Anda di halaman 1dari 49

Laporan Kasus

CORONAVIRUS DISEASE 2019


(COVID-19)

Disusun Oleh:

SILVIA LAROZA
2008436873

Pembimbing:

dr. Indra Yovi, Sp.P (K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

“Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)” sebagai salah satu syarat

Kepaniteraan Klinik Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas

Kedokteran Universitas Riau periode 16 Agustus 2021 – 01 September 2021.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter

pembimbing di Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas

Kedokteran Universitas Riau, dr. Indra Yovi, Sp.P (K) atas saran dan

bimbingannya dalam pembuatan laporan kasus ini.

Penulis sadar laporan kasus ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga

laporan kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 19 Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

DAFTAR TABEL............................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN .....................................Error! Bookmark not defined.1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3


2.1 Coronavirus ................................................................................................. 3

2.2 Patogenesis .................................................................................................. 4

2.3 Transmisi..................................................................................................... 8

2.4 Faktor Risiko ............................................................................................. 10

2.5 Definisi Kasus ........................................................................................... 11

2.6 Manifestasi Klinis dan Derajat Gejala ......................................................... 15

2.7 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................. 17

2.8 Tatalaksana ................................................................................................ 18

BAB III ILUSTRASI KASUS........................................................................ 31

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 43

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Coronavirus......................................................................4


Gambar 2.2 Skema Replikasi dan Patogenesis Virus .........................................8
Gambar 2.3 Jalur Droplet dan Airborne............................................................10
Gambar 2.4 Tahap Perjalanan Penyakit COVID 19 ...........................................16
Gambar 2.5 Alur Penggunaan Ventilasi Mekanik ..............................................28
Gambar 2.6 Algoritma Penanganan Pasien COVID-19......................................32
Gambar 2.7 Rangkuman Alur Penatalaksanaan Pasien COVID-19 Berdasarkan
Beratnya Kasus.............................................................................32

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jadwal Pengambilan Swab Untuk Pemeriksaan RT-PCR ...................19

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular

yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-

CoV-2). COVID-19 ditemukan pada akhir tahun 2019 di Kota Wuhan, Republik

Rakyat Cina. Pada tanggal 29 Desember 2019 ditemukan 5 kasus pertama pasien

pneumonia di Wuhan, Republik Rakyat Cina. 1 Pada tanggal 2 Januari 2020,

penderita meningkat menjadi 41 orang, sebagian dari penderita memiliki penyakit

bawaan seperti kardiovaskular, diabetes melitus, dan hipertensi.2

World Health Organization (WHO) menetapkan bahwa fenomena

penyebaran COVID-19 ini menjadi pandemi, pada tanggal 11 Maret 2020.3 Pada

tanggal 13 Januari 2020, Thailand menjadi negara pertama di luar China yang

melaporkan adanya kasus COVID-19. Setelah Thailand, negara berikutnya yang

melaporkan kasus pertama COVID-19 adalah Jepang dan Korea Selatan yang

kemudian berkembang ke negara-negara lain termasuk Indonesia. 4 World Health

Organization (WHO) menetapkan bahwa penyakit atau penyebaran virus ini

sebagai pandemi karena seluruh warga di dunia memiliki potensi untuk terjangkit

virus COVID-19. Adanya status pandemi global ini, maka WHO menetapkan

status COVID-19 sebagai darurat internasional mengingat meningkatnya jumlah

korban akibat virus ini.5 Secara global, pertanggal 19 Juli 2021, terdapat

190.000.000 kasus terkonfirmasi COVID-19 dengan 4.090.000 kasus kematian

akibat COVID-19.4
2

Sekitar 4 bulan setelah kasus pertama di Cina, kasus COVID-19 pertama di

Indonesia diumumkan tepatnya pada tanggal 2 Maret 2020. Kasus pertama di

Indonesia pada bulan Maret 2020 sebanyak 2 kasus dan setelahnya pada tanggal 6

Maret ditemukan kembali 2 kasus. 6 Kasus COVID-19 hingga kini terus

bertambah. Per tanggal 19 Juli 2021 terdapat 2.880.000 kasus terkonfirmasi

COVID-19 dengan 73.582 kasus kematian akibat COVID-19 dan 2.260.000 kasus

sembuh.4

Kasus COVID-19 pertama di Riau terjadi pada awal bulan Maret 2020

sebanyak 1 penderita terkonfirmasi positif dengan riwayat perjalanan ke Malaysia

dalam 14 hari terakhir. Per tanggal 29 Mei 2021 total kasus terkonfirmasi di Riau

sebanyak 58.856 kasus dengan total isolasi mandiri sebanyak 5.159 kasus, di

rawat di RS sebanyak 880 kasus, dan total kematian sebanyak 1.540 kasus. 7
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Coronavirus

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Coronavirus merupakan virus RNA rantai

tunggal yang memiliki ukuran partikel 120-160 nm, virus ini termasuk dalam

genus betacoronavirus dan famili coronaviridae. Virus ini memiliki spike pada

permukaannya yang berbentuk seperti mahkota. 8 Sebelum terjadinya wabah

COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia,

yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43,

betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-

CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).9 Virus

SARS-CoV-2 memiliki struktur protein yang berbeda dengan virus lain. SARS-

CoV-2 ini terdiri dari lapisan luar non segmented dan memiliki rantai tunggal

RNA tanpa RNA. Kapsid yang berbentuk linear dan helix terdapat pada

permukaan luar corona virus, namun nukleokapsid ini juga terdapat dalam lapisan

virion. Struktur paling khas dari virus ini adalah adanya club-shaped spike

projections yang terdapat pada permukaan virion. Spike ini terlihat seperti solar

corona yang menjadi dasar penamaan virus ini. 10

Coronavirus yang menjadi penyebab COVID-19 termasuk dalam genus

betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk

dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe

Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam.


