Anda di halaman 1dari 80

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM

MANGROVE DI DESA WAIHERU KECAMATAN BAGUALA


KOTA AMBON

SKRIPSI

OLEH :

MOH. JUSAN DERLEN


NIM : 2012-63-003

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
RIWAYAT PENDIDIKAN

MOHAMAD JUSAN DERLEN dilahirkan di Ruku-ruku, pada tanggal 24 Nopember


1995 sebagai anak ke 2 dari 5 bersaudara, dari Ayah dan Ibu.

Jenjang pendidikan formal yang pernah penulis tempuh adalah sebagai berikut :

 Tahun 2000 memasuki Sekolah Dasar (SD) Inpres Magat Kecamatan Pulau
Gorom

 Tahun 2007 memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 7 Pulau


Gorom dan lulus pada tahun 2009

 Tahun 2009 memasuki Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Seram


Timur (Geser) dan lulus pada tahun 2012

 Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2012 melalui jalur SNMPTN dan
diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Jurusan
Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Pattimura.

Dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, maka penulis
melakukan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Partisipasi Masyarakat
Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Waiheru Kecamatan Baguala Kota
Ambon. Dibawah bimbingan Dr. J. Abrahamsz, S.Pi, M.Si dan F.W. Ayal, S.Pi,
M.Si. Dan telah mempertanggungjawabkannya di depan Panitia Ujian Sarjana
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura.
ABSTRAK

Mohammad Jusan Derlen. NIM:2012-63-003. PARTISIPASI MASYARAKAT


DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI DESA WAIHERU
KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON. Dibawah Bimbingan : Dr. J.
Abrahamsz, S.Pi., M.Si dan F. W. Ayal, S.Pi.,M.Si

Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas, tumbuh di
sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak
dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki
muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur
(Dahuri.R, J. Rais S.P. Ginting dan M.J.sitepu.2004.). Hutan mangrove adalah suatu
kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh sepanjang garis pantai tropika dan
sub-tropika yang terlindung yang memiliki bentuk lahan pantai dengan tipe tanah
anaerob (Snedaker, 1978). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2018 di
Desa Waiheru Kecamatan Baguala Kota Ambon. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai
situasi-situasi atau kejadian-kejadian (Suryabrata, 2013: 76). Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik non probability sampling
yaitu dengan purposive sampling. Kerusakan ekosistem mangrove di Desa Waiheru
diakibatkan masih minimnya pemahaman masyarakat akan pentingnya ekosistem
mangrove bagi keseimbangan daerah pesisir, sehingga dalam pemanfaatannya sering
dilaksanakan kurang bijaksana.Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat,
sehingga dibuat suatu matriks faktor -faktor SWOT. Dalam menyusun strategi perlu
adanya identifikasi komponen SWOT yang dimiliki oleh Desa Waiheru yang terbagi
atas dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat disimpulkan bahwa Dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove di
Desa Waiheru dapat diperoleh beberapa karakteristik masyarakat diantaranya adalah
tingkat pendidikan, umur, mata pencaharian, tingkat pendapatan dan lama tinggal.
Tingkat partisipasi masyarakat di Desa Waiheru tergolong cukup baik. Partisipasi
masyarakat yang cukup baik dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove, hal
ini dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat sendiri dalam menanam hingga
memelihara ekosistem mangrove di kawasan pantai Desa Waiheru.

Kata Kunci : Tingkat Partisipasi, hutan mangrove, SWOT


KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji bagi Allah SWT Ilahi Sang Pemilik Kesempurnaan yang
selalu mengasihi dan menyertai penulis sehingga penyusunan Skripsi dengan Judul “
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa
Waiheru Kecamatan Baguala Kota Ambon ” ini dapat penulis selesaikan dengan
baik. Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan akademik dalam
memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Pattimura Ambon.
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Penulis menyadari bahwa Skripsi
ini belum sempurna sebagaimana yang diharapkan, sehingga kritik dan saran sangat
diperlukan untuk penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkannya.

Ambon, Maret 2019


UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puja dan puji bagi Allah SWT Ilahi Sang Pemilik Kesempurnaan, muara
segala cinta bagi yang senantiasa merindukan-Nya. Pada penulisan Skripsi ini.
Dalam menyelesaikan studi, penelitian dan penulisan skripsi ini penulis mendapat
banyak bantuan, bimbingan, partisipasi, dukungan do’a, masukan berupa saran, kritik
dan dukungan secara moril maupun materi dari berbagai pihak. Olehnya itu dengan
segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. rer. nat. Ir. A. S. Khouw, M.Phil, sebagai dekan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Pattimura yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis dalam menyelesaikan studi.

2. Dr. Ch. I. Tupan, S.Pi, M.Si., sebagai Ketua Jurusan Manajemen Sumberdaya
Perairan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan
kegiatan penelitian sampai penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. F. S. Pello, M.Si.,sebagai Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya


Perairan yang selalu memberikan motivasi dan dorongan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyelesaian skripsi ini dengan baik.

4. Dr. J. Abrahamsz. S.Pi, M.Si dan F. W. Ayal, S.Pi, M.Si selaku pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam membimbing
penulis selama penelitian sampai selesai penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Ir. D. Sahetapy, M.Sc dan Ir. R. Pentury, M.Si selaku penguji yang telah
memberi masukan-masukan yang begitu baik selama ujian berlansung.
6. Dr. Masudin Sangaji, SP. M.Si, selaku penasehat akademik yang selalu memberi
dorongan dan nasehat kepada penulis sejak awal sampai akhir studi.
7. Staf Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) atas
masukan berupa kritik dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan studi ini.
8. Terkhusus kepada keluarga tercinta Bapa, Mama, Kakak, Nenek, Alm. Tete,
adik-adik dan semua keluarga yang selalu memberikan dorongan, semangat,
pengorbanan baik secara moril maupun materi serta do’a yang tulus sehingga
penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.
9. Kepala Desa, Staf Desa dan Masyarakat Desa Waiheru yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengadakan kegiatan penelitian serta
membantu penulis dari awal hingga selesai penelitian ini.
10. Teman-teman MSP angakatan 2012 dan Sahabat-sahabat terdekat (Dani,
Dullah, Dayat, Suhi, Nuzul, Yudil, Ongen, Ona, Dian, Ratih, Nia, Mina, Mini,
Irma, Wa Harnia), dan abang Sam, abang Chiko, Kakak Indry, Cha Onya, Ade
Mira Gurium serta teman-teman, adik-adik, abang-abang, kakak-kakak yang tak
sempat penulis sebut namanya satu per satu yang telah memberikan masukan
berupa pendapat, saran, kritik, dan juga semangat sebagai referensi bagi penulis
sehingga penyusunan skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan penuh tanggung
jawab.
11. Teman-teman pengasuh TPQ Al-Fitrah Rumahtiga (Owen, Wawan, Mance, Cum
dan Ella) yang telah memberi semangat dan masukan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Akhirnya, dengan bangga dan rasa hormat penulis persembahkan skripsi ini kepada
orang tua tercinta atas segala pengorbanan yang diberikan kepada penulis selama
menjalankan studi. Semoga segala kasih sayang dan pengorbanan yang telah
diberikan, penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas semuanya dan
berkenan menyertai kita sekalian dalam tugas dan pengabdian masing-masing.
Aamiin.
DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL .............................................................................................. i


LEMBARAN PENGESAHAN................................................................................ ii
RIWAYAT PENDIDIKAN ..................................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1


1.2. Masalah Penelitian ........................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.4. Kegunaan Penelitian..................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Partisipasi ........................................................................................ 5


2.2. Definisi Masyarakat ...................................................................................... 6
2.3. Partisipasi Masyarakat .................................................................................. 8
2.4. Level Partisipasi Masyarakat ........................................................................ 10
2.5. Definisi Pengelolaan ..................................................................................... 12
2.6. Ekosistem Mangrove ..................................................................................... 13
2.7. Pengelolaan Ekosistem Mangrove ................................................................ 18
2.8. Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Mangrove ............................................... 19

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Lokasi Penelitian........................................................................ 21


3.2. Alat Dan Bahan ............................................................................................. 22
3.3. Teknik Pengambilan Sampel......................................................................... 23
3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 23
3.5. Metode Analisis Data .................................................................................... 24
3.5.1. Analisis Karakteristik dan Tingkat Partisipasi Masyarakat ................. 24
3.5.2. Analisis Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis
Masyarakat .......................................................................................... 25
3.5.2.1. Analisis Lingkungan Strategis SWOT ............................................. 25
3.5.2.2. Analisis Strategis Pengelolaan TOWS ............................................. 25
3.5.2.3. Arahan Pengelolaan ......................................................................... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ......................................................................... 26


4.1.1. Aspek Wilayah ................................................................................... 26
4.1.2. Kependudukan..................................................................................... 27
4.1.3. Mata Pencaharian ................................................................................ 28
4.1.4. Pendapatan Masyarakat ....................................................................... 28
4.1.5. Pendidikan ........................................................................................... 30
4.1.6. Kelembagaan ....................................................................................... 31
4.1.7. Kondisi Ekosistem Mangrove Desa Waiheru ..................................... 33
4.2. Karakteristik Masyarakat ............................................................................ 34
4.2.1. Umur ................................................................................................... 34
4.2.2. Pendidikan ........................................................................................... 35
4.2.3. Mata Pencaharian ................................................................................ 36
4.2.4. Pendapatan .......................................................................................... 37
4.2.5. Lama Tinggal ...................................................................................... 38
4.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove ............ 38
4.4. Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis Masyarakat ............. 54
4.4.1. Analisis SWOT ................................................................................... 54
4.4.1.1. Faktor Internal .................................................................................. 54
4.4.1.2. Faktor Eksternal ............................................................................... 55
4.4.2. Analisis Strategi TOWS ...................................................................... 56
4.4.3. Arahan Pengelolaan ............................................................................ 57

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 58


5.2. Saran .......................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 60

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................... 63
DAFTAR TABEL

NO TABEL Hal
1. Alat dan Bahan ............................................................................................... 20
2. Pengelompokan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur ............... 26
3. Pengelompokan Berdasarkan mata Pencaharian ............................................ 27
4. Pengelompokan Berdasarkan Pendapatan...................................................... 27
5. Pengelompokan Berdasarkan Pendidikan ...................................................... 28
6. Pengelompokan Responden Berdasarkan Umur ............................................ 31
7. Pendidikan Responden ................................................................................... 32
8. Mata Pencaharian Responden ........................................................................ 33
9. Pendapatan Responden................................................................................... 34
10. Lama Tinggal Responden .............................................................................. 34
11. Partisipasi Untuk Memperoleh Bibit Mangrove ............................................ 35
12. Dorongan Partisipasi Dalam Pengelolaan Mangrove .................................... 36
13. Partisipasi Dalam Segi Menanam, Menyediakan dan Merawat..................... 37
14. Pandangan Responden Tentang Mangrove .................................................... 37
15. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Mangrove .................................. 38
16. Penilaian Tingkat Partisipasi Dalam Pengelolaan Mangrove ........................ 39
17. Persepsi Responden ........................................................................................ 40
18. Keikutsertaan Responden ............................................................................... 40
19. Pandangan Responden Tentang Keterlibatan Dalam Pengelolaan ................ 41
20. Pengambilan Keputusan Dalam Pengelolaan................................................. 42
21. Kebijakan Dalam Pengelolaan ....................................................................... 43
22. Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan ....................................... 43
23. Kesediaan Masyarakat Dalam Pengelolaan ................................................... 44
24. Persepsi Masyarakat Tentang Mangrove ....................................................... 45
25. Kelembagaan Masyarakat .............................................................................. 46
26. Keberadaan Jenis-Jenis Mangrove ................................................................. 46
27. Kepedulian Masyarakat Terhadap Mangrove yang Mati ............................... 47
28. Matrix Analisis Strategi TOWS ..................................................................... 51
DAFTAR GAMBAR

NO GAMBAR
Hal
1. Peta Lokasi Penelitian .................................................................................... 21
DAFTAR LAMPIRAN

NO JUDUL
Hal

1. Kuesioner Penelitian .............................................................................................. 61


2. Wawancara Dengan Responden ............................................................................. 62
3. Ekosistem Mangrove Desa Waiheru ...................................................................... 63
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu sumberdaya alam hayati yang perlu mendapat perhatian,

khususnya dalam pemanfaatan dan pengelolaan secara optimal dan berwawasan

lingkungan agar sumberdaya tersebut tetap lestari, adalah mangrove. Menurut Bann

(1998), keberadaan hutan mangrove mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia

dan juga lingkungan yang ada di sekitarnya. Hutan mangrove merupakan tipe hutan

tropika dan subtropika yang khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai

yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove

tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang

aliran airnya banyak mengandung lumpur (Dahuri, dkk. 2004).

