Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ILMU PENYAKIT DALAM

SIROSIS HATI

Disusun Oleh :
LIHANDO SINAGA
210 210 239

Dokter Pembimbing :
dr. EFRILYN SIDABUTAR, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR INTERNA
RUMAH SAKIT UMUM DR DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur yang besar saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dan terimakasih kepada
dr. Efrilyn Sidabutar, Sp.PD selaku pembimbing saya yang memberi kesempatan bagi saya
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi persyaratan penilaian Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Adapun judul
makalah ini “Sirosis Hati”
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya selaku penyaji bahan juga menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna,
sehingga dengan senang hati saya akan menerima segala bentuk kritik dan saran yang
membangun. Demikian tulisan ini saya sajikan, Atas kritik dan sarannya saya ucapkan
terimakasih.

Pematangsiantar, April 2018


Penulis

Lihando Sinaga

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 2
2. 1 Definisi ..................................................................................................... 2
2.2 Anatomi Hepar (Hati) ............................................................................... 2
2.3 Fisiologi Hati ............................................................................................ 4
2.4 Epidemiologi ............................................................................................ 6
2.5 Etiologi ..................................................................................................... 6
2.6 Patofisiologi .............................................................................................. 6
2.7 Klasifikasi ................................................................................................. 8
2.8 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 8
2.9 Diagnosis .................................................................................................. 10
2.10 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 10
2.11 Penatalaksanaan ........................................................................................ 11
2.12 Komplikasi ................................................................................................ 13
2.13 Prognosis .................................................................................................. 15
BAB III KESIMPULAN ................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit


kardiovaskuler dan kanker. Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati urutan ketujuh
penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis
hepatis merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan dalam.
Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa
gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju,
maka kasus sirosis hepatis yang datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh
populasi penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat ,
sisanya ditemukan saat otopsi.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta umat
manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi
manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-4 juta orang.
Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia, secara pasti belum diketahui.
Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2003 di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari
rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap
sirosis hepatis.
Menurut Ali (2004), angka kasus penyakit hati menahun di Indonesia sangat tinggi.
Jika tidak segera diobati, penyakit itu dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker hati,
sekitar 20 juta penduduk Indonesia terserang penyakit hati menahun. Angka ini merupakan
perhitungan dari prevalensi penderita dengan infeksi hepatitis B di Indonesia yang berkisar 5-
10 persen dan hepatitis C sekitar 2-3 persen. Dalam perjalanan penyakitnya, 20-40 persen
dari jumlah penderita penyakit hati menahun itu akan menjadi sirosis hati dalam waktu
sekitar 15 tahun, tergantung sudah berapa lama seseorang menderita hepatitis menahun itu.
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di
Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita
dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59
tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 DEFINISI
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler.
Jaringan penunjang retikulun kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular,
dan regenerasi nodularis parenkim hati.

2.2 ANATOMI HEPAR (HATI)


Hepar (hati) merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada
manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi
kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram.
Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak
bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan
intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang
berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma.
Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum
dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa
ligamen.
Macam-macam ligamen:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di
antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox ke
hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus
communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen
Wislow.

2
4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-ka :Merupakan
refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan
posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang
normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus
kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi
hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar
mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons
yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk
ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut
berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel Kupfer. Sel Kupfer lebih permeabel
yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain.
Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid.
Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli, di
tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika
(vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli
terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis
yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta
dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak
percabangan
Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel
hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke
dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu
menuju kandung empedu.

3
2.3. FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati
yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama
lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati
akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa
disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa
dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt
dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:
Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/
biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam
siklus krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis
asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – Keton Bodies
2. Senyawa 2 karbon – Active Acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

4
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya
organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi
urea. Urea merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di
dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di
dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM sekitar 66.000.
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila
ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus
isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vitamin K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, dan K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat
racun dan obat-obatan.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai
immune livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit
atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam
v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu
berolahraga, terpapar terik matahari, dan syok. Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.

