Anda di halaman 1dari 66

TINJAUAN PUSTAKA

1. Acute myeloid leukemia (AML)


1.1 Latar Belakang
Leukemia adalah kanker yang berasal dari sel-sel yang normalnya
akan menjadi sel-sel darah. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang belakang
digantikan oleh sel abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat
dijumpai di dalam darah tepi. Sel leukemia sangat mempengaruhi proses
pembentukan sel darah normal (hematopoiesis) dan imunitas tubuh pasien.
Salah satu jenis leukemia yang akan dibahas adalah leukemia mieloid akut
(acute myeloid leukemia/ AML), nama lain penyakit ini antara lain leukemia
mielositik akut, leukemia mielogenous akut, leukemia granulositik akut, dan
leukemia non-limfositik akut. 1,2
Penyebab pasti dari penyakit ini sampai sekarang masih belum
diketahui secara jelas, namun ada beberapa faktor risiko yang turut
meningkatkan insiden terjadinya AML. Gejala AML yang terkadang hanya
berupa sakit kepala, lemas, gusi mudah berdarah, ataupun memar-memar pada
tubuh sering kali disepelekan oleh masyarakat. Masyarakat luas perlu
mendapatkan edukasi mengenai penyakit ini, karena tidak memberikan tanda
dan gejala klinis yang yang spesifik, sehingga pasien AML cepat
mendapatkan penanganan sebelum penyakitnya memburuk atau tejadi
komplikasi-komplikasi lain dari penyakit ini. 3

1.2 Definisi
Leukemia mieloid akut sering juga dikenal dengan istilah Acute
Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia merupakan
penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi
abnormal sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan
melakukan transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian

1
komponen sumsum tulang belakang yang normal. Istilah akut pada AML
berarti leukemia dapat berkembang cepat jika tidak diterapi dan berakibat
fatal dalam waktu singkat. Istilah mieloid merujuk pada tipe sel asal, yaitu sel-
sel mieloid imatur (leukosit selain limfosit, eritrosit, atau trombosit).1,3

1.3 Klasifikasi Leukemia Mieloid Akut


Leukemia dibagi menjadi empat tipe utama yaitu leukemia
mieloblastik akut, leukemia limfositik akut, leukemia mieloisitik kronik, serta
leukemia limfositik kronik. Ini didasarkan pada asal sel dan tipe sel yang
mendominasi sumsum tulang. Berdasarkan sel asal, leukemia dapat dibagi
menjadi dua yaitu mieloid serta limfoid.4 Klasifikasi AML dapat dibagi
berdasarkan :
 Morfologi sel, yaitu denganidentifikasi sel dengan pengecatan
Romanovsky.
 Sitokimiawi, yaitu dengan pengecatan khusus akan lebih mudah
untuk mengidentifikasi sel-sel leukemianya.
 Immunophenotyping, yaitu pengecatan imunologis untuk memeriksa
jenis petanda atau Cluster of Differentiation (CD) yang terdapat pada
sel-sel muda.
 Sitogenetika, yaitu memeriksa kelainan kromosom pada sel-sel
muda.
Pada klasifikasi leukemia akut menurut French-American-British
(FAB) berdasarkan morfologi sel dan pengecatan sitokimiawi (Tabel 1),
sedangkan klasifikasi menurut World Health Organization (WHO)
memerlukan pemeriksaan lebih mendetail (Tabel 2). 5

2
Tabel 1. Klasifikasi AML berdasarkan FAB5,6
M0 : Leukemia
mieloblastik akut
Immunofenotypin
dengan diferensiasi
g CD13, CD33,
minimal
CD11b, CD11c,
Mieloblast >20%,
CD14, CD15
agranuler, Auer rod
(-),
M1 : Leukemia
mieloblastik akut
tanpa maturasi
Mieloblast >90%, Immunofenotypin
tanpa bukti maturasi g MPO +, CD13,
(<10% promielosit, CD33, CD117,
mielosit, CD34 +/-
metamielosit,
netrofil), Auer rod
 (+/-)
M2 : Leukemia Immunofenotypin
mieloblastik akut g
dengan maturasi Mieloperoksidase
Mieloblast >20%, (MPO) +, CD34
adanya bukti +/- CD13, CD15,
maturasi (>10% Human
promielosit, Leucocyte
mielosit, Antigen (HLA)-
metamielosit, DR +/-, Sudan
netrofil), Auer rod black +, CD117
  (+/-) +/-
M3: Leukemia Immunofenotypin
promielositik akut, g CD13, CD33,
hipergranuler HLA-DR -
Promielosit
yang bizzare (dengan
inti bilobus) >20%,
granula kasar dan
prominen, Auer
rod (+/-) kadang
disertai bundle of
Auer rods (Faggot

3
cells)

4
Tabel 1. Klasifikasi AML berdasarkan FAB (Lanjutan)
Immunofenotypin
M4 : Leukemia
g
mielomonositik
CD13, CD15,
akut
CD33, CD11b,
Mieloblast >20% dan
CD11c, CD14,
monoblast >20%
CD64, CD4 +
M5a Leukemia
monositik
akut dengan
diferensiasi jelek
80% sel blast adalah
Immunofenotypin
monoblast
g CD14, CD68,
M5b Leukemia
CD4, CD11c,
monositik
HLA-DR, CD64
akut dengan
diferensiasi
Sebagian besar sel
ganas adalah
promonosit
M6a Eritroleukemia
akut
50% sel berinti di
sumsum tulang
merupakan seri
eritroid, >20% sel
non eritroid
merupakan Immunofenotypin
mieloblast. Sel g CD13, CD33,
eritroid displastik CD15,
berisi inti yang Glycophorin A,
multiple dan Glycophorin C
megaloblastik.
M6b pure
erythroleukemia
>80% sel berinti di
sumsum tulang
merupakan seri
eritroid

5
M7 : Leukemia
megakarioblastik Immunofenotypin
akut g CD41, CD61,
>50% sel blast CD42, CD13,
adalah CD33, CD34.
megakarioblast

Tabel 2. Klasifikasi AML berdasarkan WHO7


AML dengan kelainan genetik
AML dengan t(8;21)(q22;q22.1);RUNX1-RUNX1T1
AML dengan inv(16)(p13.1q22) or t(16;16)(p13.1;q22);CBFB-MYH11
AML dengan PML-RARA
AML dengan t(9;11)(p21.3;q23.3);MLLT3-KMT2A
AML dengan t(6;9)(p23;q34.1);DEK-NUP214
AML dengan inv(3)(q21.3q26.2) or t(3;3)(q21.3;q26.2); GATA2, MECOM
AML (megakaryoblastic) dengan t(1;22)(p13.3;q13.3);RBM15-MKL1
AML dengan BCR-ABL1
AML dengan mutasi NPM1
AML dengan bialel mutasi CEBPA
AML dengan mutasi RUNX1
AML with myelodysplasia-related changes
Therapy-related myeloid neoplasms
AML, not otherwise specified
AML dengan diferensiasi minimal
AML tanpa maturasi
AML dengan maturasi
Leukemia mielomonositik akut
Leukemia monoblastik / monositik akut
Leukemia eritroid
Leukemia megakarioblastik akut
Leukemia basofilik akut
Panmielosis akut dengan mielofibrosis
Sarkoma mieloid
Myeloid proliferations related to Down syndrome
Transient abnormal myelopoiesis (TAM)
Myeloid leukemia associated with Down syndrome

6
1.4 Epidemiologi
American Cancer Society pada tahun 2014 mencatat angka kejadian
leukemia di Amerika Serikat sebanyak 33.440 kasus, 19.020 kasus
diantaranya pada laki-laki (56,88%) dan 14.420 kasus pada perempuan
(43,12%). Insiden Rate (IR) leukemia pada laki-laki di Kanada 14 per 100.000
2
penduduk dan pada perempuan 8 per 100.000 penduduk. Kasus leukemia
(5,93%) berada pada peringkat kelima setelah kanker payudara, kanker leher
rahim, kanker hati dan saluran empedu intrahepatik, limfoma nonHodgkin
dari seluruh pasien kanker rawat inap rumah sakit di Indonesia, berdasarkan
data statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun
2006.4 Data di Indonesia sangat terbatas. Insiden AML di Yogyakarta adalah
8 per 1.000.000 penduduk. Penyakit ini meningkat progresif sesuai usia. Usia
rata-rata pasien saat didiagnosis AML sekitar 67 tahun. Leukemia Mieloid
Akut merupakan jenis leukemia akut yang sering ditemukan pada orang
dewasa. Kurang lebih 80% kasus akut leukemia pada orang dewasa adalah
AML.3

1.5 Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Beberapa sumber
menyebutkan leukemia disebabkan karena terjadinya mutasi pada  Deoxyribo
Nucleic Acid (DNA) somatik. Mutasi pada DNA tertentu menyebabkan
terjadinya leukemia yang disebabkan oleh aktivasi onkogen atau deaktivasi
gen tumor supresor dan terganggunya pengaturan program kematian sel
(apoptosis). Mutasi tersebut mungkin terjadi secara spontan atau pengaruh
radiasi atau pemaparan substansi karsinogen dan erat hubungannya dengan
faktor genetik. Beberapa jenis virus juga memiliki hubungan dengan kejadian
leukemia. Pada hewan coba mencit dan hewan coba lainnya ditemukan
hubungan infeksi retrovirus dengan leukemia. Pada manusia, retrovirus
teridentifikasi “Human T-lymphotropic virus” atau HTLV-1, diketahui

7
sebagai penyebab leukemia.2 Beberapa faktor risiko yang diidentifikasi
berpotensi leukemogenik, yaitu:
 Rokok
Salah satu faktor risiko AML yang terbukti terkait gaya hidup
adalah merokok. Sebuah penelitian menyatakan bahwa orang tua
yang memiliki perilaku merokok memiliki risiko 1,08 kali lebih
tinggi untuk anak terkena leukemia dibandingkan anak dengan
orang tua tidak merokok.„
 Pajanan bahan kimia tertentu
Risiko AML meningkat karena pajanan bahan-bahan kimia
tertentu, misalnya benzene, formaldehyde. „
 Obat kemoterapi tertentu
Kemoterapi dengan agen pengalkil dan platinum dikaitkan dengan
meningkatnya risiko AML, puncaknya sekitar delapan tahun
setelah kemoterapi. Pasien sering mengalami Sindrom
Mielodisplastik (MDS) sebelum AML. Kemoterapi lain yang juga
dikaitkan dengan AML adalah penghambat topoisomerase II.
Leukemia Mieloblastik Akut cenderung dijumpai beberapa
tahun setelah terapi tanpa didahului MDS.
 Pajanan radiasi
Pajanan radiasi dosis tinggi (misalnya dari bom atom, reaktor
nuklir) meningkatkan risiko AML. Terapi radiasi untuk kanker
juga dikaitkan dengan meningkatnya risiko AML. Rumah yang
dekat dengan sumber radiasi seperti sumbet tegangan tinggi
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi  (sutet), ataupun sering
terpapar radiasi seperti radiasi ultraviolet menjadikan anak
memiliki risiko 4,73 kali lebih tinggi untuk terkena leukemia
dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki paparan radiasi. 1,2

8
 Gangguan darah tertentu
Pasien MDS memiliki jumlah eritrosit rendah dan sel-sel abnormal
dalam darah dan sumsum tulang. Sindrom Mielodisplastik dapat
berkembang menjadi AML dan biasanya memiliki prognosis
buruk.1
 Usia
Penelitian Howlander et al pada tahun 2011 menunjukkan bahwa
risiko terjadi AML meningkat sekitar 10 kali lipat dari usia 30-34
tahun sampai usia 65-69 tahun serta mencapai puncak pada usia
80-84 tahun. Penelitian Dores et al menyatakan insiden meningkat
berbanding lurus dengan meningkatnya usia yaitu sekitar 1,3 kasus
per 100.000 penduduk pada usia dibawah 65 tahun menjadi 12,2
kasus per 100.000 penduduk pada usia diatas 65 tahun.4
 Genetik
Beberapa mutasi genetik dan kelainan kromosom saat lahir dapat
meningkatkan risiko AML, misalnya Anemia Fanconi, Sindrom
Bloom, ataksia-telangiektasia, Anemia Diamond-Blackfan,
Sindrom Schwachman-Diamond, Sindrom Li Fraumeni,
neurofibromatosis, neutropenia kongenital berat, Sindrom Down,
dan trisomi.
 Riwayat dalam keluarga
Riwayat keluarga dekat pengidap AML meningkatkan risiko
terkena AML.1

1.6 Patofisiologi
Leukemia Mieloid Akut merupakan penyakit dengan transformasi
maligna dan perluasan klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada
tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih
matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang

9
kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non
limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel
induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit
dan megakariosit (Gambar 1).

