Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Periode kanak-kanak akhir dimulai sejak anak-anak berusia enam sampai
seksualnya matang. Kematangan seksual ini sangat bervariasi baik antara jenis
kelamin maupun antarbudaya yang berbeda. Anak-anak sudah lebih menjadi mandiri.
Pada masa inilah anak paling peka dan siap untuk belajar dan dapat memahami
pengetahuan dan selalu ingin bertanya dan memahami.
Perkembangan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial
dan kognitifnya. Hal ini membentuk persepsi anak mengenai sosial dan kognitifnya.
Hal ini membentuk persepsi anak mengenai dirinya sendiri, dalam kompetensi
sosialnya, dalam peran jenis kelaminnya, dan dalam menegakkan pendapatnya
mengenai apa yang benar dan apa yang salah.
Perkembangan sosial anak mulai meningkat yang ditandai dengan adanya
perubahan pengetahuan dan pemahaman mereka mengetahui kebutuhan ketentuan
maupun peraturan-peraturan. Selain itu hubungan antara anak dan keluarga, teman
sebaya dan sekolah sangat mewarnai perkembangan sosialnya.
(Jahja, Yudrik. 2011: 202)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa sajakah karakteristik masa anak-anak akhir?
2. Bagaimana perkembangan fisik, motorik, sosial, emosional, bahasa dan kognitif
anak?
3. Apa saja tugas perkembangan masa anak-anak akhir?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja karakteristik di masa anak-anak akhir
2. Untuk memahami bagaimana perkembangan fisik, motoric, sosial, emosional, bahasa
dan kognitif anak
3. Untuk mengetahui apa saja tugas perkembangan masa anak-anak akhir

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Karakteristik Masa Anak-Anak Akhir

Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus


diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila
berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka
gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan
selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.
Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan tersebut
menurut Havighurst adalah: Kematangan fisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan
nilai-nilai dan aspirasi individu.
Anak usia antara 6 – 12 tahun , periode ini kadang disebut sebagai masa anak-
anak pertengahan atau masa laten,masa untuk mempunyai tantangan baru kekuatan
kongnitif untuk memikirkan banyak faktor secara simultan memberikan kemampuan
pada anak-anak usia sekolah untuk mengevaluasi diri sendiri dan merasakan evaluasi
teman-temannya. Dapat disimpulkan sebagai sebuah penghargaan diri menjadi
masalah sentral bagi anak usia sekolah.

Menurut buku data penduduk yang diterbitkan oleh Kementrian Kesehatan


Indonesia (2011), anak usia sekolah adalah anak-anak yang berusia 7-12 tahun
( Depkes,2011), periode pubertas sekitar usia 12 tahun merupakan tanda akhir masa
kanak-kanak menenggah(potter dan perry). Nak usia sekolah atau anak yang sudah
sekolah akan menjadi pengalaman inti anak.periode ini anak-anak dianggap mulai
bertanggungjawab atas prilakunya sendiri dalam hubungan dengan orangtua mereka,
teman sebaya, dan orang lain. usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar –
dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan
memperoleh ketrampilan tertentu.

Menurut kriswanto (2006) pola perkembangan anak, usia yang paling rawan
adalah usia anak SD (10 -12 tahun). Pada usia 10 – 12 tahun , mereka ini sedang
dalam perkembangan pra-remaja, yang mana secara fisik maupun psiklogi pada masa
ini mereka sedang menyongsong pubertas. Perkembangan aspek fisik, kongnitif,
emosional, mental, dan sosial anak SD membutuhkan cara – cara penyampaian dan

2
instensitas pengetahuan tentang seks dan kesehatan reproduksi yang berbeda dengan
tahap – tahap usia yang lain

(kriswanto,2006; amaliyasari dan puspitasari, 2008 )

Masa kanak-kanak akhir berlangsung pada usia sekitar 6-12 tahun dengan ciri-
ciri sebagaimana digambarkan oleh para orang tua, para guru, dan para psikolog
(Hurlock, 1997: 146-148), sebagai berikut.
1. Menurut orang tua, masa kanak-kanak akhir merupakan:
 Masa yang menyulitkan
 Masa atau usia yang tidak rapi (the dirty age)
 Masa bertengkar
2. Menurut guru, masa kanak-kanak akhir merupakan:
 Masa bersekolah
 Masa kritis
3. Menurut psikolog, masa kanak-kanak merupakan:
 Masa atau usia berkelompok (the gang age)
 Masa penyesuaian diri
 Masa bermain
 Masa kreatif
Dengan mengesampingkan adanya perbedaan yang bersifat individual dapat
diidentifikasi tingkat perkembangan individu pada masa kanak-kanak akhir (Tim
Dosen FIP IKIP Malang, 1980 : 114-115), sebagai berikut.
 Pertumbuhan fisik dan perkembangan motoric mengalami kemajuan
pesat.
 Kehidupan sosialnya diperkaya, selain mengalami perkembangan
dalam melakukan kerjasama juga perkembangan kemampuan untuk
bersaing dengan kelompok sebayanya.
 Kesadaran terhadap diri sendiri semakin berkembang.
 Kemampuan berpikirnya sampai pada tingkat persepsional.
 Dalam bergaul dan melakukan kegiatan bersama tidak membedakan
jenis kelamin. Yang lebih menonjol dalam hal ini adalah perhatian dan
pengalaman yang sama.
 Mampu memahami suatu gejala berdasarkan hubungan sebab-akibat
(prinsip kausalitas).

