Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malaria

2.1.1 Definisi Malaria

Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk

infeksi akut atau kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium

bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh

nyamuk Anhopeles betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu

mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di

daerah rawa–rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai

nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai,

demam charges, demam kura dan paludisme ( Prabowo, 2014 )

Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya 60

spesies berperan sebagai vektor malaria alami. Di Indonesia, ditemukan 80 spesies

nyamuk Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria (Prabowo,

2014). Ciri nyamuk Anopheles relatif sulit membedakannya dengan jenis nyamuk

lain, kecuali dengan kaca pembesar. Ciri paling menonjol yang bisa dilihat oleh

mata telanjang adalah posisi waktu menggigit menungging, terjadi di malam hari,

baik di dalam maupun di luar rumah, sesudah menghisap darah nyamuk istirahat

di dinding dalam rumah yang gelap, lembab, di bawah meja, tempat tidur atau di

bawah dan di belakang lemari (www.Depkes.go.id )


2.1.2. Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus

Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada

manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,

Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan

oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi

darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.

(Harijanto P.N.2014).

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai

malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria

kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum

menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling

berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam

waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga

menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh. (Harijanto P.N,

2014)

2.1.3. Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria (Plasmodium) mempunyai dua siklus daur hidup, yaitu

pada tubuh manusia dan di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina (Soedarto,

2011).

Di bawah ini gambar siklus hidup Plasmodium melalui perkembangan

aseksual dan seksual.


.

Sumber: CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.


Gambar 2.1 Siklus Hidup Plasmodium

1. Silkus Pada Manusia


Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia,

sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam

peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan

masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang

menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati.

Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih

2 minggu. Pada P.vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung

berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang

disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama

berbulan-bulan sampai bertahun- tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh

menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).

(Depkes RI, 2016).


Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam

peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,

parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30

merozoit) Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya

eritrosit yang terinfeksi skizon pecah dan merozoit yang keluar akan

menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus

eritrositer Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang

terinfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit

jantan dan betina. (Depkes RI, 2016)


Dibawah ini gambar siklus merozoit

Sumber: CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.


Gambar 2.2 Siklus Merozoit
Sumber: CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.
Gambar 2.3 nyamuk Anhopeles betina.

2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina


Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung

gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan

pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet

kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung

nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang

nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa inkubasi

atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam

bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten

atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi

dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik. (Nugroho, 2015).

2.1.4 Tahapan Siklus Plasmodium

Dalam tahapan siklus plasmodium dapat berlangsung keadaan-keadaan

sebagai berikut:

1. Siklus preeritrositik : periode mulai dari masuknya parasit ke dalam darah

sampai merozoit dilepaskan oleh skizon hati dan menginfeksi eritrosit.


2. Periode prepaten: waktu antara terjadinya infeksi dan ditemukannya

parasit di dalam darah perifer.


3. Masa inkubasi: waktu antara terjadinya infeksi dengan mulai terlihatnya

gejala penyakit.
4. Siklus eksoeritrositik : siklus yang terjadi sesudah merozoit terbetuk di

skizoit hepatik, merozoit menginfeksi ulang sel hati dan terulangnya

kembali skizogoni.
5. Siklus eritrositik: waktu yang berlangsung mulai masuknya merozoit

kedalam eritrosit, terjadinya reproduksi aseksual didalam eritrosit dan

pecahnya eritrosit yang melepaskan lebih banyak merozoit.


6. Demam paroksismal: Serangan demam yang berulang pada malaria

akibat pecahnya skizoit matang dan masuknya merozoit kedalam aliran

darah.
7. Rekuren: Kambuhnya malaria sesudah beberapa bulan tanpa gejala.

2.1.4. Patogenesis Malaria

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan

lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan


permeabilitas pembuluh darah dari pada koagulasi intravaskuler. Oleh karena

skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya

anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit

selain yang mengandung parasit.

Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan

fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya

antibodi terhadap eritrosit (Bhisma Murti, 2015)

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga

mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering

terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada

malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag

(Bhisma Murti, 2015)

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi

merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung

parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk

mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,

diantaranya transport membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting

(Laihad, 2016)

Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.

falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu

eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk

roset (Laihad, 2016).


Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang

mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit

non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya

antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan

eritrosit yang tidak terinfeksi.( Laihad, 2016)

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan

berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

Gambar 2.4 Pengancuran Eritrosit oleh skizon.

1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga

terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan

anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat

dapat terjadi hemoglobinuria (Black White Fever) dan dapat menyebabkan

gagal ginjal. (Pribadi W, 2015).

2. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag

yang sensitiv endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin

mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat
melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin,

ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit

malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan

sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa. (Pribadi W, 2015)

3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka


Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-

tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen

dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas

eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam,

sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang

terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang

mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema

jaringan. (Pribadi W, 2015).

2.1.5. Patologi Malaria

Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa

menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi

eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya

patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah

terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi

leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset

eritrosit yang terinfeksi. (Harijanto.P.N. 2015)


2.1.6. Penularan Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium spp

yang hidup dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/ plasmodium

hidup dalam tubuh manusia. Menurut epidemiologi penularan malaria secara

alamiah terjadi akibat adanya interaksi antara tiga faktor yaitu Host, Agent, dan

Environment. Manusia adalah host vertebrata dari Human plasmodium, nyamuk

sebagai Host invertebrate, sementara Plasmodium sebagai parasit malaria sebagai

agent penyebab penyakit yang sesungguhnya, sedangkan faktor lingkungan dapat

dikaitkan dalam beberapa aspek, seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi

(Chwatt-Bruce.L.J, 2012).

Sumber: CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.


Gambar 2.5 Siklus Hidup Plasmodium

2.2. Hubungan Host, Agent, dan Environment

a. Manusia (Host Intermediate)


Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, tetapi kekebalan yang ada

pada manusia merupakan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium malaria.

Kekebalan adalah kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan


Plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangannya. Ada dua macam

kekebalan yaitu :
1. Kekebalan alami (Natural Imunity)
Kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu
2. Kekebalan didapat (Acqired Immunity) yang terdiri dari :
a. Kekebalan aktif (Active Immunity) yaitu kekebalan akibat dari infeksi

sebelumnya atau akibat dari vaksinasi.


b. Kekebalan pasif (Pasif Immunity)
Kekebalan yang didapat melalui pemindahan antibody atau zat-zat

yang berfungsi aktif dari ibu kepada janin atau melalui pemberian

serum dari seseorang yang kekal penyakit. Terbukti ada kekebalan

bawaan pada bayi baru lahir dari seorang ibu yang kebal terhadap

malaria didaerah yang tinggi endemisitas malarianya.


b. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitive)
Nyamuk Anopheles spp sebagai penular penyakit malaria yang menghisap

darah hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

mematangkan telurnya. Jenis nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90

macam. Dari jenis yang ada hanya beberapa jenis yang mempunyai potensi untuk

menularkan malaria (Vektor). Menurut data di Subdit SPP, penular penyakit

malaria di Indonesia berjumlah 18 species. Di Indonesia dijumpai beberapa jenis

Anopheles spp sebagai vector malaria, antara lain: An, sundaicus sp, An.

Maculates sp, An. Balabacensis sp, An, Barbnirostrip sp (Depkes RI, 2014). Di

setiap daerah dimana terjdi transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling

banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penting. Vektor-vektor

tersebut memiliki habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan

lain-lain (Achmadi, 2014).


Sumber : Munstermann, 1995
Gambar 2.6 Siklus Hidup Nyamuk Anhopeles

Nyamuk Anopheles hidup di iklim tropis dan subtropics, namun bisa juga

hidup di daerah yang beriklim sedang. Anopheles juga ditemukan pada daerah

dengan ketinggian lebih dari 2000-2500m. Menurut Myrna (2012), nyamuk

Anopheles betina membutuhkan minimal 1 kali memangsa darah agar telurnya

dapat berkembang biak. Anopheles mulai menggigit sejak matahari terbenam (jam

18.00) hingga subuh dan puncaknya pukul 19.00-21.00. Menurut Prabowo (2014),

jarak terbang Anopheles tidak lebih dari 0,5–3 km dari tempat perindukannya.

Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur menjadi dewasa)

bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung pada spesies, makanan yang tersedia dan

suhu udara.

