Anda di halaman 1dari 14

1.

PENGERTIAN PERILAKU
Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati,
digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya. Berdasarkan sifatnya
perilaku terbagi menjadi dua, yaitu perilaku perilaku baik dan buruk.
Tolak ukur perilaku yang baik dan buruk ini pun dinilai dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
Baik itu norma agama, hukum, kesopanan, kesusialaan, dan norma-norma lainnya.
Dalam kesehatan hubungan perilaku sangatlah erat sekali. Banyak hal yang tanpa kita sadari dari perilaku
yang kecil dapat menimbulkan efek kesehatan yang besar bagi seseorang. Salah satu contohnya berupa
pesan kesehatan yang sedang maraknya digerakkan oleh promoter kesehatan tentang cuci tangan sebelum
melakukan aktifitas, kita semua tahu jika mencuci tangan adalah hal yang sederhana, tapi dari hal kecil
tersebut kita bisa melakukan revolusi kesehatan kearah yang lebih baik. Sungguh besar efek perilaku
tersebut bagi kesehatan, begitu pula dengan kesehatan yang baik akan tercermin apabila seseorang
tersebut melakukan perilaku yang baik.
A. Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan
mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan dan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan
kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Seiring dengan tidak disadari bahwa interaksi itu
sangat kompleks sehingga kadang- kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang
menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku
individu, selama ia mampu mengubah perilaku tersebut.
Dilihat dari Segi Biologis:
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dari
sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan, hewan, dan manusia berperilaku,
karena mempunyai aktivitas masing – masing. Perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas
manusia, baik yang diamati lansung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar
Dilihat dari Segi Psikologis
Menurut Skiner (1938), perilaku adalah suatu respon atau reaksi seseorang te rhadap stimulus
(rangsangan dari luar. pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus-organisme-respons). skiner
membedakan respons tersebut menjadi 2 jenis, yaitu respondent response (reflexive) dan operant
response (instrumental response).
Secara lebih proposional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseoang terhadap
rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk 2 macam, yakni:
Bentuk pasif adalah respon internal yaitu terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat
terlihat oleh orang lain. Misalnya berpikir , tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Perilaku sudah tampak
dalam bentuk tindakan nyata makan disebut overt behavior.
2. PERILAKU KESEHATAN
Perilaku kesehatan merupakan keadaan diri seseorang dalam melakukan sesuatu seperti bertindak,
bersikap, berpikir, dan memberikan umpan balik atau respon pada suatu hal dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan. Respon tersebut dapat berupa resrespobehavior.
A. Perilaku Sehat
Menurut Becker. Konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari konsep perilaku yang
dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain, yakni
pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktek
kesehatan (health practice). Hal ini berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat perilaku kesehatan
individu yang menjadi unit analisis penelitian. Becker mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi
tiga dimensi :
1. Pengetahuan Kesehatan Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh
seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit menular,
pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait. dan atau mempengaruhi kesehatan, pengetahuan
tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari kecelakaan.
2. Sikap terhadap kesehatan Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti sikap terhadap penyakit
menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi
kesehatan, sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.
3. Praktek kesehatan Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas orang
dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular,
tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, tindakan tentang
fasilitas pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk menghindari kecelakaan.
Selain Becker, terdapat pula beberapa definisi lain mengenai perilaku kesehatan. Menurut Solita,
perilaku kesehatan merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan
lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta
tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan Cals dan Cobb mengemukakan perilaku
kesehatan sebagai: “perilaku untuk mencegah penyakit pada tahap belum menunjukkan gejala
(asymptomatic stage)”.
Menurut Skinner perilaku kesehatan (healthy behavior) diartikan sebagai respon seseorang terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan
kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati
(observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari
penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila
sakit atau terkena masalah kesehatan.
Perilaku sehat adalah sifat pribadi seperti kepercayaan, motif, nilai, persepsi dan elemen kognitif
lainnya yang mendasari tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui
olah raga dan makanan bergiz. Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat
meskipun secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat.
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Secara lebih rinci perilaku
kesehatan mencakup :
1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia merespon baik secara pasif
maupun aktif sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku ini dengan sendirinya berhubungan dengan
tingkat pencegahan penyakit
a) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan misalnya makan makanan
bergizi, dan olahraga.
b) Perilaku pencegahan penyakit misalnya memakai kelambu untuk mencegah malaria, pemberian
imunisasi. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
c) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan misalnya usaha mengobati penyakitnya sendiri,
pengobatan di fasilitas kesehatan atau pengobatan ke fasilitas kesehatan tradisional.
