Anda di halaman 1dari 3

-IBUKU SEORANG YANG UMMI

-KETIKA AYAHKU DIPENGGIL KEHADIRAT ILAHI

-BERHENTI SEKOLAH DEMI MEMBANTU ORANG TUA UNTUK MENCARI NAFKAH.

-DUA TAHUN JADI PENGENGGURAN

.SEJAK KECIL KAMI BELAJAR HIDUP MANDIRI

-AKHIRNYA KAMI DAPAT JUGA MENYELESAIKAN PENDIDIKAN DIPERGURUAN TINGGI


(IAIN)
IBUKU SEORANG YANG UMMI

Kami adalah sebuah keluarga besar yang terdiri dari ayah dan
ibuku, aku dan 9 0rang saudaraku . Jadi keluarga kami berjumlah 12
orang. Ketika itu program KB belum terlaksana.Ibuku adalah seorang
wanita yang tidak pernah menjalani pendidikan formal. Beliau adalah
seorang buta huruf. Walapun buta huruf , tetapi beliau pandai shalat dan
mengaji. Sedangkan ayahku berpendididkan kelas 1 SR. Namun beliau
sudah lancar membaca dan menulis. Tulisannya yang menggunakan
huruf tegak bersambung itu masih baru dalam ingatan penulis, Tulisan
beliau indah dan rapi, mudah dibaca.

KETIKA AYAHKU DIPANGGIL KE HADIRAT ILAHI

Kami yang tinggal dalam sebuah gubuk didesa ini hidup dalam
kemiskinan, ayahku seorang petani tradisional, yang bercocok tanam
seadanya. Walaupun kami hidup dalam kemiskinan tapi tidak mengurangi
semangat untuk belajar. Ayahku yang bekerja sebagai petani beliau juga
menjadi seorang guru mengaji. Beliau juga mempunyai perhatian yang
cukup serius terhadap pendidikan. Ketika itu, kakakku yang paling tua
sedang menjalani pendidikan di PGA kelas 6, yang kedua kelas 4,
kakakku yang ketiga kelas 3, dan yang ke4 kelas 1 PGA. Sedangkan
kakakku yang ke 5 kelas 6 SD, yang ke 6 kelas 3 SD. Sedangkan aku
baru berumur 3 tahun, 2 orang adikku dan kakakku yang ke 7 belum
bersekolah. Ketika itu kami ditimpa kesediahan yang beruntun, satu
orang adikku meninggal dunia, selain karena ajal yang telah
menjemputnya, juga karena sakit yang kurang dapat pengobatan secara
intensif.
Tidak lama rentangan waktunya, setelah adikku meninggal, lagi-lagi
kami di timpa musibah, ayahku jatuh sakit, dan penyakitnya tidak terobati,
karena kami ketika itu juga tidak kenal dengan rumah sakit, kami tidak
punya uang untuk berobat, Pupuslah semua harapan kami. Kakakku
berhenti bersekolah. Satu-persatu mereka mulai bekerja menjadi buruh
tani demi mencari sesuap nasi. Setelah dapat uang sedikit- demi sedikit,
mereka mulai melanjutkan usaha ayah kami bertani. Mereka mulai
mebuka lahan untuk bercocok tanam. Dan dari hasil itu mulailah
membangun rumah tempat tinggal kami melanjutkan rencana ayah kami
semasa hidupnya. Setahun setelah ayahku meninggal. Lagi-lagi kami
ditimpa kesedihan, Kakakku yang no 2 jatuh sakit, namun juga tidak dapat
berobat kerumah sakit, karena keterbatasan ekonomi. Sehingga tidak
lama berselang waktunya, kakakku itupun meninggal dunia, Kamipun
kehilangan satu anggota keluarga lagi.

Namun demikian ibuku tetap tegar menghadapi musibah yang


bertubi-tubi itu. Walaupun beliau bukan lulusan pendidikan

Anda mungkin juga menyukai