Tata Cara Salat Iduladha + Naskah Khutbah
Tata Cara Salat Iduladha + Naskah Khutbah
Pada sisi lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan Fatwa MUI No 14
Tahun 2020 tentang Penyelenggaran Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah
Covid-19. Terlebih dalam masa PPKM Darurat, panduan untuk
melaksanakan ibadah Idul Adha dan takbiran sebaiknya dilaksanakan dari
rumah saja. Pasalnya, pandemi belum juga berakhir.
Lebih lanjut, Mufti Lembaga Fatwa Mesir ini menyebutkan bahwa ibadah
shalat Id yang dikerjakan di rumah saat ini (karena ada wabah), setara
dengan pahala ibadah di masjid, bahkan bisa melebihi pahala ibadah di
َّ
ّاّعلىّالعبادةّفيّالمسجد؛ّوذلكّألنّبلّقدّتزيدّأجر،يّهذاّالوقتّتوازيّفيّاألجرّالعبادةّفيّالمسجد
ً والعبادةّفيّالبيتّف
ّّوهو،ّوانتشرّفيّعشراتّالبلدان،َهّآالفّالبشر
ُ هذاّهوّواجبّالوقتّاآلنّالّسيماّمعّتَفَشِيّالوباءّالقاتلّالذيّذهبّضحيت
ّ،)19-فيروسّ(كوفيد
Di samping itu juga Syekh Syauqi Ibrahim Alam mengatakan shalat Idul
Adha boleh dilaksanakan secara sendirian (munfarid). Pasalnya,
melaksanakannya dalam keadaan berjamaah, bukan menjadi syarat sah
shalat Idul Adha. Jamaah hukumnya sunah. Sebagaimana dikatakan oleh
Imam Nawawi dalam kitab al Majmu’ Syarah al Muhadzab:
ّّفلوّصالهاّالمنفرد؛ّفالمذهبّصحتها،ّوهذاّمجمعّعليه؛ّلألحاديثّالصحيحةّالمشهورة،تسنّصالةّالعيدّجماعة
Sunah hukumnya melaksanakan shalat Id (Adha dan Fitri) secara
berjamaah, ini pendapat mayoritas, terdapat dalam hadis yang shahih yang
cukup populer. Jikalau shalat Id seseorang dalam keadaan sendirian, maka
shalatnya tetap sah.
Oleh karena itu, shalat Idul Adha di rumah boleh dilakukan secara
sendirian, atau berjemaah dengan anggota keluarga yang memang benar-
benar sehat.
ّّلوّتركّاستماع:ّلكنّقالّالشافعي،ّوليستّالخطبةّوالّاستماعهاّشرطاّلصحةّصالةّالعيد،ويستحبّللناسّاستماعّالخطبة
ّّانتهى.ّوالّإّعادةّعليه،خطبةّالعيدّأوّالكسوفّأوّاالستسقاءّأوّخطبّالحجّأوّتكلمّفيهاّأوّانصرفّوتركهاّكرهته
Hukumnya sunah mendengar khutbah bagi jamaah shalat Id. Khutbah dan
mendengarkan khutbah bukanlah menjadi syarat untuk sah shalat Id.
Namun, Imam Syafi’i pernah berkata; jikalau meninggalkan khutbah shalat
Id, shalat Gerhana, atau shalat Istisqa (minta hujan), atau Khutbah Hari Idul
Adha, atau berbicara di tengah khutbah atau berpaling dari khutbah—
shalatnya tetap sah—, tetapi hukum meninggalkan khutbah adalah makruh.
Dan tak ada ada keharusan mengulang shalatnya.
Sementara itu, Abdur Rahim bin Zain Al Iraqi dalam kitab At Tharhu at
Tasrib fi Syarhi at Taqrib, hukum mendengar khutbah Id dan
melaksanakannya adalah sunah. Pasalnya, Khutbah shalat Id itu berbeda
dengan khutbah Jumat. Pada khutbah Jumat mendengar dan
melaksanakan khutbah Jumat itu hukumnya wajib. Berikut pendapat
Abdur Rahim bin Zain Al Iraqi dalam kitab At Tharhu at Tasrib fi Syarhi at
Taqrib:
ّّوالّيحرم،تقييدّالخطبةّبكونهاّيومّالجمعةّيخرجّخطبةّغيرّالجمعةّكالعيدّوالكسوف ّواالستسقاءّفالّيجبّاإلنصاتّلها
ّواستماعهاّمستحبّفقطّألنهاّغيرّواجبةّوقدّصرحّبذلكّأصحابناّوغيرهم،الكالمّواإلمامّفيها
Kaitan khutbah karena melaksanakan shalat Jumat, maka dikecualikan
khutbah selain Jumat, misalnya seperti khutbah Idul Fitri dan Adha, khutbah
Gerhana, Istisqa, maka tak wajib untuk diam pada khutbah ini.ّّTak haram
juga untuk bercakap-cakap, meskipun khatib sedang berkhutbah. Hukum
Alhasil, karena dua khutbah Id bukan merupakan syarat dan rukun dari
shalat id, maka shalat Idul Fitri atau Idul Adha pada dasarnya sah tanpa
melaksanakan khutbah. Dengan demikian, bila ada seseorang yang
melakukan shalat Idul Adha di rumah sendirian, maka ia tidak perlu
berkhutbah. Pun ketika shalat berjamaah, bisa tidak memakai khutbah.
