Anda di halaman 1dari 13

Makalah Pengantar Studi Islam

Gerakan Ikhwanul Muslimin


Oleh:
Amik Rikza Zakaria
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Universitas Sains Al Qur’an Jawa tengah di Wonosobo
Pendahuluan
Ikhwanul Muslimin  adalah salah satu jamaah dakwah terbesar yang hingga kini terus
melakukan berbagai kegiatannya. Para simpatisan, pendukung dan para kadernya tersebar di
berbagai wilayah di seluruh dunia. Mereka melakukan kegiatan dakwahnya dengan
berpedoman kepada berbagai arahan dan pemikiran yang dicetuskan oleh pemikir besar 
Ikhwan Al-Muslimin sekaligus pendirinya, Imam Syahid  Hasan Al-Banna.
Meskipun jamaah ini lahir dalam kurun waktu yang cukup lama, semangat
perjuangannya hidup dan terus berkembang. Ada nilai-nilai universal yang selalu
diperjuangkannya, misalnya keterbukaan, keadilan, clean government, dan sebagainya. Lebih
khusus lagi  Ikhwan  Al-Muslimin sejak semula menggaungkan perjuangan nilai-nilai
dakwah Islam, yang menjadi penting untuk  dikaji  oleh masayarakat akademik dan
pertubuhan dakwah.
Dalam prinsipnya, Ikhwan Al-Muslimin beranggapan bahwa Islam adalah sistem
yang menyeluruh yang menyentuh seluruh bidang dan sendi kehidupan. Ia adalah Negara dan
tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban
dan  undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan
kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah akidah yang
lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.  Dalam pernyataannya Imam
Hasan Al-Banna menyebut istilah syamil (universal), kamil (sempurna) dan mutakamil
(integral), untuk Islam dan nilai yang diperjuangkan.

Sejarah Ikhwanul Muslimin


Saat melemahnya gerakan revolusi Mesir, yang diiringi dengan munculnya Inggris
menduduki wilayah-wilayah Mesir, lahirlah seorang bayi yang kelak mengangkat kaum
Muslimin dari kemunduran dan penjajahan. Dia adalah Hasan Al-Banna yang lahir pada
tahun 1906 di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah Mesir. Pada usia 12 tahun, Hasan Al-
Banna telah menghafal separuh isi Al-Qur’an. Ayahnya, Syekh Ahmad Abdurrahman al-
Banna adalah seorang ulama fiqih dan ahli hadits, terus memberikan motivasi agar al-Banna

1
melengkapi hafalannya. Akhirnya pada usia 14 tahun, Hasan al-Banna berhasil menghafal
seluruh isi Al-Qur’an.1
Hasan Al-Banna memulai pendidikannya di madrasah Al-Rasyad, pada madrasah
tersebut beliau bersahabat dengan Syaikh Zahran. Setelah selesai dari Madrasah tersebut,
beliau melanjutkan pada sekolah guru pertama di Damanhur dan Universitas Dar al-Ulum,
Kairo. Pada tahun 1927, beliau lulus dengan predikat cumlaude. Setelah lulus beliau diangkat
sebagai seorang guru di lingkungan pendidikan, kemudian ditempatkan di kota Ismailiyah. Di
samping menunaikan tugas mengajar beliau aktif berdakwah. Aktivitasnya dimulai dari
masjid ke masjid dan kedai-kedai kopi. Dengan kekarismatikan dan teknik dakwah yang
dapat menyentuh para audiens, semakin banyak orang yang beragama Islam empati kepada
dia.2
Melalui karya tulis maupun sepak terjangnya di lapangan dakwah, Hasan Al-Banna
berusaha memompa semangat kebangkitan sekaligus menampilkan contoh sebuah gerakan
dakwah yang di samping benar dan lurus juga produktif dan efisien, melalui metode tarbiyah
yang digulirkannya, Islam menjadi demikian mudah dipahami, ayat-ayat al-Qur’an terasa
demikian hidup di depan pembacanya. Ada banyak ulama, pakar manajemen, analis poltik
yang bertebaran di mana-mana, juga para ahli di bidang pendidikan, tetapi umat di abad ini
membutuhkan hadirnya sosok yang berpadu padanya kesemua itu. Dan Hasan Al-Banna
adalah salah satu representasi dari kebutuhan umat tersebut. Dia ‘alim terhadap ilmu-ilmu
keislaman, wawasanya luas, ahli ibadah, orator, pekerja sosial, juga seorang pemimpin
jamaah yang menampilkan perbaduan berbagai teori kepemimpinan mutakhir.3
Pada bulan Dzul Qa’dah 1346 H yang bertepatan dengan bulan Maret 1928, Hasan
Al-Banna didatangi oleh beberapa orang yang mengaku tertarik kepribadian dan keuletan
dakwahnya. Mereka adalah Hafidz Abdul Hamid, Ahmad Al-Husyairi, Fuad Ibrahim Ismail
Izz, Zaky Al-Maghriby, dan Abdurrahman Hasbullah. Beberapa orang tersebut menyatakan
kesetiaan mereka kepada Al-Banna dan bermaksud menggabungkan diri ke dalam sebuah
perkumpulan yang dipimpin oleh Hasan Al-Banna. Sebagai bukti kesetian, mereka rela
meyumbangkan sebagian harta kekayaan yang dimiliki demi kepentingan dakwah Islamiyah.4

1
Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang berbengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insani, 2006,
hal. 201.
Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-
2

Ruzz Media, 2013, hal. 156.


