Vitamin D
2.1.1 Definisi
Vitamin D adalah salah satu jenis vitamin larut lemak prohormon
yang juga dikenal dengan nama kalsiferol. Vitamin D terdiri dari 2 bentuk
bioekuivalen, yaitu vitamin D2 dan vitamin D3. Vitamin D2 dikenal sebagai
ergocalciferol, diperoleh dari makanan sumber nabati dan suplemen oral.
Vitamin D3 dikenal sebagai cholecalciferol, terutama diperoleh dari
paparan sinar ultraviolet B (UVB) yang berasal dari radiasi sinar matahari,
serta konsumsi sumber makanan seperti ikan dan makanan yang telah
difortifikasi (susu, jus, margarin, yogurt, sereal, dan kedelai), dan
suplemen oral. Selain dari sumber yang kaya seperti ikan, kandungan
vitamin D dari sebagian besar makanan adalah antara 50 dan 200 IU per
porsi. Nilai ini sangat bervariasi karena fortifikasi berperan nyata dalam
meningkatkan ketersediaan vitamin D dalam proses diet. Vitamin D2 dan
D3 secara biologis bersifat inert, yaitu tidak melakukan sesuatu sama
sekali atau melakukan sesuatu yang sangat kecil efeknya atau pasif.
Setelah diserap dari usus, Vitamin D2 dan D3 dimetabolisme dalam hati
kemudian terbentuk 25-hydroxyvitamin D [25 (OH) D], terdiri dari 25 (OH)
D2 dan 25 (OH) D3. Vitamin 25(OH)D (juga disebut kalsidiol) selanjutnya
dikonversi sehingga terbentuk 1,25-dihydroxyvitamin D [1,25 (OH) 2D],
juga dikenal sebagai calcitriol, di ginjal dan jaringan lain oleh aktivitas dari
enzim 1α- hidroksilase. Efek yang dominan dari vitamin D adalah
dikeluarkan melalui endokrin dan tindakan autokrin dari calcitriol melalui
aktivasi reseptor vitamin D dalam sel.8-10
Efek biologik utama vitamin D3 aktif ialah memelihara konsentrasi
serum kalsium dalam rentang normal. Kondisi tersebut dicapai dengan
meningkatkan absorpsi usus terhadap kalsium yang berasal dari makanan
dan dengan memobilisasi cadangan kalsium di tulang untuk masuk ke
sirkulasi. Vitamin D penting untuk pembentukan skeleton dan untuk
hemostatis mineral, termasuk untuk peningkatan absorpsi kalsium dan
fosfor sehingga mineralisasi tulang tetap terpelihara. 9
2.1.2 Manfaat
Vitamin D bersama vitamin A dan vitamin C mempunyai manfaat
utama dalam membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang, hormon-
hormon paratiroid dan kalsitonin, protein kolagen, serta mineral-mineral
kalsium, fosfor, magnesium dan fluor. Vitamin D bermanfaat khususnya
dalam hal membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur agar
kalsium dan fosfor tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada proses
pengerasan tulang. Hal ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:10
1) Kalsitriol meningkatkan absorpsi aktif vitamin D di dalam saluran
cerna dengan cara merangsang sintesis protein pengikat kalsium
dan protein pengikat fosfor pada mukosa usus halus.
2) Kalsitriol bersama hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium
dari permukaan tulang ke dalam darah.
3) Kalsitriol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfor di dalam ginjal.
