Anda di halaman 1dari 14

2.1.

Vitamin D
2.1.1 Definisi
Vitamin D adalah salah satu jenis vitamin larut lemak prohormon
yang juga dikenal dengan nama kalsiferol. Vitamin D terdiri dari 2 bentuk
bioekuivalen, yaitu vitamin D2 dan vitamin D3. Vitamin D2 dikenal sebagai
ergocalciferol, diperoleh dari makanan sumber nabati dan suplemen oral.
Vitamin D3 dikenal sebagai cholecalciferol, terutama diperoleh dari
paparan sinar ultraviolet B (UVB) yang berasal dari radiasi sinar matahari,
serta konsumsi sumber makanan seperti ikan dan makanan yang telah
difortifikasi (susu, jus, margarin, yogurt, sereal, dan kedelai), dan
suplemen oral. Selain dari sumber yang kaya seperti ikan, kandungan
vitamin D dari sebagian besar makanan adalah antara 50 dan 200 IU per
porsi. Nilai ini sangat bervariasi karena fortifikasi berperan nyata dalam
meningkatkan ketersediaan vitamin D dalam proses diet. Vitamin D2 dan
D3 secara biologis bersifat inert, yaitu tidak melakukan sesuatu sama
sekali atau melakukan sesuatu yang sangat kecil efeknya atau pasif.
Setelah diserap dari usus, Vitamin D2 dan D3 dimetabolisme dalam hati
kemudian terbentuk 25-hydroxyvitamin D [25 (OH) D], terdiri dari 25 (OH)
D2 dan 25 (OH) D3. Vitamin 25(OH)D (juga disebut kalsidiol) selanjutnya
dikonversi sehingga terbentuk 1,25-dihydroxyvitamin D [1,25 (OH) 2D],
juga dikenal sebagai calcitriol, di ginjal dan jaringan lain oleh aktivitas dari
enzim 1α- hidroksilase. Efek yang dominan dari vitamin D adalah
dikeluarkan melalui endokrin dan tindakan autokrin dari calcitriol melalui
aktivasi reseptor vitamin D dalam sel.8-10
Efek biologik utama vitamin D3 aktif ialah memelihara konsentrasi
serum kalsium dalam rentang normal. Kondisi tersebut dicapai dengan
meningkatkan absorpsi usus terhadap kalsium yang berasal dari makanan
dan dengan memobilisasi cadangan kalsium di tulang untuk masuk ke
sirkulasi. Vitamin D penting untuk pembentukan skeleton dan untuk
hemostatis mineral, termasuk untuk peningkatan absorpsi kalsium dan
fosfor sehingga mineralisasi tulang tetap terpelihara. 9
2.1.2 Manfaat
Vitamin D bersama vitamin A dan vitamin C mempunyai manfaat
utama dalam membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang, hormon-
hormon paratiroid dan kalsitonin, protein kolagen, serta mineral-mineral
kalsium, fosfor, magnesium dan fluor. Vitamin D bermanfaat khususnya
dalam hal membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur agar
kalsium dan fosfor tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada proses
pengerasan tulang. Hal ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:10
1) Kalsitriol meningkatkan absorpsi aktif vitamin D di dalam saluran
cerna dengan cara merangsang sintesis protein pengikat kalsium
dan protein pengikat fosfor pada mukosa usus halus.
2) Kalsitriol bersama hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium
dari permukaan tulang ke dalam darah.
3) Kalsitriol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfor di dalam ginjal.
Dekade terakhir peran vitamin D mulai lebih dipahami dalam dunia
kesehatan, efek yang dapat dijelaskan oleh kemampuannya untuk
mengikat DNA dan pengaruh regulasi gen. 1,25-dihydroxyvitamin D
mengikat reseptor vitamin D (faktor transkripsi nuklir) yang banyak hadir
dalam sel di seluruh tubuh. Di dalam sel, 1,25- dihydroxyvitamin D
menginduksi kaskade interaksi molekul yang memodulasi transkripsi gen
tertentu. Peneliti menciptakan peta reseptor vitamin D yang mengikat
serta mengidentifikasi 2.276 situs mengikat untuk reseptor vitamin D
sepanjang genom, banyak yang terkonsentrasi di dekat gen yang terkait
dengan risiko untuk gangguan autoimun dan kanker. Peneliti juga
menemukan bahwa vitamin D memiliki efek yang signifikan pada aktivitas
229 gen, termasuk untuk multiple sclerosis, penyakit Crohn, dan diabetes
mellitus tipe 1.11-12