Gambar 1 : Hemopoesis
(Diambil dari Mahdi, 2018)8

Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi


suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Hal ini
menyebabkan maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan
meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum
tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dan
kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan
metabolisme sel dan fungsi organ.
Leukemia Mieloid Akut merupakan neoplasma uniklonal yang
menyerang rangkaian mieloid dan berasal dari transformasi sel progenitor
hematopoetik. Defek kualitatif dan kuantitatif terjadi pada semua garis sel
mieloid, yang mengakibatkan tidak terkontrolnya proliferasi dan
menggantikan sel normal. Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum
tulang, menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel

10
darah normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan
berpindah ke organ lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan
membelah diri. Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau
tepat dibawah kulit dan bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati,
gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.
Kematian pada pasien leukemia akut pada umumnya diakibatkan
penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula
disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh pasien. 3

1.7 Gejala dan Tanda Klinis


Tanda dan gejala klinis AML tidak spesifik dan biasanya terkait
dengan infiltrasi leukemik ke sumsum tulang dengan hasil akhir sitopenia. 1
Adapun gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara
lain :
 Kelemahan badan dan malaise merupakan keluhan yang sangat
sering ditemukan oleh pasien, rata-rata mengeluhkan keadaan ini
sudah berlangsung lama. Keluhan ini pada umumnya timbul
beberapa bulan sebelum simptom lain atau penegakkan diagnosis
AML. Keluhan ini disebabkan oleh anemia, sehingga beratnya
kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.
 Demam merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % pasien. Demam
didapatkan pada 75 % pasien AML. Demam ini biasanya timbul
karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia.
Keluhan lain yang dapat menyertai demam diantaranya keringat
malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi lain.
 Perdarahan berupa petechiae, purpura, lebam yang sering terjadi
pada ekstremitas bawah, dan pasien mengeluh gusi mudah
berdarah, epitaksis, dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan

11
berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia. Pendarahan
yang berat lebih jarang terjadi kecuai dengan kelainan
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
 Penurunan berat pada umumnya bukan merupakan keluhan utama.
Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia
akibat malaise atau kelemahan badan.
 Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % pasien AML. Rasa
nyeri ini disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan
tulang atau sendi yang mengakibatkan terjadi gangguan tulang.
Tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien AML:
 Kepucatan, takikardi, murmur.
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang jelas dilihat pada pasien adalah
pucat karena anemia. Pada anemia berat, dapat ditemui tanda
kardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur,
sinkope dan angina.
 Perbesaran organ-organ.
Pembesaran massa abnomen atau kelenjar limfe dapat terjadi
akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada pasien AML. Splenomegali
lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali dan
splenomegali jarang memberikan gejala kecuali jika masif.
 Kelainan kulit dan hipertrofi gusi.
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML.
Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, bercak ungu,
dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi dapat
diakibatkan infiltrasi sel-sel leukemia. 3
Anemia pada keganasan bisa terjadi karena respon eritropoetin yang
tidak adekuat terhadap anemia akibat efek sitokin seperti Tumor Necrosis
Factor (TNF) dan Interleukin-1 (IL-1) pada eritropoesis. Pada AML

12
ditemukan kelainan laboratorium berupa anemia yang mula-mula ringan dan
semakin berat apabila tidak didiagnosis dan ditatalaksana dengan tepat.
Kelainan anemia yang terjadi disebabkan karena tertekannya proses
hematopoiesis normal akibat proliferasi sel leukosit yang sangat banyak di
sumsum tulang. 4
Hiperleukositosis (> 100.000 sel leukosit / mm3 ) dapat menyebabkan
gejala leukostasis, misalnya disfungsi atau perdarahan okuler dan
serebrovaskular yang termasuk kegawatdaruratan medis, walaupun jarang.1
Peningkatan jumlah leukosit disebabkan oleh proses blokade pada
pematangan leukosit yaitu sel mielosit yang mengakibatkan menumpuknya
sel-sel mielosit muda di sumsum tulang dan bisa menyebar melalui pembuluh
darah ke jaringan seperti hati dan limpa. Penyebab blokade pada pematangan
leukosit ini adalah kelainan genetik akibat dari mutasi gen sehingga terjadi
peningkatan proliferasi sel dan penurunan masa hidup sel leukosit.
Pasien AML sering mengalami trombositopenia berat mencapai <
1x106 / L. Jumlah trombosit yang menurun pada leukemia merupakan akibat
dari infiltrasi ke sumsum tulang atau kemoterapi. Infiltrasi sel leukemik di
sumsum tulang menyebabkan sumsum tulang dipenuhi oleh sel leukemik
sehingga terjadi penurunan jumlah megakariosit yang mengakibatkan
menurunnya produksi trombosit. Kemoterapi pada pasien leukemia
menyebabkan kerusakan sumsum tulang yang akan berakibat berkurangnya
produksi trombosit. Penyebab lain trombositopenia yaitu karena DIC.
Disseminated Intravascular Coagulation dapat disebabkan karena pelepasan
prokoagulan (tromboplastin like substance) dari sel blast. Hipersplenisme
sekunder juga termasuk sebagai penyebab terjadinya trombositopenia. 4

1.8 Diagnosis
Diagnosis leukemia tidak dapat ditegakkan hanya dengan hasil
pemeriksaan darah tepi dan gejala klinis saja. Pemeriksaan sumsum tulang

13
harus segera dilakukan untuk menegakkan diagnosis ketika hasil pemeriksaan
darah tepi dan gejala klinis mengarah kepada leukemia. Jenis leukemia harus
diklasifikasikan setelah diagnosis ditegakkan guna pemilihan protokol terapi
yang akan diberikan.9
A. Morfologi
Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis dapat membantu menegakkan
diagnosis leukemia. Jumlah total leukosit bisa berkurang, normal atau
bertambah tetapiterjadi peningkatan sel blast. Sel blast yang banyak
tersebut juga keluar dari sumsum tulang ke aliran darah sehingga
terdeteksi pada pemeriksaan darah tepi.2 Aspirasi sumsum tulang
merupakan bagian dari pemeriksaan rutin untuk diagnosis AML. Hapusan
darah dan sumsum tulang diperiksa dengan pengecatan May-Grunwald-
Giemsa atau Wright-Giemsa. Diperlukan setidaknya pembacaan pada 500
sel dari sumsum tulang dan 200 sel leukosit dari darah untuk hasil yang
akurat tepi. Hitung blast sumsum tulang atau darah ≥ 20% diperlukan
untuk diagnosis AML, kecuali AML dengan t(15;17), t(8;21), inv(16),
atau t(16;16) yang didiagnosis terlepas dari persentase blast. 1 Menurut
Kurnianda pada 85% kasus AML ditemukan sel-sel blast dalam jumlah
yang signifikan di darah tepi. Pada pasien AML terjadi blokade maturitas
akibat dari kelainan genetik oleh mutasi gen. Mutasi gen pada AML selain
menyebabkan peningkatan proliferasi sel dan penurunan masa hidup sel,
juga menyebabkan terganggunya proses diferensiasi sel. Terganggunya
proses diferensiasi sel mielosit akan menyebabkan perkembangan terhenti
pada sel-sel blast sehingga mengakibatkan terakumulasinya blast di
sumsum tulang. Sel-sel muda inilah yang bisa bermigrasi keluar dari
sumsum tulang ke darah tepi dan bisa menginfiltrasi ke organ lain seperti
kulit dan jaringan lunak. 4
B. Immunophenotyping
Pemeriksaan ini menggunakan flow cytometry untuk menentukan tipe sel

14
leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan adalah
≥ 20% sel leukemik mengekpresikan petanda (untuk sebagian besar
petanda). Immunophenotyping menunjukkan bahwa yang paling spesifik
penanda limfoid - CD3 dan CD22 – tidak diekspresikan dalam M0 AML
tetapi mungkin ada ekspresi antigen terkait limfoid yang kurang spesifik
seperti CD2, CD4, CD7, CD10 dan CD19, selain CD34, antigen leukosit
manusia DR (HLA‐DR) dan terminal deoxynucleotidyl transferase (TdT)
18

C. Sitogenetika
Abnormalitas kromosom terdeteksi pada sekitar 55% pasien dewasa
dengan AML. Pemeriksaan sitogenetika menggambarkan abnormalitas
kromosom seperti translokasi, inversi, delesi, dan adisi. Sitogenetika
molekuler
D. Pemeriksaan ini menggunakan Fluorescent In Situ Hybridization (FISH)
yang juga merupakan pilihan jika pemeriksaan sitogenetika gagal.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi abnormalitas gen atau bagian dari
kromosom seperti RUNX1-RUNX1T1, CBFB-MYH11, fusi gen MLL
dan EV11, hilangnya kromosom 5q dan 7q.
E. Pencitraan
Pemeriksaan dilakukan untuk membantu menentukan penyebaran ke
organ lain. Contoh pemeriksaannya antara lain X-ray toraks, Computed
Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI). 1

1.9 Leukemia Mieloblastik Akut dengan Diferensiasi Minimal


Lee et al pada tahun 1987 menunjukkan gambaran sitologi dan
gejala klinis pada sepuluh pasien leukemia yang secara morfologis tidak
berdiferensiasi dengan pemeriksaan mikroskop cahaya dan hasil MPO positif.
Gambaran ini kemudian dikenal sebagai leukemia mieloblastik akut dengan
diferensiasi minimal (AML-M0). Leukemia mieloblastik akut dengan

15
diferensiasi minimal merupakan bentuk leukemia yang jarang ditemui,
menurut data FAB mewakili kurang dari 5% kasus AML. Hasil MPO,
morfologi serta CD33 dan / atau CD13 dapat digunakan untuk membedakan
AML-M0 dengan AML-M1, leukemia limfoblastik, dan dengan leukemia
biphenotypic.10
Karakteristik utama dari AML-M0 adalah sel blast dengan sitoplasma
agranular yang menyerupai sel limfoblastik, hasil MPO positif dan SBB
negatif. Sel blast mieloid ditunjukkan oleh adanya CD13 atau CD33 dan
kurangnya ekspresi petanda sel limfoid. 11 Beberapa kasus AML tidak dapat
didiagnosis hanya dengan dua modalitas (morfologi dan sitokimia), terutama
jika Sudan Black B (SBB) atau MPO memberikan hasil negatif seperti pada
AML-M0, AML-M7 dan AML-M5a. Pada keadaan tersebut, pemeriksaan
imunophenotyping memiliki peranan penting. Immunophenotyping juga
berperan untuk deteksi residu minimal. Deteksi residu berguna untuk
mengevaluasi respon pengobatan serta menentukan prognosis. Evaluasi
molekuler serta immunophenotyping merupakan pemeriksaan yang penting
untuk menegakkan diagnosis AML-M0, mmeilih terapi yang tepat serta
menentukan prognosis.6 Morfologi, sitogenetika, dan FISH adalah
pemeriksaan yang relatif tidak sensitif untuk mendeteksi residu.12
Leukemia mieloblastik akut dengan diferensiasi minimal sampai
saat ini masih sulit dibedakan dengan Leukemia Limfoblastik Akut atau Acute
Lympoblastic Leukaemia (ALL). Penggunaan kriteria FAB dapat menegakkan
sebagian besar diagnosis kasus AML-M0, namun ada beberapa kasus AML-
M0 yang tidak dapat terdeteksi dengan kriteria FAB (tabel 3). Iwate et al
menunjukkan kasus yang awalnya diklasifikasikan sebagai AML-M0
berdasarkan kriteria FAB, setelah pemeriksaan lebih lanjut ternyata
merupakan kasus ALL sel-T. Hal ini rentan terjadi pada AML-M0 yang tidak
hanya menampilkan diferensiasi mieloid minimal tetapi juga menunjukkan
ekspresi sel-T yang dapat menyebabkan diagnosis yang salah.13

16
Tabel 4. Kriteria diagnosis leukemia myeloid akut kategori M0 (leukemia
myeloid akut dengan bukti minimal diferensiasi myeloid)18
● Blast ≥30% dari sel berinti sumsum tulang
● Blas ≥30% dari sumsum tulang sel non ‐ eritroid *
● <3% ledakan positif untuk Sudan black B atau mieloperoksidase dengan
mikroskop cahaya
● Blast yang ditunjukkan sebagai mieloblas oleh penanda imunologi atau
sitokimia ultrastruktur
* Perhitungan di luar limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast.