3
 Ketergantungan kepada orang tua dan orang dewasa lainnya semakin
berkurang.

2.2. Tugas Perkembangan dan Sumber Tugas Perkembangan

Dalam setiap kelompok budaya, pengalaman telah menunjukkan bahwa orang


dapat mempelajari pola perilaku dan keterampilan tertentu dengan lebih mudah dan
berhasil pada usia-usia tertentu ketimbang saat lainnya. Kelompok itu kemudian
mengharapkan setiap individu bersikap sesuai dengan waktu perkembangan ini.
Orang dari berbagai usia sangat menyadari adanya “harapan sosial” tersebut.
Bahkan anak kecil mengetahui, dari apa yang dikatakan dan disuruh orang untuk
dilakukannya, bahwa beberapa hal tertentu diharapkan darinya. Mereka segera
menyadari, dari persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap perilaku mereka, bahwa
harapan sosial ini sebagian besar menentukan pola belajar mereka.
Harapan sosial dikenal sebagi “tugas perkembangan” (developmental task).
Havighurst telah mendefinisikan tugas perkembangan sebagai “tugas yang timbul
pada atau sekitar periode kehidupan individu tertentu, keberhasilan melakukannya
menimbulkan kebahagiaan dan keberhasilan pelaksanaan tugas lainnya kelak,
sedangkan kegagalan menimbulkan ketidakbahagiaan, ketidaksetujuan masyarakat,
dan kesulitan dalam pelaksanaan tugas lainnya kelak.” Beberapa tugas perkembangan
terutama muncul sebagai hasil kematangan fisik (belajar berjalan); yang lain terutama
berkembang dari tekanan budaya masyarakat (belajar membaca atau belajar
memainkan peranan jenis kelamin yang sesuai); namun, masih ada lainnya yang
timbul dari nilai-nilai pribadi dan aspirasi individu (memilih dan menyiapkan diri
untuk suatu pekerjaan). Kebanyakan tugas perkembangan timbul dari kerjasama
ketiga kekuatan ini.
Dalam kebudayaan yang relatif statis, tugas perkembangan tetap sama dari
generasi ke generasi berikutnya. Akan tetapi, dalam kebudayaan yang berubah,
generasi baru harus menampilkan tugas perkembangan yang baru, sedangkan
beberapa tugas yang lama menjadi kurang penting atau dihilangkan. Dalam
kebudayaan yang berubah dari tenaga manusia menjadi tenaga mesin, keterampilan
belajar menggunakan tangan menjadi kurang penting daripada belajar menjalankan
mesin.
(Hurlock, Elizabeth B. 1997: 40)

4
Robert Havighurst (Adam & Gullota, 1983) melalui perspektif psikososial
berpendapat bahwa periode yang beragam dalam kehidupan individu menuntut untuk
menuntaskan tugas-tugas perkembangan yang khusus. Tugas- tugas ini berkaitan erat
dengan perubahan kematangan, persekolahan, pekerjaan, pengalaman beragama, dan
hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya.

Selanjutnya Havighurst (1961) mengartikan tugas-tugas perkembangan itu


sebagai berikut:

A developmental task is a task which arises at or about a certain period in the


life of the individual, successful achievement of which lead to his happiness and to
success with later task, while failure leads to unhappiness in the individual,
disapproval by society and difficulty with later task.

Maksudnya, bahwa tugas perkembangan itu merupakan suatu tugas yang


muncul pada suatu periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila
tugas itu berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam
menuntaskan tugas berikutnya, sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan
ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan
masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalama menuntaskan tugas-tugas berikutnya.

Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku, atau


ketrampilan yang seyogyanya dimiliki oleh individu, sesuai dengan usia atau fase
perkembangannya. Hurlock (1981) menyebut tugas-tugas perkembangan ini sebagai
social expectation. Dalam arti, setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya
menguasai ketrampilan tertentu yang penting dalam memperoleh pola perilaku yang
disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang kehidupan.

Munculnya tugas-tugas perkembangan, bersumber pada faktor-faktor berikut.

1. Kematangan fisik, misalnya:


(a) belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki;
(b) belajar bertingkah laku, bergaul dengan jenis kelamin yang berbeda
pada masa remaja karena kematangan organ-organ seksual.
2. Tuntutan masyarakat secara kultural, misalnya:
(a) belajar membaca
(b) belajar menulis
(c) belajar menghitung

5
(d) belajar berorganisasi.
3. Tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu sendiri, misalnya:
(a) memilih pekerjaan
(b) memilih teman hidup.
4. Tuntutan norma agama, misalnya:
(a) taat beribadah kepada Allah
(b) berbuat baik kepada sesame manusia.

(Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja)

Tugas perkembangan mempunyai tiga tujuan yang sangat berguna.