Menurut Achmadi (2014), secara umum nyamuk yang telah diidentifikasi

sebagai penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang

bervariasi yaitu:

a. Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang.


b. Anthropilik : nymuk yang menyukai darah manusia.
c. Zooanthropolik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan manusia.
d. Endofilik : nyamuk yang suka tinggal didalam rumah/bangunan.
e. Eksofilik : nyamuk yang suka tinggal di luar rumah.
f. Endo fagik : nyamuk yang suka menggigit didalam rumah/bangunan.
g. Eksofagik : nyamuk yang suka menggigit diluar rumah.

Tempat tinggal manusia dan ternak, khususnya yang terbuat dari kayu

merupakan tempat yang paling disenangi oleh Anopheles vektor utama di Papua

khususnya kabupaten Yahukimo adalah An. andaicus, An. maculates, An.

aconitus, An. balabacencis.

2.2.2. Agent

Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun

tidak hidup dimana kehadirannya, bila di ikuti dengan kontak efektif dengan

manusia yang rentan akan terjadi stimulasi untuk memudahkan terjadi suatu

proses penyakit. Agent penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu

protozoa.

a. Jenis Parasit (Plasmodium)


Sampai saat ini dikenal empat macam agent penyebab malaria yaitu:
1. Plasmodium Falciparum, penyebab malaria tropika yang sering

menyebabkan malaria berat/malaria otak yang fatal, gejala serangnya

timbul berselang setiap dua hari (48 jam) sekali.


2. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala

serangannya timbul berselang setiap tiga hari (Sering Kambuh)


3. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria quartana yang gejala

serangnya timbul berselang setiap empat hari sekali.


4. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di

Afrika dan Pasifik Barat. Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari

satu jenis Plasmodium, biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi

campuran (mixed infection) Tapi umumnya paling banyak hanya dua jenis

parasit, yaitu campuran antara Parasit falsiparum dengan parasit vivax


atau parasit malariae. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali di jumpai

(Susana Dewi, 2013:19)


b. Siklus Hidup Parasit Malaria

Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria memerlukan dua macam siklus

kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.

1. Siklus aseksual dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual

(sporozoa,merozoit dalam sel darah merah, sizon dalam sel merah).


2. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk (Gametosit, Ookinet dan Ookista).
Siklus seksual ini juga biasa disebut siklus sporogami karena

menghasilkan sprozoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk

ditularkan oleh nyamuk kepada manusia atau binatang. Lama dan masa

berlangsungnya siklus ini disebut dengan masa inkubasi ekstrinsik, yaitu

masuknya gametosit kedalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium

sprogami dalam bentuk sporosit yang kemudian masuk kedalam kelenjar

liur nyamuk. Masa inkubasi tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu dan

kelembaban udara sehingga berbeda-beda untuk setiap species. Prinsip

pengendalian malaria antara lain didasarkan pada siklus ini yaitu dengan

mengusahakan umur nyamuk harus lebih singkat dari masa inkubasi

ekstrinsik sehingga siklus sprogami tidak dapat berlangsung dengan

demikian rantai penularan akan terputus. (Depkes RI, 2016)


Sumber: CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.
Gambar 2.7 Siklus Hidup Plasmodium.

Apabila seekor nyamuk Anopheles betina menghisap darah secara otomatis

juga mengeluarkan kelenjar saliva (liur) yang mengandung zat antikoagulan untuk

mencegah pembekuan darah. Bersama zat antikoagulan tersebut, keluarlah

sporozoit dan masuk ke dalam tubuh manusia. Kemudian bersama aliran darah

sampailah sporozoid-sporozoid tersebut pada hati. Tahapan atau fase di dalam hati

manusia ini disebut dengan tahap eksoeritrositer.

c. Morfologi Parasit Malaria

Parasit malaria tergolong Protozoa Genus plasmodium, Familia plasmodiae dari

ordo coccidiidae yang terdiri dari 3 (tiga) stadium yaitu:

1. Stadium Tropozoit
Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu

hampir pada semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini.

Memeriksa SD malaria berarti mencari tropozoit pada SD tersebut. Morfologi

(cirri-ciri khas) inti:


a. Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah

bervariasi. Semakin tua tropozoid kekompakan intinya berkurang.


b. Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar),

bersifat kompak atau padat sehingga warna menjadi kontras dan jelas.
2. Stadium Skizon
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai skizon adalah:
a. Dalam satu siklus kehidupan parasit, skizon (jam terjadinya sporulasi)

singkat sekali.
b. Bentuk skizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darah

dilakukan dekat pada jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil).

