Anda di halaman 1dari 10

Perkawinan Campuran : Proses dan Tata Cara

A. Latar Belakang

Perkawinan beda kewarganegaraan atau kebangsaan merupakan hal yang tidak aneh lagi
di Indonesia. Banyak wanita atau pria kebangsaan Indonesia yang menikah dengan pria atau
wanita yang berkebangsaan lain. Menurut Undang-undang perkawinan no.1 tahun 1974
pernikahan campuran adalah pernikahan antara 2 orang yang di Indonesia tunduk pada hukum
yang berlainan , karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan
Indonesia.

Penentuan sistem kewarganeagaraan yang dianut di dunia ada dua yaitu (Ius sanguinis)
kewarganegaraan tunggal yang berdasarkan asas keturunan dan (Ius soli) yang berdasarkan
tempat kelahiran. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan Bipatrida atau kewarganegaraan yang
ganda dan apatrida yaitu tanpa kewarganegaraan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Perkawinan Campuran itu?
2. Bagaimana Tata Cara dan Prosedur untuk Perkawinan Campuran?

C. Pembahasan

Perkawinan beda kewarganegaraan atau yang biasa disebut perkawinan campuran. Saya
akan mengkaji perkawinan beda kewarganegaraan berdasarkan hukum yang berlaku di
Indonesia.

1. Apakah Pengertian perkawinan campuran itu?

Menurut Pasal 57 UU Perkawinan, yang dimaksud dengan Perkawinan campuran adalah


perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena
perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Jadi,
Perkawinan seorang warga negara Indonesia (WNI), dengan warga negara asing (WNA)
merupakan perkawinan campuran. Namun, apabila perkawinan dilakukan antara dua orang
warga negara Indonesia yang berbeda agama, bukan merupakan perkawinan campuran.

Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dasar hukumnya adalah Undang-


undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (pasal 59 ayat 1). Di dalam pasal 60 UU tersebut
menyebutkan bahwa Perkawinan campuran tidak dapat dilaksanakan sebelum terbukti bahwa
syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh pihak masing-masing telah dipenuhi. Untuk
membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan
untuk melangsungkan perkawinan campuran maka oleh mereka yang menurut hukum yang
berlaku bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan
bahwa syarat-syarat telah dipenuhi.

Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan, maka atas
permintaan yang berkepentingan, Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak beracara serta
tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan
itu beralasan atau tidak. Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan, maka
keputusan itu menjadi pengganti keterangan tersebut. Surat keterangan atau keputusan pengganti
keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa
6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.

Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara seorang WNI dengan seorang
WNA adalah sah bilamana dilangsungkan menurut hukum yang berlaku di negara di mana
perkawinan itu dilangsungkan. Dan bagi WNI tidak melanggar ketentuan Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagaimana diatur dalam pasal 56 ayat 1 yang berbunyi:

“Perkawinan di Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara
Indonesia dengan warga negara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang
berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak
melanggar ketentuan Undang-undang ini”

Retno S. Darussalam, S.H. di dalam klinik hukumonline menyatakan, bila perkawinan


campuran akan dilakukan di luar Indonesia, tentunya harus mengikuti aturan mengenai
perkawinan yang berlaku di negara tersebut dan selanjutnya dicatatkan pada institusi Catatan
Sipil setempat. Selama para pihak telah melaksanakan pencatatan perkawinan di luar negeri
sesuai hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan tersebut dilangsungkan, maka
perkawinan adalah sah dengan segala akibat hukumnya. Akibat hukum di sini, misalnya status
mengenai anak, harta perkawinan, pewarisan, hak dan kewajiban suami-istri bila perkawinan
berakhir karena perceraian dan/atau sebagainya. Namun, untuk sahnya perkawinan yang
dilangsungkan di luar negeri tersebut menurut hukum Indonesia harus dilakukan pencatatan dan
pelaporan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu)
tahun.

Apabila lewat dari waktu yang ditetapkan maka harus melalui Pengadilan Negeri sesuai
dengan domisili yang bersangkutan dan akan dikenai sanksi denda sesuai dengan Peraturan
Daerah setempat juncto pasal 107 Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil yang berbunyi: Denda administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2), Pasal 105 ayat (2) dan Pasal 106 diatur dalam
Peraturan Daerah.

