Anda di halaman 1dari 2

 

   Cara mudah membuat Rumusan Masalah adalah dengan meng-gunakan alat


bantu pertanyaan dengan prinsip 5W + 1H (What, Who, Why, When, Where dan How), seperti
prinsip penulisan berita dalam dunia jurnalistik. Untuk mendapatkan esensi masalah, bisa
digunakan kata tanya "apa" atau "siapa". “Apa” menyangkut subjek benda (non-manusia),
sementara "siapa" menyangkut subjek manusia. Kata tanya “Apa" lebih menjurus pada nama
kejadian atau peristiwa, sementara "Siapa" lebih ke pelaku atau orang yang terlibat dalam
peristiwa (yang dimaksud atau dijadikan topik).

     Tentang kata tanya "Why", atau "Mengapa", biasanya lebih digunakan dalam rumusan
masalah penelitian kuantitatif, untuk mencari hubungan kausal antara dua atau lebih kejadian
atau variabel. Bisa juga pertanyaan "Mengapa" diajukan dalam rumusan masalah penelitian
kualitatif, misalnya, penelitian yang menggunakan pendekatan hermeneutika dan semiotika
(untuk mencari makna dan menginterpretasikan tanda-tanda), atau fenomenologi (untuk mencari
dan menemukan bentuk dasar dari fenomena), atau telusur genealogis- historis (seperti dilakukan
para sejarawan atau ahli arkeologi budaya).

     Kata tanya “Where"atau "di mana"menempatkan penelitian pada tempat (locus) yang tertentu,
sementara "When" atau "kapan" pada aras waktu (timeline) tertentu. Pembatasan ruang-waktu
yang dibingkai dengan kata tanya di mana" dan "kapan" menjadi penting dalam konteks
merumuskan masalah, dikarenakan kemampuan manusia, dalam hal ini si atau tim peneliti, yang
serba terbatas dan fakta ketidakmungkinan “menyelidiki segala sesuatu yang ada di muka bumi
ini" dalam kurun masa hidup individu yang pendek. Kata tanya "How" lebih mengarahkan
peneliti pada proses atau cara si subjek melakukan sesuatu, atau terlibat dalam suatu kejadian/
peristiwa, atau untuk membedakan sesuatu (menarik distingsi).

     Prinsip berikutnya yang perlu dipahami dalam perumusan masalah adalah membuat tegangan
yang menarik rasa ingin tahu; antara yang universal dengan yang particular; antara yang sudah
diketahui dengan yang belum diketahui oleh para ahli atau khalayak pembaca; antara prinsip-
prinsip umum dengan fakta-fakta atau temuan-temuan khusus; antara das sollen (kaidah-kaidah
atau tataran ideal) dengan das sein (kenyataan atau realitas yang ada). Rumusan masalah yang
efektif baru terjadi ketika ketiga hal yang tercakup dalam prinsip kedua ini mendapatkan
perhatian yang secukupnya dari calon penulis makalah.

     Contohnya, Pancasila Sila Kesatu, yaitu Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa (sebagai prinsip
umum,yang sudah banyak diketahui orang, dan bernilai universal) dengan temuan "baru" di
lapangan yaitu Ritual seks yang dilakukan para peziarah di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa
Tengah dengan maksud mendapatkan wangsit dan pesugihan."
     Dua pernyataan ini,yang tadinya dianggap sejajar,dalam pengertian proposisi logika (Subjek
dan Predikat), bisa dikemas menjadi sebuah Rumusan Masalah yang menarik dan menggugah
keingintahuan pembaca.

Contoh:

1. “Bagaimana mengetahui kadar penghayatan Sila Ketuhanan dalam diri para peziarah di
Gunung Kemukus?"
2. "Apakah Sila Ketuhanan terbuka untuk ditafsirkan oleh para peziarah di Gunung
Kemukus, dalam bentuk ritual seks?"
3. "Mengapa di negara yang berlandaskan Pancasila, utamanya Sila Ketuhanan, masih ada
praktik ritual seks yang dibungkus aura relijius,seperti terjadi di Gunung Kemukus?"
4. "Kapan mulai terjadi pergeseran pemaknaan ziarah di Gunung Kemukus, dari yang
relijius-adi-kodrati dan laku-tapa, menjadi profan-sekuler-hedonis?"
5. dan seterusnya

Anda mungkin juga menyukai