Keadaan klinis berat pada saat sporulasi menyebabkan penderita tidak

mampu pergi ke unit kesehatan, tidak dapat dibuat SD-nya. Sebab itu

jarang ditemukan SD positif yang mengandung skizon.


c. Tidak pernah ditemukan skizon Parasit falciparum SD yang berasal dari

darah organ, kadang-kadang skizon Parasit falciparum dapat ditemukan.


d. Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk skizon harus

dicari bentuk ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum

pada lapangan berikutnya untuk menentukan speciesnya.


3. Staduim gametosit
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :
a. Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling

lambat 10 hari setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya

gametosit Parasit falciparum pasa SD memberi pengertian pasien

terlambat ditemukan. Jadi tidak semua SD positif mengandung gametosit.


b. Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapat

dibedakan demikian juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon.


c. Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan

species Falciparum.
2.3. Manifestasi Klinis

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium

mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan

dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI

(Glycosyl Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya.

Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah

hiperendemik) (Mansyor A dkk, 2016).

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:

1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies

parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae),

beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi

hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk

atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium

aseksual). (Harijanto P.N, 2014)


2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam,

berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang

dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa
dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P.

ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak

jelas. (Harijanto P.N, 2014)


3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym)
secara berurutan:
a. Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering

membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil,

sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang

kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti

dengan meningkatnya temperature (Mansyor A dkk, 2016).


b. Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan

panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita

membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital,

muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih

lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, di ikuti dengan

keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2016).


c. Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, di ikuti seluruh tubuh,

penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan

merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa. Anemia merupakan

gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering

ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah

3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan

hiperemis. Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P.

falciparum. Pada infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat


dengan komplikasi umumnya di golongkan sebagai malaria berat (Husin,

2014).
2.4 Diagnosis Malaria

Soerdarto (2011) mengatakan diagnosis malaria ditegakkan setelah

dilakukan wawancara (anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium. Akan tetapi diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan jika hasil

pemeriksaan sediaan darah menunjukakan hasil yang positif secara mikroskopis

atau Uji Diagnosis Cepat (Rapid Diagnostic Test= RDT).

1. Wawancara (anamnesis)
Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang

penderita malaria yakni, keluhan utama: demam, menggigil, dan berkeringat

yang dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare, nyeri otot, pegal-pegal,

dan riwayat pernah tinggal di daerah endemis malaria, serta riwayat pernah

sakit malaria atau minum obat anti malaria satu bulan terakhir, maupun

riwayat pernah mendapat tranfusi darah.


2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat ditemukan mengalami demam

dengan suhu tubuh dari 37,50C sampai 400C, serta anemia yang dibuktikan

dengan konjungtiva palpebra yang pucat, pambesaran limpa (splenomegali)

dan pembesaran hati (hepatomegali).


3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku)

untuk diagnosis pasti malaria pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan

membuat sediaan darah tebal dan tipis. Kepadatan parasit dapat dilihat

melalui dua cara yaitu semi-kuantitatif dan kuantitatif.


Metode semi-kuantitatif adalah menghitung parasit dalam LPB (Lapangan

Pandang Besar) dengan rincian sebagai berikut:


(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 –100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 1 LPB) (+++
+) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Secara kuantitatif adalah menghitung jumlah parasit per 200 leukosit

untuk sediaan darah tebal dan 1.000 eritrosit untuk sediaan darah tipis.
b. Tes Diagnostik Cepat Rapid Diagnostik Test (RDT)
Seringkali pada KLB, diperlukan test yang cepat untuk dapat

menanggulangi malaria di lapangan dengan cepat. Metode ini mendeteksi

adanya antigen malaria dalam darah dengan cara imunokromatografi.

Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil

pengujian dengan cepat dapat diperoleh, tetapi lemah dalam hal spesifitas

dan sensitivitas.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,

meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit

dan trombosit (Widoyono, 2008)


2.5 Pengobatan Penderita dan Pencegahan Malaria
2.5.1 Pengobatan Penderita Malaria

Berdasarkan atas aktivitasnya, obat anti malaria dapat dibagi menjadi :

1. Gametosida : untuk membunuh bentuk seksual plasmodium (misalnya

klorokuin, kuinin dan primakuin).