1) Tugas ini bertindak sebagai pedoman untuk membantu para orang tua
dan guru guna mengetahui apa yang harus dipelajari anak pada usia
tertentu. Sebagai contoh, bila anak menyesuaikan diri dengan baik di
sekolah, mereka harus menguasai tugas yang diperlukan untuk mandiri
dari bantuan guru, seperti memakai dan melepas baju, dan mereka harus
tahu permainan yang dialkukan anak lain di lingkungannya.
2) Tugas perkembangan menimbulkan kekuatan motivasi bagi anak untuk
belajar hal-hal yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia
tersebut. Anak cepat belajar bahwa penerimaan sosial bergantung pada
kemampuan mereka melakukan apa yang dapat dilakukan teman
sebayanya. Semakin kuat keinginan mereka untuk diterima di
masyarakat, semakin besar motivasi mereka untuk belajar melakukan
apa yang dapat dilakukan teman sebayanya.
3) Tugas perkembangan pada para orang tua dan guru tentang apa yang
diharapkan dari mereka di masa mendatang. Dengan demikian, mereka
menyadari perlunya menyiapkan anak untuk menghadapi harapan baru
tersebut. Ketika anak mulai bermain dengan teman sebayanya, hal ini
menyadarkan orang tua tentang pentingnya mengajar anak, bagaimana
cara bermain dan berolah raga yang disukai anak-anak yang lebih besar
di lingkungannya sehingga anak mereka akan siap memainkannya pada
saat bermain dengan teman sebaya sebagai kegiatan bermain yang
penting bagi mereka.
(Hurlock, Elizabeth B. 1997: 40-41)

6
Faktor yang Mempengaruhi Penguasan Tugas Perkembangan
Sejumlah faktor mempengaruhi penguasaan tugas perkembangan; sebagian
diantaranya bertindak sebagai hambatan dan sebagian lagi sebagai pembantu
penguasaan ini. Beberapa faktor ini dapat dikendalikan, seperti halnya dalam kasus
kesempatan belajar. Beberapa yang lain, misalnya untuk membangun tubuh dan
kecerdaasan, tidak dapat dikendalikan atau hanya dikendalikan dalam batas yang
sangat sempit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan tugas perkembangan,
sebagai berikut:
a. Bantuan dalam menguasai
 Perkembangan fisik yang dipercepat
 Kekuatan dan energi di atas rata-rata untuk usia tertentu
 Kecerdasan di atas rata-rata
 Lingkungan ysng memberiksn kesempatan untuk belajar
 Bimbingan belajar dari orang tua dan guru
 Motivasi kuat untuk belajar
 Kreativitas yang disertai dengan kemauan untuk berbeda
b. Hambatan dalam menguasai
 Kelambatan dalam tingkat perkembangan, baik fisik maupun
mental
 Kesehatan buruk yang mengakibatkan energi dan tingkat
kekuatan rendah
 Cacat tubuh yang mengganggu
 Tiadanya kesempatan untuk belajar apa yang diharapkan
kelompom sosial
 Tiadanya bimbingan dalam belajar
 Tiadanya motivasi untuk belajar
 Rasa takut untuk berbeda
(Hurlock, Elizabeth B. 1997: 41)

Pentingnya Penguasaan Tugas Perkembangan


Walaupun penting untuk menguasai tugas perkembngan yang sesuai dengan
usia anak dan tingkat perkembangannya, tidak semua anak melakukannya. Kegagalan
ini menimbulkan tiga akibat serius, yaitu:

7
1) Membuat anak merasa rendh diri, dan hal ini menimbulkan perasaan
tidak bahagia.
2) Menimbulkan ketidaksetujuan sosial, yang sering disertai dengan
penolakan sosial. Anak itu dianggap tidak matang dan kekanak-kanakan.
3) Menyulitkan penguasaan tugas perkembangan baru. Setiap tahun anak
semakin mundur karena tidak ada dasar yang dieperlukan untuk
membangun selanjutnya.
Sebaliknya, anak yang cepat dewasa dalam menguasai tugas prkembangan
yang ditetapkan kelompok sosial dihargai oleh persetujuan sosial dan diri sendiri.
Kedua hal ini ikut mempengaruhi kebahagiaan. Sebagai tambahan, persetujuan sosial
memungkinkan anak memainkan peran kepemimpinan, karena mereka dinilai lebih
terampil dan matang oleh teman sebayanya. Persetujuan pada diri sendiri
menimbulkan rasa percaya diri dan motivasi yang kuat untuk memenuhi harapan
sosial dan dirinya sendiri.
(Hurlock, Elizabeth B. 1997: 41-42)
2.3. Perkembangan Fisik, Motorik, Sosial, Emosional, Bahasa dan Kognitif Anak.

A. Perkembangan fisik.

Masa pertengahan dan akhir anak-anak merupakan periode pertumbuhan fisik


yang lambat dan relatif seagam sampai mulai terjadi perubahan-perubahan
pubertas, kira-kira 2 tahun menjelang anak menjadi matang secara seksual, pada
masa ini pertumbuhan berkembang pesat. Karena itu, masa ini sering juga disebut
sebagai “periode tenang” sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang masa
remaja. Meskipun merupakan “masa tenang”, tetapi hal ini tidak berarti bahwa
pada masa ini tidak terjadi proses pertumbuhan fisik yang berarti. Berikut ini akan
dijelaskan beberapa aspek pertumbuhan fisik yang terjadi selama periode akhir
anak-anak, diantaranya berat badan dan tinggi badan, keterampilan motorik.

(Desmita, 2017)

Keadaan Berat dan Tinggi Badan.

Sampai dengan usia sekitar 6 tahun terlihat badan anak bagian atas
berkembang lebih lambat dari pada bagian bawah. Anggota-anggota badan relatif

8
masih pendek, kepala dan perut relatif masih besar. Selama akhir anak-anak,
tinggi bertumbuh sekitar 5 hingga 6% dan berat badan sekitar 10% tiap tahun.