4

Virus SARS-CoV-2 memiliki struktur tiga dimensi pada protein spike

domain receptor-binding yang hampir identik dengan SARS-CoV. Pada SARS-

CoV, protein ini memiliki afinitas yang kuat terhadap angiotensin- converting-

enzyme 2 (ACE2). Pada SARS-CoV-2, data in vitro mendukung kemungkinan

virus mampu masuk ke dalam sel menggunakan reseptor ACE2. Studi tersebut

juga menemukan bahwa SARS-CoV-2 tidak menggunakan reseptor coronavirus

lainnya seperti Aminopeptidase N (APN) dan Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4).13

Gambar 2.1 Struktur Coronavirus

2.2 Patogenesis

Virus melewati membran mukosa terutama mukosa nasal dan laring,

kemudian memasuki paru melalui saluran pernapasan. Selanjutnya, virus akan

menyerang organ target yang mengekspresikan Angiotensin Converting Enzyme 2,

seperti paru, jantung, sistem renal, dan traktus gastrointestinal. 14 Protein S pada

SARS-CoV-2 memfasilitasi masuknya virus corona ke dalam sel target.

Masuknya virus bergantung pada kemampuan virus untuk berikatan dengan

ACE2, yaitu reseptor membran ekstraselular yang diekspresikan pada sel epitel,

serta bergantung pada priming protein S ke protease selular, yaitu Trans-

Membrane Protease Serine 2 (TMPRSS2).14


5

Sistem kekebalan tubuh host dan respon imunitas host berperan penting

dalam mengatasi infeksi, walaupun faktor lingkungan, biologi dan faktor lain

mampu mempengaruhi imunpatogenesis. Ketika host terpajan dengan virus

SARS-CoV-2, protein spike akan berikatan dengan sel host melalui reseptor

ACE2 dan berfusi dengan membran host untuk melepaskan RNA. Pembelahan

dari protein S dipicu oleh permukaan sel TMPRSS2 dan katepsin.15

Kehadiran PAMPS (Pathogen Associated Molecular Patterns) dari RNA

virus akan terdeteksi oleh reseptor rekognisi seperti Toll Like Receptor-3,7,8 &

9(TLR) yang mengenali keberadaan RNA virus pada endosome. Walau demikian

SARS-CoV-2 terkadang dapat menginduksi terjadinya produksi membran vesikel

ganda yang kurang akan PRRS dan melanjutkan replikasinya di dalam vesikel

sehingga sistem imunitas host tidak dapat mendeteksi virus tersebut atau

menghasilkan antibodi untuk melawan virus tersebut.Kemudian, nukleotida virus

melalui TLRs dalam endosome, reseptor asam retinoat RNA viral yang

menginduksi Gen I (RIG-I), reseptor sitosolik Melanoma Differentiation

Associated Gene 5 (MDA5) dan nucleotyduil tranferase cyclic GMP-AMP

synthase bertanggungjawab untuk mengenali RNA dan DNA virus dalam


15
sitoplasma.

Kompleks sinyal virus yang terdiri dari Toll interleukin-I receptor (TIR)

yang mengandung adaptor protein seperti interferon (IFN)-β, TIR-domain-

containing adapter-inducing interferon-β (TRIF), Mitochondrial Antiviral

Signalling Protein (MAVS) dan Stimulator of Interferon Genes Proteins (STING)

untuk menstimulasi terjadinya penurunan kaskase molekul. Peran adaptor

molekul MYD88 dapat mengaktivasi faktor transkripsi, Interferon Regulatory


6

Factor 3 (IRF-3), produksi type-I Interferon dan sitokin pro-inflamasi. Karena itu

interaksi dari sel virus dapat memproduksi mediator imunitas untuk melawan

infeksi virus. Walaupun beberapa interferon seperti IFN-I memiliki efek

perlindungan terhadap infeksi SARS-CoV-2. Penelitian terbaru melaporkan

infeksi COVID-19 dapat berkurang dengan sitokin plasma dan kemokin seperti

IL-1,2,4,7,10,12,13,17, GCSF, Macrophage Colony-Stimulating Factor (MCSF),

IP-10, MCP-1, MIP-1α, Hepatocyte Growth Factor (HGF), IFN-ϒ dan TNF-α.

COVID-19 secara spesifik menyebabkan respon inflamasi pada saluran napas

bagian bawah dan menyebabkan cidera pada paru-paru. Partikel virus menginvasi

mukosa saluran napas dan menginfeksi sel lain, dan memicu beberapa respon

imun sehingga menyebabkan badai sitokin pada tubuh yang dihubungkan menjadi

penyebab kondisi kritis pada pasien COVID-19. 15

Protein S pada SARS-CoV-2 dan SARS-CoV memiliki struktur tiga

dimensi yang hampir identik pada domain receptor-binding. Protein S pada

SARS-CoV memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan ACE2 pada manusia. Pada

analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa SARS-CoV-2 memiliki pengenalan yang

lebih baik terhadap ACE2 pada manusia dibandingkan dengan SARS-CoV.14

Periode inkubasi untuk COVID-19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan

kadar leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta pasien

belum merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui aliran darah,

terutama menuju ke organ yang mengekspresikan reseptor ACE2 dan pasien

mulai merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi

pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya

limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi, dapat terjadi
7

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARSD), sepsis, dan komplikasi lain.

Tingkat keparahan klinis berhubungan dengan usia (di atas 70 tahun),

komorbiditas seperti diabetes, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK),

hipertensi, dan obesitas. 14

Sistem imun innate dapat mendeteksi RNA virus melalui RIG-I-like

receptors, NOD-like receptors, dan Toll-like receptors. Hal ini selanjutnya akan

menstimulasi produksi Interferon (IFN), serta memicu munculnya efektor anti

viral seperti sel CD8+, sel Natural Killer (NK), dan makrofag. Infeksi

dari betacoronavirus lain, yaitu SARS-CoV dan MERS-CoV, dicirikan dengan

replikasi virus yang cepat dan produksi IFN yang terlambat, terutama oleh sel

dendritik, makrofag, dan sel epitel respirasi yang selanjutnya diikuti oleh

peningkatan kadar sitokin proinflamasi seiring dengan progres penyakit. 14

Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada

inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan disebut “badai

sitokin”. Badai sitokin merupakan peristiwa reaksi inflamasi berlebihan dimana

terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah yang banyak sebagai respon

dari suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan COVID-19, ditemukan adanya

penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate dikarenakan blokade

oleh protein non-struktural virus. Selanjutnya, hal ini menyebabkan terjadinya

lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (IL-6, TNF-α, IL-8, MCP-1, IL-1 β,

CCL2, CCL5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit. Pelepasan

sitokin ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel T, neutrofil, dan sel NK,

bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin proinflamasi. Lonjakan sitokin

proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan
8

paru yang menyebabkan kerusakan paru pada bagian epitel dan endotel.