2.1.3 Metabolisme Vitamin D13


 Sintesis
Prekusor vitamin D hadir dalam fraksi sterol dalam jaringan di
bawah kulit dalam bentuk 7-dehidrokolesterol dan tumbuh-tumbuhan
dalam bentuk ergosterol. Keduanya membutuhkan radiasi sinar ultravioet
untuk mengubahnya ke dalam bentuk provitamin D3 (kolekalsiferol) dan
D2 (ergokalsiferol). Kedua provitamin membutuhkan konversi menjadi
bentuk aktifnya melalui penambahan dua gugus hidroksil. Gugus hidroksil
pertama ditambahkan di dalam hati pada posisi 25 sehingga membentuk
25-hidroksi- vitamin D. Gugus hidroksil kedua ditambahakan dalam ginjal
sehingga membentuk 1,25-dihidroksi-vitamin D. Provitamin D berasal dari
hewan membentuk 1,25 dihidroksikolekalsiferol, dikenal sebagai kalsitriol,
sedangkan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan membentuk 1,25
dihidroksi ergokalsiferol, dikenal sebagai erkalsitriol.
 Absorpsi, transportasi, penyimpanan Vitamin D
Vitamin D diabsorpsi dalam usus halus bersama lipid dengan
bantuan cairan empedu. Vitamin D dari bagian atas usus halus diangkut
oleh D-plasma binding protein (DBP) ke tempat-tempat penyimpanan di
hati, kulit, otak, tulang, dan jaringan lain. Absorpsi vitamin D pada orang
tua kurang efisien bila kandungan kalsium makanan rendah.
Kemungkinan hal ini disebabkan oleh gangguan ginjal dalam
memetabolisme vitamin D.
 Metabolisme
Vitamin D3 (kolekalsiferol) dibentuk di dalam kulit oleh sinar
ultraviolet dari 7- dehidrokolesterol. Sinar matahari juga dapat mengubah
provitamin D3 menjadi bahan yang tidak aktif. Banyaknya provitamin D
dan bahan tidak aktif yang dibentuk bergantung pada intensitas radiasi
ultraviolet. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukan
provitamin D3 adalah pigmentasi, penggunaan alas sunscreen dan lama
waktu penyingkapan terhadap matahari. Vitamin D3 di dalam hati diubah
menjadi bentuk yang lebih aktif 25- hidroksi kolekalsiferol [25(OH)D3]
yang lima kali lebih aktif daripada vitamin D3. Bentuk [25(OH)D3] adalah
bentuk vitamin D yang paling banyak di dalam darah dan banyaknya
bergantung pada konsumsi dan penyingkapan tubuh terhadap matahari.
Kemudian, [25(OH)D3] dibentuk lagi menjadi paling aktif adalah kasitriol
atau 1,25-dihidroksi kolekalsiferol [1.25 (OH)2D3] yang 10 kali lebih aktif
dari vitamin D3. Bentuk aktif ini dibuat oleh ginjal. Kalsitriol pada usus
halus meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor dan pada tulang
meningkatkan mobilisasinya.6,9 Sintesis kalsitriol diatur oleh taraf kalsium
dan fosfor dalam serum. Hormon paratiroid (PTH) yang dikeluarkan bila
kalsium dalam serum rendah, tampaknya merupakan perantara yang
merangsang produksi [1.25 (OH)2D3] oleh ginjal. Jadi taraf konsumsi
kalsium yang rendah tercermin pada taraf kalsium serum yang rendah.
Hal ini akan mempengaruhi sekresi PTH dan peningkatan sintesis
kalsitriol oleh ginjal. Taraf fosfat dari makanan mempunyai pengaruh yang
sama, tetapi tidak membutuhkan PTH.
Bentuk utama vitamin D adalah vitamin D2 ditemukan pada
tumbuhan dan vitamin D3 ditemukan pada jaringan hewan atau yang
berasal dari 7- dehydrocholesterol di kulit selama paparan UVB. Waktu
yang dibutuhkan untuk produksi vitamin D yang cukup dari kulit tergantung
kekuatan sinar UVB, lamanya waktu paparan sinar matahari dan jumlah
pigmen kulit.

