Anda di halaman 1dari 11

MENCIPTAKAN KAMPUNG KOTA

SEBAGAI HUNIAN YANG RAMAH DALAM KONTEKS URBAN


DI SURABAYA
Studi Kasus : kampung kota di kawasan Tunjungan dan sekitarnya

Ir. Wiwik Widyo Widjajanti


Jurusan Arsitektur, FakuJtas Tekiuk Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Abstrak

Pada umumnya perkembangan kota-kota di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan cepat
khususnya kota Surabaya. Pada dasarnya Pembangunan dan Pengembangan (development) dilakukan
untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan dan Pengembangan itu dapat
merupakan pembangunan fisik atau pengembangan fisik, dan dapat merupakan pembangunan social
ekonomi atau pengembangan social ekonomi.

Kenyataan yang ada di satu pihak pembangunan dan pengembangan ini memiliki nilai positif seperti
kenaikan pertumbuhan ekonomi, bertambahnya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, kenaikan
income per capita, dan juga bertambahnya berbagai kemudahan-kemudahan. Namun demikian di lain
pihak perkembangan kota juga melahirkan berbagai persoalan yang kadang memusingkan pihak
pemerintah kota sebagai pengelola kota. Timbulnya kawasan pemukiman dengan kualitas rendah akibat
dan penduduk yang berebut untuk menempati lahan yang aksesibet terhadap pusat kota, pusat kegiatan
perkotaan, sehingga menimbulkan kantung-kantung pemukiman disekitar pusat-pusat kegitan kota, hal
ini merupakan salah satu masalah yang ditimbulkan sebagai akibat perkembangan kota. Bila dilihat dari
nilai tanah, di daerah pusat kota mempunyai nilai tanah yang cukup tinggi yang mempunyai : nilai
keuntungan, yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi, dan yang dapat dicapai dengan jual beli tanah
di pasaran bebas dan nilai kepentingan umum, yang berhubungan dengan pengaturan untuk masyarakat
umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.

Dengan timbulnya masalah akibat perkembangan kota tersebut dan dikaitkan dengan nilai tanah di
pusat kota, maka perlu adanya pengembangan peremajaan kota yang terpadu dengan konsep
pendekatan kooperatif, atas dasar kepentingan bersama antara pihak pemerintah dan masyarakat
terutama yang bermukim di sekitar daerah pusat kegiatan kota. Salah satu cara yalta dengan
rneningkatkan kualitas kawasan pemukiman yang ada dan juga dlharapkan dapat menciptakan kampung
kota yang ramah pada lingkungan disekitanya sehingga keberadaannya dapat mendukung pusat
kegiatan kota. Pada penulisan ini diambil studi kasus kampung kota yang dekat dengan pusat kegiatan
jasa perdagangan dan perkantoran (kawasan Tunjungan dan sekitarnya)

Pola atau bentuk pemukiman yang ada pada kawasan Tunjungan perkembangannya terpengaruh oleh
keberadaannya di tengah-tengah kota Surabaya ; sebagal pemukiman yang berada pada daerah
perdagangan dan perkantoran; dan sebagai pemukiman lama yang menunjukkan ciri khas kota Surabaya
Untuk mengamati fungsi dan peran kawasan Tunjungan dalam lingkup kota Surabaya, maka dilakukan
pengamatan terhadap berbagai aspek yang relevan, misalnya : tingkat aksesibilitas, penggunaan lahan,
struktur perwilayahan meliputi: aspek sosial ekonomi, aspek fisik aspek pertanahan, aspek prasarana
Iingkungan, aspek transportasi.

Pada dasarnya kawasan pemukiman yang ada harus diperlakukan sebagai hunian yang tidak boleh
disiasiakan, lebih dari itu, sebagian besar dari penghuni di kampung Tunjungan telah bermukim di sana
secara turun temurun Memang tidak sedikit yang baru mulai mendirikan hunian di kawasan tersebut
namun bagaimanapun juga pihak Pemerintah Daerah Kotamadya Surabaya harus memberikan prioritas
utama bagi penghuni untuk menikmati hasil pembangunan yang ada saat ini. Diharapkan masyarakat
setempat dapat menggali dan mengembangkan potensi yang mereka miliki sehingga dapat memberikan
sesuatu yang bermanfaat bagi kawasan Tunjungan sebagai daerah perdagangan dan perkantoran. Hal ini
menunjukkan keramahan penghuni kawasan kampung kota terhadap kondisi yang ada sehingga dapat
menciptakan interaksi yang baik antara pemerintah sebagai pengelola kota dengan penghuni kampung
kota khususnya kawasan Tunjungan dan sekitarnya dan dapat meningkatkan kualitas hidup penghuni
yang lebih baik, juga memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.