Kerusakan ini dapat berakibat pada terjadinya ARDS dan kegagalan multi organ

yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. 14

Gambar 2.2 Skema Replikasi dan Patogenesis Virus

2.3 Transmisi

Virus SARS-CoV-2 dapat menginfeksi melalui berbagai macam transmisi.

Berikut adalah beberapa bentuk transmisi COVID-19, termasuk transmisi kontak,

droplet (percikan), dan melalui udara (airborne).16

1. Transmisi kontak dan droplet

Transmisi virus SARS-CoV-2 dapat terjadi melalui kontak langsung,

kontak tidak langsung, atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui

sekresi seperti air liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran napas

yang keluar saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi.

Droplet saluran napas memiliki ukuran diameter > 5-10 μm sedangkan droplet

yang berukuran diameter ≤ 5 μm disebut sebagai droplet nuclei atau aerosol.


9

Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika seseorang melakukan kontak

erat (berada dalam jarak 1 meter) dengan orang terinfeksi yang mengalami gejala-

gejala pernapasan (seperti batuk atau bersin) atau yang sedang berbicara atau

bernyanyi, dalam keadaan-keadaan ini, droplet saluran napas yang mengandung

virus dapat mencapai mulut, hidung, mata orang yang rentan dan dapat

menimbulkan infeksi. Transmisi kontak tidak langsung di mana terjadi kontak

antara inang yang rentan dengan benda atau permukaan yang terkontaminasi

(transmisi fomit) juga dapat terjadi. 16

2. Transmisi melalui udara

Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran agen yang

infeksius melalui droplet nuclei (aerosol) yang tetap infeksius saat melayang di

udara. Transmisi SARS-CoV-2 melalui udara dapat terjadi selama pelaksanaan

prosedur medis yang menghasilkan aerosol. Sejumlah aerosol yang dihasilkan

oleh saluran nafas melalui penguapan dan dari proses normal bernapas,

berbicara.16

3. Transmisi fomit

Transmisi ini merupakan kontak tidak langsung. Sekresi saluran

pernapasan atau droplet yang dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi dapat

mengontaminasi permukaan dan benda, sehingga terbentuk fomit (permukaan

yang terkontaminasi). Virus SARS-CoV-2 yang hidup dan terdeteksi melalui RT-

PCR dapat ditemui di permukaan-permukaan tersebut selama berjam-jam hingga

berhari-hari, tergantung lingkungan sekitarnya (termasuk suhu dan kelembapan)

dan jenis permukaan. Konsentrasi virus atau RNA ini lebih tinggi di fasilitas

pelayanan kesehatan di mana pasien COVID-19 diobati. Karena itu, transmisi


10

juga dapat terjadi secara tidak langsung melalui lingkungan sekitar atau benda-

benda yang terkontaminasi virus dari orang yang terinfeksi (misalnya stetoskop

atau termometer), yang dilanjutkan dengan sentuhan pada mulut, hidung, atau

mata.16

Gambar 2.3 Jalur Droplet dan Airborne

Aerosol (ukuran <5 μm), dapat menularkan dalam jarak dekat (1 meter),

jarak jauh (2 meter) dan kontak tak langsung. Droplets (ukuran ≥ 5 μm)

bertanggung jawab terhadap penularan jarak dekat dan jalur tak langsung. 16

2.4 Faktor Risiko

Penyakit komorbid seperti hipertensi dan diabetes melitus, jenis kelamin

laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor risiko beratnya gejala infeksi

SARS-CoV-2. Keganasan dan penyakit hati kronik lebih rentan terhadap infeksi

virus SARS-CoV-2. Keganasan diasosiasikan dengan reaksi imunosupresif,

produksi sitokin yang berlebihan, supresi induksi agen proinflamasi dan gangguan

maturasi sel dendritik. 1 Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers

for Disease Control and Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal

satu rumah dengan pasien COVID-19 dan riwayat perjalanan ke area terjangkit.
11

Berada dalam satu lingkungan namun tidak kontak dekat (dalam radius 2 meter)

dianggap sebagai risiko rendah. Tenaga medis merupakan salah satu populasi
10
yang beresiko tinggi tertular.

2.5 Definisi Kasus

Kasus COVID-19 diklasifikasikan menjadi kasus suspek, kasus probabel,

kasus konfirmasi, dan kontak erat. 1

1. Kasus Suspek

Kasus suspek adalah orang yang memenuhi salah satu kriteria berikut:1

a. Orang yang memenuhi salah satu kriteria klinis:

1) Demam akut dan batuk; atau

2) Minimal 3 gejala berikut: demam, batuk, lemas, sakit kepala, nyeri

otot, nyeri tenggorokan, pilek/hidung tersumbat, sesak napas,

anoreksia/mual/muntah, diare, atau penurunan kesadaran; atau

3) Pasien dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) berat

dengan riwayat demam/demam (38,0°C) dan batuk yang terjadi

dalam 10 hari terakhir, serta membutuhkan perawatan rumah sakit;

atau

4) Anosmia (kehilangan penciuman) akut tanpa penyebab lain yang

teridentifikasi; atau

5) Ageusia (kehilangan pengecepan) akut tanpa penyebab lain yang

teridentifikasi.
12

b. Seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus

probable/konfirmasi COVID-19/kluster COVID-19 dan memenuhi

kriteria klinis pada huruf a.

c. Seseorang dengan hasil pemeriksaan Rapid Diagnostic Test Antigen

(RDT-Ag) positif sesuai dengan penggunaan RDT-Ag pada kriteria

wilayah A dan B, dan tidak memiliki gejala serta bukan merupakan

kontak erat (Penggunaan RDT-Ag mengikuti ketentuan yang berlaku).