Gambar 1. Metabolisme Vitamin D7


Orang yang tinggal di lokasi geografis yang jauh dari garis khatulistiwa
memiliki Kadar vitamin D yang rendah, menunjukkan pentingnya durasi dan
intensitas paparan sinar matahari. Ini juga menunjukkan bahwa Asupan vitamin D
dari makanan saja seringkali tidak mencukupi untuk mempertahankan tingkat serum
25-hidroksivitamin D. Sinar UVB terkena dikulit mengubah 7-dehydrocholesterol
menjadi cholecalciferol (vitamin D3). Protein pengikat vitamin D mengangkut vitamin
D3 ke hati di mana ia mengalaminya hidroksilasi menjadi 25(OH)D dan kemudian ke
ginjal di mana dihidroksilasi oleh enzim 1-α hidroksilase menjadi bentuk aktif 1,25
(OH) 2D. Di ginjal, langkah metabolisme ini terjadi di mitokondria sel epitel di nefron
proksimal setelah reabsorpsi 25-hidroksivitamin D bersama-sama dengan protein
pengikat vitamin D (DBP) dari cairan tubular oleh mekanisme yang bergantung pada
megalin. Maka kalsitriol dilepaskan ke dalam darah peritubular, di mana ia
bersirkulasi plasma kembali terikat ke DBP. Kalsitriol dimetabolisme ke inert 1,24,25
(OH) 3D melalui aksi Enzim 24,25-hidroksilase (CYP24), sedangkan vitamin D2
terhidroksilasi menjadi 24,25 (OH) 2D, sehingga memberikan metabolisme primer
senyawa aktif. Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa peran utama DBP
adalah untuk memelihara simpanan serum metabolit vitamin D yang stabil dalam
bentuk 25(OH)D dan 1,25(OH)2D dengan DBP diendoktosis di jalur yang dimediasi
megalin di ginjal. Selain di ginjal, konversi dari 25(OH)D menjadi 1,25(OH)2D terjadi
di osteoblas, sel epitel payudara, kelenjar prostat, alveolar dan makrofag yang
bersirkulasi, sel pulau pankreas, sinovial sel, dan sel endotel arteri. Kekurangan
vitamin D mungkin disebabkan oleh paparan sinar matahari yang terbatas, makanan
kekurangan vitamin D, penyerapan vitamin D yang buruk akibat penyakit
gastrointestinal, kelainan metabolisme vitamin D, atau resistensi vitamin D dan klinis
manifestasinya bisa klasik atau non-klasik atau keduanya selain keterlibatan tulang
primer.14-15