d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan setelah sembuh dari penyakit misalnya melakukan
diet, melakukan anjuran dokter selama masa pemulihan.
2) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup respon terhadap fasilitas pelayanan,
cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat – obat.
3) Perilaku terhadap makanan. Perilaku ini mencakup pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap
makanan serta unsur – unsur yang terkandung di dalamnya., pengelolaan makanan dan lain sebagainya
sehubungan dengan tubuh kita.
4) Perilaku terhadap lingkungan sehat adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai salah satu
determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan.itu sendiri.
Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikan menjadi 3 kelompok:
1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit
dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri
dari 3 aspek :
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan
bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.
c. Perilaku gizi (makanan dan minuman).
2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau Sering disebut
Perilaku Pencarian pengobatan (Heath Seeking Behavior). Adalah menyangkut upaya atau tindakan
seseorang pada saat menderita dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati
sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3. Perilaku Kesehatan Lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan
bagaimana, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Seorang ahli lain (Becker,
1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini.
a. Perilaku hidup sehat
Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk
mempertahankan dan meningkatikan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antar lain :
(1) Menu seimbang
(2) Olahraga teratur
(3) Tidak merokok
(4) Tidak minum-minuman keras dan narkoba
(5) Istirahat yang cukup
(6) Mengendalian stress
(7) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan
b. Perilaku Sakit
Mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit. Persepsinya terhadap sakit, pengetahuan
tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya, dsb.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Perilaku ini mencakup:
(1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
(2) Mengenal/mengetahui fasilitas atau sasaran pelayanan penyembuhan penyakit yang layak.
(3) Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, dan pelayanan kesehatan).
3. ASPEK SOSIO-PSIKOLOGI PERILAKU KESEHATAN
Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain susunan saraf pusat,
persepsi, motivasi, emosi, dan belajar. Susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku
manusia, karena perilaku merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsang yang masuk ke rangsang
yang dihasilkan. Perpindahan ini dihasilkan oleh susunan saraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang
disebut neuron. Neuron memindahkan energi-energi di dalam impul-impul saraf. Impul-impul saraf indra
pendengaran, penglihatan, pembauan, pencecepan, dan perubahan disalurkan dari tempat terjadinya
rangsangan melalui impul-impul saraf ke susunan saraf pusat.
Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah pengalaman
yang dihasilkan melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya. Setiap orang
memiliki persepsi yang berbeda, meskipun obyeknya sama. Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk
bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil dari dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam
bentuk perilaku.
Perilaku dapat juga timbul karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat
dengan keadaan jasmani. Sedang keadaan jasmani merupakan hasil keturunan bawaan. Dalam proses
pencapaian kedewasaan pada manusia semua aspek yang berhubungan dengan keturunan dan emosi akan
berkembang sesuai dengan hukum perkembangan. Oleh karena itu, perilaku yang timbul karena emosi
merupakan perilaku bawaan. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari
praktik-praktik dalam lingkungan kehidupan.
Barelson 1964 mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari perilaku
terdahulu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku terbentuk melalui suatu proses tertentu,
dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang memegang peranan
di dalam pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor intern dan ekstern.
Faktor intern berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi, dan sebagainya untuk mengolah
pengaruh dari luar sedangkan faktor ekstern meliputi obyek, orang, kelompok, dan hasil kebudayaan yang
dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Kedua faktor tersebut dapat terpadu menjadi
perilaku yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh
lingkungannya, dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan. Perilaku sebagai konsepsi, bukanlah
hal yang sederhana. Konsep perilaku yang diterima secara luas ialah yang memandang perilaku sebagai
variabel pencampur interviewing variable, oleh karena ia mencampuri atau mempengaruhi responsi
subyek terhadap stimulus. Menurut konsepsi ini maka perilaku adalah pengorganisasian proses psikologi
oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan responsi menurut cara tertentu terhadap
sesuatu kelas atau golongan obyek. Dalam bidang kesehatan masyarakat khususnya pendidikan
kesehatan, mempelajari perilaku adalah penting. Karena pendidikan kesehatan sebagai bagian dari
kesehatan masyarakat, berfungsi sebagai media atau sarana untuk menyediakan kondisi sosio-psikologis
sedemikian rupa sehingga individu atau masyarakat berperilaku sesuai dengan norma-norma hidup sehat.
Pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah perilaku indvidu atau masyarakat sehingga sesuai
dengan norma-norma hidup sehat Soekidjo Notoatmodjo, 2007:149.
4. DETERMINAN DAN PERUBAHAN PERILAKU
Determinan perilaku kesehatan merupakan faktor yang menentukan atau membentuk seseorang dalam
melakukan perilaku kesehatan yang tepat dan sesuai dengan tempatnya. Di sini akan membahas tiga teori
tentang determinan perilaku kesehatan menurut para ahli yaitu Lawrence Green, Snehandu B. Kar, dan
WHO yang merupakan patokan dan acuan dalam menentukan faktor perilaku kesehatan yang dipakai
dalam standar umum kesehatan.