2. Kasus Probable

Kasus probable adalah kasus suspek yang meninggal dengan gambaran

klinis meyakinkan COVID-19 dan memiliki salah satu kriteria sebagai

berikut:1

a. Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium Nucleic Acid Amplification

Test (NAAT) atau RDT-Ag; atau

b. Hasil pemeriksaan laboratorium NAAT/RDT-Ag tidak memenuhi

kriteria kasus konfirmasi maupun bukan COVID-19 (discarded).

3. Kasus Terkonfirmasi

Kasus terkonfirmasi adalah orang yang memenuhi salah satu kriteria

berikut:1

a. Seseorang dengan pemeriksaan laboratorium NAAT positif.

b. Memenuhi kriteria kasus suspek atau kontak erat dan hasil pemeriksaan

RDT-Ag positif di wilayah sesuai penggunaan RDT-Ag pada kriteria

wilayah B dan C.

c. Seseorang dengan hasil pemeriksaan RDT-Ag positif sesuai dengan

penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah C.


13

Pasien bukan COVID-19 (discarded) adalah orang yang memenuhi salah

satu kriteria berikut:1

a. Seseorang dengan status kasus suspek atau kontak erat dan hasil

pemeriksaan laboratorium NAAT 2 kali negatif.

b. Seseorang dengan status kasus suspek atau kontak erat dan hasil

pemeriksaan laboratorium RDT-Ag negatif diikuti NAAT 1 kali

negative sesuai penggunaan RDT-Ag pada kriteria B.

c. Seseorang dengan status kasus suspek atau kontak erat dan hasil

pemeriksaan laboratorium RDT-Ag 2 kali negatif sesuai penggunaan

RDT-Ag pada kriteria C.

d. Orang tidak bergejala (asimtomatik) dan bukan kontak erat dan hasil

pemeriksaan RDT-Ag positif diikuti NAAT 1x negatif sesuai

penggunaan RDT-Ag pada kriteria A dan B.

e. Orang tidak bergejala (asimtomatik) dan bukan kontak erat dan hasil

pemeriksaan RDT-Ag negatif.

4. Kontak Erat

Kontak erat adalah orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus

probabel atau dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 dan memenuhi salah

satu kriteria berikut:1

a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus konfirmasi dalam radius 1

meter selama 15 menit atau lebih;

b. Sentuhan fisik langsung dengan pasien kasus konfirmasi (seperti

bersalaman, berpegangan tangan, dll);


14

c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus konfirmasi

tanpa menggunakan APD yang sesuai standar; atau

d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan

penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan

epidemiologi setempat.

Untuk menemukan kontak erat:1

a. Periode kontak pada kasus probabel atau konfirmasi yang bergejala

(simptomatik) dihitung sejak 2 hari sebelum gejala timbul sampai 14

hari setelah gejala timbul (atau hingga kasus melakukan isolasi).

b. Periode kontak pada kasus konfirmasi yang tidak bergejala

(asimtomatik) dihitung sejak 2 hari sebelum pengambilan swab dengan

hasil positif sampai 14 hari setelahnya (atau hingga kasus melakukan

isolasi).

2.6 Manifestasi Klinis dan Derajat Gejala

Gejala klinis yang muncul demam, batuk, lemas, sakit kepala, nyeri otot,

nyeri tenggorokan, pilek/hidung tersumbat, sesak napas, anoreksia/mual/muntah,

diare, atau penurunan kesadaran. 1

Derajat Gejala COVID-19 dapat diklasifikasikan ke dalam tanpa gejala/

asimtomatis, gejala ringan, gejala sedang, gejala berat, dan kritis. 1

1. Tanpa gejala/asimtomatis yaitu tidak ditemukan gejala klinis.1

2. Gejala ringan yaitu:1

Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.

Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas


15

pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan,

kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang penciuman

(anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset

gejala pernapasan juga sering dilaporkan.

3. Gejala sedang yaitu:1

Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia

(demam, batuk, sesak, napas cepat) tanpa tanda pneumonia berat termasuk

SpO2 >93% dengan udara ruangan. Pada anak-anak: pasien dengan tanda

klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat

dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat).

Kriteria napas cepat: usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan,

≥50x/menit ; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit.

4. Gejala Berat yaitu:1

Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia

(demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas >

30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 <93% pada udara ruangan.

Pada pasien anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau

kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:

a. sianosis sentral atau SpO2 <93%;

b. distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan

dinding dada yang sangat berat);

c. tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusu atau minum,

letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.


16

d. Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea: usia <2 bulan,

≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun,

≥40x/menit; usia >5 tahun, ≥30x/menit.

5. Kritis yaitu:1

Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan

syok sepsis.

Gambar 2.4 Tahap Perjalanan Penyakit COVID-19

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:6

1. Pemeriksaan radiologi

 X-Ray thoraks: hazy opacities yang terdistribusi di bagian basal dan

perifer paru

 CT Scan thoraks: opasitas ground glass multipel bilateral yang

terdistribusi di bagian basal dan perifer paru

 USG paru: penebalan pleural lines, B lines (multifocal, diskret, atau

konfluens), pola konsolidasi dengan atau tanpa air bronchograms.

2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah

 Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan orofaring)


17

 Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, Bronchoalveolar

Lavage (BAL), bila menggunakan endotrakeal tube dapat berupa

aspirat endotrakeal)

3. Pemeriksaan Laboratorium

 Darah perifer lengkap (leukopenia/normal/limfopenia)

Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis limfosit

menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.

 Analisis gas darah

 Kimia Darah (fungsi hepar, fungsi ginjal, prokalsitonin, dan asam

laktat).