2.1.4 Kebutuhan Vitamin D


Status vitamin D tubuh ditentukan berdasarkan kadar 25(OH)D dalam darah.
Hal ini disebabkan karena masa paruh 25(OH)D cukup panjang yaitu 2-3 minggu,
lebih panjang dibandingkan 1,25(OH)2D yang hanya memiliki masa paruh 4 jam. Di
samping itu 25(OH)D mudah diperiksa dan memiliki kadar paling tinggi diantara
metabolit vitamin D lainnya serta memiliki korelasi yang kuat antara keadaan
defisiensi 25(OH)D dengan gejala klinis. Dalam keadaan defisiensi vitamin D, maka
hormon paratiroid akan meningkat dan merangsang aktivitas 1-α- hidroksilase yang
menyebabkan terjadi peningkataan kadar 1,25(OH)2D, sehingga bentuk aktif vitamin
D ini tidak bisa digunakan sebagai indikator status vitamin D tubuh oleh karena
kadarnya justru normal atau bahkan meningkat dalam keadaan defisiensi vitamin D.
Vitamin D dikatakan normal apabila kadar 25(OH)D berkisar antara 50-250 nmol/L
atau 20-100 ng/mL.11 Status vitamin D pada anak berdasarkan kadar 25(OH)D dapat
dilihat pada tabel 1.
Rekomendasi pemberian vitamin D berbeda di berbagai negara. Pemberian
vitamin D pada anak di Indonesia menggunakan rekomendasi dari IDAI, yaitu: 11
• Asupan harian vitamin D:
- Anak dan dewasa: 400 IU
- Pada pajanan sinar matahari yang rendah, baik anak-anak dan
dewasa memerlukan 800-1000 IU vitamin D setiap harinya.
• Dosis vitamin D pada pasien dengan risiko defisiensi vitamin D:
- Bayi usia 0-1 tahun diberikan 400 IU/hari
- Anak berusia lebih dari 1 tahun diberikan vitamin D 600 IU/hari
untuk. mengoptimalkan kesehatan tulang dan fungsi otot,
sedangkan untuk menaikkan kadar 25(OH)D menjadi 30 ng/ml
diperlukan vitamin D 1000 IU/hari.
- Pada anak dengan obesitas, sindroma malabsorpsi, atau pada anak
dengan pengobatan yang mengganggu metabolism vitamin D seperti
antikonvulsan, glukokortikoid, anti jamur (ketokonazol), pengobatan
HIV maka pemberian dosis vitamin D dinaikkan dua sampai tiga kali
lebih tinggi sesuai usianya.
• Pada defisiensi vitamin D diperlukan pemberian vitamin D dosis tinggi
yaitu:
- Usia 0-1 tahun diberikan vitamin D 2000 IU/hari atau 50.000
IU/minggu selama 6 minggu, untuk mencapai kadar 25(OD)D3 diatas
30 ng/ml selanjutnya diberikan dengan dosis 400-1000 IU/hari.
- Usia 1-18 tahun diberikan vitamin D 4000 IU/hari atau 50.000
IU/minggu selama 6 minggu, untuk mencapai kadar 25(OD)D3 di atas
30 ng/ml selanjutnya diberikan dengan dosis 600-1000 IU/hari.
• Bila kadar 25(OH)D3 dalam waktu 3 bulan tidak mencapai di atas 30
ng/ml maka pemberian vitamin D diulang mulai dari dosis awal kembali.
Jika setelah pemberian 2 kali siklus terapi vitamin D kadar 25(OH)DD3
tetap kurang dari 30 ng/ml perlu dipikirkan adanya malabsorpsi lemak.
• Untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin D digunakan
vitamin D2 atau vitamin D3.
• Pemberian supplemantasi vitamin D diberikan pemberian untuk
mencegah defisiensi vitamin D, tetapi tidak direkomendasikan pemberian
suplementasi vitamin D dengan dosis diluar kebutuhan sehari-hari.

Tabel 1. Status vitamin D pada anak berdasarkan kadar 25(OH)D11

Status vitamin D Kadar 25(OH)D, nmol/L (ng/mL)


2.2. Defisiensi berat ≤ 12,5 (5)
Defisiensi Defisiensi ≤ 37,5 (15)

Vitamin Insufisiensi 37,7 – 50,0 (15-20)

D Normal 50,0 – 250,0 (20-100)

2.2.1 Definisi Kelebihan >250 (100)


Intoksikasi >375 (150)

Defisiensi vitamin D dapat terjadi ketika asupan yang rendah dari kadar yang
direkomendassikan, paparan sinar matahari terbatas, ginjal tidak dapat
mengkonversi 25(OH)D menjadi bentuk aktif dan absorpsi vitamin D pada saluran
cerna inadekuat. Defisiensi vitamin D juga dihubungkan dengan alergi makanan
seperti susu dan kuning telur, intoleransi laktosa, ovo-vegetarian, veganisme.
Kekurangan vitamin D biasanya menyebabkan kelainan pada tulang yang
dinamakan riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa.
Kekurangan pada orang dewasa juga dapat menyebabkan osteoporosis.13
2.2.2 Epidemiologi
Penelitian tentang vitamin D yang sudah banyak dilakukan menunjukkan

pentingnya vitamin D terhadap kesehatan, namun defisiensi vitamin D masih


menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia. Angka kejadian defisiensi vitamin D

yang pernah dilaporkan dari berbagai studi pada kisaran 14-42% pada populasi

umum. Persentase insufisiensi vitamin D di Amerika sebesar 24% dan defisiensi


vitamin D berat sebesar 30% di Jerman. Prevalensi defisiensi vitamin D di Turki
sebesar 25% dan insufisiensi vitamin D sebesar 15%. Defisiensi vitamin D
merupakan masalah serius bahkan pada daerah tropis.13-14
Penyebab utama defisiensi vitamin D adalah kurangnya pajanan sinar

matahari, sehingga sintesis vitamin D di kulit menurun. Selain itu kebutuhan tubuh

