Produk homogen yang dihasilkan melaui proses pencampuran produk kakao (kakao
massa dan atau lemak kakao dan atau kakao bubuk) dengan atau tanpa penambahan susu,
gula, dan atau bahan tambahan pangan yang diizinkan.
Biji kakao atau biji coklat adalah biji buah pohon kakao (Theobroma cacao) yang
telah melalui proses fermentasi dan pengeringan dan siap diolah.
Buah kakao memiliki kulit yang tebal, sekitar 3 cm. Daging buahnya yang disebut
pulp tidak dimanfaatkan. Pulp ini mengandung gula dan membantu proses fermentasi biji
kakao. Setiap buah kakao mengandung biji sebanyak 30-50 biji. Warna biji sebelum proses
fermentasi dan pengeringan adalah putih, dan lalu berubah menjadi keunguan atau merah
kecoklatan. Kecuali satu varietas dari Peru yang warna bijinya tetap putih meski telah melalui
proses fermentasi dan pengeringan.
Syarat umum biji kakao dibedakan berdasarkan ukuran biji kakao tersebut, tingkat
kekeringan / kandungan kadar air dan tingkat kontaminasi benda asing. Ukuran biji kakao ini
dinyatakan dalam jumlah biji per 100 g biji kakao kering (kadar air 6 – 7 %). Klasifikasi
mutu berdasarkan ukuran biji ini diklasifikasikan dalam 5 tingkatan, sedang tingkat
kekeringan dan kontaminasi ditentukan secara laboratoris atas dasar pengujian kadar air pada
sample uji yang mewakili yang diukur menggunakan alat pengukur kadar air biji kakao.
2.3.3 Kacang
Kacang adalah istilah non-botani yang biasa dipakai untuk menyebut biji sejumlah
tumbuhan polong-polongan (namun tidak semua). Dalam percakapan sehari-hari, kacang
dipakai juga untuk menyebut buah (polong) atau bahkan tumbuhan yang menghasilkannya.
2. Biji kakao selanjutnya akan dipanggang/disangrai untuk membawa keluar rasa coklat dan
warna biji (roasted). Suhu, waktu dan tingkat kelembaban pada saat penyangraian (roasted)
tergantung pada jenis biji yang digunakan dan jenis coklat atau produk yang akan dihasilkan.
3. Sebuah mesin penampi (winnowing machine) akan digunakan untuk memisahkan kulit biji
dan biji kakao.
4. Biji kakao kemudian akan mengalami proses alkalisasi, biasanya menggunakan kalium
karbonat, untuk mengembangkan rasa dan warna.
5. Setelah di alkalisasi, biji kakao kemudian memasuki proses penggilingan untuk membuat
cocoa liquor (kakao partikel tersuspensi dalam cocoa butter). Suhu dan tingkat penggilingan
bervariasi sesuai dengan jenis mesin penggilingan yang digunakan dan produk yang akan
dihasilkan.
6. Setelah biji kakao menjadi cocoa liquor, biasanya produsen akan menambahkan bahan
pencampur, seperti kacang untuk menambah citra rasa coklat. Umumnya menggunakan lebih
dari satu jenis kacang dalam produk mereka, yang dicampur bersama-sama dengan formula
yang dibutuhkan.
7. Tahapan selanjutnya adalah mengekstrak the cocoa liquor dengan cara dipress/ditekan
untuk mendapatkan lemak coklat (cocoa butter) dan kakao dengan massa padat yang disebut
cocoa presscake. Persentasi lemak kakao yang dipress disesuaikan dengan keinginan
produsen sehingga komposisi lemak coklat (cocoa butter) dan cocoa presscake berbeda-beda.
8. Pengolahan sekarang menjadi dua arah yang berbeda. Lemak coklat akan digunakan dalam
pembuatan coklat. Sementara cocoa presscake akan dihaluskan menjadi coklat dalam bentuk
bubuk.
9. Lemak coklat (cocoa butter) selanjutnya akan digunakan untuk memproduksi coklat
melalui penambahan cocoa liquor. Bahan-bahan lain seperti gula, susu, pengemulsi agen dan
cocoa butter ditambahkan dan dicampur. Proporsi bahan akan berbeda tergantung pada jenis
cokelat yang dibuat.
10. Campuran kemudian mengalami proses pemurnian sampai pasta yang halus terbentuk
(refining). Refining bertujuan meningkatkan tekstur dari coklat.
11. Proses selanjutnya, conching, untuk mengembangkan lebih lanjut rasa dan tekstur coklat.
Conching adalah proses menguleni atau smoothing. Kecepatan, durasi dan suhu conching
akan mempengaruhi rasa. Sebuah alternatif untuk conching adalah proses pengemulsi
menggunakan mesin yang bekerja seperti pengocok telur.