4. Pemeriksaan Antigen-Antibodi

Salah satu kesulitan utama dalam melakukan uji diagnostik tes cepat yang

sahih adalah memastikan negatif palsu, karena angka deteksi virus pada rRT-PCR

sebagai baku emas tidak ideal. Selain itu, perlu mempertimbangkan onset paparan

dan durasi gejala sebelum memutuskan pemeriksaan serologi. IgM dan IgA

dilaporkan terdeteksi mulai hari 3-6 setelah onset gejala, sementara IgG mulai hari

10-18 setelah onset gejala. Pemeriksaan jenis ini tidak direkomendasikan WHO

sebagai dasar diagnosis utama. Pasien negatif serologi masih perlu observasi dan

diperiksa ulang bila dianggap ada faktor risiko tertular.

5. Pemeriksaan Virologi

Saat ini WHO merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh

pasien yang termasuk dalam kategori suspek. Pemeriksaan pada individu yang

tidak memenuhi kriteria suspek atau asimtomatis juga boleh dikerjakan dengan

mempertimbangkan aspek epidemiologi, protokol skrining setempat, dan


18

ketersediaan alat. Pengerjaan pemeriksaan molekuler membutuhkan fasilitas

dengan biosafety level 2 (BSL-2), sementara untuk kultur minimal BSL-3. Kultur

virus tidak direkomendasikan untuk diagnosis rutin.

Metode yang dianjurkan untuk deteksi virus adalah amplifikasi asam

nukleat dengan real-time reversetranscription polymerase chain reaction (rRT-

PCR) dan dengan sequencing. Sampel dikatakan positif (konfirmasi SARS-CoV-

2) bila rRT-PCR positif pada minimal dua target genom (N, E, S, atau RdRP)

yang spesifik SARS- CoV-2; ATAU rRT-PCR positif betacoronavirus, ditunjang

dengan hasil sequencing sebagian atau seluruh genom virus yang sesuai dengan

SARS-CoV-2.

2.8 Tatalaksana Pasien Terkonfirmasi COVID-19

1. Pemeriksaan PCR Swab.

 Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan diagnosis. Bila

pemeriksaan di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi pemeriksaan

di hari kedua, Apabila pemeriksaan di hari pertama negatif, maka

diperlukan pemeriksaan di hari berikutnya (hari kedua).

 Pada pasien yang dirawat inap, pemeriksaan PCR dilakukan sebanyak

tiga kali selama perawatan.

 Untuk kasus tanpa gejala, ringan, dan sedang tidak perlu dilakukan

pemeriksaan PCR untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya

dilakukan pada pasien yang berat dan kritis.

 Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat dilakukan

setelah sepuluh hari dari pengambilan swab yang positif.


19

 Bila diperlukan, pemeriksaan PCR tambahan dapat dilakukan dengan

disesuaikan kondisi kasus sesuai pertimbangan DPJP dan kapasitas di

fasilitas kesehatan masing-masing.

 Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas demam

selama tiga hari namun pada follow-up PCR menunjukkan hasil yang

positif, kemungkinan terjadi kondisi positif persisten yang disebabkan

oleh terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang sudah tidak aktif.

Pertimbangkan nilai Cycle Threshold (CT) value untuk menilai

infeksius atau tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan

laboratorium pemeriksa PCR karena nilai cutt off berbeda-beda sesuai

dengan reagen dan alat yang digunakan. 19

Tabel 2.1. Jadwal Pengambilan Swab Untuk Pemeriksaan RT-PCR.19

Keterangan : * diperiksa hanya untuk berat dan kritis

2. TANPA GEJALA

a. Isolasi dan Pemantauan.

 Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen

diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di

fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.


20

 Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama (FKTP).

 Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk

pemantauan klinis.19

b. Non-farmakologis

Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk

dibawa ke rumah):

 Pasien :

- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat

berinteraksi dengan anggota keluarga.

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer

sesering mungkin.

- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing).

- Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah.

- Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis).

- Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun.

- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya

(sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).

- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong

plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor

keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan

mesin cuci.

- Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
21

- Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga

jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38oC. 19

 Lingkungan/kamar:

- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara.

- Membuka jendela kamar secara berkala.

- Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan

kamar (setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung

tangan dan goggle).

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer

sesering mungkin.

- Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan

desinfektan lainnya.19

 Keluarga:

- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien

sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.

- Anggota keluarga senanitasa pakai masker.

- Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien.

- Senantiasa mencuci tangan.

- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih -

Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara

tertukar.

- Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh

pasien misalnya gagang pintu dll. 19


22

c. Farmakologi

 Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap

melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin

meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-

inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke

Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung.

 Vitamin C, dengan pilihan ;

- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)

- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)

- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam

(selama 30 hari),

- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink

 Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,

kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak,

serbuk, sirup).

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan

tablet kunyah 5000 IU)

 Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat

Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat

dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap

memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.

 Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan. 19


23

3. DERAJAT RINGAN

a. Isolasi dan Pemantauan

 Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari

sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan

gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi

dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas

gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di fasilitas

publik yang dipersiapkan pemerintah.

 Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi

pasien.

 Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP

terdekat.19

b. Non Farmakologis

Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi

tanpa gejala).19

c. Farmakologis

 Vitamin C dengan pilihan:

- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)

- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)

- Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam

(selama 30 hari),

- Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E,

zink
24

 Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,

kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul

lunak, serbuk, sirup).

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU

dan tablet kunyah 5000 IU).

 Antivirus :

- Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral

hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2- 5).

 Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila demam.

 Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat

Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat

dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap

memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.

 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada.19

4. DERAJAT SEDANG

a. Isolasi dan Pemantauan

 Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah

Sakit Darurat COVID-19.

 Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah

Sakit Darurat COVID-19.

 Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai Tabel 2.1. 19


25

b. Non Farmakologis.

 Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status

hidrasi/terapi cairan, oksigen.

 Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan

hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi

ginjal, fungsi hati dan foto toraks secara berkala. 19

c. Farmakologis

 Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis

dalam 1 jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan

 Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,

kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak,

serbuk, sirup)

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan

tablet kunyah 5000 IU).

 Diberikan terapi farmakologis berikut:

Salah satu antivirus berikut :

- Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral

hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau

- Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV

drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)

 Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (Lihat

penjelasan pada derajat berat/kritis).