Hutan mangrove adalah suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang

tumbuh sepanjang garis pantai tropika dan sub-tropika yang terlindung yang

memiliki bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob (Snedaker, 1978). Hutan

mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Menurut Khazali (1999)

sebutan mangrove sebagai bakau kurang tepat karena bakau adalah salah satu nama

kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove. ( Santoso, 2000).

Mangrove juga merupakan rumah bagi berbagai kehidupan liar seperti

berbagai jenis moluska, echinodermata, ikan, crustacea, burung, tumbuhan epifit dan

berbagai biota lainnya. Mangrove diketahui sebagai daerah pemijahan (spawning

ground), daerah perawatan (nursery ground) dan daerah makanan (feeding ground)

bagi beberapa jenis biota laut (Sukardjo, 1999).


2

Sejauh ini partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove

sangat dibutuhkan, karena masyarakat merupakan salah satu faktor pendukung dalam

pengelolaan ekosistem mangrove. Upaya-upaya untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove sangat diperlukan, agar

kelestarian ekosistem mangrove tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Strategi

pengelolaan dengan melibatkan masyarakat lokal dipandang lebih efektif

dibandingkan dengan pengelolaan satu arah yang hanya melibatkan pemerintah.

Dengan melibatkan masyarakat didalam pengelolaan ekosistem mangrove, akan

timbul rasa tanggung jawab di dalam diri mereka akan pentingnya fungsi ekosistem

mangrove bagi daerah pesisir.

Nontji (2005) menyebutkan bahwa luas hutan mangrove di seluruh Indonesia

diperkirakan sekitar 4,25 juta hektar atau 3,98% dari seluruh luas hutan Indonesia.

Areal hutan mangrove yang luas antara lain terdapat di pesisir timur Sumatera,

pesisir Kalimantan dan pesisir selatan Irian Jaya. Indonesia merupakan salah satu

Negara yang memiliki keanekaragaman jenis mangrove tertinggi di dunia yakni

sekitar 89 jenis (Wibisono, 2005). Dangeubun (2007) dalam Hitipeuw (2008),

mengatakan bahwa di Maluku terdapat hutan mangrove dengan luas ±93.328,56

hektar. Kota madya Ambon 66,15 hektar. Talakua (2013) mengatakan bahwa luasan

hutan mangrove di Desa Waiheru seluas 11, 3925 ha.

Secara administratif Desa Waiheru adalah Desa yang berada di Teluk Ambon

Dalam Kota Ambon. Perairan pantai Desa Waiheru merupakan bagian dari Teluk

Ambon Dalam yang memiliki berbagai sumberdaya laut diantaranya ekosistem

mangrove dan ekosistem lamun, serta keanekaragaman jenis biota lainnya.

Umumnya daerah laut pada Desa Waiheru merupakan perairan dengan topografi
3

pantai yang landai dengan kondisi substratnya yang beragam, diantaranya berlumpur,

berpasir, dan pasir berbatu dan didominasi oleh substrat berlumpur. Selain memiliki

ekosistem mangrove yang cukup tinggi dan jenis substrat yang beragam. Namun

pada kenyataannya sering terjadi kerusakan ekosistem mangrove di Desa Waiheru.

Kerusakan ekosistem mangrove di Desa Waiheru diakibatkan masih

minimnya pemahaman sebagian masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove,

dimana dalam pemanfaatannya sering dilaksanakan kurang bijaksana, sering aktivitas

masyarakat yang tidak ramah lingkungan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekosistem mangrove dan sebagian masyarakat yang sewenang-wenang

memanfaatkan tanaman mangrove secara berlebihan tanpa melakukan rehabilitasi

untuk melestarikan ekosistem mangrove. Pola pemanfaatan yang tidak ramah

lingkungan juga akan mengancam keberadaan ekosistem mangrove. Demikian juga

pola pembangunan yang tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan sekitar.

Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

“Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Waiheru

Kecamatan Baguala.

1.2. Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan penelitian disini

adalah :

1. Bagaimana karakteristik masyarakat dalam pengelolaan ekosistem

mangrove di Desa Waiheru Kecamatan Baguala ?

2. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem

mangrove di Desa Waiheru Kecamatan Baguala ?

3. Strategi pengelolaan ekosistem mangrove berbasis partisipasi masyarakat di


4

Desa Waiheru Kecamatan Baguala ?

4. Arahan pengelolaan seperti apa yang dapat direkomendasikan ?

1. 3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah :

1. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat dalam kegiatan pengelolaan

ekosistem mangrove di Desa Waiheru Kecamatan Baguala.

2. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem

mangrove di Desa Waiheru Kecamatan Baguala.

3. Merumuskan strategi dan arahan pengelolaan ekosistem mangrove berbasis

partisipasi masyarakat di Desa Waiheru Kecamatan Baguala.

4. Menyusun rekomendasi arahan pengelolaan

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan informasi :

1. Untuk peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem

mangrove di Desa Waiheru Kecamatan Baguala.

2. Untuk Pemerintah Kota dalam upaya pengelolaan ekosistem mangrove di

Desa Waiheru Kecamatan Baguala.

3. Untuk pengembangan penelitian lanjutan.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Partisipasi

Menurut Tangkilisan (2005) partisipasi merupakan hal yang sangat penting

dan menentukan dalam usaha mencapai keberhasilan pembangunan. Pada dasarnya

partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan seseorang dalam kegiatan bersama

yang berkaitan dengan pelaksanaan proses pembangunan, terutama berkaitan dengan

pengelolaan lingkungan hidup. Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan

emosional seseorang dalam suatu kelompok yang mendorongnya untuk bersedia

memberikan sumbangan bagi tercapainya tujuan kelompok dan turut bertanggung

jawab atas usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya (Adinugroho, 2004).

Partisipasi biasanya diartikan sebagai upaya peranserta masyarakat

dalam suatu kegiatan. Menurut Wardoyo (1992), partisipasi adalah

keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan.

M enurut Rahardjo (1985) partisipasi diartikan sebagai keikutsertaan

masyarakat dalam program-program pembangunan. Pada dasarnya partisipasi

dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi yang bersifat swakarsa dan partisipasi

yang bersifat dimobilisasikan. Partisipasi swakarsa mengandung arti bahwa

keikutsertaan dan peransertanya atas dasar kesadaran dan kemauan sendiri,

sementara partisipasi yang dimobilisasikan memiliki arti bahwa keikutsertaan

dan berperansertanya atas dasar pengaruh orang lain.

Partisipasi yang beredar di dalam masyarakat terdapat dua jenis definisi.

Pertama, partisipasi masyarakat dalam pembangunan diartikan sebagai dukungan


6

rakyat terhadap rencana atau proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan

tujuannya oleh perencana. Tinggi rendahnya partisipasi masyarakat diukur dengan

kemauan masyarakat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang

maupun tenaga dalam melaksanakan proyek pembangunan pemerintah. Kedua,

partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara

perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan

mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Tinggi rendahnya

partisipasi masyarakat tidak hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk

menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk

ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka.

Ukuran lain yang dipakai adalah ada tidaknya kemauan masyarakat untuk secara

mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek (Soetrisno, 1995 dalam

Primatianti, 2002).

2.2. Definisi Masyarakat

Masyarakat dalam istilah bahasa inggris adalah society yang berasal dari kata

latin socius yang berarti (kawan). Istilah masyarakat berasal dari kata bahasa arab

syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi). Masyarakat adalah sekumpulan

manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi. Suatu

kesatuan manusia dapat mempunyai perasaan melalui warga-warganya dapat saling

berinteraksi. Definisi lain, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang

berinteraksi menurut suatu sistem adat isti adat tertentu yang bersifat kontinu, dan

yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan

masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu : 1) interaksi antar warga-warganya, 2)


7

adat istiadat, 3) kontinuitas waktu, 4) rasa identitas kuat yang mengikat semua warga

(Koentjaraningrat, 2009:115-118).

Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama, hidup

bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu tatanan pergaulan dan

keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan hubungan, Page dalam

Soekanto (2006: 22), memaparkan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari

kebiasaan, tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan

pengawasan tingkahlaku serta kebiasaan-kebiasaan manusia. Masyarakat merupakan

suatu bentuk kehidupan bersama untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga

menghasilkan suatu adat istiadat,

Menurut Ralph Linton dalam Soekanto, (2006: 22). Masyarakat merupakan

setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama,

sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai

suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Masyarakat

menurut Soemardjan dalam Soekanto (2006: 22) adalah orang-orang yang hidup

bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai kesamaan wilayah

diikat oleh kesamaan.

Menurut Durkheim dalam Taneko, (1984: 11) bahwa masyarakat

merupakan suatu kenyataan yang objektif secara mandiri, bebas dari individu-

individu yang merupakan anggota-anggotanya. Masyarakat sebagai sekumpulan

manusia di dalamnya ada beberapa unsur yang mencakup. Adapun unsur-unsur

tersebut adalah :

 Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama;


8

 Bercampur untuk waktu yang cukup lama;

 Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan;

 Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama

2.3 Partisipasi Masyarakat

Mulyana (1996) menyatakan bahwa partisipasi/peran serta masyarakat dapat

didefinisikan: (1) adanya subyek yang berinteraksi yaitu individu yang berada dalam

suatu unit masyarakat (kelompok), organisasi perekonomian, pemerintah dan bangsa.

Masing-masing memiliki keleluasaan untuk mengambil keputusan sendiri-sendiri

tetapi terikat dalam suatu ikatan solidaritas tertentu untuk mewujudkan kepentingan

atau rencana bersama; (2) adanya kerelaan dan kesadaran dari individu untuk

menjalankan peran yang diberikan oleh kelompok secara iklas. keikutsertaan tidak

atas dasar kekuasaan pemimpin (formal); dan (3) partisipasi berkonotasi kepada

keterlibatan anggota perorangan dalam proses pengelolaan suatu kegiatan

(pengambilan keputusan bersama, pengarahan, sumberdaya, pengawasan dan

penyesuaian). Partisipasi masyarakat merupakan hak dan kewajiban seorang warga

negara untuk memberikan kontribusinya kepada pencapaian tujuan kelompok.

Sehingga mereka diberi kesempatan untuk ikut serta dalam pembangunan dengan

menyumbangkan inisiatifnya dan kreatifitasnya.

Menurut Wibisana dalam Khadiyanto (2007), partisipasi masyarakat

diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan anggota masyarakat dalam suatu

kegiatan tertentu baik secara lansung maupun tidak lansung. Selain itu, pengertian

pertisipasi masyarakat secara lebih luas lagi didefinisikan oleh FAO (1989) yaitu

antara lain (Khadiyanto, 2007:30) :


9

a. Kontribusi sukarela masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam

pengambilan keputusan.

b. Suatu proses aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang

terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasan untuk melakukan hal

itu.

c. Pemekaan (membuat pekal) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan

menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan.

d. Keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan ditentukannya

sendiri.

e. Keterlibatan masyarakat pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan

mereka.

Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991:154-155) sebagai

berikut : Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh

informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa

kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; kedua, bahwa

masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa

dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih

mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap

proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat

dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

2.4. Level Partisipasi Masyarakat

Hobley dalam Awang (1999), merumuskan tingkatan dan arti partisipasi

berdasar pengalamannya melaksanakan kegiatan pembagunan kehutanan di India dan

Nepal, yaitu:
10

a. Manipulatif Participation

Karakteristik dari model ini adalah keanggotaan yang bersifat keterwakilan

pada suatu komisi kerja, organisasi kerja atau kelompok-kelompok dan bukannya

pada individu.

b. Passive Participation

Partisipasi rakyat dilihat dari apa yang telah diputuskan atau apa yang telah

terjadi, informasi datang dari administrator tanpa mau mendengar respon dari

masyarakat tentang keputusan atau informasi tersebut.

c. Participation by Consultation

Partisipasi rakyat dengan berkonsultasi atau menjawab pertanyaan. Orang

dari luar mendefinisikan masalah-masalah dan proses pengumpulan informasi, dan

mengawasi analisis. Proses konsultasi tersebut tidak ada pembagian dalam

pengambilan keputusan, dan pandangan- pandangan rakyat tidak dipertimbangkan

oleh orang luar.

d. Participation for Material Insentive

Partisipasi masyarakat melalui dukungan berupa sumberdaya, misalnya

tenaga kerja, dukungan pangan, pendapatan atau insentif material lainnya. Mungkin

saja petani menyediakan lahan dan tenaga kerja, tetapi mereka tidak dilibatkan dalam

proses percobaan- percobaan dan pembelajaran. Kelemahan dari model ini adalah

apabila insentif habis, maka teknologi yang digunakan dalam program juga tidak

akan berlanjut.

e. Functional Participation

Partisipasi rakyat dilihat oleh lembaga eksternal sebagai tujuan akhir untuk

mencapai target proyek, khususnya mengurangi biaya. Rakyat mungkin


11

berpartisipasi melalui pembentukan kelompok untuk penentuan tujuan yang terkait

dengan proyek. Keterlibatan seperti ini mungkin cukup menarik, karena mereka

dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Tetapi hal ini terjadi setelah keputusan

utamanya telah ditetapkan oleh orang dari luar desa tersebut. Pendeknya, masyarakat

desa dikooptasi untuk melindungi target dari orang luar desa tersebut.

f. Interactive Participation

Partisipasi rakyat dalam analisis bersama mengenai pengembangan

perencanaan aksi dan pembentukan atau penekanan lembaga lokal. Partisipasi lokal

dilihat sebagai hak dan tidak hanya merupakan suatu cara untuk mencapai suatu

target proyek saja. Proses melibatkan multidisiplin metodologi, ada proses belajar

yang terstruktur. Pengambilan keputusan bersifat lokal oleh kelompok dan kelompok

menentukan bagaimana ketersediaan sumberdaya digunakan, sehingga kelompok

tersebut memiliki kekuasaan untuk menjaga potensi yang ada.

g. Self-Mobilisation

Partisipasi rakyat melalui pengambilan inisiatif secara independen dari

lembaga luar untuk perubahan sistem. Masyarakat mengembangkan hubungan

dengan lembaga eksternal untuk advis mengenai sumber daya dan teknik yang

mereka perlukan, tetapi juga tetap mengawasi bagaimana sumber daya tersebut

digunakan.

2.5. Definisi Pengelolaan

Kata “Pengelolaan” dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti pula

pengaturan atau pengurusan (Suharsimi Arikunto, 1993: 31). Banyak orang yang

mengartikan manajemen sebagai pengaturan, pengelolaan, dan pengadministrasian,


12

dan memang itulah pengertian yang populer saat ini. Pengelolaan diartikan sebagai

suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk

melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujan tertentu.

Griffin (1990: 6) mendefinisikan manajemen sebagai berikut: “Management

is the process of planning and decision making, organizing, leading and controlling

and organization human, financial, physical and information recources to archieve

organizational goals in an efficient and effective manner” Dikatakan manajemen

adalah suatu proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian,

memimpin dan pengendalian organisasi manusia, keuangan, fisik dan informasi

sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi secara efisiensi dan efektif.

Fattah (2004: 1) berpendapat bahwa dalam proses manajemen terlibat fungsi-

fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer atau pimpinan, yaitu

perencanaan (planning), pengorganisasian (organising), pemimpin (leading), dan

pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses

merencanakan, mengorganising, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi

dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

Pengertian manajemen telah banyak dibahas para ahli yang antara satu

dengan yang lain saling melengkapi. Stoner yang dikutip oleh Handoko (1993:8)

menyatakan bahwa manajemen merupakan proses perencanan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengawasan, usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna

sumber daya organisasi lainya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan. Stoner menekanan bahwa manajemen dititik beratkan pada proses dan

sistem. Oleh karena itu, apabila dalam sistem dan proses perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, penganggaran, dan sistem pengawasan tidak baik,


13

proses manajemen secara keseluruhan tidak lancar sehingga proses pencapaian

tujuan akan terganggu atau mengalami kegagalan (Qalyubi, 2007: 271). Selanjutnya

Adisasmita (2011:22) mengemukakan bahwa, “Pengelolaan bukan hanya

melaksanakan suatu kegiatan, akan tetapi merupakan rangkaian kegiatan yang

meliputi fungsi-fungsi manajemen, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.”

2.6. Ekosistem Mangrove

Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.

Dikatakan kompleks karena selain ekosistemnya dipenuhi oleh vegetasi mangrove,

juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di

bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai

kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basah dan kapasitas tukar kation

yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan amonium termasuk

kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan.

Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta

mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan

labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala

(Kusmana, 2002).

Departemen Kehutanan (1994) dalam Santoso (2000), mengatakan bahwa

hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara

teratur tergenang air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi tidak

terpengaruhi oleh iklim, sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di
14

bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih

dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8%.

Pengertian ekosistem mangrove menurut Bengen (2004) dalam Huda (2004),

adalah merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub-tropis yang didominasi

oleh beberapa jenis pohon mangrove yang tumbuh dan berkembang pada daerah

pasang surut pantai berlumpur. Ekosistem mangrove sering disebutkan sebagai hutan

payau dan hutan bakau. Ekosistem mangrove merupakan tipe hutan daerah tropis

yang khas tumbuh disepanjang pantai atau muara sungai yang masih dipengaruhi

oleh pasang surut air laut. Ekosistem mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir

yang terlindung dari gempuran ombak. Bila dibandingkan dengan ekosistem yang

lain, maka ekosistem mangrove memiliki flora dan fauna yang spesifik dan memiliki

keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam

tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

mahluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air

laut,dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh

dalam perairan asin/payau.

Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan

bahan organik yang dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus. Sedangkan

ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan nutrien yang akan

dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun juga berfungsi

sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut tidak

mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu karang

dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak (gelombang) dan

arus laut. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat (tempat tinggal), tempat
15

mencari makan (feeding ground),tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground),

tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di padang lamun

ataupun di terumbu karang. Disamping hal- hal tersebut di atas, ketiga ekosistem

juga menjadi tempat migrasi atau sekedar berkelana organisme-organisme perairan

dari hutan mangrove ke padang lamun kemudian ke terumbu karang atau sebaliknya

(Kaswadji,2001).

Mangrove merupakan tumbuhan yang hidup di daerah antara level pasang

naik tertinggi (maximum spring tide) sampai level di sekitar atau di atas permukaan

laut rata-rata (mean sea level). Komunitas (tumbuhan) hutan mangrove hidup di

daerah pantai terlindung daerah tropis dan subtropis. Hampir 75% tumbuhan

mangrove hidup antara 350LU-350LS dan terbanyak terdapat di kawasan Asia

Tenggara, seperti Malaysia dan Indonesia yang mempunyai curah hujan tinggi dan

bukan musiman (Supriharyono, 2009).

Menurut Supriatna (2008) hutan mangrove merupakan salah satu habitat khas

pesisir dan juga estuaria, yang di Indonesia luasnya saat ini mencapai 24.000 km2

atau sekitar 1,3 % dari luas Indonesia. Vegetasi yang hidup di mangrove harus

mampu beradaptasi dengan salinitas yang tinggi dan oxygen yang rendah (anoxic).

Vegetasi mangrove didominasi oleh family rhizhoporaceae dengan ciri utama

menghasilkan buah berbentuk kapal selam agar dapat mengapung di laut dan

menancap di pesisir. Setiap jenis beradaptasi dengan cara yang unik terhadap

keadaan anoxic. Contohnya akar napas dengan lentisel berukuran besar dan lubang

pernafasan pada batang rhizophoraceae, akar yang tumbuh melengkung pada

bruguiera, dan akar yang menjulang ke atas seperti pensil pada sonneratia dan

avicennia.
16

Menurut Departemen Kehutanan (1994) dalam Fadhlan (2010) hutan

mangrove merupakan hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara

teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

terpengaruh oleh iklim sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terdapat di

bagian hilir daerah aliran sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih

dipengaruhi oleh pasang surut dengan kelerengan kurang dari 8% (Santoso, 2000).

Ekosistem mangrove merupakan tumbuhan peralihan antara darat dan laut.

Mangrove mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan, baik dari segi

ekologis maupun ekonomi. Menurut Himakel (2012) fungsi dari hutan mangrove

adalah:

a. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi,

penahan lumpur dan penahan sedimen (sediment trap) yang diangkut oleh

aliran air permukaan.

b. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari

serasah daun dan ranting pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari

detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi organisme

pemakan detritus detritivore dan sebagian lagi didekomposisi oleh bakteri

decomposer menjadi bahan-bahan anorganik (nutrien) yang berperan

dalam menyuburkan perairan dan tentu saja kesuburan mangrove itu

sendiri.

c. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding

ground) dan daerah pemijahan (spawning ground). Bermacam macam

biota perairan baik yang hidup diperairan pantai maupun di lepas pantai.

Disamping itu ada beberapa organisme perairan yang menjadikan


17

ekosistem mangrove sebagai habitat utamanya. Fungsi ini memungkinkan

ekosistem mangrove berperan dalam memberi energi bagi revitalisasi

sumberdaya perikanan di laut. Selain organisme perairan beberapa hewan

dari jenis reptil, burung dan primata juga menjadikan mangrove menjadi

habitatnya.

Ekosistem mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewah di

suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan

reaksi tanah anaerob. Secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai

suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang

terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan

pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Santoso,

2004).

2.7. Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Pengelolaan sumberdaya alam adalah upaya manusia dalam mengubah

sumberdaya alam agar diperoleh manfaat yang maksimal dengan mengutamakan

kontinuitas produksi (Harahap 2001), begitu juga dengan pengelolaan ekosistem

mangrove tersebut yaitu untuk mendapatkan produksi secara terus menerus dalam

waktu yang relatif singkat demi mencapai suatu keadaan yang seimbang antara

pertumbuhannya dengan hasil yang dipanen setiap tahun atau jangka waktu tertentu

(Sofli, 2003). Tujuan utama pengelolaan hutan, termasuk hutan mangrove adalah

untuk mempertahankan produktifitas lahan hutan sehingga kelestarian hasil

merupakan tujuan utama pengelolaan hutan mangrove. Kelestarian produktifitas

memiliki dua arti, yaitu kesinambungan pertumbuhan dan kesinambungan hasil


18

panen. Hutan mangrove adalah ekosistem hutan daerah pantai yang terdiri dari

kelompok pepohonan yang bisa hidup dalam lingkungan berkadar garam tinggi.

Salah satu ciri tanaman mangrove memiliki akar yang menyembul ke permukaan.

Penampakan mangrove seperti hamparan semak belukar yang memisahkan daratan

dengan laut. Pengelolaan mangrove secara berkelanjutan dan terpadu bertujuan

untuk menjamin keberadaan mangrove lestari yang dapat dinikmati oleh semua

generasi dan mengintegrasikan perencanaan hulu, hilir dan kepentingan seluruh

stakeholder.

2.8. Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

Berkaitan dengan kebijakan pengelolaan hutan mangrove, sesungguhnya

terdapat banyak peraturan perundangan terkait dengan pengelolaan pantai dan

ekosistem sumberdaya, termasuk ekosistem mangrove, diantaranya :

a. UUD 1945 Pasal 33 ayat 3

b. UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Agraria

c. UU No. 5 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan

d. UU No. 11 Tahun 1974 Tentang Perairan

e. UU No. 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan

f. UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya

g. UU No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan

h. UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

i. UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

j. UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air

k. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah


19

l. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah

m. UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

n. UU No. 27, Jo. UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil

Salah satu hal sangat penting dalam pengelolaan pantai adalah penegakan hukum.