5
2.4 EPIDEMIOLOGI
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada
pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh
dunia, sirosis menempati urutan ke-7 penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal
setiap tahun akibat penyakit ini.
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita, sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur
30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.

2.5 ETIOLOGI
1. Penyakit infeksi virus, seperti hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, dan
sitomegalovirus
2. Penyakit autoimun, seperti hepatitis autoimun, sirosis bilier primer, dan kolangitis
sklerosis primer
3. Agen yang hepatotoksik, seperti alkohol, intoksikasi vitamin A, dan obat-obatan,
seperti metotreksat, metildopa, dan amiodaron,
4. Penyakit keturunan dan metabolik, seperti defisiensi α1-antitripsin, sindrom Fanconi,
galaktosemia, hemokromatosis, Wilson disease, dan sebagainya.
5. Penyakit gangguan vaskular, seperti gagal jantung kanan kronik, sindroma Budd-
Chiari, penyakit vena oklusif, dan trombosis vena cava inferior.

2.6 PATOFISIOLOGI
Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat tiga pola
khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus, yaitu:
1. Sirosis Laennec (Sirosis Alkoholik, Sirosis Portal, dan Sirosis Gizi)
Tiga lesi utama akibat induksi alkohol, yaitu:
1) Perlemakan hati alkoholik
Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan dari konsumsi alkohol, yaitu
akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak), yang
merupakan tanda adanya gangguan metabolik pada hati, mencakup pembentukan
trigliserida secara berlebihan, menurunnya pengeluaran trigliserida dari hati, dan
menurunnya oksidasi asam lemak.
Secara makroskopis, hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami
gangguan fungsional akibat akumulasi lemak dalam jumlah banyak.

6
2) Hepatitis alkoholik
Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, akan memacu seluruh proses sehingga
terbentuk jaringan parut yang luas. Secara histologis, hepatitis alkoholik ditandai
dengan gambaran nekrosis hepatoselular, sel-sel balon, dan infiltrasi sel PMN di hati.
3) Sirosis alkoholik
Pada kasus lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat tebal yang terbentuk pada tepian
lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat
membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk mengganti sel-sel yang
rusak. Hati akan menciut, keras, dan hampir tidak memiliki parenkim yang normal
pada stadium akhir sirosis, sehingga dapat menyebabkan terjadinya hipertensi portal
dan gagal hati.
Pada penderita sirosis Laennec, lebih berisiko menderita karsinoma hepatoselular.
2. Sirosis Pascanekrotik
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, tidak teratur, dan terdiri dari nodulus
sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar.
Patogenesis sirosis pascanekrotik memperlihatkan adanya peran sel stelata. Dalam
keadaan normal, sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks
ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu secara terus menerus (misalnya, hepatitis
virus atau bahan-bahan hepatotoksik, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk
kolagen. Jika proses berjalan terus, maka fibrosis akan berjalan terus dalam sel stelata dan
jaringan hati yang normal akan diganti dengan jaringan ikat.
3. Sirosis Biliaris
Kerusakan sel-sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan
sirosis biliaris. Penyebab terseringnya yaitu obstruksi biliaris pascahepatik. Stasis empedu
menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kemudian merusak sel-sel
hati. Lembar-lemar fibrosa di tepi lobulus terbentuk, tapi jarang memotong lobulus,
seperti pada sirosis Laennec.
Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu
menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini, demikian pula ikterus, malabsorpsi, dan
steatorea.

7
2.7 KLASIFIKASI
1. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1) Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar nodulnya
sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi
makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2) Makronodular
sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada
daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3) Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
2. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1) Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2) Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.
3. Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh :
Skor/parameter 1 2 3
Bilirubin(mg %) < 2,0 2-<3 > 3,0
Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Protrombin time > 70 40 - < 70 < 40
(Quick %)
Asites 0 Min. – sedang Banyak (+++)
(+) – (++)
Hepatic Tidak ada Stadium 1 & 2 Stadium 3 & 4
Encephalopathy

2.8 MANIFESTASI KLINIS


Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis Hati
dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah Child A, Child B, hingga
pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami penderita sirosis
dari yang paling ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang paling berat yakni
bengkak pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh
penderita terdapat palmar eritem, spider nevi.