1. PENDAHULUAN

Perkembangan kota umumnya tumbuh dan berkembang dengan cepat, perkembangan ini dapat
menimbulkan dampak pada kota itu sendiri yaitu berupa dampak positif seperti kenaikkan pertumbuhan
ekonomi, bertambahnya kesempatan kerja -dan kesempatan berusaha, kenaikkan income per capita,
dan juga bertambahnya berbagai kemudahan-kemudahan. Dan dampak negatif yang melahirkan
berbagai masalah pengelola kota salah satunya adalah timbulnya kawasan pemukiman dengan kualitas
rendah, pada dasarnya disebabkan oleh karena pertama; keterbatasan kota dalam menampung
perkembangan kota sehingga akan timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan dimana pada
gilirannya dapat terbentuk kawasan-kawasan dengan kepadatan penduduk tinggi Kawasan dengan
kondisi seperti demikianlah yang merupakan embrio terbentuknya pemukiman-pemukiman dengan
kualitas rendah di daerah perkotaan sebagai hal kedua; kampung yang telah lama ada tetapi terdesak
oleh perkembangan kota dan mobilitas sosial ekonomi yang mandeg adalah penyebab umum dan
kampung-kampung yang semula baik lalu lambat laun menjadi buruk.

Secara umum, eksistensi pemukiman dengan kualitas rendah dicirikan oleh rendahnya kualitas
lingkungan hidup dimana indikatornya adalah:
• Tingginya angka kepadatan penduduk
• Tingginya angka kepadatan bangunan
• Ukuran kapling umumnya kecil
• Kondisi sosial ekonomi penduduk umunya relatif minim

Jika mengamati rendahnya kualitas lingkungan hidup di kawasan pemukiman dengan kualitas rendah,
pihak pemerintah kota menghadapi dilema yang cukup complicated, yaitu pilihan antara konservasi atau
eliminasi. Dalam konsep pendekatan kooperatif terjadi kampromi antara konservasi dan eliminasi
sehingga kesenjangan social tidak mungkin terjadi, atau paling tidak gejalanya dapat ditekan pada
tingkat yang paling rendah. Dan segi finansial, pendekatan kooperatif menawarkan solusi dengan system
subsidi silang antara masyarakat golongan ekonomi kuat dengan masyarakat golongan ekonomi lemah
yang tentu akan meringankan beban pendanaan pemenintah kota (self financed). Namun demikian
peran dan kontrubusi pemerintah kota sebagai pihak moderat tetap diperlukan, khususnya dalam hal
peraturan-peraturan dan advis planning.

Kawasan kampung kota di Surabaya umumnya terdapat pada kantung-kantung pemukiman lama yang
pada saat sekarang terdesak oleh perkembangan kegiatan fungsional kota seperti kegiatan
perdagangan, perkantoran, pelabuhan, industri, maupun oleh kegiatan perumahan itu sendiri. Berbagai
kelebihan Kampung perlu lebih dahulu dikenal baik, antara lain sebagai:
• Perumahan bagi 60 % penduduk menengah ke bawah,
• Industrial estate wong cilik,
• Palungan budaya kota,
• Basis kekuatan politik rakyat dan
• Penjagaan lingkungan hidup penduduk berpenghasilan rendah.

Kawasan kampung kota antara lain di kawasan Tunjungan, namun demikian agaknya kawasan
Tunjungan memiliki sesuatu yang lebih spesifik dan unik daripada kawasan pemukiman Iainnya, yaitu
• Kawasan Tunjungan terletak pada pusat kota dan urat nadi perekonomian kota Surabaya
•Terjadi diferensiasi dan kontradiksi penggunaan lahan antara penggunaan untuk kegiatan
perdagangan, jasa, perkantoran, dan penggunaan untuk pemukiman (pemukiman lama)
• Adanya minat kalangan pengusaha swasta untuk ikut mengembangkan kawasan Tunjungan dan sudah
mulai melakukan peremajaan kota secara adhoc yang dikawatirkan akan merugikan keseluruhan fungsi
pusat kota
• Eksistensi pemukiman penduduk atau kampung menuntut hak dan kesempatan berkembang

Ditinjau dari kompleksitas permasalahan tersebut di atas, maka tampaknya kawasan Tunjungan memiliki
prioritas untuk segera dibenahi. Untuk itu konsep peremajaan kota berdasarkan pendekatan kooperatif
lebih tepat diterapkan pada kawasan Tunjungan.