3
Sa’id Hawwa, Membina Angkatan Mujahid: Studi Analitis atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna
dalam Risalah Ta’alim, Solo: Era Intermedia, 1999, hal. 5-6.
4
Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, hal. 159.

2
Dengan senang hati Al-Banna menyambut niat baik mereka. Dari pertemuan tersebut
dimusyawarahkanlah nama sebuah organisasi, yang pada akhirnya disepakati menggunakan
nama Ikhwanul Muslimin. Dari segi bahasa, Ikhwanul Muslimin berasal dari dua lafal yaitu
al-ikhwan yang merupakan jama’ dari al-akh (saudara atau persaudaraan) dan al-Muslimin
yang merupakan bentuk jamak dari Muslim (orang-orang yang beragama Islam atau orang-
orang yang berserah diri, patuh, dan tunduk kepada Allah agar selamat dan sejahtera di dunia
dan di akhirat).5
Jamaah ini berdiri di kota Ismailiyah, Mesir pada bulan Dzulhijjah 1346 H/1928 M,
lalu berpindah ke Kairo pada tahun 1350 H/1932 M. 6 Pada tahun 1930 M, anggaran dasar
Ikhwanul Muslimin dibuat dan disahkan pada Rapat Umum Ikhwanul Muslimin pada 24
September 1930. Pada tahun 1932, struktur administrasi Ikhwanul Muslimin disusun dan
pada tahun itu pula, Ikhwanul Muslimin membuka cabang di Suez, Abu Soweir, dan al-
Mahmoudiya. Dan pada tahun 1933, Ikhwanul Muslimin menerbitkan majalah mingguan
yang dipimpin oleh Muhibbudin Khatib.7

Perkembangan Ikhwanul Muslimin


Ikhwanul Muslimin tampil menjadi gerakan yang sangat fenomenal di kawasan Timur
Tengah. Dari Mesir ia menyebar ke Suriah, Sudan, Yordania, Kuwait dan negara-negara
Teluk lainnya, membentuk gerakan pan-Arab yang utama. Melalui rekrutmen menggunakan
sistem sel, gerakan berkembang cepat. Halaqah dan daurah digelar di rumah-rumah, masjid,
mushalla, dan tempat-tempat terbuka maupun tertutup lainnya. Kegiatan-kegiatan di
dalamnya disebut usrah. Setiap sel terdiri 10 sampai 20 anggota di bawah kepemimpinan
seorang murabbi (instruktur) setiap. Semua anggota di dalam sel-sel itu didorong untuk aktif
memasarkan ideologi Ikhwanul Muslimin kepada kawan, sejawat, kolega, saudara, dan
bahkan orang-orang yang baru dikenal.8
Hanya beberapa tahun setelah berdiri, Ikhwanul Muslimin telah berubah menjadi
gerakan massa yang beranggotakan bukan saja kelas menengah bawah tetapi juga kelas
menengah yang lebih mapan bahkan kelompok elite dan profesional. Mereka berprofesi

5
Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, hal. 159.
6
Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Solo: Era Intermedia,
1999, hal. 15. Lihat juga: Aksin Wijaya, Satu Islam Ragam Epistemologi: Dari Epistemologi Teosentrisme ke
Antroposentrisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, hal. 345.
7
Yanuardi Syukur, Presiden Mursi: Kisah Ketakutan Dunia pada Kekuatan Ikhwanul Muslimin,
Yogyakarta: Hayyun Media, 2013, hal. 25-26.
8
Noorhaidi Hasan, Islam Politik di Dunia Kontemporer: Konsep, Genealogi, dan Teori, Yogyakarta:
SUKA-press, 2012, hal. 35.