Prognosis buruk AML-M0 dapat ditemui pada AML-M0 dengan CD7,


GP-170, kariotipe kompleks, dan usia lebih dari 60 tahun. Kelainan
sitogenetika pada pasien berhubungan dengan risiko kekambuhan. Prognosis
pasien AML sangat dipengaruhi oleh jenis AML, kelainan kromosom
(sitogenetika), usia, jumlah leukosit, kelainan hematologis, infeksi, dan
respons AML terhadap terapi. Tingkat remisi lengkap dapat mencapai ≥80%
dengan five years rate survival mencapai 40% pada pasien muda. Sel blast >
20% biasanya ditemukan pada darah tepi ataupun sumsum tulang. Kelainan
sitogenetika pada kasus AML merupakan faktor prognostik independen yang
paling dominan dalam menentukan faktor prognostik untuk remisi lengkap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis baik dari pasien adalah usia
muda, leukosit ketika diagnosis ditegakkan < 100x109 / mm3, tidak ada
kelainan darah yang mendahului leukemia, tidak ada riwayat kemoterapi
sebelumnya, dan respons terhadap terapi induksi.14

2. Carsinoma Paru
Kanker paru paru merupakan penyebab kematian tertinggi secara internasional.
Penyebab yang paling sering didapatkan adalah merokok. Berbagai faktor risiko
kanker paru-paru yang paling umum termasuk gaya hidup, lingkungan, dan eksposur

17
pekerjaan. Peran yang dimainkan faktor-faktor ini bervariasi tergantung lokasi
geografis, jenis kelamin dan karakteristik ras, genetic, predisposisi, serta kegiatan
yang melibatkan interaksi
Berikut adalah factor resiko terjadinya Carsinoma paru :
1. Merokok tembakau, perokok pasif dan rokok elektrik
Merokok merupakan faktor risiko utama pada kanker paru-paru. Nikotin
sebagai zat yang dikandung tembakau tidak bersifat karsinogenik tetapi 55 zat
dalam asap rokok yang ada merupakan zat karsinogenik menurut Badan
Internasional Penelitian Kanker termasuk di dalam nya adalah aromatik
polisiklik hidrokarbon dan 4- (methylnitrosamino) -1- (3-pyridyl) -1-
butanone (NNK).
2. Domestic Biomass Fuels
Bahan bakar biomassa yang belum diproses, termasuk kayu, sisa tanaman,
kotoran, dan batu bara, digunakan untuk memasak atau menghangatkan di
rumah. Emisi dalam ruangan di rumah tangga ini mengandung konsentrasi
tinggi dari hidrokarbon aromatik polisiklik, benzena, dan senyawa
karsinogenik lainnya.
3. Cor Obstruktif Pulmo Disease (COPD) dan kondisi paru lainnya
Studi epidemiologi melaporkan 20–30% perokok berkembang menjadi PPOK
dan 10–15% berkembang menjadi kanker paru-paru dan COPD sejauh ini
merupakan penyakit penyerta yang paling umum pada pasien dengan kanker
paru, dengan prevalensi 30 -70%. Faktor lain seperti peningkatan derajat
obstruksi jalan nafas, peningkatan usia, indeks massa tubuh yang lebih rendah,
dan kapasitas karbon monoksida <80% pada paru dikaitkan dengan diagnosis
kanker paru. Penyakit paru lain yang masuk dalam factor resiko adalah pasien
yang tidak pernah perokok tetapi memiliki riwayat bronkitis kronis,
tuberkulosis, atau pneumonia ditemukan memiliki peningkatan risiko kanker
paru-paru.
4. Polusi udara dan paparan lingkungan

18
Paparan asbes adalah salah satu yang paling terkenal penyebab pekerjaan
kanker paru-paru. Pekerja di asbes pertambangan dan penggilingan,
pembuatan kapal, konstruksi, tekstil dan isolasi, dan perbaikan mobil berada
di posisi tertinggi risiko. Pekerjaan lain dengan peningkatan insiden kanker
paru-paru adalah pertambangan batu bara, pengerasan jalan aspal dengan ter
batu bara eksposur, penyapuan cerobong asap dan pelukis meskipun risikonya
tampaknya lebih rendah daripada asbes dan knalpot diesel. Eksposur organik
dan logam lainnya yang telah dikaitkan dengan kanker paru-paru termasuk
berilium, kadmium, kromium, silika, formaldehida, benzo pyrene, nikel, debu
logam keras, dan vinil klorida, yang sering bertindak secara sinergis dengan
merokok tembakau.
5. Diet dan nutrisi
Konsumsi buah dan sayuran telah dikaitkan dengan penurunan risiko kanker
paru pada perokok aktif. Asupan kalsium, asupan zat besi dan asupan vitamin
B6 berbanding terbalik dengan risiko kanker paru-paru pada wanita
6. Faktor genetik
Faktor genetik menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap paru-paru
kanker.

3. Hubungan antara AML dan Ca paru


Multiple Primary Malignancies (MPM) tahun 1879 pertama kali dijelaskan
oleh Billroth yaitu neoplasma dapat terbatas pada satu organ atau menyerang
beberapa organ berbeda. Multiple Primary Malignancies (MPM) ini
diklasifikasikan menjadi dua kategori:
1) Sincron
Sinkron adalah beberapa kanker terjadi pada waktu yang sama atau
berurutan dalam jangka waktu dua bulan

19
2) Metachronous
Metachronous adalah beberapa kanker mengikuti secara berurutan, yaitu,
dengan jarak lebih dari enam bulan15
Keganasan primer metachronous semakin meningkat akhir-akhir ini karena
peningkatan jumlah penderita kanker lanjut usia, kesadaran yang lebih besar dan
alat diagnostik yang lebih modern.. Presentasi sinkron leukemia myeloid akut dan
tumor padat dianggap jarang. Sheridan et al. menjelaskan laporan kasus presentasi
sinkron leukemia myeloid akut dan kanker payudara. Penyebab leukemia sekunder
adalah dianggap sebagai efek leukemogenik dari inhibitor topoisomerase II atau
agen alkilasi dan kelainan kromosom seperti 11q23. 15
Peningkatan risiko AML akibat merokok karena terjadi penurunan
kemampuan untuk memperbaiki kerusakan DNA dan tingkat paparan yang lebih
tinggi Ramya Vararajan, et al. menunjukkan bahwa dalam 12 kasus keganasan
ganda, 7 pasien dikirim dengan AML dan kanker paru-paru pada titik waktu yang
berbeda (metachronous) dan 5 pasien memiliki presentasi AML dan kanker paru-
paru (sinkron) secara bersamaan. Paru-paru menerima konsentrasi tinggi tembakau
melalui penghirupan sementara sumsum tulang terkena mutagen yang
16
mengandung asap yang ada di dalam darah dan cairan tubuh. Hal tersebut
menerangkan mengapa efek genotoksik sel sumsum tulang lebih rendah
dibandingkan di parenkim paru namun, toksin lain dan polimorfisme yang
berhubungan dengan enzim detoksifikasi mungkin memiliki berkontribusi pada
presentasi sinkronus AML dan kanker paru-paru. Prognosis tumor sinkron secara
signifikan lebih rendah jika dibandingkan dengan keganasan yang bersifat
metachronous. 15,16

20
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. AZM
Umur : 18 tahun 0 bulan
Alamat : Grobogan
Biaya : JKN Non PBI
Masuk Rumah Sakit : 31 Oktober 2019
Ruang rawat : Rajawali 6B

ANAMNESIS
Keluhan utama : Lemas dan nyeri seluruh tubuh
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUP Dr. Kariadi dengan keluhan lemas dan nyeri terutama di
daerah persendian. Lemas dan kehilangan nafsu makan telah dirasakan sejak 2 bualan
sebelum masuk rumah sakit. Pasien sempat masuk RS Habibulloh karena nyeri yang
tak tertahankan di seluruh tubuh. Sesak dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, awalnya
sesak dirasakan apabila pasien berjalan jauh atau menanjak tetapi lama kelamaan
sesak dirasakan juga pada saat pasien tidur berbaring. Pasien merasa nyaman apabila
tidur miring ke kanan dibandingkan terlentang atau miring ke kiri. Satu minggu
SMRS pasien mengeluh sesak bertambah hebat terutama apabila berbicara, sesak
berkurang apabila pasien dalam keadaan setengah duduk. Nyeri dirasakan pada
seluruh badan dan nafsu makan menurun. Buang air kecil dan BAB tidak ada
keluhan.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal

21
Riwayat alergi disangkal
Riwayat sakit kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung dan ginjal disangkal
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

Riwayat sosial ekonomi


Pasien belum menikah dan tinggal di pesantren. Pasien tidak merokok tetapi teman
yang satu kamar dengan 4 orang perokok aktif

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Lemas, pucat, tampak sesak
Tanda Vital : Tekanan darah 110/80 mmHg
Nadi 90x/menit
Laju pernafasan 26x/menit
Suhu :38,2˚C axila
Kepala : Mesosefal
Mata : konjungtiva pucat (+/+)
Mulut : tidak tampak sianosis, perdarahan ginggiva (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP tidak
meningkat, trakea letak medial
Thoraks :
Paru : Inspeksi : tidak simetris, statis dan dinamis,
Palasi : Stem fremitus kiri > kanan, normal
Perkusi : Paru kanan : sonor di intercostal space I-IV, redup di intercostal
space IV ke bawah
Paru kiri : sonor di intercostal space I-VI, redup di intercostal
space VI ke bawah
Auskultasi : suara dasar vesikuler / + , Rhonki Basah Kasar (+/-),
Wheezing (-)

22
Jantung :
Inspeksi : Ictus kordis tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm medial LMC sinistra
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-) N, pekak alih (-)
Palpasi : Supel, Hepar lien tak teraba
Ekstremitas Superior Inferior
Oedem : -/ - -/-
Pucat : +/+ + /+
Akral dingin : +/+ +/+

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (RSUP Dr. Kariadi 30 Oktober 2019)


Parameter Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi Hemoglobin : 3,1 g/dL 12– 15
Hematokrit : 9,1 % 35 - 47
Eritrosit : 0,96 106/µL 4,4 – 5,9
MCV : 94,8 fL 76 – 96
MCH : 32,3 pg 27,0 - 32,0
MCHC : 34,1 g/dL 29,0 - 36,0
Leukosit : 55,9 103/µL 3,6 - 11
Trombosit : 32 103/µL 150 – 400
RDW : 23,8 % 11,6 – 14,80
MPV : 12,3 fL 4,00 - 11,00
Kimia Klinik
SGOT : 38 U/L

23
SGPT : 27 U/L
Ureum : 34 mg/dL 15 - 39
Creatinin : 1,2 mg/dL 0,60 - 1,30
Calcium : 1,9 mg/dL 2,12-2,52
Natrium : 142 mmol/L 136 - 145
Kalium : 4,2 mmol/L 3,5 - 5,1
Klorida : 103 mmol/L 98 - 107

Hitung Jenis dan Gambaran Darah Tepi

Hitung Jenis
Eosinofil 0 % 1-3
Basofil 0 % 0-2
Batang 0 % 2-5
Segmen 4 % 50-70
Limfosit 25 % 25-40
Monosit 6 % 2-10
Lain-lain Blast 20 %
AMC 45 %

Gambaran Darah Tepi


- Eritrosit : Susunan eritrosit sangat longgar
Anisositosis sedang ( normositik, mikrositik, makrositik )
Poikilositosis ringan ( ovalosit, pear shaped cell, elliptosit )
Polikromasi (+)
- Trombosit : Estimasi jumlah menurun
Bentuk normal
- Leukosit : Estimasi jumlah meningkat
ditemukan atypical mononuclear cell sebanyak 45% dengan
rasio inti sitoplasma besar, sitoplasma kebiruan, kromatin
longgar, anak inti tidak jelas dengan blast 20%
Kesan : Keganasan hematologi akut
BGA

