Hukum Dagang
Hukum Dagang
PEMBAHASAN
3
B. Pengusaha dan Perantara Dagang
Pengertian Pengusaha
Pada dasarnya, jika digunakan istilah Hukum Dagang yang ada adalah
istilah pedagang, bukan pengusaha. Hal ini merujuk pada KUHD yang hanya
mengikat para pedagang. Namun, sebagaimana penjelesan dalam bab
sebelumnya, sejak tahun 1938 dengan dicabutnya pasal 2-5 KUHD, yang salah
satunya merubah pengertian perbuatan dagang menjadi perbuatan perusahaan
yang mempunyaiarti lebih luas, maka KUHD tidak hanya berlaku pada para
pedagang tetapi juga bagi setiap pengusaha, yaitu orang yang menjalankan
perusahaan.
Mengenai arti dari perusahaan tidak diketemukan dalam KUHD 4. Hal ini
dikarenakan Stb. 1938-276 hanya mencabut Pasal 2-5 KUHD dan mengganti
istilah pedagang dengan pengusaha, juga istilah perdagangan dengan
perusahaan. Namun, tidak memberikan pengertian apa itu pengusaha dan
perusahaan.
Namun ada beberapa pendapat yang bisa digunakan sebagai pengertian
perusahaan, antara lain:
1. Pemerintah Belanda melalui Menteri Kehakiman Belanda menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan
yang dilakukan secara tidak terputus-putus, dengan terang-terangan, dalam
kedudukan tertentu dan untuk mencari laba.
b. Dokumen lainnya
Terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang
mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait
langsung dengan dokumen keuangan.
Selanjutnya, Pasal 6 Ayat (2) KUHD menyebutkan: “Ia diwajibkan
dalam enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun untuk membuat neraca
yang diatur menurut syarat-syarat perusahaannya dan
menandatanganinya sendiri.” Dengan demikian, maka pengusaha wajib
dua kali dari tahun ke tahun dalam waktu 6 bulan yang pertama, dari
tiap-tiap tahunnya membuat dan menandatangani dengan tangan sendiri
akan neraca tersusun sesuai dengan kebutuhan perusahaan itu.
Sedangkan tentang pengertian neraca, Polak menjelaskan bahwa
neraca ialah daftar yang berisi, antara lain tentang:
a. Seluruh harta kekayaan beserta harganya dari masing-masing benda.
b. Segala hutang-hutang dan saldonya
Selanjutnya dalam pasal 6 ayat (3) disebutkan: “Ia diwajibkan
menyimpan selama tiga puluh tahun, buku-buku dan surat-surat di mana
ia menyelenggarakan catatan-catatan dimaksud dalam alinea pertama
beserta neracanya, dan selama sepuluh tahun, surat-surat dan
telegramtelegram
yang diterima dan salinan-salinan surat-surat dan telegramtelegram
yang dikeluarkan”.
Ketentuan ini berhubungan dengan pasal 1967 KUH Perdata yang
menyebutkan “segala tuntutan hukum, baik bersifat kebendaan maupun bersifat
perseorangan, hapus karena kadaluwarsa dengan lewatnya
waktu 30 tahun”.
Kewajiban penyimpanan buku-buku atau surat-surat juga berkaitan
erat fungsi pembukuan, yaitu segala alat pembuktian kalau ada sengketa
dipengadilan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 KUHD
yang berbunyi: “Untuk kepentingan setiap orang, hakim bebas untuk
memberikan kepada pemegang buku, kekuatan bukti sedemikian rupa
yang menurut pendapatnya harus diberikan pada masing-masing
kejadian yang khusus.”
Namun ada beberapa hal yang menyulitkan dari kewajiban
pembukuan dalam Pasal 6-13 KUHD ini, di antaranya adalah:
a. Ketentuan Pasal 1881 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa alat
bukti surat yang ditulisnya sendiri tidak memberikan pembuktian
bagi keuntungan si pembuatnya.”
b. Rusaknya buku-buku atau surat-surat, karena lamanya masa
penyimpanan.
c. Biaya yang besar, karena harus disediakan tempat penyimpanan
yang luas serta pemeliharaan agar tidak rusak.
2. Mendaftarkan Perusahaan
Dengan adanya Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan
perusahaan menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang
segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni
1985.
Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan, yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan
resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undangundang
ini atau peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib
didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.
2. Di luar perusahaan
Berdasarkan perjanjian pemberian kuasa, sebagaimana dalam pasal
1792-1819 KUHPerdata, seperti makelar, komisioner, ekspeditur dan
agen.