3
sebagai pengacara, insinyur, dokter, guru, dan birokrat.9 Kemudian pada tahun 1934,
Ikhwanul Muslimin membentuk divisi Persaudaraan Muslimah. Divisi ini ditujukan untuk
para wanita yang ingin bergabung ke Ikhwanul Muslimin. Walaupun begitu, pada tahun 1941
gerakan Ikhwanul Muslimin masih beranggotakan 100 orang, hasil seleksi dari Hassan al-
Banna. Pada tahun 1948, Ikhwanul Muslimin turut serta dalam perang melawan Israel di
Palestina. Saat organisasi ini sedang berkembang pesat, Ikhwanul Muslimin justru dibekukan
oleh Muhammad Fahmi Naqrasyi, Perdana Menteri Mesir tahun 1948. Berita penculikan
Naqrasyi di media massa tak lama setelah pembekuan Ikhwanul Muslimin membuat semua
orang curiga pada gerakan Ikhwanul Muslimin.
Hasan Al-Banna masih mencoba mendekatkan pengertian untuk menjernihkan
masalah, tapi pada tanggal 28 Desember 1948, pedana menteri an-Nuqrasy terbunuh, dan
tuduhan dialamatkan ke kelompok Ikhanul Muslimin, dan menjadikan kondisi bertambah
parah. Tujuh minggu setelah kejadian tersebut pada tanggal 12 Februari 1949, Hasan Al-
Banna dibunuh oleh agen-agen rahasia Mesir.10
Peristiwa itu terjadi pada masa Ibrahim Abdul Hadi yang Menggantikan Nuqrasy
sebagai perdana menteri dengan bekerjasama dengan istana dan agen imperialis Inggris.
Setelah wafatnya Hasan Al-Banna terjadilah penangkapan dan penyiksaan serta pembunuhan
besar-besaran kepada anggota Ikhwanul Muslimin.11
Kemudian pada tahun 1950, pemerintah Mesir merehabilitasi organisasi Ikhwanul
Muslimin. Pada saat itu, parlemen Mesir dipimpin oleh Mustafa an-Nuhas Pasha. Parlemen
Mesir menganggap bahwa pembekuan Ikhwanul Muslimin tidak sah dan inkonstitusional.
Ikhwanul Muslimin pada tahun 1950 dipimpin oleh Hasan al-Hudhaibi. Kemudian, tanggal
23 Juli 1952, Mesir di bawah pimpinan Muhammad Najib bekerjasama dengan Ikhwanul
Muslimin dalam rencana menggulingkan kekuasaan monarki Raja Faruk pada Revolusi Juli.
Tapi, Ikhwanul Muslimin menolak rencana ini, dikarenakan tujuan Revolusi Juli adalah
untuk membentuk Republik Mesir yang dikuasai oleh militer sepenuhnya, dan tidak berpihak
pada rakyat. Karena hal ini, Jamal Abdul Nasir menganggap gerakan Ikhwanul Muslimin
menolak mandat revolusi. Sejak saat ini, Ikhwanul Muslimin kembali dibenci oleh
pemerintah.
Ketika Anwar Sadat mulai berkuasa, anggota Ikhwanul Muslimin yang dipenjara mulai
dilepaskan. Menggantikan Hudhaibi yang telah meninggal pada tahun 1973, Umar Tilmisani
9
Noorhaidi Hasan, Islam Politik di Dunia Kontemporer, hal. 36.
10
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam: Gagasan-gagasan Besar Ilmuwan Muslim,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, hal. 411.
11
Ibid.

4
memimpin organisasi Ikhwanul Muslimin. Umar Tilmisani menempuh jalan moderat dengan
tidak bermusuhan dengan penguasa. Rezim Hosni Mubarak saat ini juga menekan Ikhwanul
Muslimin, dimana Ikhwanul Muslimin menduduki posisi sebagai oposisi di Parlemen Mesir.
Karena dianggap gagal mewujudkan cita-cita Mesir untuk mewujudkan demokrasi
politik, keadilan, kesejahteraan ekonomi, dan kesetaraan hubungan sosial, rezim Mubarak
akhirnya tumbang yang sudah mengurat mengakar selama tiga dasawarsa. Itulah perjalanan
berat Mesir paska revolusi 25 januari 2011 hingga saat ini.12
Setelah revolusi Mesir, dilaksanakan pemilihan presiden yang diselenggarakan pada
tanggal 23-24 Mei 2012. Peristiwa ini menjadi momentum penting setidaknya untuk
mengembalikan Mesir ke jalur cita-cita revolusi itu dan menegakan kembali harga dirinya di
mata negara lain. Dan pada akhirnya Muhammad Mursi terpilih menjadi Presiden Mesir yang
berasal dari Ikhwanul Muslimin, karena Ikhwanul Muslimin memiliki jaringan paling kuat
dibandingkan dengan yang lainnya.13
Yang menjadi tantangan Muhammad Mursi adalah peralihan kekuasaan dari militer ke
sipil. Hal-hal semacam ini tidak bisa dipandang remeh dalam proses peralihan kekuasaan saat
itu sebab faktanya kekuasaan de facto masa itu ada di tangan militer dan merekalah yang
memegang hak monopoli menggunakan senjata.14 Hanya berselang setahun, presiden
Muhammad Mursi diturunkan lewat kudeta militer dan hingga saat ini pemerintahan Mesir
dikuasai oleh militer dan gerakan Ikhwanul Muslimin menjadi gerakan yang terlarang di
negara tersebut.15