24
Measured 37 C
PH 7.532 7.37-7.45
PCO2 30.3 mmHg
PO2 82.4 mmHg 83-108
Calculated temp 36,6 C
FiO2 32 %
PH(t) 7.538 7.37-7.45
PCO2(t) 29.8 mmHg 35-45
PO2(t) 80.2 mmHg 83-108
HCO3- 25.7 Mmol/L 22-29
TCO2 25.6 Mmol/L 23-27
BEecf 2.8 Mmol/L
BE(B) 3.6 Mmol/L (-2)-(+3)
SO2c 94.9 % 94%-98%
A-aDO2 113.0 mmHg
RI 1.4

X Foto Thorak
- Tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemithorak kanan
- Hemidiafragma kanan tertutup perselubungan homogen
- Sinus costofrenicus kanan tertutup perselubungan homogen, kiri suram
- Kesan : cor tidak membesar, gambaran pneumonia, efusi pleura dupleks

DAFTAR MASALAH
1. Lemas
2. Nyeri seluruh persendian
3. Sesak
4. Nafsu makan menurun
5. Pneumonia dd Efusi pleura duplek, Hidropneumothorak
6. Anemia normositik normokromik
7. Leukositosis
8. Trombositopeni
9. Suspek Keganasan Hematologi akut
10. Akalosis respiratorik tidak terkompensasi

25
DIAGNOSIS KERJA
1. Anemia normositik normokromik
2. Leukositosis
3. Trombositopeni
4. Pneumonia dd Efusi pleura duplek, Hidropneumothorak
5. Suspek Keganasan hematologi akut
6. Alkalosis respiratorik tidak terkompensasi

TERAPI:
1. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
2. Tranfusi PRC 4 kolf
3. Parasetamol 3x500 mg (kalau panas > 38C)
4. Ciprofloksasin 400 mg /12 jam

PROGRAM:
1. Darah rutin untuk evaluasi
2. Hitung jenis, gambaran darah tepi untuk evaluasi
3. Kultur darah
4. Evaluasi koagulasi
5. Pemeriksaan BTA
6. BMP dan immunofenotyping
7. X foto Thorak

26
CATATAN PERJALANAN PENYAKIT

TGL KLINIS PROBLEM TERAPI PROGRAM


(H-1) S : lemas, agak batuk Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
31/10/ O : KU sedang, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Leukositosis demam) Pro tranfusi PRC 4 kolf
TD : 110/70 mmHg Trombositopeni - Ciprofloksasin 400 mg/12 jam
N : 88 x/menit, Pneumonia dd Efusi pleura - O2 3 lt/ menit
RR : 20 x/menit duplek, hidropneumothorak
T : 36,7⁰C Suspek Keganasan
hematologi akut
(H-2) S : lemas Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
01/11/ O : KU sedang, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Leukositosis demam) Pro BMP
TD : 120/70 mmHg Trombositopeni - Ciprofloksasin 400 mg/12 jam
Pneumonia dd Efusi pleura - O2 3 lt/ menit
N : 88 x/menit, duplek, hidropneumothorak - Tranfusi PRC 4 kolf dgn pre
RR : 20 x/menit Suspek Keganasan medikasi Furosemid
T : 36,7⁰C hematologi akut
(H-3) S : lemas Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
02/11/ O : KU sedang, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (bila per 24 jam
2019 Tanda vital : Leukositosis demam) Pro BMP
TD : 120/80 mmHg Trombositopeni - Ciprofloksasin 400 mg/12 jam
Pneumonia dd Efusi pleura - O2 3 lt/ menit
N : 82 x/menit, duplek, hidropneumothorak - Tranfusi PRC 4 kolf dgn pre
RR : 20 x/menit Suspek Keganasan medikasi Furosemid
T : 36,8⁰C hematologi akut
(H-4) S : sesak, lebih nyaman Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
03/11/ miring sebelah kanan normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 O : KU lemah, CM Leukositosis demam) Darah rutin post tranfusi
Tanda vital : Trombositopeni - Ciprofloksasin 400 mg/12 jam Pro BMP
TD : 120/80 mmHg Pneumonia dd Efusi pleura - O2 3 lt/ menit
duplek, hidropneumothorak

27
N : 80 x/menit, Suspek Keganasan
RR : 28 x/menit hematologi akut
T : 36,8⁰C
Laboratorium Hb : 6,7,
Leukosit 24,2, Trombosit 44
(H-5) S: lemas, batuk, sesak Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
04/11/ O: KU sedang, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Leukositosis demam) Tranfusi PRC 3 kolf
TD : 110/70 mmHg Trombositopeni - Ciprofloksasin 400 mg/12 jam Tranfusi TC 4 kolf
Pneumonia dd Efusi pleura - Levofloksasin 750 mg/24 jam Pro BMP
N : 84 x/menit, duplek, hidropneumothorak - N asetil sistein 200 mg/8 jam Pungsi Efusi pleura
RR : 24 x/menit Suspek Keganasan - Nebulizer combivent flexotide/8
T : 38,4⁰C hematologi akut jam
- O2 3 lt/ menit
S : demam, sesak Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
(H-6) O : KU lemah, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
05/11/ Tanda vital : Leukositosis demam) Pro BMP
2019 TD : 110/70 mmHg Trombositopeni - Ciprofloksasin 400 mg/12 jam Pungsi pleura
Pneumonia dd Efusi pleura - Levofloksasin 750 mg/24 jam
N : 88 x/menit, duplek, hidropneumothorak - N asetil sistein 200 mg/8 jam
RR : 26 x/menit Suspek Keganasan - Nebulizer combivent flexotide/8
T : 36,8⁰C hematologi akut jam
- Tranfusi PRC 3 kolf
- Tranfusi TC 4 kolf
- O2 3 lt/ menit
(H-7) S : lemas, sesak Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
06/11/ O : KU lemah, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Leukositosis demam) Pro BMP
TD : 110/70 mmHg Trombositopeni - Ciprofloksasin 400 mg/12 jam Kultur Sputum
Pneumonia dd Efusi pleura - Levofloksasin 750 mg/24 jam Kultur darah
N : 80 x/menit, duplek, hidropneumothorak - N asetil sistein 200 mg/8 jam Cek sitologi PA
RR : 20 x/menit Suspek Keganasan - Nebulizer combivent flexotide/8 Cek Hematologi rutin
T : 36,8⁰C hematologi akut jam ulang

28
Laboratorium Hb : 6,8, - Tranfusi PRC 3 kolf
Leukosit 20,6, Trombosit 27 - Tranfusi TC 4 kolf
X foto thorak : - O2 3 lt/ menit
Tampak lusenci avaskuler - Pungsi Pleura
pada basal hemithorak kanan
Masih tampak perselubingan
homogen pada laterobasal
hemithoraks kanan, cenderung
berkurang dibandingkan
sebelumnya sedangkan pada
yang kiri bertambah.
Hemidiafragma kanan tertutup
perselubungan homogen
Sinus costofrenicus kanan kiri
tertutup perselubungan
homogen
Kesan : cor tidak membesar,
gambaran pneumonia dengan
infiltrate berkurang,
hidropneumothorak kanan
dengan efusi relative
berkurang, Efusi pleura kiri
bertambah
(H-8) S : sesak nafas Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
07/11/ O : KU lemah, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Leukositosis demam) Pro BMP
TD : 120/80 mmHg Trombositopeni - Moxifloksasin 400 mg/12 jam Kultur Urine
Pneumonia dd Efusi pleura - N asetil sistein 200 mg/8 jam Kultur darah
N : 82 x/menit, duplek, hidropneumothorak - Nebulizer combivent flexotide/8 Cek sitologi PA
RR : 26 x/menit Suspek Keganasan jam WSD
T : 36,4⁰C hematologi akut - Tranfusi PRC 3 kolf
- Tranfusi TC 4 kolf
- O2 3 lt/ menit
(H-9) S : sesak Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV

29
08/11/ O : KU sedang, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Leukositosis demam) Pro BMP
TD : 110/70 mmHg Trombositopeni - Moxifloksasin 400 mg/12 jam Kultur Darah
Pneumonia dd Efusi pleura - N asetil sistein 200 mg/8 jam Kultur Sputum
N : 80 x/menit, duplek, hidropneumothorak - Nebulizer combivent flexotide/8 Cek sitologi PA
RR : 24 x/menit Suspek Keganasan jam Pro WSD
T : 37,2⁰C hematologi akut - O2 3 lt/ menit
(H-10) Keluhan : - Anemia normositik Sda Monitoring KU dan TV
09/11/ O : KU lemah, CM normokromik per 24 jam
2019 Tanda vital : Leukositosis Pro BMP
TD : 110/70 mmHg Trombositopeni Pro WSD
Pneumonia dd Efusi pleura
N : 80 x/menit, duplek, hidropneumothorak
RR : 24 x/menit Suspek Keganasan
T : 38,0⁰C hematologi akut
(H-11) S : sesak Anemia normositik Sda Monitoring KU dan TV
10/11/ O : KU sedang, CM normokromik per 24 jam
2019 Tanda vital : Leukositosis Pro BMP
TD : 110/70 mmHg Trombositopeni Pro WSD
Pneumonia dd Efusi pleura
N : 80 x/menit, duplek, hidropneumothorak
RR : 24 x/menit Suspek Keganasan
T : 36,7⁰C hematologi akut
(H-12) S : sesak Anemia normositik Sda Monitoring KU dan TV
11/11/ O : KU lemah, CM normokromik per 24 jam
2019 Tanda vital : Trombositopeni Pro BMP
TD : 110/60 mmHg Pneumonia dd Efusi pleura Pro WSD
N : 92 x/menit, duplek, hidropneumothorak
RR : 26 x/menit Suspek Keganasan
T : 36,7⁰C hematologi akut
Laboratorium Hb : 9,1.
Leukosit 8,1, Trombosit
66.000

30
Hasil kultur : tidak
ditemukannya pertumbuhan
bakteri
Hasil punksi pleura :
Lymphocytic effusion condong
ke keganasan hematologi
(H-13) S : sesak Anemia normositik Sda Monitoring KU dan TV
12/11/ O : KU sedang, CM normokromik per 24 jam
2019 Tanda vital : Trombositopeni Pro BMP
TD : 110/70 mmHg Pneumonia dd Efusi pleura Pro WSD
duplek, hidropneumothorak Konsul Thorak Vascular
N : 98 x/menit, Suspek Keganasan
RR : 24 x/menit hematologi akut
T : 37⁰C
(H-14) S : sesak Anemia normositik Sda Monitoring KU dan TV
13/11/ O : KU lemah, CM normokromik per 24 jam
2019 Tanda vital : Trombositopeni Pro BMP
TD : 110/70 mmHg Pneumonia dd Efusi pleura Pro WSD
duplek, hidropneumothorak Konsul Thorak Vascular
N : 88 x/menit, Suspek Keganasan
RR : 24 x/menit hematologi akut
T : 37⁰C
(H-15) S : sesak Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
14/11/ O : KU lemah, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Trombositopeni demam) Pro WSD
TD : 110/70 mmHg Pneumonia dd Efusi pleura - Moxifloksasin 400 mg/12 jam Konsul Thorak Vascular
duplek, hidropneumothorak - N asetil sistein 200 mg/8 jam
N : 92 x/menit, Suspek Keganasan - Nebulizer combivent flexotide/8
RR : 24 x/menit hematologi akut jam
T : 37⁰C - O2 3 lt/ menit
- BMP
(H-16) S : sesak Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
15/11/ O : KU lemah, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Trombositopeni demam) Cek Hematologi rutin

31
Tanda vital : Pneumonia dd Efusi pleura - Moxifloksasin 400 mg/12 jam Pro WSD
TD : 110/70 mmHg duplek, hidropneumothorak - N asetil sistein 200 mg/8 jam
Suspek Keganasan - Nebulizer combivent flexotide/8
N : 96 x/menit, hematologi akut jam
RR : 24 x/menit - O2 3 lt/ menit
T : 37⁰C
Laboratorium Hb : 8,3,
Leukosit 4,0, Trombosit 27
PTT : 18,4
PTTK : 35,8
(H-17) S : sesak Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
16/11/ O : KU lemah, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Trombositopeni demam) Pro WSD
TD : 110/80 mmHg Pneumonia dd Efusi pleura - Moxifloksasin 400 mg/12 jam Tranfusi PRC 2 kolf
duplek, hidropneumothorak - N asetil sistein 200 mg/8 jam Tranfusi TC 2 kolf
N : 80 x/menit, Suspek Keganasan - Nebulizer combivent flexotide/8
RR : 24 x/menit hematologi akut jam
T : 36,6⁰C - O2 3 lt/ menit