A.Teori-Teori yang Berhubungan dengan Determinan Perilaku


1. Lawrence Green
Lawrance Green menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Menurut Green kesehatan
individu maupun masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
a.Faktor di luar perilaku (non-behaviour cause)
b.Faktor perilaku (behavior cause)
Perilaku di bentuk oleh 3 faktor antara lain :
1) Faktor-faktor predisposisi (Predisposing Factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2) Faktor-faktor pendukung (Enebling Factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,
alat-alat kontrasepsi, jamban dsb.
3) Faktor-faktor pendorong (Reinforcing Factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dan perilaku masyarakat.
Model ini dapatdigambarkan sebagai berikut :

B = f (PF,EF,RF)

Dimana :
B = Behaviour
PF = Predisposing Factors
EF = Enabling Factors
RF = Reinforcing Factors
F = Fungsi
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan
terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang yang
tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau
belum memgetahui manfaat imunisasi bagi anaknya. ( Predisposing Factors), atau barangkali juga
karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya (Enabling
Factors). Sebab lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain
disekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya (Reinforcing Factors).

2.Teori Snehandu B. Kar

Snehandu B.Kar menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu
merupakan fungsi dari :

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau


perawatan kesehatannya (Behaviour Intention)
b. Dukungan social dari masyarakat sekitarnya (Social Support)
c. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas
kesehatan (Accessibility of information).
d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dengan hal ini mengambil
tindakan atau keputusan (Personal Autonomy).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak dan tidak bertindak
(Action Situation).

Uraian ini dapatdirumuskan sebagai berikut :

B = f (BI,SS,AL,PA,AS)

Dimana :
B = Behaviour PA = Personal Autonomy
f = Fungsi AS = Action Situation
BI = Behaviour intention
SS = Social Support
AI = Accessibility of information
Seorang ibu yang tidak mau ikut KB, mungkin karena ia tidk ada minat dan niat terhadap
KB (Behaviour intention), atau barangkali juga tidak ada dukungan dari masyarakat
sekitarnya (Social Support). Mungkin juga karena kurang atau tidak memperoleh informasi
yang kuat tentang KB (Accessibility of infotmation), atau mungkin ia tidak mempunyai
kebebasan untuk menentukan, misalnya harus tunduk kepada suaminya, mertuanya atau
orang lain yang ia segani (Personal Autonomy). Faktor lain yang mungkin menyebabkan ibu
ini tidak ikut KB adalah karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, misalnya
alasan kesehatan ( Action Situasion).