Peraturan perundang-undangan telah banyak diterbitkan, dengan tujuannya agar

pengelolaan pantai dapat dilakukan secara terpadu. Namun implementasinya,

peraturan sering dilanggar, yang tidak diikuti dengan sanksi dan hukuman yang

tegas, walaupun sudah dinyatakan secara eksplisit dalam aturan. Pengawasan oleh

pemerintah sebagai pihak berwenang tidak dilakukan. Penegakan hukum perlu terus

dilakukan dengan berbagai cara dan upaya, antara lain dapat berupa :

1. Sosialisasi peraturan perundangan pengelolaan pantai bagi semua stakeholders

2. Substansi tentang aturan dan sanksinya perlu disosialisasikan lebih detail.

Misalnya dengan cara pemasangan papan aturan dan sanksi di tempat strategis

3. Perlu shock therapy dengan menerapkan sanksi, denda, hukuman maksimal dari

aturan yang ada agar stakeholders jera dan menaati aturan yang berlaku

4. Perlu lembaga pengawasan yang melekat pada instansi. Lembaga ini berfungsi

mengawasi pengelolaan pantai baik internal maupun eksternal

5. Karena isu-isu yang kompleks itu, diperlukan kolaborasi yang baik antara antara

institusi penentu kuantitas dan kualitas air dengan institusi penegakan hukum

a. Implementasi penegakan hukum dilakukan secara bertahap dalam rangka

pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut

agar benar-benar terlaksana sebagai wujud law enforcement (BAPPEDA


20

Provinsi Jambi, 2005) dengan modifikasi : (a). Identifikasi hukum adat,

revitalisasi lembaga adat dan lokal yang berpartisipasi aktif dalam

pengelolaan sumberdaya pesisir. (b). Peningkatan kesadaran,

kemampuan, dan kepedulian masyarakat pesisir terhadap perencanaan,

pelaksanaan dan pengawasan produk hukum pengelolaan pesisir

b. Peningkatan pengawasan, pengamanan dan penegakan hukum di pesisir.


21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2018 di Desa Waiheru

Kecamatan Baguala Kota Ambon.

Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian

Pemilihan Desa Waiheru sebagai lokasi penelitian karena Desa Waiheru

memiliki ekosistem mangrove yang cukup tinggi, keberadaan ekosistem mangrove


22

sangat bermanfaat bagi masyarakat Desa Waiheru, dengan adanya ekosistem

mangrove, masyarakat dapat melakukan kegiatan-kegiatan pemanfaatan pada area

ekosistem mangrove untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dalam

kenyataannya sering terjadi penurunan fungsi atau kerusakan pada ekosistem

mangrove. Kerusakan pada ekosistem mangrove disebabkan oleh beberapa faktor

yaitu, minimnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya manfaat ekosistem

mangrove, kegiatan dan aktifitas masyarakat yang tidak ramah lingkungan, masih

kurang kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Alat dan bahan Keterangan


Alat tulis menulis Mencatat data yang diperoleh di lokasi
penelitian.
Kamera digital Mendokumentasikan kegiatan penelitian dan
aktifitas disekitar ekosistem mangrove.
Kuisioner Untuk memperoleh data terkait partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan ekosistem
mangrove.
GPS (Global Position Menentukan titik koordinat area lokasi
System) penelitian.

Recorder Untuk merekam hasil wawancara


Papan Data Sebagai pengalas kertas pada saat mencatat
data dalam penelitian
23

3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Secara harfiah,

penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan

(deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian (Suryabrata, 2013: 76).

Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah orang atau masyarakat yang berdomisili

di Desa Waiheru yang sehari-hari berhubungan dan memanfaatkan sumberdaya

ekosistem mangrove secara lansung maupun tidak lansung. Sedangkan jumlah

sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini adalah menggunakan teknik non probability sampling yaitu dengan

purposive sampling. Dalam memperoleh data di lapangan untuk mendeskripsikan

dan menjawab permasalahan dalam penelitian.

3.4. Metode Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah berupa data primer dan

data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh lansung dari lapangan berupa

data tentang kondisi sosial-ekonomi, kelembagaan, serta perilaku masyarakat.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil informasi pada

pustaka dan data yang diperoleh dari instansi terkait.

Metode pengumpulan data yang dilakukan antara lain :

a. Kuesioner, adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden dengan panduan

kuesioner

b. Wawancara (Intervieuw), dengan cara menanyakan lansung pertanyaan-

pertanyaan kepada beberapa orang yang bisa bertindak sebagai sumber.


24

c. Observasi, dengan cara meninjau langsung lokasi penelitian dengan

mengamati aktivitas-aktivitas yang dilakukan di lokasi penelitian.

d. Studi pustaka, merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan

membaca literatur, jurnal, referensi penelitian terdahulu yang berhubungan

dengan penelitian yang dilakukan.

3.5. Metode Analisis Data

3.5.1. Analisis Karakteristik dan Tingkat Partisipasi Masyarakat

Setelah pengumpulan data dilakukan, selanjutnya dilakukan analisis data

dengan tujuan memecahkan permasalahan dalam penelitian. Untuk memperoleh

gambaran tentang partisipasi masyarakat dari penelitian ini maka data diolah secara

deskriptif kualitatif yaitu mengolah data dengan menggunakan perhitungan

berdasarkan persentase ( %) dengan rumus :

x 100%

Keterangan:

P = Persentase Yang Dicapai

F = Jumlah Frekuensi Pada Setiap Variabel Jawaban

N = Jumlah Sampel (Sudjana, 1991:131)

3.5.2. Analisis Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis

Masyarakat

3.5.2.1. Analisis Lingkungan Strategis SWOT

Analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Oppertunities, Threats)


25

menggambarkan kekuatan dan kelemahan internal yang paling penting dan peluang

serta ancaman eksternal yang paling penting (Alison dan kaye, 2015). Menurut

Abrahamsz (2007). analisis SWOT (analisis lingkungan) analisis lanjutan dari

analisis lingkungan yang ada dilakukan dengan pendekatan analisis strategi atau

dikenal dengan strategi TOWS.

Rangkuti (2005) menjelaskan bahwa Analisis SWOT merupakan suatu

analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor secara sistematis

yang merumuskan suatu strategi, yang didasarkan pada logika dengan cara

memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Oppertunities) yang ada dan

secara bersamaan meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).

3.5.2.2. Analisis Strategi Pengelolaan TOWS

Strategi TOWS merupakan analisis lanjutan yang dipakai untuk memadukan

faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan

ancaman) dalam menentukan strategi pemecahan masalah (Kuncoro, 2005).

3.5.2.3. Arahan Pengelolaan

Dalam merumuskan arahan pengelolaan ekosistem mangrove di Desa

Waiheru, maka digunakan metode alternatif atau solusi yang dibuat dengan melihat

masalah yang terjadi pada ekosistem mangrove kemudian dirumuskannya alternatif

pengelolaan.
26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Aspek Wilayah

Penelitian ini dilakukan di Desa Waiheru Teluk Ambon Dalam, secara

geografis berada pada 03037’40”-03039’50” LS dan 128011’29”-128019’25” BT,

dengan luas ± 11.03 km2. Secara administratif Desa Waiheru memiliki batasan

wilayah sebagai berikut :

 Sebelah timur berbatasan dengan Desa Nania

 Sebelah barat berbatasan dengan Desa Hunut

 Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Ambon Dalam

 Sebelah utara berbatasan dengan Petuanan Negeri Hitu Mesing

Umumnya daerah laut pada Desa Waiheru merupakan perairan dengan

topografi pantai yang landai dan memiliki kondisi substrat yang beragam,

diantaranya lumpur, pasir, dan batu berpasir. Wilayah ini secara lansung berperan

dalam menunjang pertumbuhan ekosistem mangrove. Desa Waiheru memiliki 4

sungai yaitu sungai Wai Salak sepanjang 9 Km, Wai Heru sepanjang 11 Km, Wai

Napu sepanjang 6 Km dan Wai Ila sepanjang 7 Km. Secara aksesibilitas Desa

Waiheru dapat ditempuh melalui jalur transportasi yaitu dengan menggunakan

sepeda motor atau mobil selama 20-30 menit dari kota Ambon. Salah satu eksositem

pesisir yang berada disepanjang pesisir pantai Desa Waiheru adalah ekosistem

mangrove. Kehadiran ekosistem mangrove menjadikan perairan ini cukup subur

ditandai dengan adanya berbagai potensi sumberdaya hayati laut yang beragam,
27

seperti kepiting, kerang, dan ikan di perairan Desa Waiheru. Dengan adanya

ekosistem ini, maka sebagian kebutuhan masyarakat secara ekonomi dapat terpenuhi.

4.1.2. Kependudukan

Berdasarkan data kependudukan pada Desa Waiheru Tahun 2017, Jumlah

penduduk Desa Waiheru tercatat sebanyak 13.494 jiwa yang tersebar di 9 RW dan 35

RT. Dari jumlah tersebut, terdiri dari laki – laki 7.456 jiwa dan perempuan sebanyak

6.038 jiwa. Sedangkan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 3.093 KK dari total jumlah

penduduk. Dari hasil perhitungan jumlah penduduk di atas dapat dilihat bahwa

jumlah penduduk laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah

perempuan. Dengan demikian jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dalam

upaya pengelolaan sumberdaya ekosistem mangrove, maka peluang laki-laki lebih

besar dari jumlah perempuan karena umur produktif dalam upaya dan pengelolaan

adalah laki-laki. Adapun gambaran tentang jumlah penduduk Desa Waiheru secara

keseluruhan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan jumlah

penduduk menurut umur dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Pengelompokan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 Laki-laki 7.456

2 Perempuan 6.038

Total 13.494
(Sumber : Pemerintah Desa Waiheru 2017)

Tabel 4.2 Pengelompokan Penduduk Berdasarkan Umur


28

No Kelompok Umur Jumlah Penduduk (Jiwa)


(Tahun)

1 0-3 1.058
2 4-6 737
3 7-9 477
4 10-12 521
5 13-16 525
6 17-45 5242
7 46-59 2307
8 60-85 3335
9 >85 350
Total 13.494
(Sumber : Pemerintah Desa Waiheru 2017)

Penduduk Desa Waiheru terutama yang masuk kategori umur kerja yaitu

penduduk umur produktif (17-45) lebih besar dari penduduk umur tidak produktif (0-

13) tahun dan > 60 tahun. Penduduk Desa Waiheru dengan usia produktif ini

berpeluang besar untuk memanfaatkan sumberdaya, baik di darat maupun di laut

ataupun kegiatan aktivitas masyarakat yang ada, dalam hal ini hutan termasuk

pemanfaatan mangrove dan sekitarnya. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa

kelompok umur produktif sangat memegang peranan penting dalam melakukan

pengelolaan ekosistem mangrove jika dilihat dari jumlah persentasenya

dibandingkan kelompok umur lainnya.

4.1.3. Mata Pencaharian

Mata pencaharian yang ditekuni sebagian besar penduduk Desa Waiheru

adalah TNI/POLRI, diikuti oleh wiraswasta dan terendah adalah pengrajin (Tabel

4.3). Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh masyarakat sangat berpengaruh terhadap

pola pikir dan tingkah laku terhadap lingkungannya. Masyarakat yang tidak memiliki
29

pekerjaan yang tidak tetap akan melakukan pekerjaan yang praktis untuk bisa

mendapatkan penghasilan yang mudah dikerjakan tanpa melihat dampak yang

ditimbulkan terhadap lingkungan. Selain pekerjaan, penghasilan masyarakat yang

relatif rendah akan menuntut mereka mencari tambahan penghasilan sehingga upaya

mencari pekerjaan berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya mangrove di

wilayah pesisir. Dari sisi distribusi terlihat adanya klasifikasi pekerjaan tidak tetap,

dan dalam hal peluang untuk melakukan kegiatan yang berkemungkinan mengancam

keberlanjutan ekosistem mangrove walaupun semua memiliki peluang.