Kawasan Tunjungan yang dimaksud adalah kawasan yang dibatasi oleh empat jaringan jalan utama,
yaitu jalan Timjungan, jalan Embong Malang, jalan Praban, dan jalan Blauran yang memiiliki dual
function, yaitu sebagai kawasan pusat kota Surabaya dan sekaligus sebagai kawasan hunian masyarakat
golongan ekonomi menegah kebawah. Untuk mengamati fungsi dan peran kawasan Tunjungan dalam
lingkup kota Surabaya atau bahkan dalam lingkup yang lebih luas, maka tidak menutup kemungkinan
dilakukan pengamatan terhadap berbagai aspek yang relevan, misalnya: Tingkat aksesibilitas,
Penggunaan lahan, Struktur perwilayahan ; meliputi,
• Aspek social -ekonomi
• Aspek fisik
• Aspek pertanahan
• Aspek prasarana lingkungan.
• Aspek transportasi

2. KONDISI INTERNAL

Kondisi internal kawasan Tunjungan menyangkut batas fisik dan administrative, penggunaan lahan dan
penggunaan bangunan, aksesibilitas dan jaringan jalan, kondisi bangunan, kependudukan, serta status
pemilikan lahan.
2.1. Batas Fisik Dan Administratif

Kawasan Tunjungan terletak pada pusat kota Surabaya yang secara fisik dibatasi oleh: .

 Sebelah Utara : jalan Praban


 Sebelah Timur : jalan Tunjungan
 Sebelah Selatan : jalan Embong Malang
 Sebelah Barat : jalan Blauran

Secara administratif, kawasan Tunjungan tersebut merupakan bagian dari wilayah administrasi
keseluruhan Genteng dan termasuk dalam RW I, RW II, RW III, dan RW IV.

2.2. Penggunaan Lahan Dan Bangunan

Kawasan yang mernpunyai bentuk trapesium tersebut, pola penggunaan lahan secara umum terbagi
atas 2 jenis, yaitu penggunaan sebagai area permukiman yang mendominasi bagian internal kawasan,
dan penggunaan sebagai areal aktivitas komersial serta fasilitas umumnya yang terletak pada struktur
eksternalnya

Pada bagian eskternal kawasan penggunaan bangunan didominasi oleh aktivitas perdagangan emas di
tepi jalan Blauran, aktivitas perdagangan sepatu di tepi jalan Praban, aktivitas perdagangan barang-
barang elektronilc furniture, home appliances, car sole agent, entertaiment centre, kantor
pemerintahan, dan aktivitas perbankan di tepi jalan Tunjungan, serta berbagai jenis usaha jasa, rumah
makan serta hotel di tepi jalan Embong Malang.

Sedangkan, pada bagian internal kawasan didominasi oleh penggunaan untuk perumahan. Sementara
itu usaha sampingan rumah tangga berupa warung atau usaha jasa lainnya juga tampak tersebar pada
bagian internal kawasan Tunjungan.

2.3. Aksesibilitas Dan Jaringan Jalan

Jaringan jalan minor yang banyak terdapat di dalam bagian internal kawasan Tunjungan yang memilah
blok-blok perumahan dan juga berfungsi sebagai jalan akses menuju lingkungan luar kawasan Tujungan.
Jalan utama dan terlebar tampaknya adalah jalan Tanjung Anom yang terletak di bagian Utara kawasan
dan bermuara ke sebelah Timur, yaitu menuju ke arah jalan Tunjungan. Karena kelebihan
karakteristiknya, apabila dibandingkan dengan jalan-jalan internal yang lain, kawasan di sekitar jalan
Tanjung Anom ini didominasi oleh aktivitas komersial, dan pada saat terakhir malahan dibangun sebuah
elevated shopping centre di atas jalan Tanjung Anom.

Selain jalan tanjung amon, jalan-jalan di dalam kawasan Tunjungan umumnya merupakan jalan kecil
yang spesifikasinya sangat sederhana, dan lebih berfungsi sebagai jalan akses antara lingkungan
perumahan di dalam kawasan dengan Iigkungan di luar kawasan. Jalan-jalan tersebut adalah :
> Jalan Blauran gang yang bermuara di jalan Blauran
> Jalan Kebangsren yang bermuara di jalan Embong Malang
> Jalan Ketandan yang terletak di bagian tengah kawasan
2.4. Keadaan Bangunan

Bangunan yang terdapat di dalam kawasan Tunjungan jumlah keseluruhan sebesar 1384 buah, yang
terbagi atas :
> Bangunan perumahan 1125 buah
> Bangunan non perumahan 244 buah
> Bangunan masjid,sekolahan,asrama 15 buah