Di samping “perantara dagang”, juga dikenal “pedagang perantara”
yang keberadaannya berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan No.
23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan.
Pedagang Perantara merupakan unsur yang penting dalam saluran distribusi,
karena keberadaannya membantu mengatasi kesenjangan waktu antara proses
produksi dengan pemakaian produk oleh konsumen. Perantara turut
memberikan andil dalam menjalankan fungsi saluran distribusi, menciptakan
manfaat bentuk, manfaat waktu, manfaat tempat dan manfaat kepemilikan.
Di samping itu, perantara juga menyediakan jasanya dalam hal pembelian
atau penjualan produk yang bergerak dari produsen ke konsumen.
Secara umum perantara dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar,
yaitu:
1. Perantara pedagang (merchant middleman), yaitu pedagang besar maupun
pedagang eceran yang membeli suatu barang atau jasa kemudian menjualnya
kembali. Contoh: pedagang besar dan pengecer.
2. Perantara agen (agent middleman), yaitu para agen, broker, pedagang
komisioner, salesman dan sebagainyayang mencari konsumen dan
kemudian melakukan negoisasi atas namaprodusen untuk suatu barang atau
jasa yang disalurkannya dengan menyediakan jasa-jasa atau fungsi khusus
dalam pembelian atau penjualan. Mereka ini tidak mempunyai hak
milik atas barang yang diperdagangkan, namun memperoleh imbalan
dalam bentuk komisi atau uang jasa. Contoh: agen penjualan dan agen
pembelian.
3. LembagaPelayanan, yaitu lembaga pelayanan yang bersifat bebas. Contoh:
lembaga keuangan biro perjalanan dan pengiriman barang.
4. Sedangkan macam-macam pedagang perantara adalah sebagai berikut:
5. Pedagang besar/distributor/agen tunggal, yaitu pedagang yang membeli
atau mendapatkan produk barang dagangan dari tangan pertama atau
produsen secara langsung.
6. Pedagang menengah/agen/grosir, yaitu pedagang yang membeli atau
mendapatkan barang dagangannya dari distributor atau agen tunggal
yang biasanya akan diberi daerah kekuasaan penjualan/perdagangan
tertentu yang lebih kecil dari daerah kekuasaan distributor.
7. Pedangan eceran/pengecer/peritel, yaitu pedangan yang menjual barang
yang dijualnya langsung ke tangan pemakai akhir atau konsumen
dengan jumlah satuan atau eceran.
8. Importir/pengimpor, yaitu perusahaan yang memiliki fungsi
menyalurkan barang dari luar negeri ke negaranya.
9. Eksportir/pengekspor, yaitu perusahaan yang memiliki fungsi
menyalurkan barang dari dalam negara ke negara lain.
2. Komisioner
Komisioner dalam KUHD diatur dalam Pasal 76-85 KUHD. Yaitu,
“orang yang menjalankan perusahaan dengan membuat perjanjian-
perjanjian
atas namanya sendiri, tetapi atas amanat dan tanggungan orang lain
dengan
menerima upah atau provisi,” sebagaimana dalam Pasal 76 KUHD. Inilah
yang membedakan makelar dengan komisioner, bahwa seorang komisioner
bertindak atas nama sendiri, ia bertindak atas perintah dan tanggungan
orang
lain dan untuk tindakannya itu ia menerima upah atau provisi.
Dalam kaitannya komisioner bertindak atas nama sendiri atau atas nama
principal, perlu memperhatikan beberapa hal. Jika komisioner bertindak atas
nama sendiri, sebagaimana Pasal 76 KUHD, maka ada beberapa
konsekwensi hukum, yaitu:
a. Komisioner terikat langsung dengan perikatan, sebagaimana Pasal 77
ayat (2) KUHD.
b. Principal tidak dapat menuntut pihak ketiga, karena principal bukan
termasuk para pihak, sehingga dasar untuk menuntut tidak ada,
sebagaimana Pasal 78 KUHD.
c. Komisioner bertanggung jawab atas biaya, kerugian, dan bunga jika
wanprestasi, sebagaimana Pasal 1800 ayat (1) KUHPerdata.
3. Ekspeditur
Dalam KUHD, ketentuan tentang ekspeditur terdapat dalam Pasal 86-90
KUHD. Yaitu, orang yang pekerjaannya menyuruh pihak pengangkut untuk
menyelenggarakan pengangkutan atas nama sendiri dan untuk kepentingan
principal, sebagaimana dalam pasal 86 ayat (1) KUHD.