Tabel 4.3 Pengelompokan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah Penduduk

1 Petani 625
2 Nelayan 65
3 PNS 420

4 Karyawan/Pegawai Swasta 310


5 Pensiunan 240
6 Tukang Ojek 200
7 Buruh 180
8 Wiraswasta 760
9 Pedagang Pasar 310
10 TNI/POLRI 1.414
11 Jibu-Jibu 30
12 Pengrajin 21
Total 4.576
(Sumber : Pemerintah Desa Waiheru 2017)
s
4.1.4. Pendapatan Masyarakat

Pekerjaan masyarakat sangat tergantung dari jenis pekerjaan utama yang

dilakukan oleh masing-masing anggota keluarga. Dari jumlah penduduk Desa

Waiheru yang beraktivitas dengan mata pencaharian tetap sangat berpengaruh pada
30

pendapatan rill keluarga. Pendapatan rill rata-rata keluarga di Desa Waiheru dari

jumlah penduduk usia angkatan kerja rata-rata pendapatan antara >Rp 1000.000 - <

Rp 5000.000,-

Tabel 4.4 Pengelompokan Penduduk Berdasarkan Pendapatan

No Pendapatan/Bulan Jumlah Penduduk


1 <1.000.000 800
2 >1.000.000-<5.000.000 2.050
3 >5.000.000 200
Total 3.050
(Sumber : Pemerintah Desa Waiheru 2017)

4.1.5. Pendidikan

Sebagian besar penduduk Desa Waiheru berpendidikan SMU/SMK/MAN

(30,10%) dan yang paling rendah adalah doktor (0,05%). Tingkat pendidikan

diasumsikan akan mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kepedulian

terhadap lingkungan dan keberlanjutan sumberdaya. Masyarakat dengan pendidikan

lebih tinggi umumnya memiliki pengetahuan lebih luas, sehingga lebih mudah

menyerap dan menerima informasi baru. Berbeda halnya dengan masyarakat yang

berpendidikan menengah ke bawah seringkali berperilaku kurang baik dalam

menjaga kelestarian sumberdaya alam termasuk hutan mangrove serta kurang

menyerap informasi yang ada dengan baik sehingga tindakan-tindakan yang bersifat

tidak ramah lingkungan sering kali terjadi dan memberikan dampak yang besar

terhadap ekosistem mangrove. Pentingnya pemahaman masyarakat tentang

sumberdaya mangrove dan sumberdaya lainnya yang ada di pesisir agar ekosistem

pesisir tetap lestari dan terjaga. Berikut jumlah penduduk di Desa Waiheru

berdasarkan tingkat pendidikan.


31

Tabel 4.5 Pengelompokan Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk


1 PAUD 180
2 SD/Sederajat 998
3 SMP/MTS 525
4 SMU/SMK/MAN 1057
5 Diploma (D II DAN 323
D III
6 Sarjana (S1) 402
7 Magister (S2) 24
8 Doktor 2
Total 3.511
(Sumber : Pemerintah Desa Waiheru 2017)

4.1.6. Kelembagaan

Lembaga diartikan sebagai institusi atau bentuk kerjasama dan pergaulan

hidup, dimana terjelma kehidupan masyarakat secara organisatoris (Bouman, 1992

Dalam Tuwo, 2011). Dalam paradigma kelembagaan, sebuah lembaga adalah sebuah

organisasi sosial formal yang menghasilkan perubahan, melindungi perubahan dan

jaringan dukungan yang dibentuk dalam lembaga sebagai sistem kegiatan yang

normatif (Tuwo, 2011). Kelembagaan yang ada di Desa Waiheru terdiri dari lembaga

pemerintah, lembaga keagamaan, pemuda dan pendidikan.

a. Lembaga Pemerintah

Lembaga pemerintah bisa berupa lembaga resmi pada tingkat provinsi sampai

pada tingkat desa. Lembaga pemerintah merupakan lembaga yang berperan penting

bagi kepentingan masyarakat Desa Waiheru di pimpin oleh kepala Desa dimana

secara formal fungsi dari lembaga pemerintahan Desa yaitu menjalankan pelayanan

sosial untuk masyarakat, menjalankan pembangunan di Desa. Mengawasi

penyelenggaraan aturan-aturan yang berlaku dan mengawasi bentuk-bentuk


32

pengelolaan sumberdaya yang ada. Tetapi pada kenyataannya lembaga pemerintahan

Desa Waiheru belum optimal dalam pengelolaan sumberdaya yang bersifat “Open

Acces” jika hal ini terus-menerus terjadi kemungkinan besar sumberdaya yang ada

makin berkurang. Ada banyak aturan dari pemerintah tentang pengelolaan

sumberdaya perikanan akan tetapi sebagian masyarakat tidak mengetahui dan sangat

jarang ada pengawasan dari instansi terkait dalam mengatur pemanfaatan

sumberdaya tersebut.

b. Lembaga Keagamaan

Lembaga keagamaan juga merupakan lembaga yang cukup berperan penting

karena turut menjadi pendukung dalam pemerintahan di Desa Waiheru, mengingat

lembaga keagamaan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan

masyarakat. Fungsi lembaga keagamaan yaitu melakukan pembinaan spiritual dan

mendukung program pemerintah untuk pembangunan lingkungan yang baik, unsur-

unsur lembaga ini terdiri dari organisasi pemuda dan organisasi remaja mesjid, tetapi

pengaruh dari lembaga organisasi ini kurang memberikan kontribusi tentang

wawasan lingkungan kepada masyarakat.

c. Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan merupakan lembaga yang turut berperan dalam

peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Desa Waiheru. Dimana lembaga

pendidikan ini berfungsi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terutama

generasi muda dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.

4.1.7. Kondisi Ekosistem Mangrove di Desa Waiheru

Desa Waiheru merupakan salah satu desa pesisir di Kota Ambon, memiliki

sumber daya alam ekosistem mangrove seluas ± 11,3925 ha (Talakua 2013).


33

Keberadaan ekosistem mangrove memberikan fungsi dan manfaat nyata bagi

kehidupan masyarakat desa setempat, namun dalam memanfaatkan ekosistem ini

sebagian masyarakat menganggap hutan mangrove sebagai milik umum yang

dimanfaatkan sekehendak hati tanpa memperhatikan kelestariannya. Bentuk

pemanfaatan ekosistem mangrove oleh masyarakat desa setempat adalah sebagai

pencari kayu bakar, penangkapan satwa, ikan, kepiting, bameti dan balobe,

pembuangan sampah, dan lahan pemukiman. Dengan terjadinya kerusakan hutan

mangrove di Desa Waiheru menyebabkan beberapa akibat antara lain terjadinya

abrasi, menurunnya produksi, produktifitas dan pendapatan nelayan serta

menurunnya keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.

Ekosistem mangrove yang terdapat di kawasan Desa Waiheru terdiri dari

beberapa jenis yaitu, Rhizopora sp, Avicennnia sp, Sonneratia sp, Bruguiera sp , dan

Nipa sp. Jenis mangrove yang lebih dominan ditemukan di kawasan Desa Waiheru

adalah jenis Rhizopora sp. Dikarenakan mangrove jenis ini lebih cocok tumbuh pada

substrat berlumpur. Desa Waiheru memiliki beberapa jenis substrat yaitu substrat

berlumpur, berpasir, pasir berbatu. Keberadaan ekosistem mangrove sangat

memberikan dampak positif bagi masyarakat dalam meningkatkan kebutuhan hidup

sehari-hari.

4.2. Karakteristik Responden

4.2.1. Umur

Jika mengacu pada produktifitas, maka dari hasil persentase data berikut

dapat disimpulkan bahwa responden di lokasi penelitian tergolong dalam umur

produktif dengan kata lain potensi sumberdaya manusianya cukup tersedia.


34

Besarnya jumlah penduduk yang berada pada kisaran usia produktif dan sangat

produktif ini juga akan sangat mendukung pada partisipasinya dalam kegiatan

pembangunan. Pada usia yang relatif muda ini masyarakat lebih mudah menerima

masukan atau hal-hal baru yang bersifat untuk kemajuan mereka. Dalam

hubungannya dengan kegiatan partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan

ekosistem mangrove ini akan lebih mudah diajak karena keinginan untuk

memperbaiki masa depan yang lebih baik terutama sumberdaya ekosistem mangrove

yang ada. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di lokasi penelitian

diperoleh struktur umur dengan kisaran 21-61 tahun, selengkapnya dapat dilihat

pada Tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Pengelompokan Responden Berdasarkan Umur

No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase%

1 20-30 19 31,6

2 31-40 25 41,6

3 41-50 14 23,3

4 >50 2 3,5

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

4.2.2. Pendidikan

Tingkat pendidikan responden yang cukup rendah dapat mengakibatkan pola

pikir dan bertindak masyarakat tersebut dalam mempertimbangkan sesuatu

keputusan terbatas, terutama dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di

sekitarnya. Kondisi tingkat pendidikan yang rendah juga akan menjadi kendala

dalam upaya partisipasi pengelolaan ekosistem mangrove yang lestari dan


35

berkelanjutan. Hal ini akan berimplikasi pada rendahnya tingkat adopsi inovasi,

rendahnya partisipasi masyarakat dalam program pengembangan kawasan dan

perilaku berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Namun berdasarkan hasil

wawancara yang dilakukan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan responden tidak berpengaruh dalam pengelolaan ekosistem mangrove di

Desa Waiheru. Hal ini dikarenakan masyarakat walaupun memiliki tingkat

pendidikan yang rendah namun masyarakat memiliki pengalaman yang cukup baik

tentang pentingnya peran ekosistem mangrove sehingga masyarakat memiliki rasa

tanggungjawab untuk merawat dan mengelola ekosistem mangrove yang ada.

Tabel 4.7 Pengelompokan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase%

1 Tidak Sekolah - -

2 Tamat SD 29 48,3

3 Tamat SLTP 14 23,3

4 Tamat SLTA 12 20

5 Sarjana 5 8,4

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

4.2.3. Mata Pencaharian

Masyarakat yang menjadi responden di lokasi penelitian lebih banyak

didominasi oleh masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Dalam melakukan

kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove masyarakat yang berprofesi sebagai

nelayan memiliki kesempatan lebih banyak dibanding petani dan profesi masyarakat

lainnya, hal ini menunjukkan bahwa mata pencaharian masyarakat cukup


36

berpengaruh dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Waiheru.

Mata pencaharian responden dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8 Pengelompokan Responden Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase%

1 Nelayan 30 50

2 Petani 16 26,6

3 Wiraswasta 8 13,3

4 PNS 4 6,6

5 TNI/POLRI 2 3,5

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

4.2.4. Pendapatan
Dalam hubungan kegiatan partisipasi suatu kegiatan, tingkat pendapatan

adalah faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam mengelola

lingkungan hidup. Selain itu ambisi seseorang untuk mencapai tujuan tertentu juga

mempunyai hubungan dengan tingkat ekonomi keluarganya. Jadi dengan tingkat

pendapatan yang lebih baik/tinggi dapat mendorong seseorang berpartisipasi lebih

baik pula.

Dapat diketahui bahwa ada 40 responden (66,6%) memiliki

penghasilan/bulan sebesar Rp. 500.000-Rp.749.999, jumlah pendapatan yang cukup

tinggi dapat mempengaruhi masyarakat dalam berpartisipasi, terutama dalam

pengelolaan ekosistem mangrove. Dengan jumlah pendapatan masyarakat yang

dapat dikatakan bahwa pendapatan cukup berpengaruh pula dalam pengelolaan


37

ekosistem mangrove. Dari hasil wawancara dengan responden di lokasi penelitian

mengenai pendapatan dapat dilihat pada Tabel 4.9. berikut :

Tabel 4.9 Pengelompokan Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

No Pendapatan (Rp/Bulan) Jumlah (Orang) Persentase%

1 < Rp 250.000 - -

2 Rp 250.000 - Rp 499.999 9 15

3 Rp 500.000 - Rp 749.999 40 66,6

4 Rp 750.000 – Rp 1 Juta 7 11,6

>1 Juta 4 6,8

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

4.2.5. Lama Tinggal

Lama tinggal dari responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel

4.10 dibawah ini. Pada umumnya terlihat bahwa sebagian besar lama tinggal

responden sama dengan umur responden itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan

bahwa penduduk yang tinggal di lokasi penelitian umumnya merupakan penduduk

asli yang berinteraksi secara lansung di kawasan ekosistem mangrove.