(Desmita, 2017)

B. Perkembangan motorik.

Dengan terus bertambahnya berat dan kekuatan badan, maka selama masa
pertengahan dan akhir anak-anak ini perkembangan motorik menjadi lebih halus
dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa kanak-kanak.
(Desmita, 2017)
Mereka mulai memperlihatkan gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, dan cepat
yang diperlukan untuk menghasilkan karya kerajinan yang bermutu bagus atau
memainkan instrumen musik tertentu.
(Santrock, 1995)

Rentang Usia Kemampuan Motorik

6 tahun Koordinasi antara mata dan tangan (visio-motorik) yang


dibutuhkan untuk membidik, menyepak, melempar dan
menangkap berkembang.

7 tahun Anak tangan semakin kuat dan ia lebih menyukai pensil


dari pada krayon untuk melukis.

8-10 tahun Tangan dapat digunakan secara bebas, dimana anak sudah
dapat menulis dengan baik. Ukuran huruf mulai lebih
kecil dan lebih rapi.

10-12 tahun Anak-anak mulai memperlihatkan ketrampilan-


ketrampilan manipulatif menyerupai kemampun-
kemampuan orang dewasa.

(Desmita, 2017)
Untuk memperhalus ketrampilan-ketrampilan motorik mereka, anak-anak
terus melakukan berbagai aktivitas fisik. Anak- anak maa sekolah ini
mengembangkan kemampuan melakukan permainan dengan peraturan, sebab
mereka sudah dapat memahami dan menaati aturan-aturan suatu permainan.
Partisipasi di berbagai cabang orlahraga, dengan memberikan konsekuensi positif
dan negatif bagi anak-anak, antara lain:

9
a. Konsekuensi positif: memberikan latihan dan kesempatan untuk belajar
bersaing, meningkatkan latihan dan esempatan untuk belajar bersaing,
meningkatkan harga diri (self-esteem), dan memperluas pergaulan dan
persahaban dengan teman-teman sebaya.

b. Konsekuensi negatif: mereka mengalami terlalu banyak tekanan untuk


berprestasi dan menang, cidera fisik, harus bolos dari tugas akademis,
berusaha mencapai harapan-harapan yang tidak realistis untuk menjadi atlit
yang sukses.

(Desmita, 2017)

C. Perkembangan Kognitif.

Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, maka kemampuan


kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat. Karena dengan masuk
sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas, dan dengan meluasnya
minat maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan obyekobyek yang
sebelumnya kurang berarti bagi anak.

1. Perkembangan Kognitif Menurut Teori Piaget.

Menurut teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar


disebut pemikiran operasinal konkrit (concrete operational thought). Operasi
ini adalah hubungan -hubungan logis antara konsep-konsep atau skema-
skema. Sedangkan operasi konkrit adalah aktivitas mental yang terfokuskan
pada obyek-obyek dan peristiwa nyata atau konkrit dapat diukur.
Menurut Piaget, anak-anak pada masa konkrit operasional ini telah mampu
menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan degan
sejumlah aspek yang berbeda secara serempak (Johnson & Mendinnus, 1974).
Hal ini karena pada masa ini anak telah mengembangkan tiga macam proses
yang disebut operasi-operasi, yaitu:

a. Negasi (negation). Pada masa pra operasional anak hanya melihat keadaan
permulaan dan akhir dari deretan benda, yaitu padamulanya keadaannya
sama dan pada akhirnya keadaannya menjadi tidak sama. Anak tidak
melihat apa yang terjadi diantaranya.tetapi pada masa konkrit operasional,
anak memahimi proses apa yang terjadi di antara kegiatan itu dan
memahami hubungan-hubungan anatara keduanya.

10
b. Hubungan timbal balik (resiprokasi). Ketika anak melihat bagaimana
deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan
benda-benda bertambah panjang, tetapi tidak rapat lagi dibandingkan
dengan deretan lain. Hal ini karena anak mengetahui hubungan timbal
balik antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang
tetapi, lebih rapat, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-benda yang
ada pada kedua deretan itu sama.

c. Identitas. Pada maasa konkrit operasional sudah bisa mengenal suatu


persatu benda-benda yang sudah ada pada deretan-deretan itu. Anak bisa
menghitung, sehingga meskipun benda dipindahkan, anak dapat
mengetahui bahwa jumlahnya akan tetap sama (Gunarsa, 1990)

Apa yang dipikirkan oleh anak masih terbatas pada hal-hal yang ada
hubungannya dengan suatu yang konkrit, suatu realitas secara fisik, benda-
benda yang benar-benar nyata. Sebaliknya, benda-benda atau peristiea yang
tidak ada hubungannya secara jelas dan konkrit dengan realitas, masih sulit
dipikirkan oleh anak. Ketrbatasan lain yang terjadi dalam kemampuan berpikir
konkrit anak ialah egosentrisme. Artinya anak belum mampu membedakan
antara perbuatan-perbuatan dan obyek-obyek yang hanya ada dalam
pikirannya.
(Desmita, 2017)

2. Perkembangan Memori.

Meskipun selama periode pertengahan dan periodeakhir anak-anak ini


tidak terjadi peningkatan yang berarti dalam memori jangka panjang, malah
menunjukkan keterbatasan-keterbatasan, namun selama oeriode ini mereka
berusaha mengurangi keterbatasan-keterbatasan tersebut dengan menggunakan
beberapa strategi, tetapi mungkin strategi itu keliru dan mereka mungkin tidak
menggunakan strategi secara efektif.
Matlin (1994) menyebutkan empat macam strategi memori yang penting,
yaitu: rehearsal, organization, imagery, dan Iretrieval.