Kerangka Pemikiran dan Tujuan Ikhwanul Muslimin


Ikhwanul Muslimin merupakan sebuah organisasi Islam berlandaskan ajaran Islam.
Bisa dilihat dari pemikiran utama Ikhwanul Muslimin berikut. Ia merupakan salah satu
jamaah dari beberapa jamaah yang ada pada umat Islam, yang memandang bahwa Islam
adalah agama yang universal dan menyeluruh, bukan hanya sekedar agama yang mengurusi
ibadah ritual (shalat, puasa, haji, zakat, dll) saja.
Dalam perpolitikan di berbagai negara, Ikhwanul Muslimin ikut serta dalam proses
demokrasi sebagai sarana perjuangannya (bukan tujuan), sebagaimana kelompok-kelompok
lain yang mengakui demokrasi. Contoh utamanya adalah Ikhwanul Muslimin di Mesir yang
mengikuti proses pemilu di negara tersebut.
12
Ibnu Burdah, Islam Kontemporer: Revolusi & Demokrasi, Malang: Intrans Publishing, 2014, hal. 57.
13
Ibid., hal. 59.
14
Ibid., hal. 73.
15
Yanuardi Syukur, Presiden Mursi, hal. 40.

5
Menurut ulama senior Dr. Yusuf al-Qaradhawi, sebelum adanya dakwah Hasan Al-
Banna dan lembaga dakwah yang dia dirikan, di Mesir aspek politik tidak mendapatkan
perhatian sama sekali oleh masyarakat Islam. Ada dikotomi antara seorang agamis dan
seorang politisi. Seorang agamis dilarang berkecimpung dalam masalah politik, sebaliknya
juga, seorang politisi dilarang berkecimpung dalam masalah agama. Ini adalah pemikiran
sekular yang memisahkan agama dan politik.16
Hasan Al-Banna sebagai salah satu tokoh pergerakan Islam yang memiliki pengaruh di
Mesir (bahkan dunia Islam) tentu saja punya pemikiran politik. Pemikiran Hasan Al-Banna
jika diramu setidaknya ditemukan ada empat hal yang menonjol, yaitu ‘Urubah (Arabisme),
Wathaniyah (Patriotisme), Qaumiyah (Nasionalisme), dan ‘Alamiyah (Internasionalisme).17
‘Urubah (Arabisme) memiliki tempat tersendiri dan peran yang berarti dalam dakwah
Hasan Al-Banna. Bangsa Arab adalah bangsa yang pertama kali menerima kedatangan Islam.
Arabisme menurut Hasan Al-Banna adalah kesatuan bahasa. Dia berkata dalam muktamar
kelima Ikhwanul Muslimin: ”...Bahwa Ikhwanul Muslimin memaknai kata al-‘Urubah
(Arabisme) sebagaimana yang diperkenalkan Rosulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu
Katsir dari Mu’adz bin Jabal ra, “Ingatlah, sesungguhnya Arab itu bahasa. Ingatlah, bahwa
Arab itu bahasa.”18
Menurut al-Banna, Arab adalah umat Islam yang pertama, yang merupakan bangsa
pilihan. Islam, menurutnya tidak pernah bangkit tanpa bersatunya bangsa Arab. Batas-batas
geografis dan pemetaan poltis tidak pernah mengoyak makna kesatuan Arab dan Islam. 19
Islam juga tumbuh pertama kali di tanah Arab, kemudian berkembang ke berbagai bangsa
melalui orang-orang Arab. Kitabnya dantang dengan bahsa Arab yang jelas dan berbagai pun
bersatu dengan namanya.
Menurut al-Banna, ketika kita beramal untuk Arab, berarti kita juga beramal untuk
Islam dan untuk kebaikan dunia seisinya. Atas dasar ini pula, menurut Abdul Ha,id al-
Ghazali, dalam bukunya Meretas Jalan Kebangkitan Islam, kita dapat menyimpulkan
beberapa unsur dari pemikiran Hasan Al-Banna bahwa berbangga dengan Arabisme tidak
termasuk fanatisme dan tidak berarti merendahkan pihak lain. Arabisme dengan tujuan untuk
membangkitkan Islam demi tersebarnya Islam adalah dibolehkan.20

16
Yanuardi Syukur, Presiden Mursi, hal. 27.
17
Ibid.
18
Ibid., hal. 27-28.
19
Ibid., hal. 28.
20
Yanuardi Syukur, Presiden Mursi, hal. 28.