3. Teori WHO

Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu
karena adanya 4 alasan, yaitu :

a. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat ini
b.Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tidakan yang mengacau kepada pengalaman orang
lain.
c.Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
d. Nilai (Value)
Pemikiran dan perasaan (Thoughts and Felling), yakni dalambentuk pengetahuan, persepsi,
sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal
ini adalah objek kesehatan).
1) Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak
memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengetahuan bahwa api itu
panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan
mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga
cacat, karena anak tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.
2) Kepercayaan
Kepercayaan sering di peroleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima
kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya
wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.
3) Sikap
Sikap mengambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari
pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu
terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yang telah
disebutkan diatas. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membewanya ke puskesmas, tetapi pada
saat itu tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.
Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain.
Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit keras kerumah sakit, meskipun ia
mempunyai sikap yang positif terhadap RS, sebab ia teringat akan anak tetangganya yang
meninggal setelah beberapa hari di RS. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan
berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan
alat kontrasepsi IUD mengalami perdarahan. Meskipun sikapnya sudah positif terhadap KB,
tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apapun.
4) Orang Penting Sebagai Referensi
Perilaku orang lebih-lebih prilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang
dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau
perbuatan cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka gurulah yang
menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut
kelompok referensi (reference group), antara lain guru, para ulama, kepala adapt (suku), kepala
desa, dan sebagainya.
5) Sumber-Sumber Daya (Resource)
Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu
berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat. Pengaruh sumber daya
terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negative. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat
berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh
sebaliknya.
6) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu
masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut
kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan
suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan
peradaban umat manusia. Kebudayaan atau pola hidup masyarakatdi sini merupakan kombinasi
dari semua yang telah disebutkan diatas. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari
kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.
Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latarbelakang yang
berbeda-beda. Misalnya, alasan masyarakat tidak mau berobat kepuskesmas. Mungkin karena
tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin takut pada dokternya, mungkin tidak tahu fungsinya
puskesmas, dan lain sebagainya.
Secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut :

B = f (TF,PR,R,C)
Di mana :
B= Behaviour
F= fungsi
TF= Thoughts and Felling
PR= Personal Reference
R = Resources
C = Culture

Disimpulkan bahwa prilaku kesehatan seseorang atau masyarakat yang dijadikan referensi dan
sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku dan kebudayaan
masyarakat. Seseorang yang tidak mau membuat jamban keluarga, atau tidak mau buang air
besar dijamban, mungkin karena ia mempunyai pemikiran dan perasaan yang tidak enak kalau
buang air besar dijamban (thought and feeling). Atau barangkali karena tokoh idolanya juga
tidak membuat jamban keluarga sehingga tidak ada orang yang menjadi referensinya (personal
reference). Factor lain juga mungkin karena langkah sumber-sumber yang diperlukan atau tidak
mempunyai biaya untuk membuat jamban keluarga (resource). Factor lain lagi mungkin karena
kebudayaan (culture), bahwa jamban keluarga belum merupakan budaya masyarakat.

B. Beberapapa Teori Perubahan Perilaku

1.Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR)

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada
kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber
komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan
keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.
Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan
proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang
terdiri dari :
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus
tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian
individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari
individu dan stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini
dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi
stimulus yang telah diterimanya (bersikap)
d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut
mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).Selanjutnya teori ini
mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan
benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini
berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme
ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.
Proses perubahan perilaku berdasarkan teori SOR ini dapat digambarkan seperti dibawah (lihat
bagan).

organisme
------- ---------------->
stimulus
Perhatian

Pengertian

Penerimaan


Reaksi (Perubahan Sikap)

2. Teori Festinger (Dissonance Theory) Reaksi (Perubahan Praktek)


Finger (1957) ini telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori ini sebenarnya sama dengan
konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan
keadaan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk
mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu maka berarti
sudah tidak terjadi ketegangan diri lagi dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan).
Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat 2 elemen kognisi yang
saling bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan.
Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat
atau keyakinan yang berbeda / bertentangan didalam diri individu sendiri maka terjadilah dissonance.
Sherwood dan Borrou merumuskan dissonance itu sebagai berikut :

Pentingnya
Pentingnya stimulus
stimulus xx jumlah
jumlah kognitif
kognitif dissonance
dissonance
Dissonance = ------------------------------------------------------------
Pentingnya stimulus
Pentingnya stimulus xx jumlah
jumlah kognitif
kognitif consonance
consonance