Bangunan yang dipergunakan untuk aktivitas perumahan umumnya memiliki ukuran lahan yang kecil,
yaitu kurang lebih 100 m2. Kondisi ini sangat berbeda dengan ukuran pemilikan lahan pada bangunan-
bangunan yang dipergunakan untuk aiktivitas komersial, khususnya aktivitas komersial formal yang
terletak di sepanjang jalan tunjungan, dimana ukuran pemilikan lahannya minimal sekitar 1000 m2.
Namun demikian, building coverage ration nya rata-rata mendekati 100 %, terutama bangunan-
bangunan komersial yang terletak di sepanjang jalan Blauran, Praban, dan jalan Embong Malang.
Beberapa bangunan komersial yang terletak di jalan Tunjungan tampak memiliki building coverage ratio
yang lebih rendah, sekitar 70% - 90%, namun kondisi ini dikompensasi dengan floor area ratio yang
sangat tinggi.

2.5.Kependudukan

Pada kawasan ini mata pencaharian warga tampak berimbang antara pegawai pemerintahan, ABRI,
swasta, dan perdagangan meskipun angka pengangguran juga agak tinggi. Namun terlihat disini muncul
jelas mata Pencaharian spesifik yang jarang dijumpai pada daerah lain dan jumlahnya agak lumayan,
yaitu profesi sebagai pramuniaga atau pramuwisma. Dugaan sementara menunjukkan bahwa jelas mata
pencaharian ini timbul kemungkinan akibat aktivitas komersial seperti perniagaan, perkantoran dan lain
sebagainya yang mendominasi bagian eksternal kawasan Tunjungan.

Kondisi tingkat pendidikan warga terlihat sesuai dengan mata pencaharian dimana sebagian warga
ternyata tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Hal ini tampak pada besaran penduduk yang
menyelesaikan suatu tahap pendidikan tertentu, dimana makin tinggi jenjang pendidikan makin kecil
jumlah penduduknya, baik yang attend maupun yang menyelesaikannya.

Kondisi sosial ekonomi warga kawasan Tunjungan, khususnya warga yang berdomisil di dalam kawasan
Tunjungan rata-rata dapat digolongkan ke dalam golongan sosial ekonomi menengah kebawah.

2.6. Pemilikan Lahan

Pola pemilikan lahan di dalam kawasan Tunjungan sebagian besar merupakan pemilikan lahan jenis hak
milik, terutama pada hampir seluruh arah kawasan, kecuali lahan yang terletak di sepanjang jalan
Tunjungan, dimana pola pemilikan lahannya merupakan hak guna bangunan. Distribusi luas lahan
menurut jenis pemilikan lahannya adalah sebagai berikut:
© Lahan berstatus hak milik seluas 21.890 m2
© Lahan berstatus hak guna bangunan seluas 66.876 m2
© Lahan berstatus hak pakai seluas 385 m2
Jika diasumsikan bahwa 30% lahan merupakan lahan yang dipergunakan untuk jaringan jalan, maka
berarti masih ada sekitar 79.562,2 m2 lahan yang belum memiliki sertifikat, karena luas total lahan
kawasan Tunjungan adalah lebih kurang 195.458,5 m2.

3. KAMPUNG KOTA - Tunjungan

Keadaan kampung Tunjungan, dari segi lingkungan fisiknya. Termasuk dalam gambar kampung ini
adalah prasarana dan sarana lingkungan di kawasan Tunjungan dan keadaan perumahannya sendiri.

3.1. Keadaan Lingkungan Jalan

Kondisi prasarana jalan sebagai penghubung satu RW dengan RW yang lain maupun antar RT,
keadaannya sebagaian besar bagus dan terpelihara. Memang terdapat jalan yang sudah mulai rusak dan
agak becek, akan tetapi hal ini dalam prosentase yang kecil.

Bahan yang dipergunakan untuk jalan dalam lingkungan kampung Tunjungan yaitu rabat beton, aspal
dan plesteran. Lebar jalan tidak sama dan sebagian tertutup oleh bangunan, hal ini menyebabkan tidak
jelasnya aliran sirkulasi atau lalu lintas didaerah tersebut.

Pematusan
Sistem pematusan skala kota di kawasan tersebut keadaannya cukup lancar, dengan menggunakan
system tertutup. Akan tetapi pematusan primer di tiap RW, sebagian besar tidak mengalir dan
menimbulkan bau yang kurang sedap. Keadaan fisik selokan pada umumnya baik, namun sering macet
dan air tidak bisa mengalir.