Tabel 4.10 Pengelompokan Responden Berdasarkan Lama Tinggal

No Lama Tinggal (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase%

1 < 15 - -

2 15-19 - -

3 20-24 8 13,4
38

4 25-30 13 21,6

5 >31 39 65

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

4.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada saat pelaksanaan penelitian, maka ada

beberapa tanggapan responden yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian

adalah sebagai berikut :

Dapat diketahui pernyataan responden yaitu dari 60 masyarakat yang

menjadi responden, sebanyak 40 masyarakat (66,6%) menyatakan bahwa

memperoleh bibit yaitu dari ekosistem mangrove yang sudah ada, sebanyak 10

masyarakat (16,6%) menjawab diperoleh dari pemerintah, sebanyak 6 masyarakat

(10%) menyatakan diperoleh dari pemerintah dan masyarakat setempat, sedangkan 4

masyarakat (6,8%) menjawab bibit yang ditanam diperoleh dari masyarakat.

Tabel 4.11 Kategori Partisipasi untuk Memperoleh Bibit Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase (%)

1 Diperoleh dari mangrove 40 66,6


yang sudah ada
2 Diperoleh dari pemerintah 10 16,6

3 Diperoleh dari pemerintah 6 10


dan masyarakat setempat
4 Diperoleh dari masyarakat 4 6,8

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah


39

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai pendapat bapak/ibu apa

yang mendasari bapak/ibu ikut berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove

yaitu dari 60 masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 28 masyarakat (46,6%)

menyatakan berpartisipasi berdasarakan kemauan sendiri, sebanyak 16 masyarakat

(26,6%) menyatakan berpartisipasi karena dorongan orang lain, sebanyak 11

masyarakat (18,3%) menyatakan berpartisipasi karena kondisi ekonomi, sedangkan

sebanyak 5 masyarakat (8,5%) menyatakan berpartisipasi berdasarkan tugas. Dari

hasil data tersebut dapat dijelaskan bahwa sebanyak 28 masyarakat (46,6%)

menyatakan berpartisipasi berdasarkan kemauan sendiri.

Tabel 4.12 Kategori Dorongan Partisipasi Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove.

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase (%)


1 Berdasarkan kemauan 28 46,6
sendiri
2 Dorongan orang lain 16 26,6

3 Dari kondisi ekonomi 11 18,3

4 Berdasarkan tugas 5 8,5

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai bapak/ibu terlibat dalam

pengelolaan ekosistem mangrove, apa bentuk keterlibatan bapak/ibu yaitu dari 60

masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 20 masyarkat (33,4%) menyatakan

sangat berpartisipasi dalam segi menyediakan, menanam, dan merawat ekosistem

mangrove, sebanyak 19 masyarakat (31,6%) menyatakan hanya menyediakan bibit

mangrove, sebanyak 12 masyarakat (20%) menyatakan berpartisipasi dalam


40

memelihara/merawat ekosistem mangrove, sedangkan sebanyak 9 masyarakat (15%)

menyatakan berpartisipasi dalam menanam bibit mangrove. Berdasarkan hasil data

tersebut dapa disimpulkan bahwa masyarakat berpartisipasi dalam segi menyediakan,

menanam, dan merawat ekosistem mangrove.

Tabel 4.13 Partisipasi Dalam Segi Menanam, Menyediakan dan Merawat Ekosistem

Mangrove

No Pernyataan Jumlah Persentase


Orang (%)
1 Berpartisipasi dalam segi 20 33,4
menyediakan, menanam, dan
merawat
2 Hanya menyediakan bibit 19 31,6
mangrove
3 Cukup berpartisipasi dalam 12 20
memelihara/merawat
ekosistem mangrove
4 Berpartisipasi dalam 9 15
menanam bibit mangrove
Total 60 100
Sumber : Data Primer, diolah
Diketahui pernyataan responden mengenai apa manfaat yang bapak/ibu

peroleh dari pengelolaan/penanaman mangrove yaitu dari 60 masyarakat yang

menjadi responden, sebanyak 27 masyarakat (45%) menyatakan melindungi pantai

dari proses abrasi, sebannyak 19 masyarakat atau (31,6%) menyatakan untuk

keperluan rumah tangga seperti kayu bakar, arang, dll, sedangkan sebanyak 14

masyarakat atau (23,4%) menyatakan sebagai sumber pendapatan seperti penghasil

bibit ikan, udang, kepiting, kerang dll. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
41

manfaat yang diperoleh dari hasil penanaman ekosistem mangrove yaitu untuk

melindungi pantai dari proses abrasi.

Tabel 4.14 Pandangan Responden Tentang Manfaat Ekosistem Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase


(%)
1 Menyatakan melindungi 27 45
pantai dari proses abrasi
Menyatakan untuk keperluan
2 rumah tangga seperti kayu 19 31,6
bakar dan bahan bangunan
Menyatakan sebagai sumber
3 pendapatan seperti penghasil 14 23,4
bibit ikan, udang, kepiting dan
kerang
Total 60 100
Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai partisipasi Bapak/Ibu dalam

melestarikan sumberdaya ekosistem mangrove yang ada di Desa Waiheru yaitu

bahwa dari 60 masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 32 masyarakat

(53,4%) menyatakan berpartisipasi, sebanyak 12 masyarakat (20%) menyatakan

cukup berpartisipasi, sebanyak 9 masyarakat (15%) menyatakan sangat

berpartisipasi, sedangkan sebanyak 7 masyarakat (11,6%) menyatakan tidak

berpartisipasi. Berdasarkan hasil data tersebut dapat dijelaskan bahwa masyarakat

menyatakan berpartisipasi.

Tabel 4.15 Tingkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem

Mangrove
42

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase (%)

1 Berpartisipasi 32 53,4

2 Cukup berpartisipasi 12 20

3 Sangat berpartisipasi 9 15

4 Tidak berpartisipasi 7 11,6

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai apakah instansi-instansi

terkait juga ikut berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove yaitu dari 60

masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 40 masyarakat (66,6%) menyatakan

berpartisipasi hanya dalam penyediaan dan penanaman bibit mangrove, sebanyak 9

masyarakat (15%) menyatakan tidak berpartisipasi, sebanyak 7 masyarakat (11,6%)

menyatakan cukup berpartisipasi, sedangkan sebanyak 4 masyarakat (6,8%)

menyatakan sangat berpartisipasi. Berdasarkan hasil data tersebut dapat dijelaskan

bahwa instansi terkait berpartisipasi terutama dalam penyediaan dan penanaman bibit

mangrove.

Tabel 4.16 Penilaian Tingkat Partisipasi Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase (%)

1 Berpartisipasi 40 66,6

2 Tidak berpartisipasi 9 15

3 Cukup berpartisipasi 7 11,6

4 Sangat berpartisipasi 4 6,8

Total 60 100
43

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai apakah bapak/ibu akan ikut

terlibat dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove yaitu dari 60 masyarakat

yang menjadi responden, sebanyak 25 masyarakat (41,6%) menyatakan yakin akan

pengetahuan yang dimiliki, sebanyak 18 masyarakat (30%) menyatakan

mendapatkan penyuluhan terlebih dahulu, sebanyak 12 masyarakat (20%)

menyatakan takut kena sanksi, sedangkan sebanyak 5 masyarakat (8,4%)

menyatakan hanya ingin mendapat imbalan. Berdasarkan hasil data tersebut dapat

dijelaskan bahwa masyarakat terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan mangrove

karena masyarakat yakin akan pengetahuan yang dimiliki.

Tabel 4.17 Persepsi Responden Mengenai Keterlibatan Dalam Pengelolaan

Ekosistem Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase


(%)
1 Menyatakan yakin akan 25 41,6
pengetahuan yang dimiliki
2 Mendapatkan penyuluhan 18 30
terlebih dahulu
3 Takut kena sanksi 12 20

4 Hanya ingin mendapat 5 8,4


imbalan
Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai apakah keikutsertaan

bapak/ibu dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove sebaiknya dimulai pada,


44

yaitu dari 60 masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 35 masyarakat (58,3%)

menyatakan sejak mulai berpartisipasi sejak merencanakan, melaksanakan,

mengawasi dan menikmati hasilnya, sebanyak 12 masyarakat (20%) menyatakan

sejak melaksanakan dan menikmati hasilnya, sebanyak 9 masyarakat (15%)

menyatakan tidak terlibat apa-apa dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove,

sedangkan sebanyak 4 masyarakat (6,7%) menyatakan ikut berpartisipasi pada saat

mengawasi dan menikmati hasilnya. Berdasarkan hasil data tersebut dapat dijelaskan

bahwa keikutsertaan masyarakat mulai berpartisipasi sejak merencanakan,

melaksanakan, mengawasi dan menikmati hasilnya,

Tabel 4.18 Keikutsertaan Responden Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase (%)

1 Sejak merencanakan, 35 58,3


melaksanakan,
mengawasi dan
menikmati hasilnya
2 Sejak melaksanakan dan 12 20
menikmati hasilnya
3 Tidak terlibat apa-apa 9 15
dalam kegiatan
pengelolaan hutan
mangrove
4 Ikut berpartisipasi pada 4 6,7
saat mengawasi dan
menikmati hasilnya
Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah


45

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai menurut bapak/ibu apakah

keterlibatan dalam pengelolaan ekosistem mangrove boleh diikuti semua kalangan

masyarakat, yaitu dari 60 masyarakat yang menjadi responden. Sebanyak 28

masyarakat (46,6%) menyatakan kurang setuju, sebanyak 14 masyarakat (23,3%)

menyatakan tidak setuju, sebanyak 10 masyarakat (16,6%) menyatakan setuju,

sedangkan sebanyak 8 masyarakat atau (13,5%) menyatakan sangat setuju jika

keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove harus boleh diikuti

semua kalangan.

Tabel 4.19 Pandangan Responden Tentang Keterlibatan Dalam pengelolaan

Ekosistem Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase


(%)
1 Menyatakan kurang setuju 28 46,6

2 Menyatakan tidak setuju 14 23,3

3 Menyatakan setuju 10 16,6

4 Menyatakan sangat setuju 8 13,5

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai menurut bapak/ibu

sebaiknya menerima saja setiap keputusan yang dikeluarkan dalam pengelolaan

ekosistem mangrove, yaitu dari 60 masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 34

masyarakat (56,6%) menyatakan kurang setuju, sebanyak 11 masyarakat (18,3%)

menyatakan setuju, sebanyak 10 masyarakat (16,6%) menyatakan tidak setuju,

sedangkan sebanyak 5 masyarakat (8,5%) menyatakan sangat setuju. Berdasarkan


46

hasil data tersebut dapat dijelaskan bahwa masyarakat kurang setuju menerima setiap

keputusan yang dikeluarkan dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Waiheru.

Tabel 4.20 Pengambilan Keputusan Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase (%)

1 Menyatakan kurang setuju 34 56,6

2 Menyatakan setuju 11 18,3

3 Menyatakan tidak setuju 10 16,6

4 Menyatakan sangat setuju 5 8,5

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai bapak/ibu apakah setiap

kebijakan dalam pengelolaan ekosistem mangrove sebaiknya dikonsultasikan kepada

masyarakat, yaitu dari 60 masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 27

masyarakat (45%) menyatakan setuju, sebanyak 19 masyarakat (31,6%) menyatakan

kurang setuju, sebanyak 10 masyarakat (16,6%) menyatakan sangat setuju,

sedangkan sebanyak 4 masyarakat (6,8%) menyatakan tidak setuju. Berdasarkan

hasil data tersebut dapat dijelaskan bahwa masyarakat setuju jika setiap kebijakan

dalam pengelolaan hutan mangrove sebaiknya dikonsultasikan kepada masyarakat.

Tabel 4.21 Kebijakan Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase (%)

1 Menyatakan setuju 27 45

2 Menyatakan kurang 19 31,6


setuju
47

3 Menyatakan sangat 10 16,6


setuju
4 Menyatakan tidak 4 6,8
setuju
Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai apa bentuk berpartisipasi

yang bapak/ibu lakukan dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove, yaitu dari

60 masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 35 masyarakat (58,3%)

menyatakan berpartisipasi dalam menyumbangkan pikiran/pengetahuan, tenaga dan

keahlian, sebanyak 14 masyarakat (23,3), menyatakan berpartisipasi dalam

menyumbangkan pikiran/pengetahuan dan tenaga, sedangkan sebanyak 11

masyarakat (18,4%) menyatakan berpartisipasi dalam bentuk tenaga. Berdasarkan

hasil data tersebut dapat dijelaskan bahwa masyarakat berpartisipasi

menyumbangkan pikiran/pengetahuan dan tenaga.