Penetapan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan
memperhatikan Ketentuan Undang-Undang dan kondisi masyarakat di daerah masing-masing.
Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan daerah
Kabupaten/Kota, dan bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan penerimaan daerah
Provinsi.”

Dampak yang timbul akibat dari perkawinan campuran, menurut artikel di dalam
www.lbhmawarsaron.com, dampak dari perkawinan campuran ini adalah mengenai status
kewarganegaraan dari perempuan WNI maupun anak-anak yang lahir kemudian hari.
Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
(UU Kewarganegaraan) dinyatakan:

“Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing
kehilangan Kewarganegaraan Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya,
kewarganegaraan istri mengikuti Kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut”

Namun bagi perempuan WNI yang masih ingin memegang Kewarganegaraan Indonesia-
nya, Pasal 26 (3) UU menyatakan:
”Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat
pernyataan mengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut
mengakibatkan kewarganegaraan ganda”

Sehingga perempuan WNI yang ingin mempertahankan Kewarganegaraannya dapat


mengajukan Surat Pernyataan keinginan tetap berkewarganegaraan Indonesia kepada Pejabat
atau Perwakilan Republik Indonesia yang berwenang di tempat tinggal pihak suami WNA. Surat
pernyataan tersebut diajukan perempuan WNI setelah tiga tahun sejak tanggal perkawinan
berlangsung [Pasal 26 ayat (4) UU Kewarganegaraan].

Perlu diperhatikan bahwa pengajuan tersebut tidak boleh mengakibatkan WNI menjadi
berkewarganegaraan ganda (bipatride). WNI tersebut harus melepaskan status kewarganegaraan
yang didapatkan dari perkawinan campuran tersebut, barulah kemudian WNI dapat mengajukan
Surat Pernyataan keinginan tetap berkewarganegaraan Indonesia.

Pengaturan Mengenai Anak Hasil Perkawinan Campuran diatur pula dalam Undang-
undang tersebut. Undang-Undang kewarganegaraan yang baru memuat asas-asas
kewarganegaraan umum atau universal. Adapun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang
ini sebagai berikut:

a. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara
tempat kelahiran.
b. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang
diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
c. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang.
d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang ini.

Undang-undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride)


ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak
dalam Undang-Undang ini merupakan suatu pengecualian. Berdasarkan UU ini anak yang lahir
dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari
perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga negara
Indonesia. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda , dan setelah anak berusia 18 tahun
atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan untuk memilih tersebut
harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.

2. Bagaimana Tata Cara atau Prosedur Perkawinan Campuran?

Tata cara atau prosedur perkawinan campuran tunduk pada Undang-undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan serta peraturan pelaksana dari Undang-undang tersebut yaitu PP No.9 Tahun
1975. Pada pasal

D. Kesimpulan

Anak adalah subjek hukum yang belum cakap melakukan perbuatan hukum sendiri
sehingga harus dibantu oleh orang tua atau walinya yang memiliki kecakapan. Pengaturan status
hukum anak hasil perkawinan campuran dalam UU Kewarganegaraan yang baru, memberi
pencerahan yang positif, terutama dalam hubungan anak dengan ibunya, karena UU baru ini
mengizinkan kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak hasil perkawinan campuran.

UU Kewarganegaraan yang baru ini menuai pujian dan juga kritik, termasuk terkait dengan
status anak. Penulis juga menganalogikan sejumlah potensi masalah yang bisa timbul dari
kewarganegaraan ganda pada anak. Seiring berkembangnya zaman dan sistem hukum, UU
Kewarganegaraan yang baru ini penerapannya semoga dapat terus dikritisi oleh para ahli hukum
perdata internasional, terutama untuk mengantisipasi potensi masalah
Pasal 23
(1) Perkawinan campuran antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan beragama Islam yang berbeda
kewarganegaraan salah satunya berkewarganegaraan
Indonesia dicatat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 16 -
(2) Perkawinan campuran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dicatat pada KUA Kecamatan atau kantor
perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Pasal 24
Persyaratan perkawinan campuran bagi warga negara
asing:
a. izin kedutaan/perwakilan dari negara yang
bersangkutan;
b. dalam hal seorang warga negara asing tidak terdapat
kedutaan negaranya di Indonesia, izin sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dapat diminta dari instansi
yang berwenang negara yang bersangkutan;
c. izin poligami dari pengadilan agama atau instansi yang
berwenang pada negara asal calon pengantin bagi
suami yang hendak beristri lebih dari seorang;
d. melampirkan fotokopi akta kelahiran;
e. melampirkan akta cerai;
f. surat kematian bagi duda dan janda dari negara calon
pengantin;
g. melampirkan fotokopipaspor;
h. melampirkan data kedua orang tua warga negara
asing sesuai dengan data pada AktaPerkawinan; dan
i. semua dokumen yang berbahasa asing harus
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh
penerjemah resmi.