Tempat Bermain
Pada kawasan ini sebagian besar terisi oleh bangunan, hampir tidak ada yang berupa lahan kosong yang
masih belum termanfaatkan. Bangunan satu terhadap bangunan yang lainnya umumnya saling merapat
hanya ada beberapa gang penghubung yang sedikit memberi jarak pada kerapatan bangunan tersebut.
Sehingga ruang terbuka yang dikhususkan untuk tempat bermain atau tempat berkomunikasi antar
warga tidak ada, kalaupun ada itu hanya dalam prosentase yang sangat kecil sekali Sementara ini warga
untuk keperluan tersebut menggunakan ruang terbuka yang difungsikan sebagai jalan.
Garis sempadan bangunan yang di tepi jalan besar umumnya rapat terhadap jalan, hal ini menyebabkan
tidak cukupnya untuk penghijauan yang bisa dilakukan di daerah ini. Penghijauan pada umumnya hanya
berupa tanaman-tanaman kecil yang di pot atau pohon-pohon perdu.

Fasilitas Pemukiman
• Fasilitas pertemuan masyarakat
Mengenai tempat pertemuan masyarakat/warga adalah berupa balai RW atau juga balai RT, untuk
balai RW di tiap-tiap wllayah sebagaian besar ada akan tetapi untuk balai RT tidak semua wilayah ada,
oleh karena itu untuk keperluan pertemuan warga dalam tingkat RT diadakan di salah satu rumah
penduduk. Adapun biaya pembangunan balai RW maupun RT beserta seluruh perabotnya merupakan
hasil swadaya dari masyarakat sendiri.
• Fasilitas pendidikan
Sarana pendidikan pada tiap RT, agak sulit didapat, akan tetapi ada di beberapa wilayah RT terdapat
STK dan SD. Untuk tingkat RW sebagaian besar terdapat sarana pendidikan berupa SD, STK, sedangkan
dalam tingkat yang lebih tinggi kawasan Tunjungan terdapat fasilitas pendidikan berupa :
a. STK, SD, SMP diantaranya:
SD NU yang berada dijalan Blauran III
SD Benngin di jalan Ketandan Lor
TK, SD, SMP Advent dijalan Tanjung Anom
SMPN-3 dijalan Praban
SMPN-4 di jalan Tanjung Anom
b. SMA:
SMA Mahasiswa di jalan Praban
Masalah pendidikan bagi sebagian besar warga tidak memberatkan (kesulitan) dikarenakan adanya
transportasi yang baik dan tersedianya fasilitas pendidikan di lingkungan kawasan Tunjungan.

• Fasilitas kesehatan
Adapun sarana-sarana kesehatan yang terdapat dikawasan Tunjungan adalah:
a. Dokter umum yang melayani masyarakat sekitar diantaranya berada di jalan Tanjung Anom
b. Pos Pelayanan terpadu (Posyandu)
c. Sarana kesehatan umum yang berupa ponten diantaranya:
Di gang penghubung antara Blauran II dan Blauran III, ponten tersebut untuk sehari-hari digunakan
oleh masyarakat sekitarnya maupun pedagang-pedagang dari pasar Blauran. Untuk warga yang
rata-rata mereka telah memiliki KM/WC, sumur, dan pipa air sendiri, akan memanfaatkan ponten
tersebut bila dalam keadaan memaksa seperti pipa PAM macet atau gangguan yang lain. Pemilik
ponten tersebut adalah pihak PDAM.

• Fasilitas peribadahan
Di kawasan Tunjungan tersebut fasilitas ibadah berupa
 Musholah/langgar
 Masjid
Yang Ietaknya menyebar, sedangkan untuk tempat ibadah yang lainnya sulit didapat

• Fasilitat porbelanjaan /pasar


Untuk kebutuhan perbelanjaan, dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari sebagian besar warga
menggunakan jasa mlijo atau sebagian warga yang membuka usaha mracang. Dan tidak menutup
kemungkinan warga berbelanja kepasar Blauran atau pasar Genteng untuk kebutuhan yang lebih banyak
(mingguan), karena dikawasan tersebut tidak terdapat pasar.

• Fasilitas olah raga/rekreasi


Sarana olah raga rekreasi sangat dibutuhkan sekali oleh warga, karena hampir dikatakan tidak ada
fasilitas tersebut di kawasan Tunjungan. Untuk kebutuhan hal tersebut, masyarakat harus keluar dari
wilayah mereka mencari tempat olah raga/rekreasi sendiri

• Fasilitas lapangan kerja


Tempat-tempat usaha yang ada di lingkungan tersebut yaitu sebagai benkut
1. Usaha toko meracang
2. Tempat usaha (industri rumah tangga)
3. Toko arloji, emas (yang menghadap ke jalan raya)
4. Tempat indekost bagi karyawan/pegawai toko serta pelajar pria/wanita.
5. Warung makanan dan minuman.