Pasalnya, itu hanya sunnah, tak berpengaruh pada sahnya shalat Idul
Adha itu.
Ketujuh, Rukuk
ّّوبِ َح ّْم ِد ِه ْ ي
َ ّالعَظِ ي ِْم َ ِّّرب
َ َس ْب َحان
ُ
Subhana rabbiyal ‘azhimi wa bi hamdih (3x)
Ketiga belas, takbir intiqal berdiri kembali dan membaca takbir seperti
rakaat pertama
Empat belas, melaksanakan Rakaat kedua. Ada pun pada rakaat kedua,
imam kemudian melakukan takbir lagi seperti takbir pada rakaat pertama
sebanyak 5 kali. Sedangkan makmum di belakang imam pun mengikuti
bacaan takbir imam. Ini bacaan takbir rakaat kedua:
ُُوللاهُأ َ ْكبَ هر
َ ُُو ََلُإِلَهَُإِ ََّلُللاه
ِ ِ ُِوال َح ْمد
َ هُلِل َ س ْب َحانَ ُللا
ه
Subhânallâh, walhamdulillâh, walâ ilâha illallâh, wallâhu akbar
Setelah sujud kedua pada rakaat kedua sama dengan tata cara pada rakaat
pertama, Imam melanjutkan dengan tahiyat akhir. Berikut bacaan Tahiyat
akhir:
ِ َّ ُِعلَىُ ِعبَاد
َُّللا َ علَ ْينَاُ َو َّ َّللاُِ َوبَ َركَاتهههُ ال
َ ُسًلَ هم ُّ ِعلَيْكَ ُُأَيُّ َهاُ النَّب
َّ ُىُ َو َر ْح َمةه َ ُسًلَ هم َّ صلَ َُواته ُ ال
َُِّ ِ ُ طيِبَاته
َّ لِلُ ال َ َالتَّحِ يَّاته ُ ْال همب
َّ اركَاته ُ ال
َ ُ َصلَّيْت
ُعلَى َ ُُ َك َما،ُعلَىُآ ِلُ هم َح َّمد َ ُعلَىُ هم َح َّمد
َ ُو، َ ُسولهههُاللَّ هه َُّم
َ ُص ِل ُو َر ه َ ُُوأ َ ْش َهدهُأ َ َّنُ هم َح َّمدًا
َ ع ْب هدهه صالِحِ ينَ ُُأ َ ْش َهدهُأ َ ْنَُلَُ ِإلَهَُ ِإَلَّ َّ ه
َ َُّللا َّ ال
َ علَىُآ ِلُ ِإب َْراه
ٌُُ ِإنَّكَ ُ َحمِ يد،ِيم َ ُو، َ علَىُ ِإب َْراه
َُ ِيم َ ُ َار ْكت
َ ُ َك َماُ َب،علَىُآ ِلُ هم َح َّمد َ علَىُ هم َح َّمد
َ ُو، َ ُار ْك َ علَىُآ ِلُ ِإب َْراه
ِ ُو َب،ِيم َ ُو
َ ِيم
َ ِإب َْراه
َُم ِجي ٌد
At-tahiyyātul mubārakātus shalawātut thayyibātu lillāh. As-salāmu ‘alaika
ayyuhan nabiyyu wa rahmatullāhi wa barakātuh, as-salāmu ‘alaynā wa ‘alā
‘ibādillahis shālihīn. Asyhadu an lā ilāha illallāh, wa asyhadu anna
Muhammadan rasūlullāh. Allāhumma shalli ‘alā sayyidinā Muhammad wa
‘alā āli sayyidinā Muhammad, kamā shallayta ‘alā sayyidinā Ibrāhīm wa
‘alā āli sayyidinā Ibrāhīm; wa bārik ‘alā sayyidinā Muhammad wa ‘alā āli
sayyidinā Muhammad, kamā bārakta ‘alā sayyidinā Ibrāhīm wa ‘alā āli
sayyidinā Ibrāhīm. Fil ‘ālamīna innaka hamīdun majīd.