Pasal 26
(1) Pencatatan perkawinanantarwarga negara Indonesia
dan/atau antarwarga negara Indonesia dengan warga
negara asing yang dilangsungkan di luar negeri
dilakukan di kantor perwakilan Republik Indonesia.
(2) Pencatatan perkawinansebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh pegawai pencatat
perkawinan/Penghulu,setelah memenuhi persyaratan:
a. surat pengantar dari lurah/kepala desa;
b. fotokopi kartu tanda penduduk;
c. fotokopi kartu keluarga;
d. fotokopi akta kelahiran;
e. rekomendasi perkawinandari KUA Kecamatan
yang dilegalisasi oleh DirektoratBina KUA dan
Keluarga Sakinah; dan
- 18 -
f. pasfoto berlatar belakang warna biru ukuran 2x3
(dua kali tiga) sebanyak 3 (tiga) lembar.
Pasal 27
(1) Perkawinanwarga negara Indonesia dan/atau
antarwarga negara Indonesia dengan warga negara
asingyang dilaksanakan di luar negeri selain yang
diatur dalam Pasal 26 ayat (1) dapat dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
negara setempat.
(2) Bukti perkawinanyang dilakukan di luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke
kantor perwakilan Republik Indonesia.

Pasal 28
(1) Warga negara Indonesia dan/atau antarwarga negara
Indonesia dengan warga negara asing yang
melangsungkan perkawinandi kantor perwakilan
Republik Indonesia atau di negara lain di luar negeri
mendaftarkan bukti perkawinannya di KUA
Kecamatan tempat tinggal suami/istri paling lambat 1
(satu) tahun setelah kembali ke tanah air.
(2) Pendaftaran bukti perkawinansebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan membawa Buku
Pencatatan Perkawinan/sertifikat perkawinanyang
telah dilegalisasi oleh kepala kantor perwakilan
Republik Indonesia.

Pasal 29
Pendaftaran bukti perkawinanyang dilangsungkan di luar
negeri dicatat oleh Kepala KUA Kecamatan pada register
perkawinan luar negeri.

1. Dokumen yang Dibutuhkan di KUA

Sebelum mengurus pernikahan di KUA, maka Akan dibutuhkan sejumlah dokumen awal berupa
surat N1, N2, dan N4. Hal ini bisa diurus dengan mengikuti beberapa tahap di bawah ini:
 Mendatangi ketua RT setempat, di mana salah satu pasangan (WNI) tersebut berdomisili
dan meminta surat pengantar ke kelurahan. Setelah mendapatkan surat pengantar ini,
pastikan surat tersebut telah ditandatangani dan distempel oleh RT dan RW setempat,
sebelum akhirnya dibawa ke kantor kelurahan.
 Bawa semua surat pengantar tersebut ke kelurahan. Jangan lupa untuk melampirkan
fotokopi KTP, akte lahir, dan juga kartu keluarga. Pihak kelurahan akan memproses dan
mengeluarkan surat N1, N2, dan juga N4 untuk proses selanjutnya di kecamatan.
 Surat N1, N2, dan juga N4 tersebut selanjutnya di bawa ke kantor kecamatan, di sana
surat-surat ini akan ditandatangani dan distempel oleh camat.

Setelah persyaratan awal tersebut terpenuhi, maka langkah selanjutnya adalah mengurus
pernikahan ke kantor KUA terdekat. Sebelum mendatangi kantor KUA, jangan lupa untuk
mempersiapkan beberapa syarat berikut ini:

Dari pihak WNI:

 Surat keterangan belum / tidak menikah yang ditandatangani oleh RT dan RW.
 Formulir N1, N2, dan N4 dari Kelurahan dan Kecamatan
 Formulir N3 dari KUA (surat persetujuan mempelai yang harus ditandatangani oleh
kedua mempelai)
 Fotokopi KTP.
 Akta Kelahiran.
 Kartu Keluarga.
 KTP orang tua.
 Buku nikah orang tua (jika Anda merupakan anak pertama).
 Data 2 orang saksi pernikahan, berikut fotokopi KTP yang bersangkutan.
 Pasfoto 2x3 (4 lembar) dan 4x6 (4 lembar).
 Bukti pembayaran PBB (Pajak Bumi Bangunan) terakhir.
 Prenup (perjanjian pra nikah).

