Anda di halaman 1dari 6

MODUL PENGANTAR AKUNTANSI DESA

Pentingnya Desa dan Desa Membangun


Bagian pemerintahan yang terkecil adalah desa dan kelurahan. Kelurahan merujuk pada
wilayah administratif di kota sedangkan desa merujuk wilayah di kabupaten. Berdasarkan data
Kementrian Dalam Negeri Tahun 2015, terdapat 83.134 kelurahan dan desa di seluruh
Indonesia. Beradasarkan jumlah tersebut, 89,87% adalah desa sedangkan 10,13% adalah
kelurahan. Desa memiliki sumber daya alam dan luas yang lebih besar daripada kota, namun
demikian saat ini jumlah penduduk kota dan desa diperkirakan hampir sama. Hal ini
menunjukkan bahwa potensi desa belum optimal baik sumber daya manusia maupun sumber
daya alam. Oleh sebab itu, diperlukan strategi untuk merevitalisasi pembangunan desa
sehingga tercipta desa yang mandiri, sejahtera, dan demokratis. Upaya revitalisasi
pembangunan desa didukung oleh keluarnya Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pelaksanaan UU Desa ini menjadi diskursus penting sampai saat ini.
UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan strategi pembangunan Indonesia ke
depan di mana desa menjadi episentrum pembangunan. Desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Mengapa strategi desa membangun perlu diberi payung hukum?
Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Desa telah berkembang dalam
berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri,
dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Salah
satu hal penting dari semangat UU Desa adalah perubahan paradigma terhadap desa dari
semula “membangun desa” menjadi “desa membangun”. Artinya, desa menjadi subjek
pembangunan bukan lagi menjadi objek pembangunan.
Yabbar dan Hamzah (2015) mengemukakan beberapa argumen yang melandasi Undang-
undang Desa. Pertama, perspektif historis, sejak jaman dulu desa memiliki pranata sosial, adat
istiadat, bahkan aturan-aturan lokal untuk mengelola diri sendiri dalam komunitas. Pranata
sosial itu bahkan menjadi hukum adat yang sifatnya local wisdom (kearifan lokal) mengenai
pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam, dan relasi sosial. Kedua, perspektif
filosofikonseptual, tata pemerintahan desa sudah lebih dulu ada sebelum tata pemerintahan
yang sekarang ini ada. Otonomi desa perlu dilindungi sehingga tercipta desa mandiri dan
sejahtera serta berdaulat. Desa yang kuat menciptakan negara yang kuat. Ketiga, perspektif
yuridis, UU Desa merupakan pewujudan dari pasal 18 UUD 45. Keempat, perpeksitf sosiologis,
pembangunan yang selama ini berperspektif atas-bawah atau sentralisasi. Desentralisasi yang
digaungkan sejak 1999 pun adalah perpektif kota/kabupaten menafikan otonomi desa. Sebagai
akibatnya, desa ditinggalkan orang dan semakin tercipta ketidakadilan, kemiskinan dan
kesenjangan. Penguatan desa melalui UU Desa menegaskan strategi membangun Indonesia dari
desa.
Karakteristik desa yang menonjol adalah dari sisi aspek sosial budaya. Relasi sosial antar
penduduk bersifat kekeluargaan. Kehidupan relatif homogen dan gotong royong kuat.
Poernomo (2003 dalam Yabbar dan Hamzah, 2005) membagi desa menurut mata pencaharian
penduduknya. Pertama adalah desa pertanian di mana mayoritas penduduk adalah petani baik
pertanian sawah, kebun dan tegal. Kedua, desa peternakan di mana mata pencarian penduduk
sebagai peternak. Misalnya: desa-desa di peternakan sapi di Kabupaten Malang, Pasuruan, dan
provinsi NTT, desa peternak kelinci di Kabupten Semarang, atau bahkan peternak babi di Klepu-
Ponorogo. Ketiga, desa industri di mana mata pencarian penduduk adalah memproduksi barang
tertentu atau kerajinan. Misalnya desa industri logam di Kabupaten Klaten, industri kulit di
Tanggulangin Sidoarjo, dan desa industri kerajinan patung di Kabupaten Magelang. Jenis desa
yang saat ini muncul adalah desa wisata misalnya desa wisata di Batu, Blitar, dan Bali.