2. Sporontosida : untuk menghambat ookista (misalnya primakuin,

kloroguanid).
3. Skozintisida : untuk memberantas bentuk skizon jaringan dan hipnozoit

(misalnya primakuin dan pirimetamin).


4. Skizontisida darah : untuk membunuh skizon yang berada di dalam darah

(misalnya klorokuin, kuinin, meflokuin, halofantrin, pirimetamin,

sulfadoksin, sulfon dan tetrasiklin).


a. Pengobatan malaria klinis
Pada fasilitas pelayanan yang tidak ada fasilitas diagnostik malaria,

dapat diobati sementara dengan regimen


Pengobatan malaria menggunakan artemisinin based combination

therapy (ACT) yaitu kombinasi derivate artemisinin dengan obat anti

malaria lainnya (Depkes,2008)

Har Jenis obat Jumlah Tablet per Hari Menurut Kelompok Umur
i 0-1 bln 2-11 bln 1-4 thn 5-9 thn 10-14 thn ≥ 15 thn

I Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3

II Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

III klorokuin ⅛ ¼ ½ 1 1½ 2

Tabel 2.1. Pengobatan Malaria Klinis

1. Lini pertama

Hari Jenis obat Jumlah Tablet per Hari Menurut Kelompok Umur
0-1 bln 2-11 bln 1-4 thn 5-9 thn 10-14 thn ≥ 15 thn

I Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3
II Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
III klorokuin ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Tabel 2.2 Pengobatan Malaria Falciparum Lini Pertama

2. Lini kedua

Hari Jenis obat Jumlah Tablet per Hari Menurut Kelompok Umur
0-11 1-4 thn 5-9 thn 10-14 thn ≥ 15 thn
bln
I Kina *) 3x½ 3x1 3 x 1½ 3 x ( 2-3)
Doksisiklin - - - 2 x 1**) -
Primakuin - ¾ 1½ 2 2-3
II-IV Kina *) 3x½ 3x 1 3 x 1½ 2x1
Doksisiklin - - - 2 x 1 **) -

Tabel 2.3. Pengobatan Malaria Falciparum Lini Kedua

b. Pengobatan Malaria dengan Komplikasi


Malaria berat adalah malaria yang terinfeksi Plasmodium falciparum,

pengobatan lama menggunakan kinin dihidroklorida drip, sedangkan

pengobatan terbaru menggunakan Artesunat i.v dan Artemether i.m.

Pengobatan malaria berat (Depkes,2008)


Artemeter dan artesunate yang merupakan qinghaosu, diberikan dengan

dosis 160 mg artemeter i.m diikuti 80 mg per hari selama 4 hari atau

120 mg artesunat infus i.v diikuti 60 mg perhari selama 4 hari.


c. Kemoprofilaksis
Ditujukan bagi orang yang akan pergi ke daerah endemis malaria yang

pergi dalam jangka waktu tertentu. Biasanya diberikan pada infeksi

Plasmodium falciparum karena merupakan spesies dengan virulensi

yang tinggi. Obat yang diberikan adalah Doksisiklin 2 mg/kg BB setiap

hari selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh

dikonsumsi oleh ibu hamil dan anak usia < 8 tahun. (Notoadmodjo,

2013),
2.5.2 Pencegahan Penyakit Malaria

Pencegahan sederhana dapat dilakukan oleh masyarakat, antara lain:

1. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria, dengan cara tidur

memakai kelambu, tidak berada diluar rumah pada malam hari,

mengolesi badan dengan lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa pada

jendela.
2. Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan

semak-semak disekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan,

mengusahakan didalam rumah tidak gelap, mengalirkan genangan air

serta menimbunnya.
3. Membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan dengan insektisida)
4. Membunuh larva dengan menebarkan ikan pemakan larva
5. Membunuh larva dengan menyemprot larvasida.

2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Malaria

Menurut Harijanto (2014), faktor geografis di Indonesia sangat

menguntungkan terjadinya transmisi malaria, seperti:

2.6.1 Lingkungan Fisik

a. Suhu, sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau

masa inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat

masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya

stadium sporogami dalam nyamuk yaitu terbentuknya sporozoid yang

kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin

pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap

species pada suhu 26,7oC masa inkubasi


b. Kelembaban udara, yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk,

tingkat kelembaban 63 % misalnya merupakan angka paling rendah

untuk memungkinkan adanya penularan.


c. Hujan, Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan

larva nyamuk menjadi dewasa hujan diselingi oleh panas akan

memperbesar kemungkinan berkembangnya Anopheles spp. Bila curah

hujan yang normal pada sewaktu-waktu maka permukaan air akan


meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria. Curah hujan

yang tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air

sehingga larva dan kepompong akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce.