Dari pihak WNA:

 CNI (Certificate of No Impediment) atau surat izin menikah di negara lain yang
dikeluarkan dari kedutaan calon suami / istri.
 Fotokopi akta kelahiran.
 Fotokopi  kartu identitas (KTP) dari negara calon suami / istri.
 Fotokopi paspor.
 Surat keterangan domisili (alamat calon suami / istri saat ini).
 Pasfoto 2x3 (4 lembar) dan 4x6 (4 lembar).
 Surat keterangan mualaf (jika agama sebelumnya bukan Islam).
Di dalam mengurus berbagai syarat pernikahan ini, semua dokumen dalam bahasa asing harus
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini harus dilakukan oleh seorang penerjemah
tersumpah. Hindari juga untuk memberikan berbagai dokumen yang asli kepada pihak KUA,
sebab ini sangat berisiko terhadap keamanan dokumen tersebut. Cukup sertakan berbagai
dokumen yang dibutuhkan tersebut dalam bentuk fotokopian saja, dan yang aslinya tetap dibawa
pulang.

2. Dokumen untuk Mendapatkan CNI dari Kedutaan Asing

Untuk mendapatkan CNI (surat single) dari kedutaan asing, dibutuhkan beberapa syarat berikut
ini:

 Akta kelahiran terbaru (asli).


 Fotokopi kartu identitas (KTP) dari negara asal.
 Fotokopi paspor.
 Bukti tempat tinggal / surat domisili (bisa berupa fotokopi tagihan telepon / listrik.
 Formulir pernikahan dari kedutaan yang bersangkutan.

3. Dokumen WNI yang diminta Kedutaan Asing:

 Akta kelahiran asli dan fotokopi.


 Fotokopi KTP.
 Fotokopi surat N1, N2 dan N4 dari Kelurahan.
 Fotokopi prenup (jika ada).

Sebelum menyerahkan semua dokumen persyaratan ini ke kedutaan, ada baiknya untuk
memfotokopi terlebih dahulu semua dokumen tersebut sebagai data pegangan, sebab pihak
kedutaan tidak akan mengembalikan dokumen tersebut nantinya. Setelah semua persyaratan ini
dipenuhi, maka proses selanjutnya adalah menunggu kabar dari kedutaan.

Proses ini mungkin akan membutuhkan waktu yang cukup panjang, tergantung pada kebijakan
dan juga kinerja kedutaan dari negara yang bersangkutan. Beberapa kantor kedutaan
membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua bulan untuk proses tersebut, atau bahkan bisa lebih
lama lagi.

Beberapa kantor kedutaan juga akan melakukan interview kepada calon pasangan yang akan
menikah, namun hal ini tidak selalu dijalankan oleh semua kedutaan. Setelah semua dokumen
tersebut diproses, maka pihak kedutaan akan menghubungi dan memberitahu bahwa surat-surat
tersebut telah bisa diambil kembali.

4. Biaya Pernikahan di KUA 

Jika semua persyaratan dan dokumen yang dibutuhkan telah terpenuhi, maka pernikahan dapat
dilangsungkan di KUA. Bagi yang akan melangsungkan pernikahan di kantor KUA, maka tidak
akan dikenakan biaya apapun.
Hal ini telah diatur di dalam PP No. 48 Tahun 2014 yang berlaku mulai 7 Juli 2014, yang
menyatakan bahwa biaya pernikahan di KUA adalah Rp0 (nol) / gratis. Ini berlaku untuk semua
pernikahan yang  dilakukan pada jam kerja di dalam kantor KUA.

Namun jika pernikahan dilakukan di luar kantor KUA atau di luar jam kerja KUA, maka biaya
yang dikenakan adalah Rp600.000,- (enam ratus ribu rupiah). Biaya ini akan masuk ke dalam kas
negara dan dalam hal ini pihak KUA tidak boleh menerima pembayaran langsung dari calon
pengantin. 

Anda mungkin juga menyukai