akan vitamin D tidak dapat seluruhnya dipenuhi dari asupan sumber bahan

makanan, karena jumlah bahan makanan yang mengandung vitamin D sangat

sedikit, di samping itu makanan yang telah difortifikasi vitamin D belum cukup untuk

memenuhi kebutuhan tubuh. Selama musim dingin di lintang utara, sinar matahari
harus melalui jarak yang lebih panjang untuk menembus atmosfer dan sebagian
besar sinar UV diserap. Jarak yang harus dilalui sinar UVB melalui atmosfer
merupakan fungsi sudut zenith matahari dan tergantung pada letak lintang, musim,
intensitas dan waktu pajanan sinar matahari. Letak lintang memiliki pengaruh yang
penting terhadap kemampuan kulit untuk menghasilkan previtamin D3. Orang kulit
putih yang terpajan dengan sinar matahari dalam waktu lama selama musim panas
tidak akan mengalami toksisitas vitamin D. Hal ini dikarenakan berapapun
banyaknya pigmen di kulit, jumlah maksimal previtamin D3 yang dapat difotosintesis
di kulit dalam sehari sekitar 15% dari konsentrasi provitamin D3 awal. Keterpajanan
dengan sinar matahari selanjutnya hanya akan menyebabkan previtamin D3
berisomerisasi menjadi dua foto produk inaktif yaitu lumisterol dan takisterol.15,17
Sebuah penelitian merekomendasikan usia lanjut kulit putih untuk
memajankan daerah wajah, lengan, dan tangan dengan sinar matahari dua sampai
tiga kali seminggu selama seperempat dari waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
1 Minimal Erythemal Dose (MED) untuk memenuhi kebutuhan vitamin D yang
adekuat. Minimal Erythemal Dose adalah dosis terendah pada area kecil kulit
dengan panjang gelombang tertentu, yang menimbulkan eritema lambat berwarna
merah muda, gaya hidup seperti penggunaan tabir surya, pakaian dan kultur
setempat serta obesitas dapat mempengaruhi sintesis vitamin D. 16,18 Tabir surya
seperti asam p-aminobenzoat menghambat absorbsi spektrum sinar matahari yang
berguna untuk sintesis vitamin D di kulit. Nilai rerata serum 25(OH)D lebih rendah
pada pengguna tabir surya kronik dibandingkan dengan subjek kontrol. Selain itu,
pakaian juga memberikan perlindungan terhadap spektrum sinar matahari.
Penelitian lain menunjukkan bahwa pakaian yang terbuat dari polyester memberikan
perlindungan yang rendah terhadap radiasi sinar matahari, sedangkan kapas dan
jeans akan memberikan perlindungan yang lebih banyak terhadap sinar matahari.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pakaian dapat mengganggu pembentukan
vitamin D3. Wanita berkerudung yang memakai cadar memiliki risiko 2.5 kali
defisiensi vitamin D dibandingkan perempuan Eropa.17
2.2.3 Etiologi
Penelitian Kennel et al menyatakan bahwa pada beberapa dekade terakhir
penyakit riketsia muncul kembali disebabkan oleh tingginya prevalensi defisiensi
vitamin D walaupun ada peningkatan terhadap intake vitamin D, paparan sinar
matahari, fortifikasi, dan pemberian suplemen. Vitamin D saat ini juga diyakini
memiliki peran penting terhadap homeostasis beberapa organ. Defisiensi vitamin D