26

 Pengobatan simptomatis (Parasetamol dan lain-lain).

 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada.19

5. DERAJAT BERAT ATAU KRITIS

a. Isolasi dan Pemantauan

 Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara

kohorting.

 Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai Tabel 2.1. 19

b. Non Farmakologis

 Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status

hidrasi (terapi cairan), dan oksigen.

 Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap beriku dengan

hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi

ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.

 Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan.

 Monitor tanda-tanda sebagai berikut;

- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,

- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),

- PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,

- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada

pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,

- Limfopenia progresif,

- Peningkatan CRP progresif,

- Asidosis laktat progresif. 19


27

19
Monitor keadaan kritis:

1. Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal

multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.

2. Bila terjadi gagal napas disertai dengan ARDS dipertimbangkan

penggunaan ventilator mekanik dan memerlukan perawatan ICU.

3. 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu

sebagai berikut:

1. Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau non-invasive

mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi

paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV.

2. Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema paru.

3. Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone position).

Alat Bantu Nafas Mekanik

 Noninvasif Ventilator

 Ventilasi mekanik invasif (Ventilator)

 Extra Corporeal Membrane Oxygenation (ECMO)


28

Gambar 2.5 Alur Penggunaan Ventilasi Mekanik.19

c. Farmakologis

 Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan

 Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena

 Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,

kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak,

serbuk, sirup)

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan

tablet kunyah 5000 IU).

 Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi

bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus


29

infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur

darah harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-

hatian khusus) patut dipertimbangkan.

 Antivirus :

- Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari

ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau

- Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip

(hari ke 2-5 atau hari ke 2-10).

 Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau

kortikosteroid lain yang setara seperti metilprednisolon 32 mg, atau

hidrokortison 160 mg pada kasus berat yang mendapat terapi oksigen

atau kasus berat dengan ventilator.

 Anti interleukin-6 (IL-6)

Tocilizumab atau sarilumab merupakan obat kelompok anti IL-6.

Sarilumab belum tersedia di Indonesia, sehingga yang dipakai adalah

Tocilizumab. Tocilizumab diberikan dengan dosis 8 mg/kgBB single

dose atau dapat diberikan 1 kali lagi dosis tambahan apabila gejala

memburuk atau tidak ada perbaikan dengan dosis yang sama. Jarak

pemberian dosis pertama dan kedua minimal 12 jam. Maksimal

pemberian 800 mg per dosis. Tocilizumab dapat diberikan di awal

pasien memasuki keadaan Covid-19 berat, yang umumnya terjadi

setelah sakit ≥ 1 minggu, dan jumlah virus mencapai puncaknya, atau

dengan kata lain jumlah virus berpotensi tidak akan bertambah lagi.

Penanda peradangan COVID-19 mulai berat tetapi belum kritis dapat


30

dilihat dari skor SOFA masih kurang dari 3, sementara terdapat skor

CURB-65 > 2, atau saturasi oksigen < 50 % (setara dengan O2 tak lebih

dari 6 L/m dengan nasal kanul atau simple mask), atau laju pernapasan

> 30 per menit, atau foto toraks terdapat infiltrat multilobus bilateral,

dengan salah satu penanda biologis di bawah ini:

- D-dimer ≥ 0,7 µg/L

- IL-6 ≥ 40 pg/mL

- Limfosit  700 mg/dL

- CRP > 75 mg/L

 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

 Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman

tatalaksana syok yang sudah ada.

- Inisiasi resusitasi cairan dan pemberian vasopressor untuk

mengatasi hipotensi dalam 1 jam pertama.

- Resusitasi cairan dengan bolus cepat kristaloid 250 – 500 mL (15 –

30 menit) sambil menilai respon klinis.

- Respon klinis dan perbaikan target perfusi (MAP >65 mmHg,

produksi urine >0,5 ml/kg/jam, perbaikan capillary refill time, laju

nadi, kesadaran dan kadar laktat).

- Penilaian tanda overload cairan setiap melakukan bolus cairan

- Hindari penggunaan kristaloid hipotonik, gelatin dan starches untuk

resusitasi inisiasi

- Pertimbangkan untuk menggunakan indeks dinamis terkait volume

responsiveness dalam memandu resusitasi cairan (passive leg


31

rising, fluid challenges dengan pengukuran stroke volume secara

serial atau variasi tekanan sistolik, pulse pressure, ukuran vena

cava inferior, atau stroke volume dalam hubungannya dengan

perubahan tekanan intratorakal pada penggunaan ventilasi

mekanik)

- Penggunaan vasopressor bersamaan atau setelah resusitasi cairan,

untuk mencapai target MAP >65 mmHg dan perbaikan perfusi

- Norepinefrin sebagai first-line vasopressor - Pada hipotensi

refrakter tambahkan vasopressin (0,01-0,03 iu/menit) atau

epinephrine.

- Penambahan vasopressin (0,01-0,03 iu/menit) dapat mengurangi

dosis norepinephrine

- Pada pasien COVID-19 dengan disfungsi jantung dan hipotensi

persisten, tambahkan dobutamin.

- Jika memungkinkan gunakan monitor parameter dinamis

hemodinamik. Baik invasif, seperti PiCCO2, EV1000, Mostcare,

maupun non-invasif, seperti ekokardiografi, iCON, dan NICO2.

 Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi

 Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (Keterangan

lengkap terkait trombosis dan gangguan koagulasi seperti dibawah

ini).19
32

Gambar 2.6 Algoritma Penanganan Pasien COVID-19.19

Gambar 2.7 Rangkuman Alur Penatalaksanaan Pasien COVID-19

Berdasarkan Beratnya Kasus.19


BAB III
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn.B
No RM : 00186499
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Pegawai Negeri
Alamat : Jl. Beledang no 3 kota Pekanbaru
Tanggal masuk RS : 15 Agustus 2021

I. Anamnesis

Keluhan utama : Sesak napas yang memberat sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak napas dirasakan

memberat ketika menarik napas dalam. Sesak tidak dipengaruhi posisi, cuaca,

debu, dan makanan. Pasien juga mengeluhkan batuk tidak berdahak dan tidak

berdarah sejak 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan nyeri menelan, hilangnya

kemampuan indra penciuman dan hilangnya kemampuan indra pengecapan (+),

batuk darah (-), nyeri dada (-), pilek (-). Demam (+) 5 hari SMRS, demam

dirasakan terus menerus, turun sesaat jika pasien minum obat penurun panas.

