatisasi **** **** **** **** ****
Persiapan ** ** ** ** **
Sejenis Meranti /
rimba campuran
Penyemaian ** ** ** ** **
Penyapihan **** **** **** **** ****
Pemeliharaan **** ** **** ** **** ** **** ** **** **
Aklimatisasi ** ** ** ** **
Keterangan: * = 1 minggu
23
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, H.A. 2011. Teknik Pembibitan Tanaman Kehutanan. Informasi
Tanaman Kehutanan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Kehutanan.
Adinugraha, H.A. 2012. Pengaruh cara penyemaian dan pemupukan NPK terhadap
Pertumbuhan bibit mahoni daun lebar di pesemaian. Jurnal Pemuliaan
Tanaman Hutan. Vol 6, No 1.
Ariyani, R. 2010. Pembangunan dan pemeliharaan kebun pangkas ramin 01 KHOTK
Tumbangnusa. Kalteng.
Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan. 2019. Rencana Induk Revolusi Hujau
Tahun 2019-2018. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan. 2019. Modul penangan dan perkecambahan
benih. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Hartman dan Kester. 1983. Plant Propagation Principle and Practice Prentice Hall
International Inc Engelwoods Clifs. New Jersy.
Kurniaty, R. Dan Danu. 2012. Teknik Persemaian. Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor.
Mindawati, N., dan E.Y. Susilo. 2005. Pengaruh macam media terhadap
pertumbuhan semai Acacia mangium Willd. Jurnal Penelitian Hutan &
Konservasi Alam. Vol.2 No.1 hal 53-59.
Pradjadinata, S dan Masano, 1996. Teknik Penanaman Sengon (Paraserianthes
falcataria). Informasi Teknis No.1.
Pramono, A.A., D.J. Sudradjat, Nurhasby, Danu. 2016. Prinsip-prinsip Cerdas Usaha
Pembibitan Tanaman Hutan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syaifudin, I., 2016. Uji kinerja sistem irigasi sprinkler semi permanen. Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sumarno, E. _______. Kesesuaian lahan untuk tanaman kehutanan. Masterplan
Pembangunan Kehutanan Kabupaten Kaimana.
Setiadi, Y. ________. Pembangunan Nurseri untuk Perbanyakan Bibit. Fakultas
Kehutanan. IPB. Bogor.