a. Rehearsal (pergaulan) adalah satu strategi meningkatkan memori dengan


cara menguangi berkali-kali informasi setelah informasi tersebut disajikan.
Ini sebenarnya bukan merupakan strategi khusus yang efektif. Sejumlah
peneliti malah merupakan strategi khusus yang efektif. Sejumlah peneliti
11
malah bersikap skeptis tentang apakah strategi pengulangan ini benar-
benar dapat membant meningkatkan memori jangka panjang. Meskipun
demikian, strategi tersebut sangat berguna bagi peningkatan memori
jangka pendek.

b. Organization (organisasi), seperti pengkategorian dan pengelompokan,


merupakan strategi memori yang serig digunakan oleh orang dewasa.
Anakanak yang masih kecil tidak dapat mengelomokkan secara spontan
item-item yang sama untuk membantu proses memorinya. Akan tetapi,
sebagaimana ditunjukkan dalam studi Moely dan rekan-rekannya, anak-
anak masa pertengahan dan akhir cenderung mengorganisasiinformasi
secara spontan untuk diingat, deibandingkan dengan anak-anak yang
masih kecil. Dengan prosedur latihan yang digunakan Moely dan teman-
temannya telah mendorong anak-anak untuk menggunakan sebuah strategi
organisasi, dan strategi ini ternyata dapat meningkatkan memori mereka.

c. Imagery (perbandingan) adalah tipe dari karakteristik pembayangan dari


seseorang (Chaplin, 2002). Perbandingan juga merupakan salah satu
strategi memori yang berkembang selama amsa pertengahan dan akhir
anak-anak.

d. Retrivial (pemunculan kembali) adalah proses mengeluarkan atau


mengangkat informasi dari tempat penyimpanan (Chaplin, 2002). Anak-
anak yang diberi isyarat permunculan kembali tidak berusaha menyelidiki
secara mendalam memori mereka. Sama halnya dengan strategi organisasi
dalam meningkatkan ingatan, anak-anak yang lebih muda juga tidak
menyadari bahwa strategi permunculan kembali dapat sangat bermanfaat
baginya.

Seiring dengan bertambahnya usia, anak-anak belajar bagaimana


menggunakan keempat strategi tersebut. Mereka akan menyadari apabila
mereka ingin mengingat sesuatu, mereka akan menggunakan strategi-strategi
memori tersebut dari pada hanya sekedar mempercayai bahwa mereka akan
mengingat materi-materi yang penting.
Perlu dipahami bahwa disamping strategi-strategi memori di atas, juga
terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi memori anak, seperti tingkat usia,

12
sifat-sifat anak (termasuk sikap, motivasi, dan kesehatan), serta pengetahuan
yang telah diperoleh anak sebelumnya.
(Desmita, 2017)

3. Perkembangan Pemikiran Kritis.

Pemikiran kritis 9critical thinking) telah didefinisakan secara beraga


oleh para ahli, diantaranya adalah Nickerson (dalam Seifert & Hoffnug, 1994)
dan Santrock (1998) dapat dipahami bahwa yang dimaksudkan dengan
pemikiran kritis adlah memahami atau refleksi terhadap permasalahan secara
mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai
pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja
informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber (lisan atau tulisan), dan
berpikir secara reflektif dan evaluatif).
Meskipun istilah “kritis” lebih merupakan masalah disposisi (watak)
dari pada kecakapan (ability) dan tidak merujuk pada pikiran, namun
sebagaimana dinyatakan oleh Perkins, Jay dan Tishman (1993) bahwa
pemikiran yang baik meliputi disposisi-disposisi untuk:

a. Berfikir terbuka, fleksibel dan berani mengambil resiko.

b. Mendorong keingintahuan intelektual.

c. Mencari dan memperjelas pemahaman.

d. Merencanakan dan menyususn strategi.

e. Berhati-hati secara intelektual.

f. Mecari dan mengevaluasi pertimbangan-pertimbangan rasional.

g. Mengembangkan metakognitif.

Seorang pakar psikologi kognitif, Robert J. Sternber memberikan beberpa


usulan untuk mengembangkan pemikiran kritis anak, yaitu:

a. Mengajarkan anak menggunakan proses-proses berpikir yang benar.

b. Mengembangkan strategi-strategi pemecahan maslaah

c. Meningkatkan gambaran mental mereka.

d. Memperluas landasan mpengetahuan mereka.

13
e. Memotivasi anak untuk menggunakan keterampilan-keterampilan berpikir
yang baru saja dipelajari.

Menurut Santrock (1998) untuk mampu berpikir secara kritis, anak harus
mengambil peran aktif dalam proses belajar. Ini berarti anak-anak perlu
mengembangkan berbagai proses berpikir aktif, seperti:

a. Mendengarkan secara seksama.

b. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan-pertanyaan.

c. Mengoordinasikan pemikiran-pemikiran mereka.

d. Memperhatikan persamaan dan perbedaan .

e. Melakukan deduksi.

a. Membedakan antara kesimpulan-kesimpulan yang secara logika valid dan


tidak valid.

Santrock anak-anak juga harus belajar bagaimana menganjurkan


pertanyaan kelarifikasi, belajar bagaimana mengkombinasikan proses-proses
berpikir untuk menguasai suatu pengetahuan baru, belajar melihat sesuatu
dari berbagai sudut pandang.
(Desmita, 2017)

4. Perkembangan Intelegensi (IQ).

Dalam pembahasan tentang perkembangan kognitif anak anak usia


sekolah, maslah kecerdasan atau integensi mendapat banyak perhatian
dikalangan psikolog. Hal ini adalah karena intelegensi telah dianggap sebagai
suatu norma yang menentukan perkembangan kemampuan dan pencapaian
optimal hasil belajar anak di sekolah. Dengan mengetahui intelegensinya ,
seorang anak dapat dikategorikan sebagai anak yang pandai/cerdas (genius),
sedang, atau bodoh (idiot).

a. Pengertian intelegensi.