6
Wathaniyah (patriotisme) memiliki banyak definisi, ada yang menyebut sebagai
kecintaan yang mendalam terhadap bangsa, negara dan tanah air. Patriotisme (wathaniyah)
juga menjadi salah satu peikiran Hasan Al-Banna. Dalam memaknai patriotisme, ada tiga arti
yang dikemukakanya, yaitu: pertama, Patriotisme Kerinduan (Cinta Tanah Air). Kedua,
Patriotisme Kemerdekaan dan Kehormatan (Kemerdekaan Negeri). Ketiga, Patriotime
Kebangsaan (Kesatuan Bangsa).21
Patriotisme juga memiliki prinsip di mata Hasan Al-Banna. Dia berpendapat
sesungguhnya kaum Muslimin adalah orang-orang yang paling ikhlas berkorban bagi negara,
habis-habisan berkhidmat untuknya, dan menghormati siapa saja yang mau berjuang dengan
ikhlas membelanya. Hanya saja perbedaan prinsip antara kaum muslimin dengan kaum
lainnya dari para penyeru patriotisme murni adalah bahwa asas patriotisme Islam adalah
akidahnya.
Adapun tentang patriotisme Ikhwanul Muslimin menurut Hasan Al-Banna cukuplah
dengan bahwa menyakini dengan kukuh bahwa sikap acuh terhadap sejengkal tanah yang
ditinggali seorang muslim yang terampas merupakan tindakan kriminal yang tidak terampuni,
hingga dapat mengembalikannya atau hancur dalam mempertahankannya, tidak ada
keselamatan bagi mereka dari siksa Allah kecuali dengan itu. Dia juga mengkritik pandangan
tentang patriotisme yang hanya berfikir untuk membebaskan regionalnya saja. Seperti dalam
kasus masyarakat Barat yang lebih cenderung pada pembangunan unsur fisik dalam tatanan
kehidupannya, ini tidak dikehendaki oleh Islam. Dari sini, kita mendapatkan gambaran bahwa
tujuan hidup seseorang muslim tidak hanya dibatasi oleh batas-batas tertentu, akan tetapi
dalam skala yang lebih luas adalah untuk seluruh umat manusia.
Qaumiyah (nasionalisme), menurut definisi nasionalisme adalah satu paham yang
menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudakan satu
konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Dalam pandangan Hasan Al-Banna ada
tiga unsur dalam nasionalisme, yaitu nasionalisme kejayaan, nasionalisme umat, dan berkata
tidak pada nasionalisme jahiliyah.22
Tentang nasionalisme kejayaan, al-Banna mendukung nasionalisme yang berarti bahwa
generasi penerus harus mengikuti jejak para pendahulunya dalam mencapai kejayaannya. Ini
adalah maksud yang baik menurutnya dan mendukung. Masih menurut al-Banna, jika yang
dimaksud dengan nasionalisme adalah anggapan bahwa suatu kelompok etnis atau sebuah
komunitas masyarakat adalah pihak yang paling berhak memperoleh kebaikan-kebaikan dari

21
Ibid., hal. 29.
22
Ibid., hal. 31.

7
hasil perjuangannya, maka ia benar adanya. Jika yang mereka maksudkan dengan
nasionalisme adalah bahwa setiap kelompok harus mewujudkan tujuannya hingga bertemu
(dengan izin Allah) di medan kemenangan, maka inilah kelompok terbaik.semua makna
nasionalisme ini adalah indah dan mengagumkan, tidak diingkari oleh Islam. Jadi,
berkelompok dalam kebaikan tidak masalah bahkan baik.
Selanjutnya kata al-Banna lagi, nasionalisme dalam Islam bersumber dari hadits Nabi
yang berbunyi “Orang Muslim itu saudara Muslim yang lain.”23 Ini berarti bahwa
nasionalisme Islam tidak terbatas pada negara saja. Islam datang untuk menghapus budaya
jahiliyah. Nasionalisme yang jahiliyah haruslah ditinggalkan oleh umat Islam. Dia berkata
bahwa yang dimaksudkan dengan nasionalisme adalah menghidupkan tradisi jahiliyah yang
sudah lapuk, menegakkan kembali peradaban yang telah terkubur dan digantikan oleh
peradaban baru yang telah eksis dan bermanfaat, atau melepaskan dirinya dari ikatan Islam
dengan klaim demi nasionalisme dan harga diri kebangsaan, maka pengertian nasionalisme
seperti ini adalah buruk, hina akibatnya dan jelek kesudahannya.24
Nasionalisme Islam sifatnya tidak hanya lokal, tapi untuk umat manusia secara global.
Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-Anbiya ayat 107, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi yang semesta alam.” Ayat ini memiliki
makna bahwa diutusnya nabi Muhammad SAW adalah untuk seluruh umat manusia, untuk
semua bangsa. Islam Rahmatan Lil’Alamin adalah konsep konsep yang menjelaskan tentang
internasionalisme Islam yang tidak mengenal sekat teritori.
Jika internasionalisme (‘alamiyah) diterjemahkan dengan Pemerintahan Dunia, maka
pengertiannya yang bisa diberikan adalah sebuah kesatuan pemerintahan dengan otoritas
mencakup planet Bumi. Tidak pernah ada satu Pemerintahan Dunia yang pernah terjadi
sebelumnya, meskipun kerajaan besar dan superpower telah mendapatkan tingkatan
kekuasaan yang mirip.
Internasionalisme menurut Hasan Al-Banna berhubungan erat dalam Islam, oleh karena
Islam adalah agama yang diperuntungkan untuk seluruh umat manusia. Konsep
internasionalisme merupakan lingkaran terakhir dari proyek politik Hasan Al-Banna dalam
program ishlahul ummah (perbaikan umat). Dalam risalah pergerakan, Hasan Al-Banna
berharap pada negerinya yaitu Mesir yang mendukung upaya dakwah Islamiyah,menyatukan
seluruh bangsa Arab untuk kemudian melindungi seluruh kaum muslimin di penjuru bumi.