12. Campuran ini kemudian melewati pemanasan, pendinginan dan proses pemanasan
kembali. Hal ini mencegah perubahan warna dan lemak coklat dalam produk tersebut. Hal
ini untuk mencegah perubahan warna dan melelehnya coklat dalam produk.
13. Campuran ini kemudian dimasukkan ke dalam cetakan atau digunakan untuk pengisi
enrobing dan didinginkan di ruang pendingin.
ATAU
Proses penyangraian biji coklat dilakukan pada suhu maksimal 150oC, selama 10 – 35 menit,
tergantung dari tujuan akhir penggunaan biji. Biji yang akan diolah menjadi coklat
(chocolate), membutuhkan proses sangrai yang lebih intensif dibandingkan dengan biji yang
akan diolah untuk menjadi coklat bubuk (cocoa powder). Apapun metode penyangraian yang
dipilih, proses tidak boleh menghanguskan kulit karena akan merusak flavor. Selama proses
penyangraian, kadar air biji turun menjadi sekitar 2% dan terjadi pembentukan flavor coklat.
Biji akan berwarna lebih gelap dengan tekstur yang lebih rapuh dan kulit menjadi lebih
mudah dipisah dari daging biji (nib). Penyangraian juga akan mempermudah proses ekstraksi
lemak. Selain itu, panas selama penyangraian juga berperan untuk membunuh kontaminan
yang mungkin terikut dari tahapan sebelumnya. Kemudian secepatnya didinginkan untuk
mencegah pemanasan yang berlebihan.
Winnowing (pengayakan)
Selesai dipanggang, biji kakao masuk ke proses pemisahan cangkang dan inti biji (nibs)
dengan cara diayak menggunakan winnowing machine. Seringkali cangkang yang sudah
dalam keadaan setengah hancur itu akan terpisah dengan sendirinya dalam proses
pengayakan. Sesudahnya akan melewati proses alkalisasi untuk mengembangkan rasa dan
warna. Biasanya menggunakan kalium karbonat
Biji selanjutnya dihancurkan dan dipisahkan dari kulit ari dan lembaganya dengan
menggunakan teknik hembusan udara (menampi secara mekanis). Keberadaan kulit ari dan
lembaga tidak diinginkan karena akan merusak flavor dan karakteristik produk olahan coklat.
Proses ini dilakukan secara bertingkat sebanyak 2 – 3 tahap untuk memperoleh pasta coklat
(cocoa liquor atau yaitu partikel tersuspensi dalam cocoa butter) dengan tingkat kehalusan
tertentu.
Stiring (pengadukan)
Cairan cokelat kental yang berbentuk pasta ini lalu diberi gula, susu atau bahan pencampur
lainnya untuk menambah cita rasa cokelat lalu cocoa liquor akan diekstrak untuk
mendapatkan kakao bermassa padat (cocoa presscake) dan lemak coklat (cocoa butter).
Persentase jumlah lemak kakao yang dihasilkan disesuaikan dengan keinginan produsen
menyebabkan komposisi cocoa butter dan cocoa presscake berbeda-beda. Cocoa butter
nantinya digunakan dalam proses pembuatan cokelat melalui penambahan cocoa liquor
sedangkan cocoa presscake akan dihaluskan untuk diolah menjadi coklat bubuk. Cocoa butter
juga umumnya dikenal sebagai cokelat putih karena warnanya yang cerah seperti mentega.
Tahap ini berlangsung selama 3 hari tanpa henti hingga mengeluarkan hawa panas yang
menandai bahwa keasaman pasta berkurang. Selain conching bertujuan untuk mempertajam
rasa serta tekstur cokelat. Kecepatan, suhu dan durasi conching mempengaruhi rasa cokelat
nantinya. Cara alternatif conching adalah menggunakan mesin yang mekanismenya seperti
pengocok telur untuk proses emulsi
LAPORAN CANDY
Sukrosa atau gula pasir merupakan pemanis alami yang sangat populer dan mudah
diterima di kalangan masyarakat selain itu sangat mudah diperoleh di pasaran. Sukrosa
merupakan molekul yang terdiri dari 12 atom karbon, 22 atom hidrogen dan 11 atom oksigen
(C12H22O11). Sukrosa merupakan disakarida yang terdiri dari fruktosa dan glukosa (deMan,
1989). Sukrosa mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air. Semakin
tinggi suhu maka kelarutannya semakin besar (Goutara dan Wijandi, 1975).