Intelegensi merupakan sebuah konsep abtrsak yang sulit didefinisikan


secara memuaskan. Hingga sekarang, masih belum dijumpai sebuah
definisi tentang intelegensi yang dapat diterima secara universal.
Meskipun demikian, dari sekian banyak definisi tentang intelegensi yang

14
dirumuskan oleh para ahli, secara umu dapat dimasukkan ke dalam salah
satu dari 3 klasifikasi berikut:

1. Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, beradaptasi


dengan situas-situasi baru atau menghadapi situasi-situasi yang sangat
beragam.

2. Kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima pendidikan.

3. Kemampuan untuk berpikir secara abstrak, mengunakan konsep-


konsep abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan
konsep-konsep (Phares, 1998).

b. Pengukuran integensi.

Intelegensi pada setiap anak tidak sama. Untuk mengukur perbedaan


kemampuan individu terebut, para psikolog telah mengembangkan
sejumlah tes integensi. Dalam hal ini, Alfret binet (1857-1911), seorang
dokter dan psikolog Prancis dipandang secara luar sebagai orang yang
paling berjasa dalam mempelopori perkembangan tes intelegensi ini.
Dewasa ini tes-tes intelegensi telah dipergunakan secara luas untuk
menempatkan anak sekolah ke dalam kelas atau jurusan tertentu, untuk
menerima mahasiswa pada suatau perguruan tinggi, untuk menyeleksi
calon pegawai negri sipil, untuk memiliki individu yang akan ditempatkan
ada jabatan tertentu, dan sebagainya.
Tabel klasidikasi IQ.

IQ Klasifikasi Tingkat sekolah

Di atas 139 Sangat superrior Orang yang sangat pandai.

120-139 Superior Dapat menyelesaikan studi di


universitas tanpa kesulitan.

110-119 Di atas rata-rata Dapat menyelesaikan sekolah lanjutan


tanpa kesulitan.

90-109 Rata-rata Dapat menyelesaikan sekolah lanjutan.

80-89 Di bawah rata-rata Dapat menyelesaikan sekolah dasar.

70-79 Borderline Dapat mempelajari sesuatu tapi


lambat.

15
Di bawah Terbelakang secara Tidak dapat mengikuti pendidikan di
70 mental sekolah.

5. Perkembangan kecerdasan emosional (EQ).

Menurut Goleman (1995), kecerdasan emosional merujuk kepada


kemampuan megenali perasaan kita sendiri dan perasaan oranglain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda tetapi
saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (Academic intelligence), yaitu
kemampuan-kemampuan kongnitif murni yang diukur dengan IQ. Banyak
yang cerdas, dalam arti berarti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan
emosi, sehingga dalam bekerja menjadi bawahan orang ber-IQ lebih rendah
teteapi unggul dalam keterampilan kecerdasan emosi.
(Desmita, 2017)

6. Perkembangan kecerdasan spiritual (SQ).

Beberapa ungkapan Zohar dan Marshell, diantaranya:

a. SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah


makna dan nilai.

b. SQ adalah kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia


dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.

c. SQ adalah kecerdasan untuk menilai bahwa rindakan atau jalan hidup


seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

d. SQ adalah kecerdasan yang tidak hanya untuk mengetahui nilai-nilai


yang ada, tetapi juga untuk kreatif menemukan nilai-nilai baru.

Meskipun demikian, yang pasti adalah anak-anak telah memiliki dasar-


dasar kemampuan SQ yang dibawanya sejak lahir. Untuk mengembangkan
kemampuan ini, pendidikan mempunyai peran yang sangat penting. Oleh
karena itu, untuk melahirkan manusia yang ber-SQ tinggi, dibutuhkan
pendidikan yang tidak hanya memperhatikan perkembangan aspek IQ saja

16
melainkan sekaligus EQ dan SQ. Dengan demikian diharapkan akan lahirlah
dari lembaga-lembaga manusia yang benar-benar utuh.
(Desmita, 2017)

7. Perkembangan krativitas.

Kreativitas merupakan sebuah konsep yang majemuk dan multi-di-mensional,


sehingga sulit didefinisikan secara operasional. Definisi sederhana yang sering
digunakan secara luas tentang krativitas adalah kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru. Wujudnyanya adalah tindakan manusia.
Melalui proses kreatif dalam benak orang atau sekelompok orang, produk-
produk kreatif tercipta. Dalam semua bentuk produk kreatif tersebut, selalu
ada sifat dasar ayng sama, yaitu keberadaannya yang baru atau belum pernah
ada sebelumnya. Sifat baru itulah yang menandai produk, proses atau orang
kreatif. Sifat baru itu memiliki ciri-ciri:

a. Produk yang sifatnya baru sama sekali yang sebelumnya belum ada.

b. Produk yang memiliki sifat baru sebagai hasil kombinasi beberapa


produk yang sudah ada sebelumnya.

c. Suatu produk yang bersifat baru sebagai hasil pembaruan (inovasi) dan
perkembangan (evolusi) dari hal yang sudah ada.

(Nashori & Mucharam, 2002).