Nyeri sendi (-), mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun (+). BAB dan BAK

tidak ada keluhan . Riwayat perjalanan ke luar kota atau ke luar negeri dengan

transmisi lokal COVID-19 (-). Riwayat kontak erat dengan COVID-19

terkonfimasi (+), pasien merupakan tenaga kesehatan yang bekerja di RS yang


34

menangani Covid. Pasien dilakukan swab antigen di RSUD Arifin Achmad

Provinsi Riau dengan hasil positif.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat penggunaan OAT (-)

- Riwayat diabetes mellitus (-)

- Riwayat hipertensi (+)

- Riwayat asma (-)

- Riwayat penyakit jantung (-)

- Riwayat keganasan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat penggunaan OAT (-)

- Riwayat diabetes mellitus (-)

- Riwayat hipertensi (+) : kakak pasien

- Riwayat asma (-)

- Riwayat penyakit jantung (-)

- Riwayat keganasan (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan :

- Pasien taat melaksanakan prokes (memakai masker, mencuci tangan dan

menjaga jarak)

- Pasien sudah menerima vaksin COVID-19  2X, dosis terakhir April

2021.

- Pekerjaan sebagai tenaga kesehatan (Perawat)

- Pasien tidak merokok dan mengkonsumsi alcohol

- Seks bebas (-)


35

II. Pemeriksaan Fisis

Pemeriskaan Umum :

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Composmentis Kooperatif

- Tekanan Darah : 205/128 mmHg

- Nadi : 82 kali/menit

- Suhu : 38 °C

- Pernafasan : 28 kali/menit

- Saturasi : 94 % : udara ruangan

96 % nasal kanul 4 lpm

- Tinggi badan : 155 cm

- Berat badan : 60 kg

- Status Gizi : Overweight (BMI 25)

Pemeriksaan Fisik :

Kepala dan leher :

- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

- Telinga dan hidung : Cairan (-), sekret (-), darah (-)

- Mulut : Pucat (-), sianosis (-), oral thrush (-)

- Leher : Pembesaran KGB (-), distensi vena (-)

Thorax (Paru-paru) :

- Inspeksi :

Statis : Dinding dada simetris, scar (-), retraksi (-),

pelebaran sela iga (-)


36

Dinamis : Pergerakan dinding dada simetris, penggunaan otot

bantu pernafasan (-).

- Palpasi : Nyeri tekan (-), vocal fremitus simetris kiri dan

kanan

- Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru

- Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung :

- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIK 5 linea midclavicularis

Sinistra

- Perkusi :

Batas kanan jantung : SIK 4 linea parasternalis dextra

Batas kiri jantung : SIK 5 linea midclavicularis sinistra

- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur (-/-),

gallop (-/-)

Abdomen :

- Inspeksi : Perut datar simetris , venektasi (-),caput medusa (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) 8x/menit

- Palpasi : Perut supel, organomegali (-), nyeri tekan (-),

defans muscular (-)

- Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen

Ekstremitas :

- Atas : Akral hangat, CRT <2 detik, clubbing finger (-/-),

edema (-/-), sianosis (-/-)


37

- Bawah : Akral hangat, CRT <2 detik, clubbing finger (-/-),

edema (-/-), sianosis

III. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium (14-08-2021)

- Darah lengkap

Hemoglobin : 14,5 g/dL

Leukosit : 8.68 x 10³/uL

Trombosit : 157 x 10³/uL

Eritrosit : 5.02 x 10⁶/uL

Hematokrit : 40.9 % (L)

- Hitung jenis

Basofil : 0.2 %

Eosinofil : 3.5 % (H)

Neutrofil : 61.9 %

Limfosit : 26.7 %

Monosit : 7.7 % (H)

- Screening Covid-19

Neutrofil Limfosit Ratio : 2.32

Absolut Limfosit Count : 2.32 x 10³/uL (L)

- Hemostasis

PT : 11.3 detik (L)

INR : 0.79

APTT : 33.7 detik

D-Dimer : 0.51 ug/mL (H)


38

- Kimia klinik

CRP Kuantitatif : 2.5 mg/dL

Albumin : 3.2 g/dL

AST : 21 u/L

ALT : 36 u/L

Gula Darah Sewaktu : 109 mg/dL

Ureum : 41.0 mg/dL

Kreatinin : 1.90 mg/dL (H)

- Imunologi

HIV kualitatif : Non reaktif

HBsAg kualitatif : Reaktif

b. Swab PCR (14 Agustus 2021): Positif

c. Pemeriksaan Rontgen

- Foto Thoraks PA (18 Agustus 2021)


39

Interpretasi:

1. A.n Tn. B, usia 45 tahun, di RSUD Arifin Achmad

2. Marker R

3. Posisi foto: posteroanterior (AP)

4. Kekerasan foto cukup

5. Jaringan lunak 2 cm, tidak ada ada benda asing, bengkak ataupun adanya

subcutaneous air

6. Os costa, clavicula, scapula, vertebrae intak, tidak ada tanda fraktur

7. Trakea tidak deviasi/midline

8. CTR <50 % dan tidak tampak kalsifikasi aorta

9. Bentuk diafragma dan sinus kostofrenikus normal

10. Corakan bronkovaskular normal infiltrat (-)

IV. Diagnosis

COVID-19 terkonfirmasi + Hipertensi urgensi

V. Rencana Pemeriksaan

1. Pemeriksaan laboratorium evaluasi

2. Pemeriksaan rontgen thorax untuk evaluasi

VI. Penatalaksanaan

1. Farmakologi

Terapi yang diberikan oleh Dokter Spesialis Paru :