3.2. Keadaan Perumahan

Fisik Bangunan
Pada umumnya tatanan ruang antar rumah di kawasan Tunjungan cukup teratur, akan tetapi pada lokasi
tertentu yaitu dari jalan Blauran Kidul II sampai dengan Kebangsren IV tatanan rumahnya tidak teratur
(semrawut). Bangunan rumah satu dengan yang lainnya pada umumnya berdempetan, sehingga ruang
antar rumah hampir tidak ada.
Bahan, Dapat terbagi menjadi 2 kelompok
o Permanen (tembok) (79%)
o Non permanen (kayu/papan + ternbok) (21%)
Untuk permane terbagi jadi 2:
o Kondisi baik
o Koadisi jelek
Untuk non permanen sebagian besar dalam kondisi jelek

Infra Struktur
• Listrik
Di daerah Tunjungan ini sudah menggunakan jasa PLN (100%).
• Air
Sedangkan untuk air bersih di kawasan ini masih ada yang sifatnya membeli air pada penjual air dan
menggunakan jasa PDAM di rumahnya

Rumah Yang Dipakai Sebagai Usaha


Pada kawasan Tunjungan tersebut ada beberapa rumah tinggal yang dipakai sebagai tempat usaha yakni
sebagai berikut:
< Rumah tinggal + (warung, salon, mracang, indekost)
< Rumah tinggal + toko (ruko)
< Rumah tinggal + industri rumah tangga

Hal ini menciptakan hunian dengan dua fungsi yaitu sebagai tempat tmggal dan sisi lainnya
dipergunakan sebagai tempat untuk usaha yang dapat memberikan nilai lebih pada hunian tersebut
Usaha Berbasis Rumah Tangga, dikemukakan oleh Lipton (1980) dan menyebutkan beberapa
karakteristiknya, antara lain adalah
• Keluarga mengontrol sebagian besar dari modal dan melibatkan di bekerja
• Sebagian besar dari lahan, modal dan kerja milik keluarga ikut dilibatkan
• Kebanyakan dari kerja UBR dilakukan oleh keluarga.

Rumah dapat menjadi 'modal' kerja yang handal dalam mengembangkan kekuatan ekonomi keluarga
melalui Usaha Berbasis Rumah Tangga. Secara total dapat menunjukkan cirinya dalam konteks
pengalaman kampung di Surabaya yaitu
o Rumah dan rumah tangga sebagai modal kerja
o Kampung sebagai kesempatan dan kemudahan kera mengingat lokalitasnya yang baik terhadap
sistem kota
o Komunalisme kehidupan masyarakat kampung menjadi kekuatan untuk saling memberi dukungan
dan memudahkan kerja
o Tenaga tambahan yang setiap saat diperlukan di luar tenaga keluarga dengan mudah dapat diperoleh
dan tetangga sekitarnya
o Melakukan proses pemberdayaan melalui proses saling membantu dan saling mengajarkan keahlian
yang diperlukan proses penyuburan bersama
o Ada kelonggaran dalam banyak hal untuk melakukan UBR, termasuk masalah perizinan,
pungutan,dsb. yang jauh meringankan biaya kerja
o Menjadi basis bagi kekutuan kota yang bertumpu pada masyarakat dengan segala kelebihan dan
kekurangannya

4. KEKHASAN FISIK SOSIAL - BUDAYA

Kekhasan fisik punya ciri dualisme, yaitu perumahan penduduk yang pribumi tetapi perkembangannya
sederhana, dan perkembangan arsitektur formal (Neo Clasic sampai Art Decco) yang umumnya bersifat
barat. Kekhasan fisik lainnya yang patut dicatat adalah suasana nyaman dan santai untuk berbelanja
sepanjang jalan setapak yang cukup dan dihiasi etalase yang tertata baik. Agaknya pengaruh
pertumbuhn ekonomi kola Surabaya yang relatip cukup pesat, berpengaruh banyak terhadap
penampilan gedung-gedung yang ada. ini mula-mula ditandai oleh face lift dari bangunan lama dengan
cara penyelesaian ansitektur topengan sejak awal dasa warsa tujuh puluhan, kemudian dengan
membangun meremajakan gedung lama yang dilakukan secara ad-hoc dan dengan skala kecil-kecil
Sedang perumahan kampung sendiri hanya mengalami pengembangan yang lambat,dan terbatas. Patok
patok lama yang masih ada di kawasan perumahan penduduk hanya terbatas beberapa masjid lama dan
punden.