Utami Munandar (1977) melalui penelitiannya di Indonesia, menyebutkan


ciri-ciri kepribadian kreatif yang diharapkan oleh bangsa Indonesia, yaitu:

a. Mempunyai daya imajinasi yang kuat.

b. Mempunyai inisiatif.

c. Mempunyai minat yang luas.

d. Mempunyai kebebasan dalam berpikir.

e. Bersifat ingin tahu.

f. Selalu ingin mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.

g. Mempunyai kepercayaan diri yang kuat.

17
h. Penuh semangat.

i. Berani mengambil resiko.

j. Berani mengemukakan pendapat dan memiliki keyakinan

(Munandar, 1999).

D. Perkembangan bahasa

Selama masa akhir anak-anak, perkembangan bahasa terus berlanjut.


Perbendaraan kosa kata anak meningkat dan cara anak-anak menggunakan kata
dan kalimat beertambah kompleks serta lebih menyerupai bahas orang dewasa.
Dari berbagai pelajaran yang diberikan di sekolah, bacaan, pembicaraan dengan
anak-anak lain, serta melalui radio dan televisi, anak-anak menambahkan
perbendaharaan kosa kata yang ia pergunakan dalam percakapan dan tulisan.
(Desmita, 2017)
Di samping peningkatan dalam jumlah perbendaharaan kosa kata,
perkembangan bahasa anak usia sekolah juga terlihat dalam cara anak berpikir
tentang kata-kata. Pada masa ini anak menjadi kurang terikat dengan tindakan-
tindakan dan dimensi-dimensi perceptual yang berkaitan dengan kata-kata, setra
pendekatan mereka menjadi lebih analitis terhadap kata-kata. Peningkatan
kemampuan anak sekolah memahami kata-kata yang tidak berkaitan langsung
dengan pengelaman-pengalaman pribadinya. Ini memungkinkan anak menambah
kosa kata yang lebih abstrak ke dalam perbendaharaan kata mereka. Misalnya,
“bati-batuan berharga” dapat dipahami melalui pemahaman tentang ciri-cici
umum “berlian” atau “zamrud” .
(Santrock, 1995)

2.4. Tugas Perkembangan Masa Anak-Anak Akhir.

Menurut Robert J. Havighurst (Monks, et al., 1984, syah, 1995; Andrissen,


1974; Havighurst, 1976) tugas-tugas perkembangan masa sekolah (6 – 12 tahun) atau
masa kanak-kanak akhir adalah :
a. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
Melalui pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan berlari semakin
stabil, makin mantap dan cepat. Pada masa sekolah anak sudah sampai pada
taraf penguasaan otot, sehingga sudah dapat berbaris, melakukan senam

18
pagi dan permainan-permainan ringan, seperti sepak bola, loncat tali,
berenang, dan sebagainya.
b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai
makhluk biologis.
Hakikat tugas ini ialah (1) mengembangkan kebiasaan untuk
memelihara badan, meliputi kebersihan, keselamatan diri, dan kesehatan;
(2) mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau
wanita) dan juga menerima dirinya (baik rupa wajahnya maupun postur
tubuhnya) secara positif.
c. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya.
Yakni belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang
baru serta teman-teman sebayanya. Pergaulan anak di sekolah atau teman
ssebayanya mungkin diwarnai perasaan senang, karena secara kebetulan
temannya itu berbudi baik, tetapi mungkin juga diwarnai oleh perasaan
tidak senang karena teman sepermainannya suka mengganggu atau nakal.
d. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
Apabila anak sudah masuk sekolah, perbedaan jenis kelamin akan
semakin tampak. Dari segi permainan umpamanya akan tampak bahwa
anak laki-laki tidak akan memperbolehkan anak perempuan mengikuti
permainannya yang khas laki-laki, seperti main kelereng, main bola, dan
layang-layang.
e. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
Salah satu sebab masa usia 6-12 tahundisebut masa sekolah karena
pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya sudah cukup matang
untuk menerima pengajaran. Untuk dapat hidup dalam masyarakat yang
berbudaya, paling sedikit anak harus tamat sekolah dasar (SD), karena dari
sekolah dasar anak sudah memperoleh keterampilan dasar dalam membaca,
menulis, dan berhitung.
f. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari.
Apabila kita telah melihat sesuatu, mendengar, mengecap, mencium,
dan mengalami, tinggallah suatu ingatan pada kita. Ingatan mengenai
pengamatan yang telah lalu itu disebut konsep (tanggapan). Demikianlah
kita mempunyai tanggapan tentang ayah, ibu, rumah, pakaian, buku,
sekolah, dan juga mengenai gerak-gerik yang dilakukan, seperti berbicara,
berjalan, berenang, dan menulis. Bertambahnya pengalaman akan