L.J, 2012)
d. Angin, Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin

artinya jarak jangkau nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek

tergantung kepada arah angin.


e. Sinar Matahari, Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva

nyamuk berbeda-beda An. sundaicus. Lebih menyukai tempat yang

teduh dan An. barbirostris dapat hidup di tempat yang teduh maupun

tempat yang terang. An. macculatus lebih suka hidup di tempat yang

terlindung (sinar matahari tidak langsung).


f. Arus air, Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang

aliran airnya berbeda. An.barbirostris menyukai tempat perindukan

yang airnya statis atau sedikit mengalir. An.minimus menyukai tempat

perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer di tempat air

yang tergenang (Depkes RI, 2016)


2.6.2 Lingkungan Kimia
Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang

terlarut (Dissolved oxygen) melalui pernafasan kulit dari lingkungan kimia

yang baru di ketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat

perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang

kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak dapat berkembang biak pada

garam lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang

disenangi pada tempat perkembang biakan nyamuk perlu dilakukan

pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam atau

pH rendah (Susana Dewi, 2013:62)


2.6.3 Lingkungan Biologi
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang

dan berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan

larva nyamuk, karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk

atau menghalangi dari serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis

tanaman air merupakan indikator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu.

Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga

menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak

ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera

(Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.

Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah

(Plocheilus panchax Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus

(nila merah), Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi

populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti

babi, sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada

manusia, apabila kandang hewan tersebut di letakkan diluar rumah, tetapi

tidak jauh dari rumah atau cattle barrier (Rao, T.R, 2014).
2.6.4 Lingkungan Sosial Budaya
Faktor ini kadang-kadang besar sekali pengaruhnya di bandingkan

dengan faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah

sampai larut malam, di mana vektor lebih bersifat eksofilik dan eksofagik

akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat

kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya

berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat akan

mempengaruhi angka kesakitan malaria (Iskandar,2014).


2.6.5 Lingkungan fisik rumah
Kondisi lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian malaria,

antara lain:
a. Kawat Kasa pada Ventilasi Rumah
Pemasangan kawat kasa pada ventilasi akan menyebabkan semakin

kecilnya kontak nyamuk yang berada di luar rumah dengan penghuni

rumah, dimana nyamuk tidak dapat masuk ke dalam rumah. Menurut

Harmendo (2012), orang yang tinggal di rumah dengan kategori

kondisi kasa pada ventilasi tidak rapat atau tidak ada sama sekali

mempunyai risiko terkena malaria 6,5 kali lebih besar dari orang yang

tinggal di rumah dengan kondisi kasa pada ventilasi terpasang dengan

baik.
b. Langit-langit Rumah
Rumah yang tidak terdapat langit-langit ada lubang atau celah antara

dinding bagian atas dengan atap yang tentunya akan memudahkan

nyamuk untuk masuk ke dalam rumah. Menurut Harmendo (2012),

rumah yang tidak terdapat langit-langit ada lubang atau celah antara

dinding bagian atas dengan atap yang tentunya akan memudahkan

nyamuk untuk masuk ke dalam rumah, dengan demikian kondisi

langit-langit dapat mempengaruhi terjadinya malaria. Orang yang

tinggal di rumah yang tidak ada langit-langit mempunyai risiko 4,7

kali lebih besar terkena malaria dibandingkan dengan orang yang

tinggal di rumah yang ada langit-langit.


c. Kerapatan Dinding Rumah
Keadaan rumah, khususnya dinding rumah berhubungan dengan

kegiatan penyemprotan rumah (indoor residual spraying) karena

insektisida yang disemprotkan ke dinding akan menempel ke dinding

rumah, sehingga saat nyamuk hinggap akan mati akibat kontak dengan
insektisida tersebut. Hasil penelitian Harmendo (2012), menyatakan

bahwa orang yang dinding rumahnya tidak rapat mempunyai risiko

terkena malaria lebih besar dibanding orang yang punya dinding

rumah rapat.

Anda mungkin juga menyukai