(H-18) S : sesak Anemia normositik - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
17/11/ O : KU lemah, CM normokromik - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Trombositopeni demam) Tranfusi TC 2 kolf
TD : 110/70 mmHg Pneumonia dd Efusi pleura - Moxifloksasin 400 mg/12 jam
duplek, hidropneumothorak - N asetil sistein 200 mg/8 jam
N : 88 x/menit, Suspek Keganasan - Nebulizer combivent flexotide/8
RR : 24 x/menit hematologi akut jam
T : 37⁰C - O2 3 lt/ menit
- Tranfusi PRC 2 kolf
- Pasang WSD
(H-19) S : sesak AML M0 - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
18/11/ O :KU lemah, CM Efusi pleura duplex - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax on demam)
TD : 110/80 mmHg WSD - N asetil sistein 200 mg/8 jam
- Nebulizer combivent flexotide/8

32
N : 88 x/menit, jam
RR : 24 x/menit - O2 3 lt/ menit
T : 36,7⁰C - Tranfusi TC 2 kolf
Laboratorium Hb : 10,9, - Terpasang WSD
Leukosit : 4,9, Trombosit 80
Hasil BMP :
- Selularitas sumsum tulang
hiperseluler
- Granulositik hyperplasia
dengan myeloblast 20% dan
promielosit 1%
- Mendukung diagnosis Acute
Minimally Differentiated
Leukimia – AML M0
X foto thoraks
Tampak perselubungan
homogen pada apikolateral
hemithoraks kanan yang
relative sama dibandingkan
sebelumnya
Hemidiafragma kana tertutup
perselubungan homogen
Sinus kostofrenikus kanan
tertutup perselubungan
homogen, kiri tumpul
Kesan :
- Chest tube terpasang dengan
tip superposisi costae 8
posterior kanan
- Konfigurasi jantung relative
sama
- Gambaran pneumonia
dengan infiltrat bertambah

33
- Efusi pleura kanan relative
sama, efusi pleura kiri
berkurang
(H-20) S : sesak AML M0 - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
19/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura duplex - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax on demam)
TD : 120/80 mmHg WSD - N asetil sistein 200 mg/8 jam
- Nebulizer combivent flexotide/8
N : 82 x/menit, jam
RR : 22 x/menit - O2 3 lt/ menit
T : 36,8⁰C - Terpasang WSD
(H-21) S : sesak berkurang AML M0 Sda Monitoring KU dan TV
20/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura duplex per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax on Cek Hematologi rutin
TD : 110/80 mmHg WSD Evaluasi WSD
N : 80 x/menit,
RR : 20 x/menit
T : 37⁰C
(H-22) S : sesak AML M0 Sda Monitoring KU dan TV
21/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura duplex per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax on Evaluasi WSD
TD : 110/70 mmHg WSD
N : 88 x/menit,
RR : 24 x/menit
T : 37⁰C
Laboratorium Hb : 10,9,
Leukosit : 10,6, Trombosit 68
(H-23) S : sesak berkurang AML M0 - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
22/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura duplex - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax on demam)
TD : 110/80 mmHg WSD - N asetil sistein 200 mg/8 jam
- Nebulizer combivent flexotide/8

34
N : 80 x/menit, jam
RR : 20 x/menit - Aff WSD
T : 37⁰C - O2 3 lt/ menit

(H-24) S : sesak AML M0 Sda Monitoring KU dan TV


23/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax
TD : 120/80 mmHg
N : 88 x/menit,
RR : 24 x/menit
T : 36,6⁰C
X foto thorak
Tampak perselubungan
homogen pada laterobasal
hemithoraks kanan
Hemidiafragma kanan tertutup
perselubungan homogen
Sinus costofrenicus kanan
tertutup perselubungan
homogen kiri lancip
Kesan :
- Batas kanan jantung tertutup
perselubungan homogen,
batas kiri jantung baik
- Gambaran
bronchopneumonia
- Efusi pleura kanan
(H-25) S : sesak AML M0 Sda Monitoring KU dan TV
24/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit,

35
RR : 22 x/menit
T : 37⁰C
(H-26) S : sesak, batuk AML M0 Sda Monitoring KU dan TV
25/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax
TD : 120/80 mmHg
N : 88 x/menit,
RR : 24 x/menit
T : 37⁰C
(H-27) S : sesak, batuk AML M0 - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
26/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax demam) MSCT Thorax
TD : 110/70 mmHg - N asetil sistein 200 mg/8 jam Pro WSD ulang
- Nebulizer combivent flexotide/8
N : 88 x/menit, jam
RR : 24 x/menit - Cefoprazone sulbactam 1
T : 37⁰C gram/12jam
Kultur : - O2 3 lt/ menit
Tidak ada pertumbuhan
kuman
(H-28) S : sesak, batuk AML M0 Sda Monitoring KU dan TV
27/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax MSCT Thoraks
TD : 110/70 mmHg Pro WSD ulang
N : 88 x/menit,
RR : 24 x/menit
T : 37⁰C
Laboratorium Ureum : 17,
Kreatinin : 0,8
Pewarnaan BTA
BTA : negative
Leukosit : <25/LPK

36
Pewarnaan Gram
Diplococcus Gram (+) : positif
Kuman bentuk batang gram (-)
Positif
Streptococcus : positif
(H-29) S : sesak AML M0 - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
28/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax demam)
TD : 110/80 mmHg - N asetil sistein 200 mg/8 jam
- Nebulizer combivent flexotide/8
N : 112 x/menit, jam
RR : 20 x/menit - Cefoprazone sulbactam 1
T : 37⁰C gram/12jam
Kesan : - O2 3 lt/ menit
- Massa solid pada segmen 3 - MCST Thoraks
paru kanan yang mendesak
bronchus kanan dan
arterivena pulmonalis kanan
- Multipel nodul non uniform
pada segmen paru kanan kiri
- Multipel limfadenopati
axilla dextra et sinistra, para
trachea, paraaorta dan
intraaortovacal
- Hepatomegali dengan
multiple nodul kistik
- Penebalan suprarenal kanan
dan kiri
- Hidropneumothorak kanan
disertai compression
atelectasis paru kanan
- Efusi pleura kanan
(H-30) S : sesak, batuk AML M0 Sda Monitoring KU dan TV
29/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra per 24 jam

37
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax
TD : 110/70 mmHg Massa paru kanan
T4N3M1c
N : 88 x/menit,
RR : 24 x/menit
T : 37⁰C
(H-31) S : sesak, batuk AML M0 Sda Monitoring KU dan TV
30/11/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax Cek hematologi rutin,
TD : 110/70 mmHg Massa paru kanan fungsi ginjal, fungsi
T4N3M1c hati, Elektrolit
N : 80 x/menit,
RR : 22 x/menit
T : 36,8⁰C
(H-32) S : sesak, batuk AML M0 - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
1/12/2 O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
019 Tanda vital : Hidropneumothorax demam) Rencana pasang WSD
TD : 110/70 mmHg Massa paru kanan - N asetil sistein 200 mg/8 jam
T4N3M1c - Nebulizer combivent flexotide/8
N : 88 x/menit, Hiponatremi jam
RR : 24 x/menit Hipokalsemi - Cefoprazone sulbactam 1
T : 37⁰C gram/12jam
Laboratorium : - O2 3 lt/ menit
Hb : 8,5 g/dl - CaCO3 3x500mg
Leukosit : 69,7 - Tranfusi PRC 2 kolf
Trombosit : 40 - NaCl Caps 3x500mg
SGOT : 29
SGPT : 13
Ureum : 24
Creatinin : 0,8
Magnesium : 0,8
Calcium : 1,8
Natrium : 125
Kalium : 3,6

38
Chlorida : 94
(H-33) S : sesak, batuk AML M0 - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
02/12/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax demam)
TD : 110/70 mmHg Massa paru kanan - N asetil sistein 200 mg/8 jam
T4N3M1c - Nebulizer combivent flexotide/8
N : 88 x/menit, Hiponatremi jam
RR : 24 x/menit Hipokalsemi - O2 3 lt/ menit
T : 37⁰C - CaCO3 3x500mg
- NaCl Caps 3x500mg
- Tranfusi PRC 2 kolf
- Tranfusi TC 300 cc
(H-34) S : sesak, batuk AML M0 - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
03/12/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax demam)
TD : 110/70 mmHg Massa paru kanan - N asetil sistein 200 mg/8 jam
T4N3M1c - Nebulizer Atrovent, berotec,
N : 108 x/menit, Hiponatremi bisolvon/6 jam
RR : 24 x/menit Hipokalsemi - Nebulizer Flexotide/12 jam
T : 37⁰C - Inj Methyl Prednisolon 125
mg/24 jam
- O2 3 lt/ menit
- CaCO3 3x500mg
- NaCl Caps 3x500mg
- Tranfusi PRC 2 kolf
- Tranfusi TC 300 cc
(H-35) S : sesak, batuk AML M0 - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
04/12/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Hidropneumothorax demam)
Tanda vital : Massa paru kanan - N asetil sistein 200 mg/8 jam
TD : 100/70 mmHg T4N3M1c - Nebulizer Atrovent, berotec,
Hiponatremi bisolvon/6 jam
N : 108 x/menit, Hipokalsemi - Nebulizer Flexotide/12 jam
RR : 24 x/menit

39
T : 37⁰C - Inj Methyl Prednisolon 125
mg/24 jam
- O2 3 lt/ menit
- CaCO3 3x500mg
- NaCl Caps 3x500mg
- Tranfusi TC 300 cc
- Protokol kemoterapi
(protokol 3-7)
(H-36) S : sesak, batuk, demam AML M0 Sda Monitoring KU dan TV
05/12/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax
TD : 100/70 mmHg Massa paru kanan
T4N3M1c
N : 108 x/menit, Hiponatremi
RR : 24 x/menit Hipokalsemi
T : 38⁰C
Laboratorium :
Hb : 11,3
Leukosit : 48,3
Trombosit : 24
(H-37) S : sesak, batuk AML M0 Sda Monitoring KU dan TV
06/12/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax
TD : 100/70 mmHg Massa paru kanan
T4N3M1c
N : 108 x/menit, Hiponatremi
RR : 24 x/menit Hipokalsemi
T : 37⁰C
(H-38) S : sesak, batuk AML M0 Sda Monitoring KU dan TV
07/12/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax
TD : 100/70 mmHg Massa paru kanan
T4N3M1c
N : 88 x/menit, Hiponatremi

40
RR : 24 x/menit Hipokalsemi
T : 37⁰C
(H-39) S : sesak, batuk AML M0 Sda Monitoring KU dan TV
08/12/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra per 24 jam
2019 Hidropneumothorax
Tanda vital : Massa paru kanan
TD : 100/70 mmHg T4N3M1c
Hiponatremi
N : 88 x/menit, Hipokalsemi
RR : 29 x/menit
T : 37⁰C
Laboratorium
Hb : 9,6
Leukosit : 2,9
Trombosit : 24
(H-40) S : sesak, batuk AML M0 - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Monitoring KU dan TV
09/12/ O : KU lemah, CM Efusi pleura dekstra - Parasetamol 3x500 mg (kalau per 24 jam
2019 Tanda vital : Hidropneumothorax demam) Rawat isolasi tekanan
TD : 100/70 mmHg Massa paru kanan - N asetil sistein 200 mg/8 jam positif
T4N3M1c - Nebulizer Atrovent, berotec,
N : 88 x/menit, Hiponatremi bisolvon/6 jam
RR : 29 x/menit Hipokalsemi - Nebulizer Flexotide/12 jam
T : 37⁰C - Inj Methyl Prednisolon 125
mg/24 jam
Pukul 22.05 pasien kejang - O2 3 lt/ menit
Pukul 22.15 pasien dinyatakan - CaCO3 3x500mg
meninggal - NaCl Caps 3x500mg
- Ciprofloksasin 2x500 mg
- Tranfusi PRC 1kolf
- Protokol kemoterapi
(protokol 3-7)