Perhatikan keindahan jawaban Nabi Ismail AS. Beliau tidak berkata “Sembelih aku”,
tetapi ia berkata: Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu”. Jawaban ini
mengisyaratkan kepatuhan totalitas, bagaimanapun bentuk, cara, dan isi perintah,
maka sepenuhnya ia pasrah. Jawaban Ismail bertambah indah ketika ditambahkan
ungkapan: “insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
ّّوبَش ِِر
َ تِ ْۗ ّوالث َّ َم ٰر ّ ْ ّو
َ االَ ْنفُ ِس ّ ْ َّمن
َ ّاالَ ْم َوا ِل ِ ص َ ِّو ْال ُج ْوع
ٍ ّونَ ْق َ ف ْ َّمن
ِ ّالخ َْو َ َِولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْمّ ب
ِ ٍش ْيء
ّ َّصبِ ِريْن
ال ه
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang-orang yang sabar.
Salah satu bentuk ketakutan saat ini adalah ketakutan dari wabah pandemi Covid-
19. Wabah penyakit ini harus dihadapi dengan penuh kesabaran yang tidak hanya
melakukan ikhtiar secara fisik, namun juga yang kuat ikhtiar batin. Karena Covid-19
tak lain hanyalah alat uji untuk mengukur tingkat kewaspadaan, kapasitas
pengetahuan di bidang kesehatan, serta menguji kualitas kesabaran, ketawakkalan,
dan taqarrub kepada Allah SWT.
Seseorang yang memahami ilmu agama dengan baik, musibah yang menimpanya
tidak akan menambahkan kepadanya kecuali sabar dan peningkatkan ibadah
kepada Allah. Bahkan para wali Allah, kegembiraan mereka atas bala dan musibah
yang menimpa mereka lebih besar daripada kegembiraan mereka atas kelapangan
ّْ َت ّّأ
hidup dan keluasan rezeki. Oleh karena itu kaum sufi mengatakan: ُّعيَّا ّد ِّ ُّو ُّر ّْو ّدُّالفَّاقَّا
ّّّاْل ُّم ِّرّْي ِّدين artinya datangnya berbagai musibah adalah hari raya para pencari
kebahagiaan akhirat.
Dalam menyikapi wabah ini, Al-Qur’an memberikan solusi alternatif yang harus
dilakukan seorang muslim secara seimbang yaitu sabar dan shalat sebagaimana
firman Allah SWT:
Kata “sabar” merupakan representasi dari ikhtiar fisik yang harus dilakukan dalam
mencegah penyebaran virus Covid-19 yang dikenal dengan istilah 5 M, yaitu:
mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan
mengurangi mobilitas. Demikian pula, sabar dalam arti menjalankan aktivitas ibadah
di rumah. Dalam kondisi pandemi Covid-19, konsep pelaksanaan ibadah memiliki
tujuan tambahan yaitu memutus penyebaran Covid-19 dengan menghindari kontak
fisik dan kerumunan massa. Oleh karena itu, pelaksanaan ibadah di tengah pandemi Covid-
19 dipusatkan di rumah demi menjaga keselamatan jiwa diri sendiri dan orang lain, karena
menolak mafsadat lebih didahulukan daripada meraih manfaat. Umar bin Al-Khaththab
pernah berkata:
Kata “shalat” menunjukkan ikhtiar batin yang juga wajib dijalankan sebagai bentuk
kepasrahan diri secara totalitas terhadap segala ketentuan Allah SWT. Di masa pandemi ini,
perbanyaklah ibadah di rumah, bersedekahlah, dan perbanyaklah berdoa karena tidak ada
yang dapat menolak qadha yang buruk kecuali doa. Dalam kondisi wabah, umat Islam
beribadah di rumah meski menyadari pentingnya beribadah di masjid. Bukan saja ibadah
sunnah, shalat wajibpun dilakukan di rumah dengan niat menjalankan sunnah di saat wabah.
Demikian pula, metode dakwah atau pengajian pun dari tatap muka di majelis-majelis taklim,
masjid, maupun mushalla berpindah ke rumah melalui sarana teleconference/video
conference. Hikmah dari wabah Covid-19 ini adalah menguatkan ketahanan keluarga dan
kekuatan ibadah dari rumah. Inilah momentum untuk kita sama-sama berperang melawan
Covid-19 dengan beribadah dan bermunajat kepada Allah SWT dari rumah.