Rumus ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang yang akan menyebabkan
perubahan perilaku terjadi disebabkan karena adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang
seimbang dengan jumlah elemen kognitif yang tidak seimbang serta sama-sama pentingnya. Hal
ini akan menimbulkan konflik pada diri individu tersebut.
Contoh : Seorang ibu rumah tangga yang bekerja di kantor. Di satu pihak, dengan bekerja ia
dapat tambahan pendapatan bagi keluarganya yang akhirnya dapat memenuhi kebutuhan bagi
keluarga dan anak-anaknya, termasuk kebutuhan makanan yang bergizi. Apabila ia tidak bekerja,
jelas tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Di pihak yang lain, apabila ia bekerja, ia
kuatir terhadap perawatan terhadap anak-anaknya akan menimbulkan masalah. Kedua elemen
(argumentasi) ini sama-sama pentingnya, yakni rasa tanggung jawabnya sebagai ibu rumah
tangga yang baik. Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri secara
kognitif. Dengan penyesuaian diri ini maka akan terjadi keseimbangan kembali. Keberhasilan
tercapainya keseimbangan kembali ini menunjukkan adanya perubahan sikap dan akhirnya akan
terjadi perubahan perilaku.
3.Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada kebutuhan.
Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila
stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960)
perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :
a. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan
terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi
pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi
kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif. Misalnya orang mau membuat jamban apabila
jamban tersebut menjakebutuhannyadi kebutuhannya.
b. Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri dalam
menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia
dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar. Misalnya orang dapat menghindari
penyakit demam berdarah karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.
c. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam peranannya dengan
tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan
tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan
dengan objek atau stimulus yang dihadapi. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan
tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat. Misalnya
bila seseorang merasa sakit kepala maka secara cepat tanpa berpikir lama ia akan bertindak
untuk mengatasi rasa sakit tersebut dengan membeli obat di warung dan meminumnya, atau
tindakan-tindakan lain.
d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai
ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari.
Oleh sebab itu perilaku itu dapat merupakan "layar" dimana segala ungkapan diri orang dapat
dilihat. Misalnya orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari
perilaku atau tindakannya.
Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar
individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh
sebab itu didalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara
relative.
4. Teoriri Kurt Lewin
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara
kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces).
Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam
diri seseorang.
Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni :
a. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang
mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-
penyuluhan atau informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya
seseorang yang belum ikut KB (ada keseimbangan antara pentingnya anak sedikit dengan
kepercayaan banyak anak banyak rezeki) dapat berubah perilakunya (ikut KB) kalau kekuatan
pendorong yakni pentingnya ber-KB dinaikkan dengan penyuluhan-penyuluhan atau usaha-
usaha lain.

Kekuatan Pendorong – Meningkat


Kekuatan Pendorong – Meningkat
Perilaku Semula -----------------------------------------> Perilaku Baru
Perilaku Semula ---------------------------------------> Perilaku Baru
Kekuatan Penahan
b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang
memperlemah kekuatan penahan tersebut. Misalnya contoh tersebubt diatas, dengan memberikan
pengertian kepada orang tersebut bahwa anak banyak rezeki, banyak adalah kepercayaan yang
salah maka kekuatan penahan tersebut melemah dan akan terjadi perubahan perilaku pada orang
tersebut.

Kekuatan Pendorong
Perilaku Semula ----------------------------------------->
Kekuatan Pendorong PerilaMenur
      Perilaku Semula
  ----------------------------------------->
Kekuatan Penahan – Menurun Perilaku Baru

  Kekuatan Penahan – Menurun

c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas
juga akan terjadi perubahan perilaku. Seperti contoh diatas, penyuluhan KB yang berisikan
memberikan pengertian terhadap orang tersebut tentang pentingnya ber-KB dan tidak benarnya
kepercayaan anak banyak, rezeki banyak, akan meningkatkan kekuatan pendorong dan sekaligus
Kekuatan Pendorong – Meningkat
menurunkan kekuatan MenurPerila.
Perilaku Semula -----------------------------------------> Perilaku Baru
Kekuatan Penahan – Menurun
  Kekuatan Penahan – MenurPerilak

C. Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku


1. Perubahanan Alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah.
Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau social budaya dan
ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.
2. Perubahan Terencana (Planned Change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subyek.
3. Perubahan Untuk Berubah (Readdiness to Change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang
sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut
(berubah perilakunya), dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau
perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang
berbeda - beda.

Anda mungkin juga menyukai