41
REKAPITULASI HASIL LABORATORIUM

Nilai 03/11 10/11 15/11/ 18/11/ 21/11/ 30/11/ 05/1 08/1


31/10/1 05/11 06/11
Ruj /19 /19 19 19 19 19 2/19 2/19
9 /19 /19
uka (H-4) (H- (H- (H- (H- (H- (H- (H-
(H-1) (H-7) (H-8)
n 12) 13) 16) 19) 28) 33) 36)
HEMATOLO
GI
12,0 - 15,0 3,1 6,9 9,1 8,3 10,9 10,9 8,5 11,3 9,6
Hb
gr%
6,7 6,8
35,0 - 47,0 9,1 20,9 27,2 25,1 32,7 32,8 25,7 33,7 28,2
Ht
%
20,7 20,3
4,4 - 5,9 0,9 2,46 3,20 2,93 3,82 3,89 3,06 3,99 3,35
Eritrosit 2,40 2,42
x106/µL 6
27,0 - 32,0 32, 28 28,4 28,3 28,5 28 27,8 28,3 28,7
MCH
pg
27,9 28,1
3
76,0 - 96,0 94, 85 85 85,7 85,6 84,3 84 84,5 84,2
MCV
fl
86,3 83,9
8
29,0 - 36,0 34, 33 33,5 33,1 33,3 33,2 33,1 33,5 34
MCHC
gr/dl
32,4 33,5
1
3,6 - 11,0 55, 38,5 8,1 4,0 4,9 10,6 69,7 48,3 2,9
Lekosit 24,2 20,6
x103/µL 9
150-400 32 21 66 27 80 68 40 24 24
Trombosit 44 27
x103/µL
11,6 - 14,8 23, 18,2 16,1 16,2 16,3 16,1 16,9 16,2 15,9
RDW
%
18,5 17,5
8
4,0-11,0 12, 10,6 11,1 10,4 12 11 11,6 - 10,9
MPV 10,9 10
fL 3

42
Retikulosit
KIMIA
KLINIK
15 – 34 29
SGOT
U/L
15 – 60 13
SGPT
U/L
15 - 39 24
Ureum
mg/dL
0,60 - 1,30 0,8
Kreatinin
mg/dL
136 - 145 125
Natrium
mmol/L
3,5 - 5,1 3,6
Kalium
mmol/L
98 - 107 94
Klorida
mmol/L
0,74-0,99 0,8
Magnesium
mmol/L
2,12-2,52 1,8
Kalsium
mmol/L
KOAGULASI
Plasma 11,0 - 14,5 18,4
Protrombin detik
Time (PPT)
Partial 24,0 – 35,8
Tromboplastin 36,0
Time (PTTK) detik

43
Hitung Jenis (31 Oktober 2019)
Eosinofil :0
Basofil :0
Neutrofil batang :0
Neutrofil segmen :4
Limfosit : 25
Monosit :6
Blast : 20%
AMC : 45%

Gambaran Darah Tepi


Eritrosit : Susunan eritrosit sangat longgar. Anisositosis sedang ( normositik,
mikrositik, makrositik). Poikilositosis ringan (ovalosit, pearshaped cell, elliptosit)
Trombosit : Estimasi jumlah menurun. Bentuk normal
Leukosit : Estimasi jumlah dalam batas normal, atypical mononuclear cell
sebanyak 45% dengan ratio inti sitoplasma besar, sitoplasma kebiruan, kromatin
longgar, anak inti tidak jelas dengan blast 20%
Kesan : curiga keganasan hematologi akut

X foto thoraks semierect (30 Oktober 2019)


Cor tidak membesar
Gambaran pneumonia
Efusi pleura dupleks

X foto thoraks PA, Erect-Lateral (06 November 2019)


Cor tak membesar
Gambaran pneumonia dengan infiltrate berkurang
Hidropneumothoraks kanan
Efusi pleura kiri bertambah

44
X foto thoraks AP Semierect (18 November 2019)
Chest tube terpasang dengan tip superposisi costae 8 posterior kanan
Konfigurasi jantung relative sama
Gambaran pneumonia dengan infiltrate bertambah
Efusi pleura kanan relative sama, efusi pleura kiri berkurang

X foto thoraks PA Erect (23 November 2019)


Batas kanan jantung tertutup perselubungan homogen, batas kiri jantung baik
Gambaran bronchopneumonia
Efusi pleura kanan

MCST Thorak dengan kontras (28 November 2019)


 Massa solid bentuk irregular batas sebagian tegas tepi spikulated disertai
infiltrate di sekitarnya dan kalsifikasi di dalamnyapada segmen 3 paru
kanan yang tampak menempel dan mendesak main bronchus kanan, arteri
vena pulmonalis kanan
 Multipel nodul nonuniform pada hamper semua segmen paru kanan kiri
 Multipel limfodenopati pada axilla kanan kiri, upper lower paratracheal
kanan hilus kiri dan multiple limfodenopati paraaorta dan interaortocaval
 Hepatomegaly disertai dengan multiple nodul kistik pada pada hamper
seluruh segmen hepar
 Penebalan pada suprarenal kanan kiri
 Hidropneumothorak kanan disertai compression atelectasis pada segmen
3,5,8 paru kanan
 Efusi pleura
 Massa paru kanan (T4N3M1C)
 Ground glass opacity pada segmen 1,2,3 paru kanan dan emfisema
paraseptal pada segmen 1,2 paru kanan
 Fibrosis disertai infiltrate di sekitarnya pada segmen 8, 9 paru kiri

45
Analisa Patologi anatomi sampel efusi pleura (11/11/2019)
Kesimpulan :
Lymphositik effusion condong ke arah keganasan hematologi

Kultur darah (6/11/2019)


Tidak ada pertumbuhan kuman
Organisme type : Staphylococcus epidermidis
Resistance markers :
1. BLACT ( Beta lactamase producing
Staphylococcus)
2. MRS ( Methicillin Resistant Staphylococcus)
Drug STAEPI
Amoxixicillin Clavulanate R
Ampicillin R
Chlorampenicol 4 S
Ciprofloksasin >2 R
Clindamisin X
Erytromycin >4 R
Gentamisin ≤2 S
Levofloksasin >4 R
Linezolid 2 S
Moxifloxacin 2 S
Nitrofurantoin X
Oxacillin >2 R
Penicillin G >1 R
Rifampin ≤0,5 S
Teicoplanin ≤2 S
Tetracyclin >8 R
Trimethoprim-Sulfamethoxazole >2/38 R
Vancomycin 1 S

Kultur Sputum (29/11/2019)


Pewarnaan BTA Normal
BTA Negatif Skala IULTD
(-) / Negatif : 0
BTA/100 lapangan pandang (+)/Scanty = 1-

46
9
BTA/100 lapangan pandang (1+)/Positif =
10-99
BTA/lapangan pandang (2+)/Positif = 1-10
BTA/lapangan pandang (3+)/Positif = >10
Leukosit <25/LP
Pewarnaan Gram
Diplococcus gram (+) positif
(+)
Kuman bentuk (+) positif
batang gram (-)
Streptococcus (+) positif
Pewarnaan Jamur
Yeast cell (-) negatif

Selected organism : Acinetobacter baumanni


Antimikroba MI Interpretas Antimikroba MIC Interpretasi
C i
ESBL Ertapenem
Ampicillin Meropenem ≤0,25 S
Ampicillin/ ≤2 S Amikacin ≤2 S
Sulbactam
Piperacilin/ ≤4 S Gentamicin ≤1 S
Tazobactam
Cefazolin ≥64 R Ciprofloksasin ≤0,25 S
Ceftazidim 4 S Tigecycline ≤0,5 S
Ceftriaxone 16 I Nitrofurantoin
Cefepime 2 S Trimetroprim/ ≤20 S
Sulfamethoxazol
e

Hasil BMP (17/11/2019)

47
FRAGMEN SUMSUM SBB PREDOMINAN MEGAKARIOSIT
TULANG HIPERSELULER NEGATIF HIPOLOBULASI

SPREAD SQUASH SEBARAN SEL DARAH


TEPI

Kesimpulan :
 Selularitas sumsum tulang hiperseluler
 Granulositik hyperplasia dengan myeloblast 20% dan promielosit 1%
 Kesan : mendukung diagnosis Acute Myeloid Leukemia ( Acute Minimally
Differentiated Leukimia – AML M0)

48
Hasil Immunofenotyping (15/11/2019)

Hasil Immunofenotyping :

49
Gating pada area blast : CD34 (+) positif
CD117 (+) positif
HLADR (+) positif
CD13 (+) positif
Kesan : Myeloid lineage
Sel Blast (CD34) : 77,3-78,7 %

PEMBAHASAN

Seorang laki laki 18 tahun datang ke IGD RSUP Dr. Kariadi dengan
keluhan lemas dan nyeri terutama di daerah persendian. Lemas dan kehilangan
nafsu makan telah dirasakan sejak 2 bualan sebelum masuk rumah sakit. Pasien
sempat masuk RS Habibulloh karena nyeri yang tak tertahankan di seluruh tubuh.
Sesak dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, awalnya sesak dirasakan apabila pasien
berjalan jauh atau menanjak tetapi lama kelamaan sesak dirasakan juga pada saat
pasien tidur berbaring. Pasien merasa nyaman apabila tidur miring ke kanan
dibandingkan terlentang atau miring ke kiri. Satu minggu SMRS pasien mengeluh
sesak bertambah hebat terutama apabila berbicara, sesak berkurang apabila pasien
dalam keadaan setengah duduk. Nyeri dirasakan pada seluruh badan dan nafsu
makan menurun. Buang air kecil dan BAB tidak ada keluhan

Pemeriksaan laboratorium selama dirawat di RSDK:


Anemia normositik normokromik
Anemia normositik normokromik pada keganasan bisa terjadi karena respon
eritropoetin yang tidak adekuat terhadap anemia akibat efek sitokin seperti
Tumor Necrosis Factor (TNF) dan Interleukin-1 (IL-1) pada eritropoesis.
Anemia ini disebabkan karena tertekannya proses hematopoiesis normal akibat
proliferasi sel leukosit yang sangat banyak di sumsum tulang
Leukositosis

50
AML merupakan hasil proliferasi abnormal sel prekusor myeloid, penurunan
kecepatan apoptosis dan berhentinya diferensiasi seluler. Kondisi ini ditandai
dengan leukositosis dan dominasi sel blast pada sumsum tulang dan darah
perifer. Peningkatan sel blast imatur akan mengganti sel sel mielositik,
megakariosit dan eritrosit yang normal.
Trombositopeni
Trombositopenia yang terjadi pada AML disebabkan peningkatan jumlah sel
leukemia di sumsum tulang yang dapat menyebabkan megakaryopoiesis rusak.
Penurunan jumlah megakariosit dan bentuk displastiknya, dapat dikaitkan
dengan trombositopenia pada leukemia, terutama AML, ALL,
dan CML dalam fase blastik. Namun belum ada penjelasan mekanisme
tepatnya hubungan antara peningkatan sel leukemia dengan
dysmegakaryopoiesis tersebut. Kemungkinan yang terjadi adalah leukositosis
yang cepat mencegah proliferasi normal dan diferensiasi dari megakariosit.
Berikutnya karena megakariosit diturunkan dari pekursor yang berbeda dari
limfoid dan myeloid maka terjadilah bentuk displastik dari megakariosit. Efek
samping dari kemoterapi juga disebut dapat meyebabkan terjadinya
trombositopeni
Peningkatan RDW
Peningkatan RDW berkorelasi dengan penanda inflamasi termasuk laju endap
darah (LED), interleukin-6 (IL-6), C reactive protein (CRP), tumor necrotizing
factor (TNF). Inflamasi akan merusak erythropoiesis dan menyebabkan
perubahan pematangan sel darah merah, yang berkontribusi pada peningkatan
RDW. RDW juga ditemukan terkait dengan malnutrisi (mis., defisiensi nutrisi
seperti vitamin B12 dan folat), yang telah terbukti berkorelasi dengan respon
terapi dan prognosis buruk. Disfungsi sistem pencernaan juga ditemukan pada
keganasan yang dapat menyebabkan resorpsi zat besi yang tidak memadai,
sehingga metabolisme zat besi terganggu dan terhambatnya transportasi zat
besi dalam darah, yang juga berkontribusi pada peningkatan kadar RDW. 15
Peningkatan MPV

51
Peningkatan MPV berkaitan dengan terjadinya trombositopeni pada AML.
Trombositopeni akan direspon tubuh dengan meningkatkan produksi
trombosit. Trombosit muda yang dihasilkan oleh sumsum tulang memiliki
ukuran yang lebih besar dibandingkan trombosit yang matur sehingga nilai
MPV pada pasien dengan keganasan lebih tinggi dibandingkan orang yang
sehat. 16
Alkalosis respiratorik tidak terkompensasi
Alkalosis respiratorik adalah keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan
abnormal PaCO2 (hipokapnia) sehingga, terjadi alkalemia. Penurunan PaCO2
primer akan meningkatkan pH gas darah >7,45 disebabkan meningkatnva
ventilasi alveolar melebihi produksi C02 . Penurunan PaCO2 (hipokapnia)
menyebabkan dua efek yang bertentangan dalam persamaan asam basa. Dalam
jangka pendek terjadi peningkatan pH dan penurunan HCO3 plasma akibat dari
dapar jaringan, sedangkan dalam jangka panjang, (setelah 6-72 jam) ekskresi
asam oleh ginjal akan dihambat, yang mengakibatkan penurunan konsentrasi
HCO3 plasma dan pH darah. Adanya akalosis respitarorik merupakan tanda
prognostik yang buruk karena mortalitas meningkat sebanding dengan proporsi
beratnya hipokapnia.17
Hiponatremi
Kadar natrium serum yang rendah dilaporkan terjadi pada 10% pasien dengan
AML. Hiponatremia hipovolemik adalah penyebab umum terjadinya
hyponatremia pada AML. Biasanya terjadi karena kehilangan cairan
gastrointestinal saat muntah atau diare dicatat yang terjadi pada saat
kemoterapi. Hiponatremia juga dapat terjadi karena syndrome of inappropriate
anti-diuretic hormone (ADH) secretion (SIADH) walaupun jarang terjadi dan
dilaporkan
Hipochloremia
Clorida adalah anion paling melimpah dalam plasma dan cairan interstisial,
terhitung sekitar sepertiga tonisitas plasma, dan keberadaannya mempengaruhi
perubahan asam-basa. Hipokloremia berkaitan erat dengan malnutrisi dan
berkorelasi negative dengan gagal jantung.