8
Palmar Eritem Spider Naevi

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:
1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah
2. Asites, edema pada tungkai
3. Hipertensi portal
4. Kelelahan
5. Kelemahan
6. Kehilangan nafsu makan
7. Gatal
8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang
sakit.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai
cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber
energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme
amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan
penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan
demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat
dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari
disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus dilakukan
dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan
mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet rendah protein dan
rendah garam.

9
2.9 DIAGNOSIS
Pada Stadium Kompensasi sempurna, kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati.
Pada Stadium Dekompensata, diagnosis kadangkala tidak sulit dilakukan karena
gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
Diagnosis Sirosis Hati dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan Soebandiri, yaitu bila
ditemukan 5 dari 7 keadaan berikut: eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral atau varises
esofagus, asites dengan atau tanpa edema, splenomegali, hematemesis dan melena, rasio
albumin dan globulin terbalik dan ditunjang konformasi pemeriksaan USG abdomen.
Pada saat ini, penegakan diagnosis cukup dengan anamnesis, pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu, diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau
peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati
dini.

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase (AST), alkali fosfatase, gamma glutamil
transpeptisida, bilirubin, albumin, dan waktu protombin
- Aspartat aminotransferase (AST) / serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin
amino transferase (ALT) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat dari
ALT, Namun bila AST nomal tidak mengenyampingkan sirosis hati
- Alkali fosfotase, meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi tinggi
bias ditemukan pada pasien kolangitis sclerosis primer dan sirosis bilier primer.
- Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik,
karena alcohol selain menginduksi GGT microsomal hepatic juga bias menyebabkan
bocornya GGT dari hepatosit.
- Bilirubin, bisa normal pada sirosis kompensanta tapi meningkat pada sirosis lanjut
- Albumin menurun sesuai dengan perburukan sirosis
- Waktu protrombin memanjang karena mencerminkan derajat disfungsi sintesis hati
2. Pemeriksaan urin
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites diakibatkan
ketidakmampuan eksresi air.
3. Pemeriksaan Darah
Terdapat kelainan hematologi anemia disertai dengan leukopenia, trombositopenia dan
netropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan hipertensi porta.

10
4. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan Ultrasonografi (USG) meliputi sudut hati,
permukaan hati, ukuran hati, homogenitas dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati
mengecil dan nodulear, permukaan irreguler, dan ada peningkatan eksogenitas parenkim
hati. USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan
pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada penderita sirosis.2
5. Biopsi hati
Biopsi hati dilakukan apabila sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dan
sirosis hati dini.

2.11 PENATALAKSANAAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan
hati, pencegahan, dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih
kompensata ditujukan untk mengurangi progresi kerusakan hati.
1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :
 Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik
 Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat menghambat
kolagenik
 Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif
 Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi
besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
 Pada pentakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya
sirosis
 Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama.
Lamivudin diberikan 100mg secara oral setiap hari selama satu tahun.
Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1 minggu selama
4-6 bulan.
 Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan dengann dosis 5 MIU, 3x1
minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan

11
Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian. Interferon, kolkisin,
metotreksat, vitamin A, dan obat-obatan sedang dalam penelitian.
2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata
 Asites
- Tirah baring
- Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari
- Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic bisa dimonitor
dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan
edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat
dikombinasi dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari)
- Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter), diikuti dengan
pemberian albumin.
 Peritonitis Bakterial Spontan
Diberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III seperti cefotaksim secara
parenteral selama lima hari atau quinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya
tinggi maka untuk profilaksis dapat diberikan norfloxacin (400 mg/hari) selama 2-
3 minggu.
 Varises Esofagus
- Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol)
- Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi

 Ensefalopati Hepatik
- Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia
- Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia
- Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam
amino rantai cabang
 Sindrom Hepatorenal
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR. Oleh karena
itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian utama berupa
hindari pemakaian diuretic agresif, parasentesis asites, dan restriksi cairan
yang berlebihan.