Tabel 4.22 Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase


(%)
1 Berpartisipasi dalam 35 58,3
menyumbangkan
pikiran/pengetahuan, tenaga
dan keahlian
2 Menyatakan berpartisipasi 14 23,3
dalam menyumbangkan
pikiran/pengetahuan dan
tenaga
48

3 Berpartisipasi dalam bentuk 11 18,4


tenaga
Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai bapak/ibu apakah partisipasi

dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove harus dilakukan setiap hari, yaitu

dari 60 masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 28 masyarakat (46,6%)

menyatakan tidak setuju, sebanyak 15 masyarakat (25%) menyatakan kurang setuju,

sebanyak 9 masyarakat (15%) menyatakan setuju, sedangkan sebanyak 8 masyarakat

(13,4%) menyatakan sangat setuju. Berdasarkan hasil data tersebut dapat dijelaskan

bahwa masyarakat menyatakan tidak setuju dalam pengelolaan hutan mangrove

dilakukan setiap hari.

Tabel 4.23 Kesediaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase (%)

1 Menyatakan tidak setuju 28 46,6

2 Menyatakan kurang setuju 15 25

3 Menyatakan setuju 9 15

4 Menyatakan sangat setuju 8 13,4

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden menurut bapak/ibu apa yang diketahui

tentang mangrove, yaitu dari 60 masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 26

masyarakat (43,4%) menyatakan mangrove adalah tumbuhan yang memiliki bunga,


49

buah, daun, akar, batang dan tumbuh di substrat berlumpur, berpasir, pasir berbatu,

sebanyak 19 masyarakat (31,6%) menyatakan mangrove adalah tumbuhan yang

memiliki bunga, buah, daun dan batang, sebanyak 15 masyarakat (25%) menyatakan

mangrove adalah tumbuhan yang mampu tumbuh di pesisir pantai. Berdasarkan hasil

data tersebut dapat dijelaskan bahwa mangrove menurut masyarakat adalah

tumbuhan yang memiliki bunga, buah, daun, akar, batang dan hidup pada substrat

berlumpur, berpasir dan pasir berbatu.

Tabel 4.24 Persepsi Masyarakat Tentang Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase


(%)
1 Tumbuhan yang memiliki 26 43,4
bunga, buah, daun, akar,
batang dan tumbuh di
daerah pantai
2 Tumbuhan yang memiliki 19 31,6
bunga, buah, daun dan
batang
3 Tumbuhan yang mampu 15 25
tumbuh di pesisir pantai
Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai dalam pengelolaan

ekosistem mangrove apakah ada lembaga khusus yang dibentuk untuk melakukan

pengelolaan, yaitu dari 60 masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 43

masyarakat (71,6%) menyatakan ada lembaga khusus namun sudah tidak aktif,

sebanyak 17 masyarakat (28,3%) menyatakan tidak ada lembaga khusus.


50

Berdasarkan hasil data tersebut dapat dijelaskan bahwa ada lembaga khusus untuk

melakukan pengelolaan namun sudah tidak aktif.

Tabel 4.25 Kelembagaan Masyarakat

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase (%)

1 Ada lembaga khusus 43 71,6


namun sudah tidak aktif
2 Tidak ada lembaga 17 28,4
khusus
Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai jenis mangrove apa yang

lebih banyak tumbuh di pesisir pantai, yaitu dari 60 masyarakat yang menjadi

responden, sebanyak 30 masyarakat (50%) menyatakan yang lebih banyak Rhizopora

sp dan Sonneratia sp, sebanyak 16 masyarakat (26,6%) menyatakan jenis Bruguiera

sp, sebanyak 10 masyarakat (16,6%) menyatakan jenis Nipa sp, sedangkan sebanyak

4 masyarakat (6,8%) menyatakan jenis avicennia sp. Berdasarkan hasil data tersebut

dapat dijelaskan bahwa lebih banyak Rhizopora Sp dan Sonneratia sp yang tumbuh

di pesisir pantai Desa Waiheru seperti pada tabel berikut.

Tabel 4.26 Keberadaan Jenis-Jenis Mangrove

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase (%)

1 Menyatakan yang lebih banyak 30 50


Rhizopora sp dan Sonneratia
sp
2 Menyatakan jenis Bruguiera 16 26,6
sp
51

3 Menyatakan jenis Nipa p 10 16,6

4 Menyatakan jenis avicennia sp 4 6,8

Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dapat diketahui pernyataan responden mengenai apakah pernah bapak/ibu

melakukan proses penyulaman pada ekosistem mangrove yang sudah mati yaitu dari

60 masyarakat yang menjadi responden, sebanyak 28 masyarakat (46,6%)

menyatakan tidak pernah melakukan penyulaman pada ekosistem mangrove yang

sudah mati, sebanyak 15 masyarakat (25%) menyatakan cukup berpartisipasi dalam

melakukan penyulaman kembali pada ekosistem mangrove yang sudah mati,

sebanyak 11 masyarakat atau (18,3%) menyatakan berpartisipasi dalam melakukan

penyulaman, sedangkan sebanyak 6 masyarakat (10%) menyatakan sangat

berpartisipasi dalam melakukan penyulaman pada ekosistem mangrove yang sudah

mati. Berdasarkan hasil data tersebut dapat dijelaskan bahwa masyarakat tidak

pernah melakukan penyulaman pada ekosistem mangrove yang sudah mati.

Tabel 4.27 Kepedulian Masyarakat Terhadap Ekosistem Mangrove Yang Mati

No Pernyataan Jumlah Orang Persentase (%)

1 Tidak pernah melakukan 28 46,6


penyulaman pada ekosistem
mangrove yang sudah mati
2 Cukup berpartisipasi dalam 15 25
melakukan penyulaman
kembali
3 Berpartisipasi melakukan 11 18,3
penyulaman
52

4 Sangat berpartisipasi dalam 6 10


melakukan penyulaman
Total 60 100

Sumber : Data Primer, diolah

Dalam pengelolaan ekosistem mangrove, maka bagian yang sangat

menentukan dalam keberlajutan pengelolaan kawasan tersebut adalah masyarakat

setempat. Hal ini disebabkan karena masyarakat setempat sangat tergantung kepada

kondisi dan potensi sumberdaya alam serta lebih merasakan dampak di kawasan

tersebut, atau dengan kata lain baik buruknya pengelolaan ekosistem mangrove

tergantung dari partisipasi masyarakat setempat.

Menurut Dahuri (1996), untuk dapat mewujudkan program pengelolaan

wilayah pesisir dan lautan secara terpadu dibutuhkan partisipasi masyarakat yang

tinggi dan setepat mungkin. Masyarakat yang hidup di sepanjang pantai dan telah

memanfaatkan sumberdaya secara tradisional dapat terpengaruh oleh peraturan dan

prosedur baru. Oleh karena itu, masayarakat harus diikutsertakan dalam

pembentukan kebijaksanaan dan aturan terhadap pemanfaatan sumberdaya, jika

aturan tersebut dibuat untuk mendukung kemajuan bagi masyarakat.

Ekosistem mangrove di Desa Waiheru sangat besar peranannya bagi

kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan tersebut. Kesadaran

masyarakat terlihat dari penanaman yang dilakukan atas kemauan masyarakat sendiri

di beberapa tahun terakhir. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

ekosistem mangrove di Desa Waiheru cukup baik berdasarkan hasil observasi dan

wawancara dengan responden di lokasi penelitian.


53

Berdasarkan hasil penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Waiheru bahwa dari aspek sosial baik,

karena masyarakat sudah ikut berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove

bukan sebagai penunjang perekonomian masyarakat saja melainkan untuk menjaga

dan merawat keberlanjutan ekosistem mangrove yang ada karena dengan adanya

ekosistem mangrove dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat yaitu

membantu meningkatkan penghasilan masyarakat yang bermukim dan berinteraksi

secara langsung di kawasan ekosistem mangrove. Bibit mangrove yang ditanam oleh

masyarakat di pesisir pantai Desa Waiheru sering mengalami kematian diakibatkan

oleh aktivitas sebagian masyarakat yang tidak ramah lingkungan yaitu sampah yang

berasal dari aktivitas sebagian masyarakat yang menghambat pertumbuhan

mangrove.

4.4. Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis Partisipasi

Masyarakat

4.4.1. Analisis SWOT

Analisis pendekatan SWOT adalah pendekatan yang dilakukan

denganmemadukan atau mencocokkan faktor-faktor internal : unsur kekuatan dan

kelemahan juga faktor-faktor eksternal : unsur peluang dan ancaman yang diperoleh

dari hasil analisis deskriptif.

Analisa ini dilakukan membagi lingkungan analisa dalam dua bagian yaitu

lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Berdasarkan hasil wawancara dengan

masyarakat, sehingga dibuat suatu matriks faktor -faktor SWOT. Dalam menyusun
54

strategi perlu adanya identifikasi komponen SWOT yang dimiliki oleh Desa Waiheru

yang terbagi atas dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

4.4.1.1. Faktor internal

Faktor internal terbagi atas dua komponen yakni komponen kekuatan

(Strength) dan komponen kelemahan (Weaknesses).

a. Kekuatan (Strength)

 Memiliki kawasan ekosistem mangrove yang cukup luas.

 Memiliki lokasi yang strategis.

 Adanya kemauan masyarakat untuk melindungi dan melestarikan

ekosistem mangrove.

b. Kelemahan (Weaknesses).

 Masyarakat melakukan penebangan pohon mangrove

 Aktivitas pemanfaatan masyarakat yang berdampak negatif bagi

ekosistem mangrove.

4.4.1.2. Faktor eksternal

Faktor eksternal terdiri dari dua komponen yakni peluang (Oppertunities) dan

ancaman (Threats)

a. Peluang (Oppertunities)

Adanya beberapa peluang yang perlu di tingkatkan dalam mengelolah hutan

mangrove di Desa Waiheru

 Adanya larangan penebangan pohon mangrove

 Adanya UU NO 73 TAHUN 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan

Ekosistem Mangrove
55

 Adanya UU NOMOR 1 TAHUN 2014 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

b. Ancaman (Threats)

 Minimnya peran dari pemerintah daerah dan pemerintah kota

 Terjadinya penurunan potensi ekosistem mangrove.

4.4.2. Analisis strategi TOWS

Analisis strategi TOWS merupakan suatu bentuk analisis yang dilakukan

dengan menyilangkan atau memadukan komponen-komponen yang terdapat dalam

faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dengan komponen-komponen yang

terdapat dalam faktor eksternal (peluang dan ancaman). Hasil penyilangan tesebut

menghasilkan 9 strategi pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Waiheru seperti

dalam tabel 4.29.

Tabel 4.29 Matrix Analisis Strategi TOWS

Peluang (O): Ancaman (T):


Eksternal 1. Adanya larangan 1. Minimnya peran dari
penebangan pohon pemerintah daerah
mangrove dan pemerintah kota
2. Adanya UU No 73 2. Terjadinya penurunan
TAHUN 2012 potensi ekosistem
tentang Strategi mangrove
Nasional
Pengelolaan
Internal ekosistem mangrove
3. Adanya UU
NOMOR 1 TAHUN
2014 tentang
Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
56

Kekuatan (S): STRATEGI S-O STRATEGI S-T


1. Memiliki kawasan 1. Meningkatkan 1. Membuat tanda
ekosistem mangrove partisipasi larangan untuk tidak
yang cukup luas. masyarakat, membuang sampah
2. Memiliki lokasi pemerintah, dan di sekitar ekosistem
yang strategis. swasta dalam mangrove
3. Adanya kemauan pengelolaan 2. Memperkuat dan
masyarakat untuk ekosistem merealisasikan
melindungi dan mangrove. peraturan yang
melestarikan 2. Menjaga dan diterapkan
ekosistem melestarikan potensi
mangrove. ekosistem untuk
meningkatkan nilai
keindahan.
Kelemahan (W): STRATEGI W-O STRATEGI W-T
1. Masyarakat 1. Membuat tanda 1. Membatasi aktivitas
melakukan larangan untuk yang berdampak
penebangan tidak menebang negatif
pohon mangrove mangrove 2. Penanaman kembali
2. Aktivitas 2. Mengurangi segala ekosistem mangrove.
pemanfaatan bentuk aktivitas
masyarakat yang pemanfaatan
berdampak ekosistem
negatif bagi mangrove guna
ekosistem peningkatan
mangrove. kualitas
3. Peningkatan
pegawasan
terhadap ekosistem
mangrove dan
lingkungan
sekitarnya
4.4.3. Arahan Pengelolaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dirumuskan beberapa

arahan pengelolaan. Rumusan arahan pengelolaan yang dibuat adalah sebagai

berikut :

1. Pemerintah Desa Waiheru perlu bekerja sama dengan Pemerintah Kota

dan lembaga-lembaga terkait untuk melaksanakan dan menerapkan

aturan-aturan yang sudah ada pada tingkat pemerintahan mengenai

pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan.