menyebabkan terjadinya riketsia pada anak-anak sedangkan pada orang dewasa
menyebabkan osteoporosis dan osteomalacia.19 Rendahnya kadar vitamin D
berhubungan dengan meningkatkan insiden penyakit autoimun, alergi makanan,
diabetes mellitus tipe 1, multiple sclerosis, hipertensi, penyakit kardiovaskular dan
beberapa jenis kanker.
Sumber utama dari vitamin D adalah paparan sinar matahari. Beberapa
sumber vitamin D diantaranya berasal dari hewan dan tumbuhan tapi vitamin D
terbanyak didapat dari paparan sinar matahari, hanya sekitar kurang dari 10%
vitamin D yang diperoleh dari makanan. Beberapa penyebab dari vitamin D:16
1) Menurunnya sintesis vitamin D; pigmentasi kulit, agen fisik menghambat
radiasi UVB seperti sunscreen dan pakaian.
2) Geografi; Musim, polusi udara, daerah berawan dan letak lintang.
3) Intake vitamin D yang menurun; kemiskinan dan pemberian ASI
eksklusif jangka panjang.
4) Malabsorpsi; penyakit celiac, insufisiensi pakcreas dan atresia bilier.
5) Menurunnya sintesis atau meningkatnya degradasi 25(OH)D, penyakit
hati kronik dan obat-obatan seperti rifampicin, isoniazid dan antikejang.
2.2.4 Klasifikasi
Kadar 25 (OH)D ≤12,5 nmol/L atau ≤5 ng/mL dikatakan sebagai defisiensi
vitamin D berat. Satu penelitian menunjukkan bahwa 86% anak-anak dengan kadar
25 (OH)D 20 nmol/L atau 8 ng/mL mengalami riketsia dan 94% dari anak-anak
dengan hipokalsemia memiliki kadar vitamin D serum 20 nmol/L atau 8 ng/mL.
Defisiensi vitamin D adalah apabila kadar 25 (OH)D ≤37,5 nmol/L atau 15 ng/mL dan
dikatakan sebagai insufisiensi vitamin D bila kadar 25 (OH)D >50 nmol/L atau 20
ng/mL. Penelitian pada anak usia 14 sampai 16 tahun di Finlandia dengan kadar
25(OH)D ≤ 40nmol/L atau 16 ng/mL memiliki kepadatan tulang lengan bawah yang
rendah dan didapatkan adanya peningkatan kadar ALP pada kadar serum 25 (OH)D
<50 nmol/L (20 ng/mL).15,16
Kadar serum 25(OH)D 50nmol/L (20ng/mL) untuk anak dikatakan memiliki
kadar vitamin D yang cukup, tetapi pada orang dewasa memiliki cutoff yang lebih
tinggi yatu <80nmol/L (32ng/mL) dimana pada kadar tersebut sudah didapatkan
adanya gangguan penyerapan kalsium dan densitas tulang yang lebih rendah.
Kadar vitamin D 32 ng/mL merupakan batas minimal kadar serum vitamin D pada
orang dewasa. Kadar vitamin D serum >250 nmol/L (100ng/mL) menunjukkan
adanya kelebihan kadar vitamin D yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
toksisitas. Beberapa laboratorium memberi batasan 200nmol/L (80g/mL). Sebagian
orang dengan paparan sinar matahari yang tinggi memiliki kadar vitamin D serum
>250 nmol/L tanpa adanya tanda-tanda dari intoksikasi vitamin D dan pemberian
suplementasi vitamin D yang meningkatkan vitamin D serum >250nmol/L tidak
berhubungan dengan efek yang berbahaya. Sebaliknya, terjadinya hiperkalsemia
berhubungan dengan kadar serum vitamin D >325 nmol/L (150 ng/mL).15
Tabel 2. Biokimia Serum dan Vitamin D15