2.12 KOMPLIKASI

12
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Berikut berbagai
macam komplikasi sirosis hati.
1. Hipertensi Portal dan akibatnya, seperti asites, peritonitis bakterial spontan,
varises esofagus, dan hemoroid.
2. Asites
Berikut patomekanisme terjadinya asites pada pasien dengan sirosis hepar.
Sirosis Hati

Hipertensi Porta

Vasodilatasi arteriole splangnikus

Tekanan intrakapiler dan Vol. efektif darah arteri


koefisien filtrasi
Aktivasi ADH, sistem simpatis, RAAS
Pembentukan cairan limfe
lebih besar daripada aliran balik Retensi air dan garam

ASITES

3. Peritonitis Bakterial Spontan


Merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai, yaitu infeksi cairan asites oleh
satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya
terdapat asites dengan nyeri abdomen, serta demam.1

4. Varises Esofagus dan Hemoroid


Varises esofagus merupakan salah satu manifestasi hipertensi porta yang cukup
berbahaya. 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah kemudian
menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi.
Varises esofagus dan hemoroid terjadi karena adanya hubungan vena di daerah
esofagus (V. Esophagei) dan di daerah rectum (V. Rectalis inferior) dengan vena
porta yang disebut anastomose portosistemik.
5. Ensefalopati Hepatik

13
Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.
Mula –mula ada gangguan tidur, kemudian berlanjut sampai gangguan kesadaran
dan koma.1
Ensefalopati hepatik terjadi karena kegagalan hepar melakukan detoksifikasi
bahan-bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3 berasal dari pemecahan protein
oleh bakteri di usus. Oleh karena itu, peningkatan kadar NH 3 dapat disebabkan oleh
kelebihan asupan protein, konstipasi, infeksi, gagal hepar, dan alkalosis.
Berikut pembagian stadium ensefalopati hepatikum.
Stadium Manifestasi Klinis
0 Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya ingat,
konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.
1 Gangguan pola tidur
2 Letargi
3 Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia
4 Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri.

6. Sindroma Hepatorenal
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati
lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan
filtrasi glomerulus. Berikut patomekanismenya.

SIROSIS HATI +
Vasodilatasi
HIPERTENSI
arterial splanik
PORTAL

Aktivasi
Hipovolemi
simpatis, RAA,
arterial sentral
ADH

Vasokonstriksi SINDROM
arteri renalis HEPATORENAL

7. Karsinoma Hepatoselular

14
Merupakan komplikasi lanjut dari sirosis hati, dapat dipertimbangkan apabila
ukuran hepar membesar, asites dan nyeri abdomen, BB menurun, AFP meningkat,
atau nodul hepatik pada USG atau CT scan abdomen.

2.13. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoselular, beratnya
hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain.
Berdasarkan klasifikasi Child :
Parameter klinis 1 2 3
 B<2 2–3 >3
ilirubin serum > 3,5 3 – 3,5 <3
 A Nihil Mudah dikontrol Sukar
lbumin serum Nihil Minimal Berat/ Koma
 A Sempurna Baik Kurang/ kurus
sites
 E
nsefalopati
 N
utrisi

Kombinasi skor : 5-6 (Child A), 7-9 (Child B), 10-15 (Child C)
Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan child A, B, C berturut-
turut 100, 80, 45 %

BAB III
KESIMPULAN

Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan mengobati


penyulit, maka prognosa Sirosis Hepatis bisa buruk. Umumnya menegakkan diagnosis
diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium terhadap sirosis hepatis
tersebut. Namun penemuan sirosis hati yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang

15
baik. Oleh karena itu ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan
dalam penatalaksanaan sirosis hati.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases


2. Hadi.Sujono, Gastroenterology,Penerbit Alumni / 1995 / Bandung
3. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell
1997
4. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis
5. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta
1987
6. Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm
7. Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo
8. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.
9. Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

17

Anda mungkin juga menyukai