23
Yanuardi Syukur, Presiden Mursi, hal. 31.
24
Ibid., hal.32.

8
Namun harapan ini tetaplah belum membuahkan hasil maksimal, karena sejak Hasan Al-
Banna wafat sampai sekarang Mesir belum menjadi sentrum dari kesatuan umat Islam
sedunia.
Dalam empat pemikiran politik Hasan Al-Banna dapat kita temukan bahwa
kemaslahatan sangat ditekankan olehnya. Ini didasarkan oleh tafsirannya terhadap ayat-ayat
al-Qur’an yang menghendaki umat Islam untuk tampil ke muka bumi sebagai khalifah untuk
menciptakan masyarakat yang bertauhid Islam. Dengan demikian, segala hal yang bisa
mendatangkan kebaikan itu dibolehkan dalam agama.
Hasan Al-Banna meyakini bahwa Islam adalah ajaran yang universal. Menurutnya
Islam adalah agama dan sistem kehidupan yang utuh sekaligus memuat di dalamnya aspek
politik. Islam menurutnya adalah akidah dan ibadah, negara dan kewarganegaraan, moral dan
material, peradaban dan perundang-undangan.25 Jadi dilihat dari konsepsi Ibnu Qayyim
tentang kemaslahatan, maka pemikiran politik Hasan Al-Banna lebagi rakyat lebih
menitikberatkan pada kemaslahatan umat Islamdan umat manusia kemaslahatan ini dewasa
ini dapat kita lihat dari warisan gerakan al-ikhwan yang memberikan banyak arti dan manfaat
bagi umat Islam. Masuknya Ikhwanunl Muslimin ke dalam politik pemerintahan dengan
mendirikan partai (bahkan sukses mengantarkan Dr. Muhammad Mursi menjadi presiden)
adalah bagian dari menciptakan kemaslahatan bagi rakyat Mesir.
Tujuan Ikhwanul Muslimin adalah mewujudkan terbentuknya sosok individu muslim
dengan mengacu 10 muwashafat,26 Rumah Tangga Islami,27 masyarakat Islami (aspek budaya
dalam masyarakat), pemerintah yang Islami, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan
negara mereka yang terampas, dengan menyatukan negara-negara Islam, Membawa bendera
jihad dan dakwah kepada Allah sehingga dunia mendapatkan ketentraman dengan ajaran-
ajaran Islam.28 Sesungguhnya Islam tidak akan berdiri dan menemukan eksistensinya secara
jelas jika tidak didahului oleh proses pendidikan di awalnya, yang pada akhirnya pendirian
sistem pemerintahan Islam yang akan menerapkan hukum syariat Islam.29

Pengaruh Ikhwanul Muslimin

25
Yanuardi Syukur, Presiden Mursi, hal. 35.
26
Aqidah yang selamat, ibadah yang shahih, akhlak yang mantap, mampu bekerja, berpengetahuan
luas, tubuh yang kuat, sangat menjaga waktunya, berjihad dengan dirinya sendiri, teratur urusannya, bermanfaat
kepada orang lain.
27
Mendidik keluarga dengan cara Islam & hormat fikrah, dahulukan kewajiban & Tanggungjawab.
28
Sa’id Hawwa, Membina Angkatan Mujahid, hal. 55-67.
29
Munir Muhammad al-Ghadaban, Benarkah Ia Guru Para Teroris?: Meluruskan Salah Paham Atas
Pemikiran dan Aktifitas Sayyi Quthb, Jakarta: Khatulistiwa Press, 2011, hal. 278.