Alkaline
25(OH)D
1,25(OH) Phosphatase
ng/ml
2D
Calsium (HPO4)2 (ALP)
PTH

Defisiensi
Vitamin D
<20     

Insufisiensi atau  atau


Vitamin D
21-29 Normal Normal atau normal
normal normal
Sufisiensi
>30 Normal Normal Normal Normal Normal
Vitamin D

2.2.5 Faktor Resiko


Sumber makanan yang mengandung vitamin D adalah kuning telur, hati,
minyak ikan, minyak hati cod, susu fortifikasi dan produk susu. Sekarang telah
tersedia vitamin D3 yang sudah terhidroksilasi berupa kalsitriol dan alfakalsidol.
Kalsitriol merupakan vitamin D3 aktif (sudah mengalami hidrosilasi sempurna) yang
dapat langsung bekerja berikatan dengan reseptor vitamin D di usus sehingga dapat
meningkatkan absorpsi kalsium di usus. 16-18 Alfakalsidol merupakan analog aktif
sintetik vitamin D yang telah terhidroksilasi, yang secara fisiologik akan berlangsung
di ginjal hanya setelah proses hidroksilasi di hati. Setelah dikonsumsi secara oral
dan diabsorpsi di usus, 1α-OHD akan dihidroksilasi di hati dan menjadi 1α-25
(OH)2D3.
Individu berisiko mengalami insufisiensi vitamin D (<30 nmol/L serum
25(OH)D), apabila pajanan sinar matahari terbatas, kulit gelap, kulit terlindung dari
sinar matahari oleh kaca, pakaian panjang atau menggunakan lotion tabir surya dan
atau rendah asupan vitamin D dari diet. Untuk meningkatkan serum 25(OH)D di atas
30 ng/mL direkomendasikan mengkonsumsi suplemen vitamin D 1.500-2.000
IU/hari. Pemberian suplementasi sebagai perlakuan diberikan untuk memperbaiki
status serum 25-hidroksivitamin D.17 Sebuah rekomendasi menunjukkan bahwa
konsumsi suplemen 400 IU per hari akan menaikkan konsentrasi serum 25(OH)D
hanya 2,8- 4,8 ng/mL (7-12 nmol/L) dan konsumsi suplemen harian 1700 IU dapat
meningkatkan konsentrasi serum 25(OH)D berkisar antara 20 sampai 32 ng/mL (50 -
80 nmol/ L).
Defisiensi vitamin D akan meningkatkan hormon paratiroid sehingga terjadi
resorpsi tulang yang selanjutnya akan meningkatkan risiko terjadinya fraktur.
Defisiensi vitamin D yang berat akan menyebabkan gangguan mineralisasi tulang
sehingga terjadi penyakit Rickets pada anak-anak dan osteomalasia pada orang
usia lanjut. Selain itu, defisiensi vitamin D juga akan menurunkan massa otot, dan
meningkatkan miopati yang mengakibatkan terjadinya instabilitas postural dan
membuat usia lanjut mudah jatuh.18
Paparan sinar matahari Individu yang sering menghabiskan waktunya di
dalam rumah, wanita yang menggunakan pakaian panjang dan tertutup untuk alasan
agama atau budaya, dan orang-orang yang bekerja dengan paparan sinar matahari
yang terbatas tidak mungkin mendapatkan vitamin D yang cukup dari sinar matahari.
Oleh sebab itu, melalui konsumsi rekomendasi kadar vitamin D dalam asupan
makanan dan atau suplemen akan menyediakan jumlah vitamin D yang adekuat.
Sebuah penelitian menyatakan risiko mengalami defisiensi vitamin D tiga kali lebih
tinggi pada orang yang menggunakan pakaian panjang dan tertutup di luar selama
musim panas. Penggunaan pakaian panjang dan tertutup berhubungan untuk
mengurangi paparan sinar matahari. Seperti yang diketahui, menghindari paparan
sinar matahari termasuk faktor risiko defisiensi vitamin D. 17,18 Selain itu, sebuah
penelitian di Timur Tengah mengatakan status vitamin D menunjukkan variasi yang
lebih tinggi dengan adanya hubungan yang signifikan antara cara berpakaian wanita
dan laki-laki, dimana laki-laki mempunyai kadar 25(OH)D yang lebih tinggi dibanding
wanita yang menggunakan pakaian tertutup serta berkerudung. Kekurangan
paparan sinar matahari dapat disebabkan karena aktivitas yang mengharuskan
untuk sedikit berada di luar ruangan seperti pekerjaan di dalam ruangan. Pekerjaan
di luar ruangan pun juga berisiko terkena defisiensi vitamin D apabila tidak
diimbangin dengan asupan makanan vitamin D yang adekuat.
Paparan sinar matahari sebesar satu satuan MED yaitu mulai munculnya
kemerahan yang ringan di kulit, sudah dapat meningkatkan konsentrasi vitamin D
yang setara dengan suplementasi 10.000 – 20.000 IU. Intensitas UVB sinar matahari