52
Hipokalsemia
Hipokalsemia pada pasien AML biasanya disebabkan oleh hipoalbuminemia
yang terjadi. Kadar kalsium serum rendah ini merupakan coexisting dari
hypomagnesemia yang diketahui mengganggu pelepasan PTH dan menyebabkan
skeletal resistance. Alkalosis respiratorik kronis juga berperan dalam
perkembangan hipokalsemia pada beberapa pasien AML terkait dengan ginjal,
resistensi PTH dan hiperkalsiuria. Hipokalsemia dapat berasal dari multifactorial
yaitu malnutrisi, malabsorpsi, bakteremia atau sebagai efek samping obat
sitotoksik. Hiperkalsiuria telah dilaporkan pada sejumlah besar pasien AML
dengan hipokalsemia. Calciuria telah dikaitkan dengan primer cacat tubular atau
hipofosfatemia yang hidup berdampingan, yang merangsang produksi 1,25-
dihidroksivitamin D yang mengarah ke usus yang bertambah. Hiperkalsiuria juga
telah dibuktikan pada anak-anak dengan leukemia limfoblastik akut dan tingkat
vitamin D dan osteocalcin yang rendah. Hipokalsemia juga dapat terjadi pada
pasien dengan antibiotik aminoglikosida dan agen sitotoksik. Hipokalsemi juga
terjadi pada pasien dengan sindrom lisis tumor disertai dengan hipernatremi,
hiperkalemi, hiperfosfatemi, hiperuricemi
Peningkatan PPT
Koagulasi dibagi menjadi 2 jalur yaitu ekstrinsik dan intrinsik, keduanya
bertemu di jalur bersama untuk produksi thrombin. Jalur ekstrinsik diperlukan
untuk memulai proses koagulasi sedangkan jalur intrinsic menunjukkan bahwa
semua komponen yang diperlukan untuk memicu pembekuan darah terdapat di
dalam sistem vascular. 90% pasien dengan keganasan memiliki nilai parameter
koagulasi abnormal. Pemanjangan prothrombin time sejalan dengan defisiensi
dari faktor VII serta jalur bersama yaitu faktor V, faktor X dan prothrombin.
Protrombin time (PT) yang berkepanjangan mungkin disebabkan oleh adanya
inhibitor spesifik dari salah satu faktor tersebut atau tingkat produk pemecahan
fibrin yang cukup tinggi untuk menunda pembentukan fibrin 19
Immunofenotyping
Pada pasien ini CD34, CD13, CD117 dan HLA-DR positif sesuai dengan tabel
3 pasien sesuai dengan gambaran AML M0 (tabel3)

53
Tabel 3. Pola reaktivitas dengan antibodi monoklonal (atau poliklonal) yang untuk
leukemia myeloid akut (AML)18

54
Tabel 4. Antibodi monoklonal (atau poliklonal) berguna dalam diagnosis dan
klasifikasi leukemia akut18
Cluster of Haemopoetic linieage yang spesifik atau lainnya
differentiation
(CD)
CD34 B‐lineage and T‐lineage precursors, myeloid
progenitors, 60–70% pada kasus B‐ALL; <10% of
kasus dari T‐ALL; sel blast pada kebanyakan kasus
AML
Anti-HLA-DR MHC II antigen; diekspresikan oleh B
limfosit and B‐limfosit progenitor, T limfosit
teraktivasi, monosit dan prekusornya, prekusor
myeloid, sel blast dari B‐ALL dan sebagian kecil kasus
T‐ALL, sel blast pada kebanyakan kasus AML
Anti‐terminal Sel blast dari ALL (lebih kuat di B‐lineage
deoxynucleotidy dibandingkan T‐lineage), lebih lemah pada ekspressi
l transferase ballast pada AML sekitar 10-20%
(TdT)
Antibodi yang mengekspresikan antigen pada semua leukosit
CD45 Antigen leukosit pada umumnya; diekspresikan pada
leukosit normal, 90% pada kasus B‐ALL dan hampir
semua pada kasus AML dan T‐ALL; fungsi dari CD45
adalah menunjukkan terdapatnya sel blast pada
leukimia, terkadang B‐lineage limfoblast gagal atau
lemah dalam mengekspresikan CD45; neutrofil lineage
meningkatkan ekspresi CD45 dengan maturasi;
monosit and eosinofil memperlihatkan ekspresi yang
lebih kuat dibandingkan neutrofil
Antibodi yang mengekspresikan antigen terutama sel B
CD10 Antigen ALL pada umumnya; diekspresikan oleh B‐sel
progenitors, 90% pada kasus B‐ALL, 15-20%
diekspresikan oleh T‐ALL, diekspresikan oleh limfoma

55
Burkitt, kebanyakan folicular limfoma dan beberapa
multiple myelomas, diekpresikan oleh sel neutrofil
CD19 Limfosit B dan prekusor limfosit B, sel blast dari B‐
ALL; diekspresikan pada beberapa kasus AML
terutama AML yang berhubungan dengan t(8;21)
CD20 B lymphocytes, some B‐lymphocyte precursors, 40 %
kasus pada B‐ALL
CD22 B lineage: sebagai antigen permukaan dari limfosit B,
sebagai sitoplasma antigen pada prekusor limfosit B,
sebagai antigen permukaan pada beberapa kasus B‐
ALL dan sitoplasmik antigen pada 98% kasus
CD24 Prekusor dan limfosit B, 90% kasus B‐ALL, T limfosit
teraktivasi, granulosit (neutrofil dan eosinofil)
CD79a Bagian dari reseptor sel B; diekspresikan oleh plasma
sel, sel B dan prekusornya; aberrantly diekspresikan
oleh beberapa T‐ALL and AML
CD79b Bagian dari reseptor sel B; diekspresikan baik sel B
yang normal maupun abnormal dan prekusor sel B
tetapi tidak diekspresikan oleh CLL
Anti‐ Diekspresikan pada permukaan membrane dari sel B,
immunoglobulin sitoplasmik pada sel prekusor B, limfosit B matang dan
and anti‐γ, α, μ, sel plasma
δ
immunoglobulin
heavy chains
Anti‐κ, λ (anti‐ Diekspresikan oleh permukaan membrane limfosit B
immunoglobulin dan sitoplasmik dari limfosit B matang dan sel plasma
light chains)
Antibodi yang mengekspresikan antigen terutama sel B
CD1a Cortical thymocytes, pada 20% kasus T‐ALL, sel B,
sel Langerhans
CD2 Cortical dan late thymocytes, limfosit T matur, NK
cells, 80% kasus T‐ALL, leukemia T sel matur; 10%
kasus AML, terutama FAB M3 and M4Eo

56
AML/inv(16); diekspresikan oleh neoplasma sel mast
CD3 Bagian dari komplek TCR; antigen membrane pada
late thymocytes and T limfosit matur, sel blast pada
25% kasus T‐ALL dan pada leukemia T cells yang
matur, ekspresi sitoplasmic ditemukan pada mayor
thymocytes and blast dari T‐ALL
CD4 Cortical thymocytes (diekspresikan juga oleh CD8),
subset dari late thymocytes, subset dari T sel matur,
beberapa leukemia T sel yang matur, immature
myeloid cells, monosit (lebih lemah dibandingkan sel
T) dan eosinofil; diekspresikan pada beberapa kasus
AML, khususnya apabila terdapat diferensiasi dari
monosit; diekspresikan oleh blastic plasmacytoid
dendritic cell neoplasm
CD5 Cortical and late thymocytes, beberapa thymocytes
muda, T lymphocytes, 90–95% dari kasus T‐ALL,
sebagian kecil limfosit B, beberapa leukimia dan
limfoma dari sel B matur dan sel T matur
CD7 Thymocytes, mayoritas adalah T sel matur, NK sel, sel
blast dari T‐ALL, sebagian myeloid sel imatur, 5–15%
pada AML, beberapa leukemia T sel matur
CD8 Cortical thymocytes (disertai ekspresi CD4), sebagian
dari thymocytes, sebagian dari T sel matur, beberapa
kasus T‐ALL, beberapa leukemia dari T sel matur
Anti‐TCR αβ Terbanyak pada limfosit T and beberapa T‐ALL
Anti‐TCR γδ Sebagian kecil dari limfosit T and beberapa pada kasus
T‐ALL; kebanyakan kasus pada hepatosplenic T‐cell
lymphoma
Antibodi yang mengekspresikan antigen terutama sel myeloid
CD11b Reseptor C3bi; diekspresikan pada monosit matur, sel
dari neutrofil lineage dengan peningkatan ekspresi
pada maturasie akan tetapi neutrophil matur memiliki
ekspresi lemah dibandingkan monosit matur; sel blast

57
pada sebagian besar monocytic and some granulocytic
leukaemias, macrophages, NK cells
CD13 Pan‐myeloid, lebih kuat diekspresikan pada sel blast
dan neutrofil: ekspresi membran pada 80% kasus
AML, ekspresi sitoplasmik dengan proporsi yang
tinggi; diekspresikan pada 20–35% kasus ALL
CD14 Monosit, macrophage, granulosit pada tingkatan yang
lebih rendah, sel blast pada monosit dan beberapa
leukimia granulositik (FAB M4 dan M5b)
CD15 Sel myeloid matur (granulositik lebih banyak
monositik); diekspresikan pada 50% kasus AML;
aberrantly diekspresikan pada 5–10% kasus ALL,
terutama pada B‐ALL dengan t(4;11) tetapi beberapa
pada T‐ALL
CD16 Neutrofil dan sel NK, diekspresikan lemah oleh
monosit
CD33 Myeloid progenitor dan beberapa sel myeloid matur
(myeloblast, promyelosit, myelosit, monosit – sel dari
neutrophil lineage diekspresikan lemah pada CD33 dan
lebih kuat pada monosit, 80% pada kasus AML and
20–35% pada kasus ALL
CD36 Glycoprotein trombosit IV; diekspresikan pada
erythroblasts dan progenitor, monosit, macrophage,
megakarioblast, megakariosit dan trombosit;
diekpresikan pada AML FAB M5, M6 dan M7;
berguna dalam mengidentifikasi sel erytroid apabila
megakariosit dan penanda myeloid yang lain negatif
CD41 Glycoprotein trombosit IIb/IIIa komplek (CD41a) dan
glycoprotein trombosit IIb (CD41b); diekspresikan
pada megakarioblasts, megakariosit, trombosit
CD42a Glycoprotein trombosit IX; diekspresikan pada
megakarioblasts, megakaryosit, trombosit
CD42b Glikoprotein trombosit Ibα: diekpresikan oleh
megakarioblast, megakariosit, trombosit