Pemerintahan Desa
Struktur pemerintahan desa adalah:

Kepala desa adalah pemegang kekuasaan eksekutif yang dipilih melalui pemilihan kepala
desa dan menjabat selama 6 tahun. Kepala desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan
Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa. Dalam pelaksanaan tugasnya seorang kepala desa dapat
mengangkat perangkat desa. Menurut UU No 6 Tahun 2004, ada tiga jenis perangkat desa yaitu
sekretaris desa, pelaksana teknis dan pelaksana wilayah.
Sebagai pemegang kekuasaan legislatif adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD). BPD
terdiri dari 5-9 orang yang merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan
wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis. Fungsi BPD adalah: (a) membahas dan
menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; (b) menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan (c) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Hal-hal strategis menyangkut pemeritahan desa dilakukan melalui musyawarah desa.
Musyawarah desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan
Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk
memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Beberapa hal yang bersifat strategis adalah: a. penataan Desa; b. perencanaan Desa; c. kerja
sama Desa; d. rencana investasi yang masuk ke Desa; e. pembentukan BUM Desa; f.
penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan g. kejadian luar biasa.
Pengaturan hal-hal strategis dituangkan dalam peraturan desa. Ada tiga macam
peraturan desa. Pertama, Peraturan Desa, peraturan ini ditetapkan oleh kepala desa setelah
dibahas dan disepakati bersama BPD. Peraturan desa ini diundangkan dalam lembaran desa
atau berita desa dan berlaku untuk desa setempat. Perkara yang memerlukan landasan hukum
Peraturan Desa adalah Anhggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), pungutan, dan tata
ruang. Kedua, Peraturan Kepala Desa, merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Desa.
Artinya, Peraturan Desa baru dapat dilaksanakan setelah ada aturan dari pihak eksekutif yaitu
Kepala Desa. Ketiga, Peraturan Bersama Kepala Desa, merupakan peraturan yang dikeluarkan
oleh beberapa Kepala Desa dan mengikat Desa masing-masing.
Peraturan yang dikeluarkan oleh desa harus dikonsultasikan ke Kabupaten. Konsultasi
peraturan ini dalam rangka mengatasi tumpang tindih peraturan pusat dan daerah yang dalam
beberapa hal justru menjadi hambatan pelaksanaan pembangunan daerah. Misalnya saja
pungutan desa yang kontraproduktif dengan usaha memperbaiki iklim investasi nasional.

Keuangan dan Aset Desa


Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang
serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban Desa. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan,
dan pengelolaan Keuangan Desa. Jadi pendapatan, belanja, dan pembiayaan terangkum dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Pendapatan desa bersumber dari:
1. Pendapatan asli desa: hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong,
dan lain-lain pendapatan asli Desa;
2. Alokasi APBN: bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang
berbasis Desa secara merata dan berkeadilan.
3. Bagian bagi hasil pajak dan retribusi daerah: paling sedikit 10% dari pajak dan
retribusi.
4. Alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten: paling sedikit 10%.
5. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota,
6. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga,
7. Lain-lain pendapatan Desa yang sah.
Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati
dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah Daerah Kabupaten,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah. Kebutuhan pembangunan meliputi, tetapi tidak
terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan
masyarakat Desa. Adapun pembagian belanja desa adalah: (a) paling sedikit 70% dari jumlah
anggaran belanja Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa; (b) paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk:
penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa, operasional Pemerintah
Desa, tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa, dan insentif rukun tetangga
dan rukun warga.
Pembiayaan Desa Meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan desa terdiri atas Penerimaan
Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan yang diklasifikasikan menurut kelompok dan jenis.
Contoh APBDes ->sekaligus bisa Anda sesuaikan bila membuat Laporan Realisasi APBDes
Setelah Realisasi, APBDes dipertanggungjawabkan dengan membuat Laporan Realisasi
APBDes dengan format seperti membuat Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah.
Akuntansi Desa juga terkait dengan pengelolaan aset desa. Aset Desa dapat berupa
tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa,
pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian
umum, dan aset lainnya milik Desa. Aset lainnya milik Desa antara lain: (a) kekayaan Desa yang
dibeli atau diperoleh atas beban APBN, APBD, serta APBDes, (b) kekayaan Desa yang diperoleh
dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis, (c) kekayaan Desa yang diperoleh sebagai
pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, (d) hasil kerja sama Desa, dan (e) kekayaan Desa yang berasal dari
perolehan lainnya yang sah.
Pengelolaan kekayaan milik Desa dilaksanakan berdasarkan asas kepentingan umum,
fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan kepastian
nilai ekonomi. Oleh sebab itu, Desa harus membuat Laporan Kekayaan Milik Desa setiap
periode (semester dan tahunan). Laporan Kekayaan Milik Desa seperti halnya Neraca di
Pemerintah Daerah. Format Laporan Kekayaan Milik Desa:

LAPORAN KEKAYAAN MILIK DESA


PEMERINTAH DESA SUMBER KABUPATEN SOKO
PER 31 DESEMBER 20XX

Anda mungkin juga menyukai