Kehadiran SMP Praban ternyata mengkait dengan kenangan lama para alumninya, yang bertekad untuk
mempertahankan kehadiran fasilitas pendidikan tersebut Karena sekitar kawasan ini memang masih
banyak kawasan hunian, dengan sendirinya kehadiran SMP ini untuk masa mendatang masih diperlukan.
Bahkan saat ini di tempat itu sudah pula dibangun bangunan baru yang bertingkat.

Dari segi sosial ekonomi, disamping fungsinya yang nampak jelas pada sepanjang jalan Tunjungan
dengan kegiatan niaga yang intensif dan bermodal besar, disepanjang jalan Embong Malang utamanya
didominasi oleh golongan lemah. Sedang di sepanjang jalan Blauran terdapat pertokoan golongan
menengah alas yang utamanya adalah toko palen dan jual beli emas. Sedang sepanjang jalan Praban
banyak diisi oleh toko pengusaha bermodal sedang yang utamanya menjual alat olah raga dan sepatu
serta hasil kerajinan kulit lainnya.

Tidak boleh dilewatkan adalah besarnya daya tank untuk kegiatan berjualan pada kaki lima. Para
pedagang ini (sebagian besar bukan makanan) merupakan pelengkap yang unik dari segala kegiatan
perbelanjaan yang ada di kawasan ini, tetapi lebih diartikan untuk menjaring para pengunjung di kaki
lima yang tergolong berpenghasilan rendah dan menengah. Kesemuanya ini harus pula dilihat sebagai
potensi yang cukup tangguh untuk keseimbangan kawasan ini sebagai pusat belanja yang mampu
melayani secara spectrum luas, mulai lapisan masyarakat yang paling bawah sampai yang paling
tinggi/atas.
Berlakunya variasi yang amat luas dari nilai lahan, terdapat perbedaan yang mencolok antara harga
lahan di lapisan luar, utamanya di jalan Tunjungan dibandingkan dengan kawasan kampung. Perbedaan
yang mencolok ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu pencapaian (makin baik makin mahal), hak lahan ( di
kampung banyak yang hanya punya hak histories) dan persepsi masyarakat umumnya yang menganggap
kampung dan perumahannya jorok dan murahan. Pada hal dan besaran kawasan ini, ternyata kampung
(termasuk bekas makam) secara kasar mencapai luas kitar 90 hektar. Sedangkan kawasan niaga yang
terdapat pada sisi jalan mencapai tuas antara 60 - 70 hektar dari iuran ini jelaslah bahwa kawasan
Tunjungan ini tidak saja mempunyai cadangan luas lahan yang terbilang besar. Apa lagi kawasan ini
karena letaknya strategis, sudah siap dan matang untuk menjadi kawasan kegiatan dengan ciri budaya
kota yang maju.

5.PERAN KAMPUNG KOTA TERHADAP KAWASAN TUNJUNGAN

Pertumbuhan ekonomi dalam suatu kawasan perkotaan yang cukup pesat membawa konsekuensi logis
yang mempengaruhi tatanan ruang dan peruntukan ruang dengan tuntutan adanya perubahan.
Demikian pula perubahan tersebut akan berdampak pada perubahan permukiman. Keberadaan
kampung kota khususnya pada kawasan tunjugan harus dapat memberikan nilai positif bagi
lingkungannya, meningkatkan peran serta masyarakat sejalan dengan pertumbuhan perekonomian di
kawasan eksternal. Perkembangan permukiman yang pesat akan mendorong pula perkembangan
ekonomi terutama di sektor-sektor informal. Sedangkan untuk perubahan yang terjadi dalam rumah
tinggal biasanya adalah rumah yang memiliki aktifltas produksi, sebagaimana yang dikutip dan pendapat
Charles Abrams (1966) yang prinsipnya adalah:

Rumah adalah lebih dari rumah.(1). Rumah berperan dalam memberi nilai ekonomi rumah tangga,
misalnya: pusat produksi untuk penjahit, konveksi, atau toko barang habis, (2). Rumah juga mempunyai
peran utama dalam menstimulasi karyawan atau pekerja secara Iangsung atau tidak langsung. Ia akan
mengaktivasi industri lain dan memberi tambahan pada kemampuan daya beli pemiliknya.