57

2. Menyediakan tempat pembuangan sampah dan melakukan sosialisasi

kepada masyarakat tentang bahaya sampah plastik bagi ekosistem pesisir,

terutama ekosistem mangrove di Desa Waiheru.

3. Menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove yang ada di Desa

Waiheru dengan tidak menebang pohon mangrove baik oleh masyarakat

yang bermukim sekitar di area mangrove maupun masyarakat di luar area

mangrove.
58

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat

dirumuskan beberapa kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Waiheru dapat

diperoleh beberapa karakteristik masyarakat diantaranya adalah tingkat

pendidikan, umur, mata pencaharian, tingkat pendapatan dan lama tinggal.

2. Tingkat partisipasi masyarakat di Desa Waiheru tergolong cukup baik.

Partisipasi masyarakat yang cukup baik dalam kegiatan pengelolaan

ekosistem mangrove dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat sendiri dalam

menanam hingga memelihara ekosistem mangrove di kawasan pantai Desa

Waiheru.

3. Hasil analisis SWOT tentang pengelolaan ekosistem mangrove di Desa

Waiheru diperoleh kekuatan, kelemahan serta peluang dan ancaman yang

berkaitan dengan keberadaan ekosistem mangrove. Alternatif pengelolaan

ekosistem mangrove terdiri dari SO, ST, WO dan WT.

4. Kerja sama antara masyarakat, Pemerintah Desa dan Pemerintah Kota serta

instansi-intansi terkait dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa

Waiheru.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut

:
59

1. Perlu adanya lembaga khusus yang melakukan pengawasan terhadap aktivitas

masyarakat di kawasan ekosistem mangrove di Desa Waiheru

2. Kepada Pemerintah Kota agar lebih aktif dalam kegiatan rehabilitasi terhadap

ekosistem mangrove di Desa Waiheru

3. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai studi potensi ekosistem mangrove

di Desa Waiheru.
60

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, W. C. 2004. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan


Lahan Gambut. Bogor: Wetlands Internasional.
Abrahamsz, J. 2007. Analisis lingkungan (SWOT) dari analisis Strategi (TOWS).
http://jamesabrahamsz.blogspot.co.id/2007/11/analisis-lingkungan-swot-
dan analisis.

Bann, C, 1998. The Economic Valuation for Tropical Forest Land Use Option :
AManual for Researchers. Economis and Enviroment Program for
Southeast Asia(EEPSA).
Diana, (1991). Perencanaan Sosial di Dunia ketiga. Yogyakarta : UGM Press.

Dahuri dkk. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.
PT.Bintang Ilmu ; Jakarta.

Rangkuti. 2005. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT.
Gramedia.
Harahab, N. dan P.G. Raymond, 2011. Analisis Indikator Utama Pengelolaan Hutan
Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Curahsawo, Kecamatan
Gending, Kabupaten Probolinggo. Jurnal Sosek KP, Volume 6, No. 1,
Tahun 2011.

Hobley, M., 1996. Participatory Forestry : The Process of Change in India and
Nepal. Rural Development Forestry Study Guide 3. London

Handoko, T. Hani.1993:8, Manajemen Cetakan Duapuluh, Yogyakarta: Penerbit


BPEE

Khazli, M., 1998. Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat.


Wetland International-Indonesia Programmer. Bogor, Indonesia

Khadiyanto, Parfi. 2007. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan unit sekolah.


Semarang : Badan Penerbit UNDIP.

Kordi, K. M. G. H. 2012. Ekosistem Mangrove :Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan.


Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Kuncoro, M. 2005. Strategi bagaimana meraih keunggulan kompetitif. Eirlangga.


Jakarta. Hal 51.
Koentjaraningrat.2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Rineka Cipta. Edisi
Revisi. Halaman 115-118
61

Santoso, N. 2010. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan


pada lokakarya nasional pengembangan sistem pengawasan ekosistem
laut tahun 2010. Jakarta.
Tangkilisan, H. N. S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT. Grasindo

Mulyadi, E. 2009. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata. Jurnal Ilmiah


Teknik Lingkungan, Volume 1, Edisi Khusus.

Mulyana, Slamet. 1996. Peranserta Masyarakat dan Upaya Pengendalian Kerusakan


Ekosistem Kawasan Pesisir. Makalah disampaikan pada pelatihan
penanganan pengendalian dan pengelolaan kawasan pesisir. Pantai dan
laut. Pemda Tingkat I Jawa Tengah. Tanggal 21-26 Oktober 1996.

Primatianti, M. 2002. Kajian Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem


Mangrove (Studi Kasus di Kecamatan Kintap dan Kecamatan Takisung,
Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan). Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pramudji. 2001. Ekosistem Hutan Mangrove dan Peranannya sebagai Habitat


Berbagai Fauna Aquatik. Jurnal Oseana, Volume XXVI, No. 4, Tahun
2001.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta; Raja Grafindo.


Persada

Soemardjan dalam Soekanto (2006: 22) (Koentjaraningrat, 2009:115-118).


Pengertian, Definisi Masyarakat

Suripno. 2003. Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di


Kepulauan Karimunjawa (Studi Kasus di Pulau Karimunjawa dan Pulau
Kemojan). Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Undang-Undang Republik Indonesia No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan


Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di
Wilayah Pesisir Tropis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
2000

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air

Undang-Undang Republik Indonesia No 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan


Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
62

Wardoyo, 1992. Pendekatan Penyuluhan Pertanian untuk Meningkatkan Partisipasi


Masyarakat. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta
LAMPIRAN 1 : KUESIONER PENELITIAN

“ PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM


MANGROVE DI DESA WAIHERU KECAMATAN BAGUALA KOTA
AMBON ”

I. Identitas Responden
1. Nama : ........................
2. Alamat : ........................
II. Karakteristik Responden
1. Umur :..............
2. Pendidikan
a. Pendidkan Formal : 1. Tidak sekolah
2. Tidak tamat SD
3. Tamat SD
4. SMP
5. SMU
6. Perguruan tinggi
b. Pendidikan Non-Formal :

3. Pekerjaan
a. Pekerjaan Utama : ............................
b. Pekerjaan Sampingan : ....................
4. Jumlah Tanggungan : ............................
5. Lama Bermukim : .............Tahun

1. Dalam kegiatan partisipasi pengelolaan ekosistem mangrove, bagaimana


Bapak/Ibu memperoleh bibit mangrove ?
a. Diperoleh dari ekosistem mangrove yang sudah ada
b. Diperoleh dari pemerintah
c. Diperoleh dari pemerintah dan masyarakat
d. Diperoleh dari masyarakat
2. Apa yang mendasari Bapak/Ibu ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan
ekosistem mangrove ?
a. Berdasarkan kemauan sendiri
b. Dari dorongan orang lain
c. Dari kondisi ekonomi
d. Berdasarkan tugas
3. Bapak/Ibu terlibat dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove, apa bentuk
keterlibatan Bapak/Ibu ?
a. Berpartisipasi dalam segi menyediakan, menanam, dan merawat
b. Hanya menyediakan bibit mangrove
c. Cukup berpartisipasi dalam memelihara, merawat ekosistem mangrove
d. Berpartisipasi dalam menanam bibit mangrove
4. Apa manfaat yang Bapak/Ibu peroleh dari kegiatan pengelolaan/penanaman
mangrove ?
a. Melindungi pantai dari proses abrasi
b. Untuk keperluan rumahtangga seperti kayu bakar dan bahan bangunan
c. Sebagai sumber pendapatan seperti penghasil bibit ikan, udang, kepiting dan
kerang
5. Bagaimana partisipasi Bapak/Ibu dalam melestarikan sumberdaya ekosistem
mangrove ?
a. Berpartisipasi
b. Cukup berpartisipasi
c. Sangat berpartisipasi
d. Tidak berpartisipasi
6. Menurut Bapak/Ibu apakah ada instansi-instansi terkait juga ikut berpartisipasi
dalam pengelolaan ekosistem mangrove ?
a. Berpartisipasi
b. Tidak berpartisipasi
c. Cukup berpartisipasi
d. Sangat berpartisipasi
7. Apakah Bapak/Ibu akan ikut terlibat dalam kegiatan pengelolaan ekosistem
mangrove ?
a. Yakin akan pengetahuan yang dimiliki
b. Mendapatkan penYakin akan pengetahuan yang dimiliki
c. Mendapatkan penyuluhan terlebih dahulu
d. Takut kena sanksi
e. Hanya ingin mendapat imbalan
8. Apakah keikutsertaan Bapak/Ibu dalam kegiatan pengelolaan ekosistem
mangrove sebaiknya dimulai pada ?
a. Sejak merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan menikmati hasilnya
b. Sejak melaksanakan dan menikmati hasilnya
c. Tidak terlibat apa-apa dalam kegiatan pengelolaan
d. Ikut berpartisipasi pada mengawasi dan menikmati hasil
9. Menururt Bapak/Ibu apakah keterlibatan dalam pengelolaan ekosistem mangrove
boleh diikuti semua kalangan ?
a. Kurang setuju
b. Tidak setuju
c. Setuju
d. Sangat setuju
10. Menurut Bapak/Ibu sebaiknya menerima saja setiap keputusan yang dikeluarkan
dalam pengelolaan ekosistem mangrove ?
a. Kurang setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Sangat setuju
11. Menurut Bapak/Ibu apakah setiap kebijakan dalam pengelolaan ekosistem
mangrove sebaiknya dikonsultasikan kepada masyarakat ?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Sangat setuju
d. Tidak setuju
12. Apa bentuk partisipasi yang Bapak/Ibu lakukan dalam kegiatan pengelolaan
ekosistem mangrove ?
a. Berpartisipasi dalam menyumbangkan pikiran/pengetahuan, tenaga dan
keahlian
b. Berpartisipasi dalam menyumbangkan pikiran/pengetahuan dan tenaga
c. Berpartisipasi dalam bentuk tenaga
13. Menurut Bapak/Ibu dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove harus
dilakukan setiap hari ?
a. Tidak setuju
b. Kurang setuju
c. Setuju
d. Sangat setuju
14. Menurut Bapak/Ibu apa yang diketahui tentang mangrove ?
a. Tumbuhan yang memiliki buah, daun, akar, batang dan tumbuh di daerah
pantai
b. Tumbuhan yang memiliki bunga, buah, dan batang
c. Tumbuhan yang mampu tumbuh di pesisir pantai
15. Apakah selama ini ada lembaga khusus yang dbentuk untuk kegiatan pengelolaan
?
a. Ada lembaga khusus namun sudah tidak aktif
b. Tidak ada lembaga khusus
16. Menurut Bapak/Ibu jenis mangrove apa yang lebih tumbuh di pesisir pantai ?
a. Rhizopora sp dan Sonneratia sp
b. Bruguiera sp
c. Nipa sp
d. Avicennia sp
17. Apakah Bapak/Ibu melakukan proses penyulaman pada ekosistem mangrove
yang sudah mati ?
a. Tidak pernah melakukan penyulaman
b. Cukup berpartisipasi dalam melakukan penyulaman
c. Berpartisipasi dalam melakukan penyulaman
d. Sangat berpartisipasi dalam melakukan penyulaman
LAMPIRAN 2 : Wawancara Dengan Responden
LAMPIRAN 3 : Ekosistem Mangrove Desa Waiheru

Anda mungkin juga menyukai