1.1 Definisi
Preeklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang
memperlihatkan gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang
hanya hipertensi dan edema atau hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias
dan satu gejala yang harus ada yaitu hipertensi).
Menurut Mansjoer (2012), pre eklamsia merupakan timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu
atau segera setelah persalinan.
Pre eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi
terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah
normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospastik yang melibatkan banyak
sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria (Bobak,
Lowdermilk, & Jensen, 2013).
1.2 Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara
umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat kurangnya
pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:
a. Primigravida atau primipara muda (85%).
b. Grand multigravida
c. Sosial ekonomi rendah.
d. Gizi buruk.
e. Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).
f. Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
g. Hipertensi kronik.
h. Diabetes mellitus.
i. Mola hidatidosa.
j. Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda atau
polihidramnion (14-20%).
k. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara
perempuan).
l. Hidrofetalis.
m. Penyakit ginjal kronik.
n. Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar,
dan diabetes mellitus.
o. Obesitas.
p. Interval antar kehamilan yang jauh.
1.3 Klasifikasi
1.4 Patofisiologi
1.5 Pathway/W.O.C
1.6 Manifestasi Klinis
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan berat
badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada
pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan pada pre
eklampsia berat ditemukan gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, dan mual atau muntah.
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre
eklampsia yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda utamanya
yaitu hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi dalam
praktik medis hanya hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan sebagai 2 tanda
dalam penegakkan diagnosa pre eklamsia.
1.9 Penatalaksanaan
a. Pencegahan atau Tindakan preventif
- Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali
tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
- Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi
kalau ada faktor-faktor predisposisi.
- Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan,
serta pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat
dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan
b. Penatalaksanaan atau Tindakan kuratif
Tujuan utama penatalaksanaan atau penanganan adalah untuk mencegah
terjadinya pre-eklamsia berlanjut dan eklamsia, sehingga janin bisa lahir hidup
dan sehat serta mencegah trauma pada janin seminimal mungkin.
1) Penanganan pre eklamsia ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka
penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih
sering, misalnya 2 kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan
atau rawat inap adalah dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan
berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau
fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat
antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat,
bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat. Bila gejala
masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan janin :
kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan
sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus
pada usia kehamilan minggu 37 ke atas.
2) Penanganan pre eklamsia berat
a. Pre eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu. Jika janin
belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok
dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut:
1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramuskular
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr itramuskular selama
tidak ada kontraindikasi.
2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus
dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-
eklamsia ringan kecuali ada kontraindikasi.
3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor,
serta berat badan ditimbang seperti pada pre eklamsia ringan, sambil
mengawasi timbulnya lagi gejala.
4) Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan dilakukan terminasi
kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung
keadaan.
Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru
janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas
37 minggu.
b. Pre eklamsia berat pada kehamilan lebih dari 37 minggu.
1) Penderita dirawat inap
- Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi.
- Berikan diet rendah garam dan tinggi protein.
- Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskular, 4 gr
digluteus kanan dan 4 gr digluteus kiri.
- Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.
- Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif;
diuresis 100 cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per
menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium
glukonas 10% dalam ampul 10 cc.
- Infus dekstrosa 5% dan ringer laktat.
2) Berikan obat anti hipertensif : injeksi katapres 1 ampul IM dan
selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali
½ tablet sehari.
3) Diuretika tida diberikan kecuali bila terdapat edema umum, edema
paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikan 1
ampul IV lasix.
4) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan
induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai
oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
5) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps, jadi
ibu dilarang mengedan.
6) Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi
perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
7) Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi,
kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam
post partum.
8) Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio sesarea.
c. Perawatan Mandiri untuk Kasus Pre Eklamsia
1) Aromatherapy : penelitian membuktikan bahwa minyak tertentu dapat
menimbulkan efek pada penurunan tekanan darah dan membantu relaksasi
seperti : levender, kamomile, kenanga, neroli dan cendana. Tetapi ada juga
aromatehrapy yang dapat meningkatkan tekanan darah diantaranya
rosemary, fenel, hyssop dan sage.
2) Pijat : pijat bagian punggung, leher, bahu, kaki, bisa memberikan
ketenangan dan kenyamanan.
3) Shiatsu, tai chi, yoga, dan latihan relaksasi
4) Terapi nutrisi : spesialis nutrisi menganjurkan penggunaan vitamin dan
suplemen mineral, khususnya zinc dan vitamin B6.
1.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung
pada derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre
eklamsia antara lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1. Eklamsia.
2. Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan
gagal jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.
3. Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver,
Enzymes and Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan
ikterik. Sindrom HELLP merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel
darah merah), meningkatnya enzim hati, serta rendahnya jumlah
platelet/trombosit darah. HELLP syndrome dapat secara cepat mengancam
kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hemolisis, peningkatan kadar
enzim hati, dan hitung trombosit rendah. Gejalanya yaitu mual, muntah,
nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan atas.
4. Solutio plasenta.
5. Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.
6. Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.
7. Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan untuk sementara.
8. Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.
9. Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat tidur
saat serangan kejang.
10. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan pembekuan
darah.
b. Komplikasi pada Janin
1. Hipoksia karena solustio plasenta.
2. Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
3. Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh
darah dan dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).
4. Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).
Arif, M. (2013). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (20012). Buku ajar keperawatan maternitas,
Edisi 4. Jakarta: EGC
Johnson, M. M., & Sue M. (2000). Nursing outcame clasification. Philadelphia: Mosby.
McCloskey & Gloria M.B. (1996). Nursing Intervention Clasification. USA: Mosby.
Sumiati & Dwi F. (2012). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada kehamilan di
RSU Haji Surabaya”. Embrio, Jurnal Kebidanan, Vol 1, No.2, Hal. 21-24.