19
menambah perbendaharaan konsep pada anak. Tak perlu diuraikan lagi
bahwa dalam kehidupan sangat banyak konsep yang dibutuhkan. Semakin
bertambah pengetauhan, semakin bertambah pula konsep yang diperoleh.
Tugas sekolah yaitu menanamkan konsep-konsep yang jelas dan benar.
Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama (moral), ilmu
pengetahuan, adat istiadat, dan sebagainya. Untuk mengembangkan tugas
perkembangan anak ini, maka guru dalam mendidik/mengajar di sekolah
sebaiknya memberikan bimbingan kepada anak untuk:
1) Banyak melihat, mendengar, dan mengalami sebanyak-banyaknya
tentang sesuatu yang bermanfaat untuk peningkatan ilmu dan kehidupan
bermasyarakat.
2) Banyak membaca buku-buku atau media cetak lainnya.
Semakin diaahami konsep-konsep tersebut, semakin mudah untuk
membicarakannya dan semakin mudah pula bagi anak untuk
mempergunakannya pada waktu berpikir.
g. Mengembangkan kata hati
Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikapdan perasaan yang
berhubungn dengan norma-norma agama. Hal ini menyangkut penerimaan
dan penghargaan terhadap peraturan agama (moral) disertai dengan
perasaan senang untuk melakukan atau tidak melakukannya. Tugas
perkembangan ini berhubungan dengan masalah benar-salah, boleh-tidak
boleh, seperti jujur itu baik, bohon itu buruk, dan sebagainya.
h. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
Hakikat tugas ini ialah untuk dapat menjadi diri yang berdiri sendiri,
dalam arti dapat membuat rencana, berbuat untuk masa sekarang, dan masa
yang akan datang bebas dari pengaruh orangtua dan orang lain.
i. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-
lembaga.
Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikap sosial yang demokratis
dan menghargai hak orang lain. Umpamanya, mengembangkan sikap
tolong-menolong, sikap tenggang rasa, mau bekerjasama dengan orang lain,
toleransi terhadap pendapat orang lain, dan menghargai hak orang lain.

(LN, Syamsu Yusuf. 2004: 69-71)

20
Menurut ahli psikologi lain tentang tugas-tugas perkembangan fase anak 6-12
tahun :
1. Charlotte Buhler (1930) dalam bukunya yang berjudul The first tear of
life :
a. Fase ketiga (6-8 tahun)
Anak belajar bersosialisasi dengan lingkungannya.
b. Fase keempat (9-12 tahun)
Anak belajar mencoba, bereksperimen,bereksplorasi, yang
distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu
yang besar
2. Elizabeth B. Hurlock (1978) dalam bukunya Developmental
Psychology :
a. Masa anak (6-11 tahun). Anak belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
b. Masa praremaja (11-12 tahun). Anak belajar memberontak yang
ditunjukkan dengan tingkah laku negatif.
3. Erik Erickson (1963) dalam bukunya Chilhood and Society :
a. Awal masa kanak-kanak (6-7 tahun)
Anak belajar menyesuaikan diri dengan teman sepermainannya,
ia mulai bisa melakukan hal-hal kecil (berpakaian, makan) secara
mandiri.
b. Akhir masa kanak-kanak (8-11 tahun)
Anak belajar untuk membuat kelompok dan berorganisasi.
c. Awal masa remaja (12 tahun)
Anak belajar membuang masa kanak-kanaknya dan belajar
memusatkan perhatian pada diri sendiri.

Pada masa ini anak memasuki masa belajar di dalam dan diluar sekolah. Anak
belajar di sekolah, tetapi membuat latihan perkerjaan rumah yang mendukung hasil
belajar disekolah. Asepek prilaku banyak dibentuk melalui pengetahuan verbal,
keteladanan, dan identifikasi. Anak – anak pada masa ini harus menjalani tugas –
tugas perkembangan, yaitu :

21
1. Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permaian yang
umum.

2. Membentuk sikap sehat mengenai dirinya sendiri.


3. Belajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman – teman seusianya.
4. Mulai mengembangkan ketrampilan dasr : membaca., menulis, dan
berhitung.
5. Mulai menggembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.
6. Mengembangkan pengertian atau konsep yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari.
7. Mengembangkan hati nurani, nilai moral, tata dan tingkatan nilai sosial.
8. Memperoleh kebebasan pribadi.
9. Mengembangkan sikap terhadap kelompok – kelompok sosial dan lembaga
– lembaga.

(Gunarsa,D dan Gunarsa, Y,2008)

22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Robert J. Havighurst (Monks, et al., 1984, syah, 1995; Andrissen,
1974; Havighurst, 1976) tugas-tugas perkembangan masa sekolah (6 – 12 tahun) atau
masa kanak-kanak akhir adalah :
1. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
2. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai
makhluk biologis.
3. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya.
4. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
5. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
6. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari.
7. Mengembangkan kata hati
8. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
9. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan
lembaga-lembaga.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan agar para pembaca bisa
memahami materi tentang Tugas Perkembangan Masa Anak-Anak Akhir serta
sebagai calon tenaga kesehatan yang baik kami mampu memahami setiap hal yang
berhubungan dengan psikologi perkembangan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Rachman,dkk. 1998. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Depdikbud

Desmita. 2017. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Gunarsa,Singgih D. dan Gunarsa,Yulia Singgih.2008.Psikologi Praktis:Anak, Remaja, dan


Keluarga.Jakarta: Gunung Mulia

Hurlock, Elizabeth B. 1997. Perkembangan Anak. Jilid 1. Edisi ke 6. Diterjemahkan oleh:


Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih. Jakarta: Erlangga

Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenadamedia Group.

Kuntjojo. 2005. Psikologi, Malang: Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

LN, Syamsu Yusuf. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Mansur, Herawati. 2011. Psikologi Ibu dan Anak ntuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

Murdyarharjo,dkk.1992. Dasar – Dasar kepribadian. Jakarta

Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja & Anak, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
_________. “Tugas-Tugas Perkembangan” (online),
(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/194412051967101-
KOKO_DARKUSNO_A/TUGAS-TUGAS_PERKEMBANGAN.pdf , diakses 23 Agustus 2019).

24

Anda mungkin juga menyukai