Khutbah Kedua
لِل ْ
ّال َح ْمدُ، َّّ،للاُّأ َ ْك َب ُر َ
ّو ِ َّ ِ َّّللاُّأ َ ْك َب ُر َّ
َّّللاُّأ َ ْك َب ُر َّ
َّّ،للاُّأ َ ْك َب ُر َّ
َّّللاُّأ َ ْك َب ُر َّ
َّّللاُّأ َ ْك َب ُر َّ
َّللاُّأ َ ْك َب ُر َّ
َّ
لِلّ ّالَّ ِّذيّ س ُر ْو ِّرّّ،ا َّْل َّ
ح ّْم ّدَّ ِ َِّّ ّوال ُّ صدَراًّ ِل ْل َهن ِ
َاء َ الحمدُّهللّالَّذِيّ َج َع َلّاأل َ ْعيَادَّفِيّاْ ِإلس َْال ِمّ َم ْ
ش ُكورّ ّ، عّلَىّ ُّك ِلّ َّ
عّْبدٍّ َ امّ ّْال َّع ّْ
ش ِّرّ َّ لّفِّيّ َّه ِّذِّهّاألّيَّ ِّ ّت َفَّ َّّ
ض َّ
عّْبد َّ ِ
َُّّللاّ َاّونَبِيَّنَاّ ُم َح َّمدًاّ َ ُّ،وأ َ ْش َهدُّأ َ َّنّ َ
سيِدَن َ يكّلَه َ
ّوحْ دَهُ َّالّش َِر َ ّ َوأ َ ْش َهدُّأ َ ْن َّالّإِلَهَّإِ َّال َّ
َّّللاُ َ
سولُهُّ،
َو َر ُ
ّ،والتَّا ِب ِعينَ ّ ّوأ َ ْ
ص َحا ِب ِّهّ َ علَىّآ ِل ِه َ
ٍّ،و َ
َاّونَ ِب ِينَاّ ُم َح َّمد َ علَىّ َ
س ِي ِدن َ ار ْكّ َ
ّو َب ِ
س ِل ْم َ
ّو َ اللَّ ُه َّمّ َّ
ص ِل َ
ينّأ َ َّماّبَ ْع ّدُ
انّ ِإلَىّيَ ْو ِمّال ِد ِ
س ٍ لَ ُه ْمّ ِبإِحْ َ
اّاليَ ْو ِم ْ
ّالعَ ِظ ِيمّ، واَّّللاَّتَعَالَىّفِّيّ َهذَ ْ
ّواتَّقُ َّ ع َّز َ
ّو َج َّل َ ّونَ ْفسِيّبِت َ ْق َو َّ ِ
ىَّّللاّ َ ّ،فَأ ُ ْو ِ
ص ْي ُك ْم َ
علَىّنَ ِب ِي ِه ْ
ّال َك ِري ِْمّفَقَا َلّ: س َال ِمّ َ ع ِظي ٍْمّ،أ َ َم َر ُك ْمّ ِبال َّ
ص َال ِة َ
ّوال َّ َوا ْعلَ ُم ْواّأ َ َّنّهللاَّأ َ َم َر ُك ْمّ ِبأ َ ْم ٍرّ َ
س ِل ُمواّت َ ْس ِلي ًماّ ّ،
ّو َ صلُّ ّْواّ َ
علَ ْي ِه َ علَىّالنَّ ِبي َِ ّ،ياّأَيُّ َهاّالَّذِينَ ّآ َمنُ ْواّ َ
صلُّونَ ّ َ
ّو َم َالئِ َكتَهُّيُ َ ِإ َّن َّّ
َّّللاَ َ
صحْ ِب ِه َّ
ّالط ِي ِبيْنَ ّ، علَىّآ ِل ِه َ
ّو َ ٍّو َ
َاّونَ ِب ِينَاّ ُم َح َّمد َ علَىّ َ
س ِي ِدن َ ار ْكّ َ
ّوبَ ِ
س ِل ْم َ
ّو َ اللَّ ُه َّمّ َ
ص ِل َ
ع ْنّ َ
سائِ ِرّ ّ،و َّ
ع ِلي ٍ َ عثْ َمانَ َ
ّو َ ّو ُ
ع َم َر َ ّالرا ِشدِينَ ّ،أَبِيّبَ ْك ٍر َ
ّو ُ اء َّ ع ِن ْ
ّال ُخلَفَ ِ ّاللَّ ُه َّمّ َ
ض ّ ار َ
َو ْ
صالحينَ ّ،
ص َحا َب ِةّال َّ
ال َّ
ّو ْاأل َ ْم َوا ِ
ت ّّ، ّم ْن ُه ْم َ ّو ْال ُمؤْ ِمنَات ْ
ِّ،األَحْ َي ِ
اء ِ ِّ،و ْال ُمؤْ ِمنِينَ َ
ّو ْال ُم ْس ِل َمات َ
ّاللَّ ُه َّمّا ْغ ِف ْرّ ِل ْل ُم ْس ِل ِمينَ َ
س َّرةًّ ّوتَالَ ُح ًم َ
اّ،و َم َ ع َواتِّ،اللَّ ُه َّمّاجْ َع ْلّ ِعيدَنَاّ َهذَاّ َ
س َعادَة ً َّ يبّالدَّ َ س ِمي ٌعّقَ ِر ٌ
يبّ ُم ِج ُ ِإّنَّ َكّ َ