Tugas ekspeditur adalah mencarikan alat angkut yang tepat untuk
mengirim barang. Sedangkan kewajibannya adalah membuat pembukuan,
sebagaimana dalam Pasal 86 ayat (2) KUHD. Dalam pekerjaannya, maka
ekspeditur bertanggung jawab pada principal untuk mencari alat angkut
yang tepat.
100 (seratus) daerah tingakt II, dan 1000 (seribu) di tingkat Unit/Perusahaan.
Reaksi terhadap kebijaksanaan pemerintah dalam mempersulit terbentuknya
organisasi buruh tersebut tidak hanya mendapat tanggapan dari dalam negeri,
tetapi juga datang dari luar negeri yang menyatakan bahwa buruh di Indonesia
tidak diberikan kemerdekaan untuk berserikat/berorganisasi. Statemen ini
didukung pula oleh hasil penelitian ILO yang menyimpulkan bahwa “Union
Right” buruh di Indonesia sangat dibatasi tanpa diberikan kelonggaran untuk
berorganisasi.
Kondisi yang demikian merupakan salah satu alasan pemerintah meninjau
kembali ketentuan pendaftaran organisasi buruh dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. 05 tahun 1987 dengan mengeluarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. 3 tahun 1993. Peraturan ini memperlonggar persyaratan
pendaftaran organisasi pekerja yakni :
1) Mempunyai unit organisasi di tingkat perusahaan 100 (seratus);
2) Mempunyai pengurus 25 (dua puluh lima) di tingkat Kabupaten dan
sekurang-kurangnya di 5 (lima) propinsi.
Kesimpulan
1. Mengenai pengertian pengusaha dan perusahaan Stb. 1938-276 hanya
mencabut Pasal 2-5 KUHD dan tidak memberikan pengertiannya.
Namun dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli hukum,
sesuatu disebut perusahaan apabila memenuhi unsur-unsur: (1)
merupakan bentuk usaha, (2) diselenggarakan oleh perseorangan
maupun badan usaha, (3) melakukan kegiatan secara tetap dan terus
menerus, (4) bertindak keluar dengan cara memperniagakan barangbarang,
(5) membuat perhitungan tentang laba-rugi, dan (6) bertujuan
memperoleh keuntungan
2. Menurut undang-undang, pengusaha dalam menjalankan perusahaan
mempunyai dua kewajiban, yaitu: (1) membuat pembukuan,
sebagaimana dalam Pasal 6 KUHD, dan (2) wajib dafar perusahaan,
sebagaimana dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan.
3. Seorang pengusaha dalam menjalankan kegiatan perusahaan tidak
mungkin melakukan usahanya seorang diri, terutama pada masa
sekarang, karena kegiatan perusahaan dapat diartikan sebagai
pemberian perantaraan dari produsen kepada konsumen Pada dasarnya
ada dua jenis perantara, yaitu: Di dalam perusahaan, seperti pelayan
toko, kasir, manajer, pimpinan perusahaan, sales dan sebagainya; dan di
luar perusahaan, seperti makelar, komisioner, ekspeditur dan agen.
4. Mengenai perantara di dalam perusahaan terdapat dua hubungan hukum
dengan pimpinannya, yaitu:
c. Hubungan perburuhan, yang diatur dalam Bab VIIA Pasal 1601-
1617 KUHPerdata tentang Perjanjian Kerja.
d. Hubungan pemberi kuasa, yang diatur dalam Pasal 1792-1819
KUHPerdata.
5. Untuk perantara di luar perusahaan ada tiga, yaitu:
a. Makelar, yang diatur dalam Pasal 62-73 KUHD, yaitu seorang
perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh seorang pembesar yang
ditunjuk oleh Presiden, dalam hal ini Kepala Pemerintah
Daerah (L.N 1906 No. 479).
b. Komisioner, yang diatur dalam Pasal 76-85 KUHD, yaitu orang
yang menjalankan perusahaan dengan membuat perjanjianperjanjian
atas namanya sendiri, tetapi atas amanat dan tanggungan
orang lain dengan menerima upah atau provisi.
c. Ekspeditur, yang diatur dalam Pasal 86-90 KUHD, yaitu orang yang
pekerjaannya menyuruh pihak pengangkut untuk menyelenggarakan
pengangkutan atas nama sendiri dan untuk kepentingan principal.