58
CD61 Glikoprotein trombosit IIIa; diekspresikan oleh
megakarioblas, megakariosit, trombosit
CD64 Monosit, macrophage, netrofil teraktivasi;
diekspresikan pada AML dengan diferensiasi monosit
CD65, CD65a Sel pada granulositik dan monositik lineages (lebih
lemah pada ekspresi monosit); diekspresikan
kebanyakan pada AML, aberrantly pada 5–10% kasus
ALL, sebagian pada ALL dengan t(4;11)
CD66c Granulosit dan precursor nya; monosit; beberapa B‐
ALL, kemungkinan pada hiperdiploidi yang tinggi atau
BCR‐ABL positif
CD71 Erythroid cells pada seluruh tingkatan kematangan
tetapi tidak spesifik pada liniage tertentu; paling kuat
diekspresikan pada sel muda; diekspresikan pada
imatur atau sel yang teraktivasi pada lineage lain
CD117 Faktor reseptor stem sel, haemopoietic precursors,
myeloblasts, sel primitif erythroid, beberapa
megakarioblast, sel mast, blasts dari AML, sel
neoplasma pada beberapa kasus multiple myeloma
Anti‐ Myeloid cells (lebih kearah granulositik dibandingkan
myeloperoxidase monositik) melalui ekspresi sitoplasma
(MPO)
Anti‐lactoferrin Petanda maturasi pada neutrofil lineage sehingga dapat
membantu untuk membedakan dengan sel leukemia
dari sisa sel normal melalui ekspresi sitoplasma
CD235a (anti‐ Sel eritroid
glycophorin A)
or CD236R
(anti‐
glycophorin C)

Tumor Lysis Syndrome


Tumor Lysis Syndrome (TLS) adalah suatu kondisi yang bersifat
mengancam nyawa sering terjadi setelah pemberian kemoterapi pada

59
keganasan hematologik seperti Akut Limfoblastik Leukemia atau high grade
lymphoma, tetapi TLS dapat juga terjadi pada kegananasan hematologik yang
lain seperti Leukemia Limfoblastik Kronik, Akut Myeloid Leukemia, Multipel
Myeloma, Hogkin Lymphoma dan low-intermediate Non Hodgkin Lymphoma,
juga pada beberapa solid tumor seperti kanker paru, kanker mamae dan testis.
Tumor lysis syndrome (TLS) pertama kali dijelaskan oleh Bedrna dan
Polcàk (1929) pada pasien dengan leukemia kronis setelah terapi radioterapi,
yang mengalami hiperuresemia dan gagal ginjal akut sesudahnya. TLS
merupakan suatu sindrom metabolik yang disebabkan oleh rusaknya sel-sel
ganas. Hal ini ditandai dengan hiperurisemia, hiperfospatemia, hiperkalemia
dan hipokalsemia. Konsekuensinya bisa sangat berat yaitu acute kidney injury
(AKI), aritmia jantung, kejang dan bahkan kematian. Tumor lysis syndrome
(TLS) dapat mengenai pasien dari segala usia, biasanya terjadi pada beberapa
hari pertama setelah dimulainya kemoterapi. TLS juga telah diamati pada
pasien dengan keganasan hematologis yang diberikan radioterapi, steroid,
imunoterapi, dan TLS spontan sekunder akibat tingginya proliferasi dari tumor
itu sendiri. TLS disebabkan oleh pelepasan berlebihan asam nukleat, protein
dan metabolit intraseluler dari sel tumor, yang mengacaukan mekanisme
kontrol homeostatik yang normal sehingga menyebabkan peningkatan plasma
asam urat, fosfat, kalium dan pengurangan plasma kalsium. TLS sangat
mungkin terjadi selama kemoterapi induksi pada tumor dengan ukuran besar
dan sel tumor yang memiliki tingkat proliferasi sangat tinggi dan sensitivitas
tinggi terhadap agen sitotoksik. Faktorfaktor lain juga dapat meningkatkan
risiko berkembangnya TLS, termasuk tingkat serum lactate dehydrogenase
(LDH), penyakit ginjal yang sudah ada sebelumnya atau berkurangnya
produksi urin.
Secara luas TLS didefinisikan sebagai kumpulan kelainan metabolik
yaitu adanya hiperurikemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hipokalsemia
sekunder. Meskipun definisi ini telah diakui, namun belum ada definisi TLS
yang dapat diterima secara universal. Cairo dan Bishop lebih lanjut
memodifikasi definisi TLS yang telah berkembang sebelumnya dengan

60
menyertakan pasien dengan kelainan “laboratorium TLS” dan “klinis TLS”
dan memperpanjang jangka waktu terjadinya TLS. Secara klasifikasi
laboratorium TLS harus memenuhi kriteria 2 atau lebih kelainan laboratorium
berikut dalam 3 hari sebelum atau sampai 7 hari setelah mendapatkan
kemoterapi yaitu hiperuresemia, hiperkalemia, hiperfospat dan hipokalsemia.
Klinis TLS muncul bila hasil laboratorium yang abnormal dikaitkan dengan
gangguan ginjal, kejang, kelainan irama jantung atau kematian.
Kriteria Cairo Bishop berdasarkan laboratorium
Pemeriksaan Hasil
Asam urat ≥8.0 mg/dL atau peningkatan 25% dari nilai normal
Kalium ≥6.0 mEq/L atau peningkatan 25% dari nilai normal
Phosphat ≥6.5 mg/dL (anak-anak)
≥4.5 mg/dL (dewasa) atau peningkatan 25% dari
nilai normal
Kalsium ≤7.0 mg/dL atau penurunan 25% dari nilai normal

Kriteria Cairo Bishop berdasarkan gejala klinis


Kreatinin: ≥1.5 batas atas nilai normal (umur >12 th atau penyesuaian
umur)
Cardiac arrhythmia / sudden death
Kejang

Pasien ini mengalami penurunan leukosit tanggal 05 Desember 2019


leukosit : 48 ribu menjadi 2,9 ribu tanggal 08 Desember 2019 setelah diberikan
protokol 3-7. Pasien ini tidak dapat dimasukkan ke dalam kriteria laboratorium
TLS karena setelah pemberian protocol 3-7 pasien tidak dilakukan
pemeriksaan elektrolit dan kreatinin. Berdasarkan gejala klinis pasien
mengalami kejang dan sudden death.

Penegakan diagnosis AML M-0 dan Ca Paru


Penegakan diagnosis pada pasien ini dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemerikan x foto thorak dan MCST, pemeriksaan darah
lengkap, aspirasi sumsum tulang, sitokimia dan immunofenotyping

61
 Pemeriksaan darah lengkap ditemukan anemia, leukositosis dan
trombositopeni
 Pemeriksaan hitung jenis ditemukan E/B/St/Sg/L/M : 0/0/0/4/25/6/Blast
20/ AMC 45
 Pemeriksaan gambaran darah tepi memiliki kesan : gambaran
keganasan hematologi akut
 Pemeriksaan MCST Thorak dengan kontras ditemukan efusi pleura dan
massa pada paru
 Pemeriksaan immunofenotyping ditemukan CD34 positif, CD13
positif, CD117 positif dan HLA-DR positif, dengan kesimpulan
keganasan pada myeloid lineage dengan sel Blast (CD34) : 77,3-78,7 %
 Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang memiliki kesan mendukung
diagnosis Acute Myeloid Leukemia ( Acute Minimally Differentiated
Leukimia – AML M0)

62
PENUTUP

SIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan
penunjang bahwa pasien didiagnosis sebagai Acute Myeloid Leukemia (Acute
Minimally Differentiated Leukimia – AML M0) dan Ca paru dengan hasil
laboratorium
 Hematologi : leukositosis, trombositopeni, anemia normositik
normokromik
 Pemeriksaan BMP : selularitas sumsum tulang hiperseluler, granulositik
hyperplasia dengan myeloblast 20% dan promielosit 1% dan kesan
mendukung diagnosis Acute Myeloid Leukemia ( Acute Minimally
Differentiated Leukimia – AML M0)
 Pemeriksaan immunofenotyping dengan kesan Myeloid lineage dan sel
Blast (CD34) : 77,3-78,7 %

SARAN
1. Evaluasi darah rutin
2. Evaluasi BGA
3. Evaluasi ureum
creatinine
4. Evaluasi elektrolit
(Natrium, Kalium, Calsium, Fosfat)
5. Evaluasi asam urat
6. Evaluasi BMP dan
immunofenotyping untuk mengevaluasi terapi
7. Evaluasi x foto thorak
untuk mengetahui perkembangan Ca Pulmo
8. Evaluasi ke bagian
hemato-onkologi untuk evaluasi penatalaksanaan Acute Myeloid
Leukemia ( Acute Minimally Differentiated Leukimia – AML M0)

63
DAFTAR PUSTAKA

1. Yuliana. Perkembangan terapi leukemia mieloid akut. CDK.


2017;44(3):216-20.

2. Ma’unah E. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian leukemia


anak di Kota Semarang (Skripsi). Semarang : Universitas Negeri
Semarang ; 2016.

3. Anwar C, Widyaningsih MA. Acute myeloid leukaemia (Pengalaman


belajar lapangan). Denpasar : Universitas Udayana ; 2017.

4. Rahmadin B, Wahid I, Yaswir R. Profil penderita leukemia mieloblastik


akut di bagian penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2017; 6(3):495-500.

5. Hanggara DS. Klasifikasi Leukemia Mieloblastik Akut (AML)


menurut FAB . 2019. (Cited 2020 Juli 1). Diunduh dari :
https://patologiklinik.com/2019/10/08/klasifikasi-leukemia-mieloblastik-
akut-aml-menurut-fab/

6. Ladines-Castroa W, Barragán-Ibanez G, Luna-Pérez MA, Santoyo-


Sánchezc A, Collazo-Jalomaa J, et al. Morphology of leukaemias. Rev
Med Hosp Gen Méx. 2016 ; 79(2):107-13.

7. Arber DA, Orazi A, Hasserjian R, Thiele J, Borowitz MJ, Le Beau MM, et


al. The 2016 revision to the World Health Organization classification of
myeloid neoplasms and acute leukemia. Blood. 2016 ; 127(20):2391-405.

8. Mahdi M. What is hematopoiesis? 2018. (Cited 2020 Juli 1). Diunduh dari
: https://www.news-medical.net/life-sciences/What-is-Hematopoiesis.aspx

9. Fridayenti, Huriatul M, Sherly A. Profil pasien leukemia anak di RSUD


Arifin Achmad Provinsi Riau periode tahun 2013-2014. JIK. 2015 ;
9(2):78-86.

10. Cuneo A, Ferrant A, Michaux JL, Boogaerts M, Demuynck H, Orshoven


AV, et al. Cytogenetic profile of minimally differentiated (FAB MO) acute

64
myeloid leukemia: correlation with clinicobiologic findings. Blood. 2011 ;
85(12):3688-93.

11. Villamor N, Zarco MA, Rozman M, Ribera JM, FeliuE, Montserrat E.


Acute myeloblastic leukemia with minimal myeloid differentiation:
phenotypical and ultrastructural characteristics. Leukemia. 2012 ;
12(1):1071–5.

12. Kosasih AS, Setiawan L, Hartini S, Kresno SB, Indarini.


Immunophenotyping in the diagnosis and classification of acute leukemia:
Dharmais Cancer Hospital experience. Indonesian Journal of Cancer. 2011
; 5(1):3-8.

13. Kaleem Z, White G. Diagnostic criteria for minimally differentiated acute


myeloid leukemia (AML-M0). Am J Clin Pathol. 2011 ; (11)5:876-84.

14. Hastuti TS, Sumantri R, Wijaya I. Complete remission of acute myeloid


leukemia in induction and consolidation chemotherapy without bone
marrow transplantation: lessons learned from good presentation case.
Majalah Kedokteran Bandung. 2019 ; 51(1):31-7.

15. Linhui H, Manman L, Yangyang D, Lianfang P, Jun L et al. Prognostic


value of RDW in cancers : a systematic review and meta-analaysis
Oncotarget. 2017;8(9):16027-16035

16. Amar RS., Sanjay NC., Menka HS. Role of platelet parameter in
diagnosing various clinical conditions. National journal of medical
research. 2013;3(2):162-165

17. Srie Yanda. Gambaran Analisa gas darah pada distress pernafasan. Sari
pediatric. 2002;4(3):135-140

18. Barbara JB. Immunophenotyping and cytogenetic/molecular genetic


analaysis. Leukaemia diagnosis. 2017;4(2):69-134

19. Ferrigno D. Prognostic significance of blood coagulation test in lung


cancer. European respiratory journal. 2010;17(10):677-673

65
66

Anda mungkin juga menyukai