Menurut Mathur 1975 sukrosa akan meleleh pada suhu 160 0C dan membentuk cairan
transparan yang kental tanpa terjadi dekomposisi sedangkan pada suhu yang lebih tinggi
antara 1900-2200C terjadi dekomposisi secara lengkap dan dihasilkan karamel berwarna
gelap. Pemanasan lebih lanjut akan menghasilkan CO2, CO, asam asetat, dan aseton.
Penambahan sukrosa itu sendiri berguna untuk memberikan rasa manis, mengawetkan
produk dan menghambat pertumbuhan mikoorganisme dengan menurunkan aktifitas air dari
bahan olahan. Pemanasan sukrosa menyebabkan gula terurai menjadi glukosa dan fruktosa
yang disebut gula invert. Sukrosa yang mengalami proses pemanasan berlanjut akan
mengalami kristalisasi gula. Gula kristalisasi dapat dilakukan dengan mengkombinasikan
pemakaian sukrosa dangan monosakarida seperti glukosa dan fruktosa. Penggunaan glukosa
dan fruktosa dalam pembentukan gel akan menghasilkan tekstur yang lebih lunak, tetapi sifat
kekerasan permen cenderung menurun (Fennema, 1995).
2.6.2 Mentega
Mentega tergolong lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak (edible fat consumed
uncooked). Mentega memiliki fungsi diantaranya yaitu sebagai sumber energi, meningkatkan
daya terima makanan, membentuk struktur, serta memberikan cita rasa enak.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3744-1995), mentega adalah produk
makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya,
dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain yang diizinkan, serta minimal
mengandung 80 % lemak susu.
Lemak mentega berasal dari lemak susu hewan, dikenal sebagai butter fat. Mentega
mengandung sejumlah asam butirat, asam laurat, dan asam linoleat. Asam butirat dapat
digunakan oleh usus besar sebagai sumber energi, juga dapat berperan sebagai senyawa
antikarsinogenik (antikanker).
Asam laurat merupakan asam lemak berantai sedang yang memiliki potensi sebagai
antimikroba dan antifungi. Asam linoleat pada mentega dapat memberikan perlindungan
terhadap serangan kanker, Jika mentega ditambahkan ke dalam sirup yang didihkan pada
suhu tinggi akan menghasilkan flavor yang menarik dan karakteristik (khas). Sampai saat ini
tidak ada jenis lemak nabati yang dapat menghasilkan flavor yang sama dengan mentega jika
ditambahkan dalam larutan gula mendidih. Meskipun demikian, jenis-jenis lemak tertentu
dikembangkan untuk memperoleh flavor yang mirip flavor yang dihasilkan mentega
(Koswara, 2009).
2.6.3 Sirup Glukosa
Sirup glukosa adalah cairan gula kental yang diperoleh dari pati. Sirup
glukosa dipergunakan dalam industri makanan dan minuman terutama industri permen,
selai, dan penggalengan buah-buahan. Fungsi dari sirup glukosa dalam pembuatan
permen yaitu meningkatkan viskositas dari permen sehingga tidak lengket. Penggunaan
sirup glukosa ternyata dapat mencegah kerusakan pada permen. Hal tersebut
disebabkan kandungan fase cair dari permen memiliki konsentrasi bahan kering sebesar
75-76% dari berat permen, kondisi ini tidak dapat diperoleh dengan melarutkan gula
ataupun dekstrosa secara sendiri-sendiri tetapi dengan mencampurkan gula dan sirup
glukosa, dekstrosa atau sirup maltosa (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004).
2.6.4 Air
Air dalam pembuatan Hard Candy berguna untuk melarutkan kristal gula pasir. Jumlah air
yang digunakan sekitas 20% dari total bahan, dan pada produk akhir diharapkan kadar air
permen tinggal 0,5-1%. Jumlah air yang terlalu banyak akan mengurangi stabilitas permen
selama penyimpanan, karena permen menjadi mudah meleleh (Ramadhan, 2012).
2.6.5 Kacang-kacangan
Kacang-kacangan dan buah-buahan dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk
pembuatan produk candy yang termasuk kedalam jenis candy crystaline dan
non crystaline yang dapat di jual untuk usaha candy. Buah-buahan yang dapat digunakan
untuk produk candy yaitu buah yang dikeringkan seperti kismis, buah yang sudah diawetkan
dengan cara dimanisan seperti cherry dan buah yang masih segar seperti strawberry. Jenis
kacang yang dapat digunakan untuk pembuatan candy yaitu diantaranya kacang kenari,
hanzelnuts, peanut, pecan, pine nuts, pistachio dan walnut (Nikmawati,2008).