9
Sesudah terjadi revolusi di Mesir yang menghentakkan masyarakat dunia, berbagai
pandangan dan analisis telah muncul di berbagai media. Diantaranya mengkaitkan revolusi di
Mesir dengan Jamaah Ikhwan, yang didirikan oleh Hasan al-Banna, tahun 1928. Ikhwan di
Mesir di sepanjang sejarahnya telah terlibat secara aktif dalam gerakan dakwah yang inten
dengan tujuan ingin menjadikan rakyat Mesir orang-orang yang taat dan komit terhadap nilai-
nilai Islam sebagai pedoman hidup mereka. Karena itu, gerakan Ikhwan yang sekarang sudah
berkembang di hampir 80 negara itu, terus melanjutkan misinya dengan mendidik masyarakat
agar memahami ,menerima, dan mengamalkan Islam.
Dalam mewujudkan tujuannya itu, langkah-langkah yang diambil Jamaah Ikhwan,
mendidik anggotanya dan masyarakat luas, dimulai dari membentuk pribadi muslim, rumah
tangga Islami, masyarakat Islami, pemerintahan Islami, menegakkan khilafah, dan tatanan
dunia baru, yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Semuanya dijalankan melalui dakwah.
Mengajak semua manusia agar menerima agama (Islam), secara ihsan dan bijak, dan tanpa
tergesa-gesa.Karena itu, Ikhwan lebih banyak berkecimpung dalam dakwah. Hasan al-Banna
sebagai ‘muasis’ (pendiri) Jamaah Ikhwan, menegaskan, keterkaitan Ikhwan dengan masalah
politik (siyasah), semata hanyalah perhatian Ikhwan terhadap masalah-masalah keumatan
semata.
Ikhwanul Muslimin yang sangat peduli dengan dakwah telah melahirkan banyak ulama
dan para pemikir yang sekarang mempunyai sumbangan yang berharga bagi kehidupan.
Seperti Syeikh Yusuf Qardawi (mengarang fiqh zakat), Syeik Mohamad al-Gazali
(mengarang shirah Nabawiyah), Syeikh Sayyid Sabiq (fiqh sunnah), Sayyid Qutb (mengarang
buku ma’alami fi thoriq dan tafsir fi dzilali Quran), Ramadhan al-Buthi, Ali Audah, Said
Hawa (al-Islam), Hasan Turabi, dan sejumlah tokoh lainnya. Generasi baru Ikhwan lebih
banyak lagi yang memiliki kemampuan ‘ilmi’ (ilmu). Karena tujuan Jamaah Ikhwan ingin
mendidik dan mengajarkan nilai Islam kepada masyarakat secara luas.
Jamaah Ikhwannul Muslimin di berbagai negara berusaha melakukan tranformasi
politik, dan kemudian mendirikan partai politik sebagai wasilah (sarana) untuk melakukan
perubahan. Seperti di Aljazair ada Partai Hamas, di Yaman Partai Ishlah, di Tunisia Partai an-
Nahdah, di Maroko Partai Keadilan, di Yordania Partai Front Aksi Islam, dan beberapa
negara Teluk lainnya.30
Bahkan gerakan ini kemudian meluas ke Negara-negara Arab seperti Suriah, Palestina,
Yordania, Libanon, Irak, dan lain-lain. Dr. Musthafa Al Siba’i (1915-1964) membuka cabang
di Suriah. Muhammad Mahmud Shawwaf membawa pengaruh gerakan ini ke Irak. Abdul
30
Yanuardi Syukur, Presiden Mursi, hal. 39-44.

10
Lathif Abu Qurrah mendirikan cabang Ikhwanul Muslimin di Yordania. Saat ini anggota dan
simpatisan gerakan dakwah Ikhwanul Musilimin telah menyebar ke seluruh dunia. Di Asia
ada di Jepang, Malaysia, Indonesia, dan lain-lain. Gerakan ini kadang tifak menggunakan
nama Ikhwanul Muslimin, tapi menggunakan nama lain. Namun tujuannya tetap sama, yaitu
mengajak manusia ke dalam sistem islam yang kaffah berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah.
Ikhwanul Muslimin sejatinya selalu berusaha menjauhkan diri dari kekerasan, dan
dalam melakukan perubahan memilih jalan yang ihsan dan bijak. Tetapi, Ikhwan tak pernah
membiarkan kezaliman dan kebathilan merajalela, dan menyebabkan kaum muslimin
terdzalimi oleh para penguasa dan penjajah. Karena itu, Ikhwan dalam tujuan perjuangannya
adalah membebaskan negeri-negeri Muslim dari penjajahan.
Dari tujuan tersebut Ikhwanul Muslimin mengilhami lahirnya organisasi-organisasi dan
gerakan militan Islamis di berbagai kawasan dunia. Hizb al-Thahrir misalnya, didirikan oleh
Taqiy al-Din al-Nabhani pada 1953 dengan mengambil beberapa inspirasi dari Ikhwanul
Muslimin. Di samping itu, Ikhwanul Muslimin juga melahirkan beberapa kelompok sempalan
yang sangat radikal, termasuk antara lain Jama’at al-Takfir wa’l Hijrah atau dikenal juga
dengan Jama’at al-Muslimin, yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan Anwar sadat.
Kelompok ini dipimpin oleh Syukri Mustafa yang menentang perjanjian damai Sadat dengan
Israel dan aktif mengobarkan sabotase dan perlawanan terhadap pemerintah yang dinilainya
telah nyata-nyata gagal mengatasi persoalan ekonomi, politik, sosial dan budaya.31
Diluar negeri Mesir, Ikhwanul Muslimin mengilhami kelahiran dan sepak terjang
kelompok-kelompok militan Islamis yang aktif melakukan perlawanan terhadap penguasa.
Contohnya, Hamas di Palestina, Hizbullah di Lebanon, FIS (Front Islamique du Salut) di
Aljazair, dan NII (Negara Islam Indonesia) yang belakangan sebagian fraksinya
bertransformasi menjadi Jamaah Islamiyah di Indonesia.32