- IVFD NaCl 0,9% 500cc/8 jam

- Inj. Dexametason 1x6 mg i.v

- Tab vitamin D 2x1000 IU p.o


40

- Vitamin E 1x200 IU

- Inj citicolin 2x1 gr

- Aspilet 1x1

- Lansoprazole 1x1

- Inj ranitidine

- Micardis 1x1

- Kalxetin 1x2

- Simvastatin 10-0-0-1

- Fenofibrat 300 0-0-1

2. Non Farmakologi

- O2 4 lpm NK

- Bed rest

- Fisioterapi
41

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditemukan kriteria kasus terkonfirmasi COVID-19 derajat

sedang + hipertensi urgensi Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan tanda klinis

pneumonia berupa sesak napas yang tidak dipengaruhi oleh posisi, cuaca ataupun

makanan, batuk kering dan demam. Keluhan pasien disertai nyeri menelan, hilang

kemampuan indra penciuman dan pengecapan, penurunan nafsu makan dan mual.

Pemeriksaan fisis pada pasien ditemukan frekuensi napas 28x/menit dengan

saturasi oksigen 94% di udara ruang.

Pekerjaan pasien sebagai tenaga kesehatan (perawat) yang mengharuskan

pasien kontak dengan banyak orang terutama orang sakit, menjadi salah satu

faktor yang meningkatkan risiko terpaparnya SARS-CoV-2. Tatalaksana awal

pada pasien ini adalah pemberian oksigen untuk mencukupi kebutuhan oksigen

dalam darah, diberikan paracetamol sebagai antipiretik. Selain itu mikronutrien

diberikan untuk meningkatkan fungsi sistem imunitas melalui beberapa

mekanisme, mikronutrien yang diberikan adalah injeksi vitamin D 2x1000 IU dan

vitamin E 1x200 IU. Vitamin D mampu berperan dalam sistem imunitas adaptif

maupun bawaan dan vitamin E bekerja sebagai imunomodulator dan mampu

menurunkan produksi prostaglandin E2 (PGE2). Terapi antivirus Remdesivir

intravena diberikan dengan dosis awal 1x200 mg dan dilanjutkan dosis 1x100 mg
42

yang diberikan hari ke 2 sampai hari ke 5. Pada pasien diberikan injeksi

dexamethasone 1x6 mg sebagai terapi antiinflamasi sesuai panduan dari WHO

untuk terapi pada pasien COVID-19.

Evaluasi pemeriksaan yang direncanakan pada pasien adalah

pemeriksaan laboratorium (darah rutin, CRP, feritin, hemostasis, kimia darah dan

LDH), pemeriksaan foto thorax secara berkala dan swab PCR untuk evaluasi.
43

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamps BS, Hoffmann. Covid Reference. Fifth Edition. Steinhauser Verlag.


2020.

2. Lu H. Drug Treatment Options for the 2019-New Coronavirus (2019-nCOV).


Biosci Trends. 2020;14(1):69–71.

3. Keputusan Meteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor


HK.01.07/MENKES/4641/2021. Tentang panduan pelaksanaan pemeriksaan,
pelacakan, karantina, dan isolasi dalam rangka percepatan pencegahan dan
pengendalian Coronavirus disease 2019 (COVID-19).

4. WHO. WHO Coronavirus (COVID-19) Disease Dashboard. 2021.

5. Chan JFW, Yuan S, Kok KH, To KKW, Chu H, Yang J, et al. A familial
cluster of pneumonia associated with the 2019 novel coronavirus indicating
person-to-person transmission: a study of a family cluster. Lancet [Internet].
2020;395(10223):514–23.

6. Burhan E. Pedoman Tatalaksana Covid-19. Edisi 3. Perhimpunan Dokter


Paru Indonesia (PDPI). 2020.

7. Perkembang kasus Covid-19 di Provinsi Riau. Dinas Kesehatan Provinsi


Riau. 2021.

8. Ganesh B, Rajakumar T, Malathi M, Manikandan N, Nagaraj J, Santhakumar


A, Elangovan A. Epidemiology and pathobiology of SARS-CoV-2 (COVID-
19) in comparison with SARS, MERS: An updated overview of current
knowledge and future perspectives. Clinical Epidemiology and Global
Health. 2020.

9. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, Santoso WD, Yulianti M,


Herikurniawan H, et al. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur
Terkini. J Penyakit Dalam Indones. 2020;7(1):45.
44

10. A Rishabh, M Sonali, V Kanchan, Nayak SK. Update vision on COVID-19:


Structure, immune pathogenesis, treatment and safety assessment. Sensors
international 2. 2021

11. Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B, Song J, et al. A Novel Coronavirus


from Patients with Pneumonia in China, 2019. N Engl J Med.
2020;382(8):727-33.

12. Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS, de Groot RJ, Drosten C, Gulyaeva AA,
et al. The species Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus:
classifying 2019-nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nat Microbiol. 2020.

13. Zhou P, Yang X-L, Wang X-G, Hu B, Zhang L, Zhang W, et al. A pneumonia
outbreak associated with a new coronavirus of probable bat origin. Nature.
2020;579(7798):270-3.

14. Fitriani, NI. Tinjauan Pustaka Covid-19: Virologi, Patogenesis, dan


Manifestasi Klinis. Jurnal Medika Malahayati. 2020:4(3):195.

15. Krishnan A, Hamilton JP, Alqahtani SA, Woreta TA. COVID-19: An


overview and a clinical update. World J Clin Cases 2021 January 6; 9(1): 8-
23

16. WHO. Transmisi SARS-CoV-2: implikasi terhadap kewaspadaan pencegahan


infeksi. 2020.

17. Diaz JH. Hypothesis: angiotensin-converting enzyme inhibitors and


angiotensin receptor blockers may increase the risk of severe COVID-19. J
Travel Med. 2020.

18. European Society of Cardiology. Position Statement of the ESC Council on


Hypertension on ACEInhibitors and Angiotensin Receptor Blockers. 2020.

19. PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. Revisi Protokol Tatalaksana


Covid-19.2021.

Anda mungkin juga menyukai