adalah rendah pada pukul 07.00 pagi, meningkat pada jam-jam berikutnya sampai
dengan pukul 11.00; setelah pukul 11.00 intensitas ini relatif stabil dan tinggi sampai
dengan pukul 14.00 untuk kemudian menurun, dan pada pukul 16.00 mencapai
intensitas yang sama dengan pada pukul 07.00. Penelitian oleh Holick melaporkan
bahwa waktu pajanan yang dibutuhkan pada intensitas 1 MED/jam adalah 1/4 x 60
menit atau sama dengan 15 menit. Jika intensitas pajanan adalah 2 MED/jam, maka
lama pemajanan akan lebih singkat. Intensitas ultraviolet puncaknya pada pukul
11.00 –13.00 selama 1 –2 MED/jam. Namun, intensitas panas pada rentang waktu
tersebut diduga akan menyebabkan ketidaknyamanan sehingga akan menurunkan
kepatuhan, rentang waktu tersebut dirasa tidak optimal untuk memajankan subyek
penelitian sehingga alternatif dipilih pukul 09.00. Paparan sinar matahari di muka
dan lengan selama 25 menit pada pukul 09.00 atau pukul 11.00–13.00 selama 15
menit sudah meningkatkan konsentrasi vitamin D sebesar 2700 IU tiap kali
pemaparan. Sebaiknya untuk mencegah defisiensi vitamin D dapat dilakukan
dengan terpapar sinar matahari 15–30 menit selama 2–3 kali/minggu atau 2
jam/minggu. Variasi konsentrasi 25(OH)D dipengaruhi oleh musim, dengan
konsentrasi lebih tinggi pada musim panas, dan lebih rendah pada musim dingin.
Pajanan sinar matahari merupakan sumber vitamin D yang paling baik dan tidak
terdapat kasus intoksikasi vitamin D akibat terpapar sinar matahari berlebihan,
karena sekali previtamin D3 dan vitamin D3 terbentuk maka akan mengabsorpsi
radiasi solar UVB dan mengalami transformasi menjadi beberapa photo produk
secara biologik tidak aktif sehingga tidak akan terjadi intoksikasi vitamin D.19,20
Individu yang tinggal di dekat ekuator yang terpapar dengan sinar matahari
tanpa pelindung sinar matahari memiliki konsentrasi 25 (OH)D di atas 30 ng/mL.
Penggunaan tabir surya kronik dapat menyebabkan defisiensi vitamin D.
Penggunaan tabir surya dengan SPF 8 menurunkan produksi vitamin D kulit hingga
93% dan akan meningkat menjadi 99% bila menggunakan tabir surya dengan SPF
15.
Menyusui memberikan manfaat yang banyak untuk bayi tetapi ASI bukan
sumber yang baik untuk vitamin D. Kebutuhan vitamin D tidak cukup hanya dari ASI,
karena kandungan vitamin D pada ASI sekitar Menurut American Academy of
Pediatrics (AAP) merekomendasikan untuk bayi yang sedang disusui menerima
suplemen vitamin D sebesar 400 IU/hari dimulai segera setelah lahir dan berlanjut
sampai bayi disapih dan minum sedikitnya 1000 mL susu yang difortifikasi vitamin D.
Sebuah penelitian melaporkan bahwa kasus ricketsia mayoritas terjadi pada bayi
yang disusui keturunan Amerika-Afrika. Penelitian oleh dokter anak di Kanada
menemukan kejadian riketsia pada pasiennya sebesar 2,9 per 100.000; hampir
semua yang mengalami riketsia adalah bayi yang sedang ASI. Meskipun sinar
matahari yang menjadi sumber vitamin D yang potensial, AAP merekomendasikan
untuk menjauhkan bayi terpapar sinar matahari secara langsung dan menggunakan
mereka pakaian pelindung dan sunscreen, tetapi dengan catatan, bayi tetap secara
komprehensif diberikan suplemen vitamin D sebesar 400 IU vitamin D per hari
selama masa pertumbuhan.21
Kadar kalsidiol (25 (OH) D) dalam darah digunakan sebagai ukuran standar
vitamin D karena berkorelasi paling baik dengan efek organ, konsentrasi 1,25- (OH)
2D tidak dapat digunakan, karena dapat meningkat bahkan pada defisiensi vitamin D
yang berat. Menurut penelitian terbaru, Kadar 25(OH)D serum harus dalam kisaran
30-100 ng/mL untuk menghindari dampak negatif terhadap kesehatan jangka
panjang; kadar normal 25(OH)D antara 40 hingga 60 ng/mL atau 100 hingga 150
nmol/L. Kadar antara 21–29 ng/mL disebut sebagai insufisiensi vitamin D sedang
atau kekurangan vitamin D. Sedangkan < 20 ng/mL adalah defisiensi vitamin D
berat. Keracunan vitamin D hanya berada pada kadar serum 25(OH)D >150 ng/mL.

Anda mungkin juga menyukai