Kesimpulan
Hasan Al-Banna  lahir pada bulan oktober 1906 M. di wilayah Buhairah, Desa
Mahmudiyah yang terletak 90 mil dari barat daya kairo. Dia dilahirkan dari kalangan
keluarga yang taat beragama. Setelah kembali dari kairo,  al-Banna memulai dakwahnya di
Isma’iliyah (salah satu provinsi Mesir). Dari Masjid, ia mengadakan dialok lepas seputar
keagamaan dan problematika sosial dengan kalangan masyarakat di tempat-tempat umum,
para pemuka agama serta para pemikir yang kurang konkrn terhadap Islam (pemikir sekular).

31
Noorhaidi Hasan, Islam Politik di Dunia Kontemporer, hal. 39-40.
32
Sa’id Hawwa, Membina Angkatan Mujahid, hal. 40.

11
Dakwah semakin meluas dan tantangan yang dihadapinya pun bertambah. Gerakan dakwah
bermunculan di mana-mana, tergabung dalam berbagai organisasi. Di Kairo telah berdiri 
jam’iyah  Al-Syubban  Al-Muslimin dan disusul dengan organisasi dakwah lainya. Oase
dakwah memberi ilham berdirinya gerakan Islam Ikhwanul Muslimin, yang di pimpinya,
pada Maret 1928 M. Adapun motto pergerakan Ikhwanul Muslimin adalah: “ Allah tujuan
kita, Rasullah pemimpin kita, Al-Quran hukum kita, Mati syahid harapan kita”.
Dari uraian makalah di atas, maka pemikiran politik Hasan al-Banna dapat
Disimpulkan kepada empat kerangka, yaitu: pertama, Arabisme (urubah) menurut Hasan al-
Banna adalah karena faktor kesatuan bahasa. Tanpa Arab tidak ada Islam. Islam turun di
dunia Arab, olehnya itu maka kaum muslimin perlu menjaga nama baik Arab. Kedua,
Patriotisme (wathaniyah) dalam Islam dibolehkan selama tidak mengarah pada kesempitan
pandangan jahiliyah. Kerinduan pada tanah air adalah sesuatu yang fitrawi, namun tetap
dikendalikan oleh konsepsi Islam. Ketiga, Nasionalisme (qaumiyah) terbagi tiga yaitu
nasionalisme kejayaan, nasionalisme umat, dan berkata tidak pada nasionalisme jahiliyah.
Keempat, Internasionalisme (‘alamiyah) adalah konsep Islam sebagai rahmat bagi seluruh
alam (rahmatan lil’alamin).

12
Daftar pustaka
Mahrus, Syamsul Kurniawan & Erwin, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Mohammad, Herry dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang berbengaruh Abad 20, Jakarta:
Gema Insani, 2006.
Hawwa, Said, Membina Angkatan Mujahid: Studi Analitis atas Konsep Dakwah Hasan Al-
Banna dalam Risalah Ta’alim, Solo: Era Intermedia, 1999.
Mahmud, Ali Abdul Halim, Perangkat Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Solo: Era
Intermedia, 1999.
Hasan, Noorhaidi, Islam Politik di Dunia Kontemporer: Konsep, Genealogi, dan Teori,
Yogyakarta: SUKA-press, 2012.
Syukur, Yanuardi, Presiden Mursi: Kisah Ketakutan Dunia pada Kekuatan Ikhwanul
Muslimin, Yogyakarta: Hayyun Media, 2013.
Iqbal, Abu Muhammad, Pemikiran Pendidikan Islam: Gagasan-gagasan Besar Ilmuwan
Muslim, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Burdah, Ibnu, Islam Kontemporer: Revolusi & Demokrasi, Malang: Intrans Publishing, 2014.
Wijaya, Aksin, Satu Islam Ragam Epistemologi: Dari Epistemologi Teosentrisme ke
Antroposentrisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Al-Ghadaban, Munir Muhammad, Benarkah Ia Guru Para Teroris?: Meluruskan Salah
Paham Atas Pemikiran dan Aktifitas Sayyi Quthb, Jakarta: Khatulistiwa Press, 2011.

13

Anda mungkin juga menyukai