Di masyarakat telah berkembang suatu keadaan dimana rumah bukan hanya berperan sebagai hunian
terutama dalam kaitan dengan penghuninya. Rumah bisa memberi nilai tambah dalam hal ini
menambah pendapatan, lebih bernilai dari pada yang hanya dipakai sekedar sebagai tempat tinggal. Hal
ini diharapkan dapat membudaya di kampung Tunjungan ini, sehingga gayung bersambut terhadap
kawasan sekitamya. Pada dasarnya rumah adalah milik individu yang didalamnya tercermin langsung
bagaimana tanggapan individu terhadap sekelilingnya dan bagaimana mereka mengadaptasikannya
termasuk yang terkait dengan posisi ekonomi penghuninya. Pada saat yang bersamaan akan selalu
terjadi interaksi antara manusia dengan Iingkungan binaannya yang lebih banyak bersifat pragmatis
fungsional yang didorong oleh motif-motif ekonomi. Motif ini akan mendorong terjadinya perubahan
fungsi rumah. Rumah mempunyai berbagai macam fungsi dan semua fungsi tersebut tergantung pada
tujuan yang ingin dicapai yang berbeda antara satu dengan lainnya tergantung pada tempat danwaktu.

6. PENUTUP

Seiring dengan perkembangan kota, timbul masalah yang harus dihadapi oleh pemerintah kota terhadap
pemukiman kota dengan kualitas rendah, dengan menggunakan konsep pendekatan kooperatif
merupakan suatu pendekatan yang dapat menghasilkan sesuatu yang optimal maksudnya dapat
meminimalkan pihak yang dirugikan akibat dampak dari perkembangan kota tersebut.
Keterbatasan kemampuan pemerintah untuk membantu masyarakat golongan ekonomi menengah ke
bawah, maka pemberdayaan bagi semua lapisan masyarakat menjadi panting. Pemberdayaan hanya
dapat berjalan bila mobilitas sosial dan ekonomi masyarakat berkembang secara positif. Untuk
menjamin agar ada perkembangan mobilitas yang positif diperlukan ada kemampuan rumah tangga
yang riil. Dari sini tampak jelas kedudukan penting dari rumah untuk berfungsi sebagai modal
menggalang dan menggerakkan aspek produktifitasnya.

Keseimbangan antara rumah sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat berusaha tampaknya sangat
beragam yang tergantung pada pendapatan dan pandangan yang dianut oleh rumah tangga tersebut
dan lingkungan Yang terkait, keuntungan yang mungkin didapat dan sifat dan kegiatan ekonominya,
adanya kesempatan-kesempatan lain untuk meningkatkan taraf hidup dan lain sebagainya.
Banyak upaya perbaikan dan pengembangan lebih lanjut dapat dhlakukan tanpa harus tergantung
terlalu banyak pada dukungan dari luar, baik dalam anti makro (dari lembaga seperti Bank Dunia)
maupun mikro seperti Pemda yang tidak aktif untuk bersama dengan masyarakat berbuat perbaikan
lebih bagi masyarakat dan keluarganya.

Di masyarakat ada potensi yang besar dan mudah dibuat menjadi efektif Sebagian dan potensi ini sudah
efektif, namun masih banyak potensi lain yang menunggu diefektifkan. Banyak yang dapat dilakukan
tanpa rasa Pesimis maupun tidak percaya terhadap kemampuan yang ada pada masyarakat. Kenyataan
bahwa masyarakat itu bisa jarang mendapat perhatian secara sadar dan dimanfaatkan.

Pustaka

1. Abrams, Charles, (1966), Housing in the Modem World, man Struggle for Shelter in an Urbanizing
World, London: Faber & Faber.
2. Johara T. Jayadinata, (1999), Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan & Wilayah,
Penerbit ITB Bandung.
3. M.Lipton, (1980), Family, Fungibility, and Formality: Rural Advantages of informal Non-farm
Enterprise versus the Urban-formal state.
4. Rapoport, Amos, (1977), Human Aspect of Urban Form, Pergamon University. Toronto.
5. Rencana Tata Ruang Wilayah KotaMadya Daerah Tingkat 11 Surabaya,(2005), Pemda Kotamadya Dati
11 Surabaya.
6. Silas, Johan, (2000), Rumah Produktif Pendekatan Tradisi dan Masyarakat, Dalam rangka Dies Natalis
Arsitektur ITS ke 35, Laboratorium Perumahan dan Pemukiman Jurusan Arsitektur - FTSP - ITS
Surabaya
7. Turner, John F.C. and Fichter, Robert, (1972), Housing as a Verb, in Freedom to Build, The Micmilland,
New York
8. Wibowo,A.S., (1999), Intervensi Sektor Usaha Terhadap Keberadaan Kampung di Dalam Kawasan
Tunjungan Surabaya

Anda mungkin juga menyukai