Dekade terakhir peran vitamin D mulai lebih dipahami dalam dunia
kesehatan, efek yang dapat dijelaskan oleh kemampuannya untuk
mengikat DNA dan pengaruh regulasi gen. 1,25-dihydroxyvitamin D
mengikat reseptor vitamin D (faktor transkripsi nuklir) yang banyak hadir
dalam sel di seluruh tubuh. Di dalam sel, 1,25- dihydroxyvitamin D
menginduksi kaskade interaksi molekul yang memodulasi transkripsi gen
tertentu. Peneliti menciptakan peta reseptor vitamin D yang mengikat
serta mengidentifikasi 2.276 situs mengikat untuk reseptor vitamin D
sepanjang genom, banyak yang terkonsentrasi di dekat gen yang terkait
dengan risiko untuk gangguan autoimun dan kanker. Peneliti juga
menemukan bahwa vitamin D memiliki efek yang signifikan pada aktivitas
229 gen, termasuk untuk multiple sclerosis, penyakit Crohn, dan diabetes
mellitus tipe 1.11-12
Defisiensi vitamin D dapat terjadi ketika asupan yang rendah dari kadar yang
direkomendassikan, paparan sinar matahari terbatas, ginjal tidak dapat
mengkonversi 25(OH)D menjadi bentuk aktif dan absorpsi vitamin D pada saluran
cerna inadekuat. Defisiensi vitamin D juga dihubungkan dengan alergi makanan
seperti susu dan kuning telur, intoleransi laktosa, ovo-vegetarian, veganisme.
Kekurangan vitamin D biasanya menyebabkan kelainan pada tulang yang
dinamakan riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa.
Kekurangan pada orang dewasa juga dapat menyebabkan osteoporosis.13
2.2.2 Epidemiologi
Penelitian tentang vitamin D yang sudah banyak dilakukan menunjukkan
yang pernah dilaporkan dari berbagai studi pada kisaran 14-42% pada populasi
matahari, sehingga sintesis vitamin D di kulit menurun. Selain itu kebutuhan tubuh
akan vitamin D tidak dapat seluruhnya dipenuhi dari asupan sumber bahan
sedikit, di samping itu makanan yang telah difortifikasi vitamin D belum cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Selama musim dingin di lintang utara, sinar matahari
harus melalui jarak yang lebih panjang untuk menembus atmosfer dan sebagian
besar sinar UV diserap. Jarak yang harus dilalui sinar UVB melalui atmosfer
merupakan fungsi sudut zenith matahari dan tergantung pada letak lintang, musim,
intensitas dan waktu pajanan sinar matahari. Letak lintang memiliki pengaruh yang
penting terhadap kemampuan kulit untuk menghasilkan previtamin D3. Orang kulit
putih yang terpajan dengan sinar matahari dalam waktu lama selama musim panas
tidak akan mengalami toksisitas vitamin D. Hal ini dikarenakan berapapun
banyaknya pigmen di kulit, jumlah maksimal previtamin D3 yang dapat difotosintesis
di kulit dalam sehari sekitar 15% dari konsentrasi provitamin D3 awal. Keterpajanan
dengan sinar matahari selanjutnya hanya akan menyebabkan previtamin D3
berisomerisasi menjadi dua foto produk inaktif yaitu lumisterol dan takisterol.15,17
Sebuah penelitian merekomendasikan usia lanjut kulit putih untuk
memajankan daerah wajah, lengan, dan tangan dengan sinar matahari dua sampai
tiga kali seminggu selama seperempat dari waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
1 Minimal Erythemal Dose (MED) untuk memenuhi kebutuhan vitamin D yang
adekuat. Minimal Erythemal Dose adalah dosis terendah pada area kecil kulit
dengan panjang gelombang tertentu, yang menimbulkan eritema lambat berwarna
merah muda, gaya hidup seperti penggunaan tabir surya, pakaian dan kultur
setempat serta obesitas dapat mempengaruhi sintesis vitamin D. 16,18 Tabir surya
seperti asam p-aminobenzoat menghambat absorbsi spektrum sinar matahari yang
berguna untuk sintesis vitamin D di kulit. Nilai rerata serum 25(OH)D lebih rendah
pada pengguna tabir surya kronik dibandingkan dengan subjek kontrol. Selain itu,
pakaian juga memberikan perlindungan terhadap spektrum sinar matahari.
Penelitian lain menunjukkan bahwa pakaian yang terbuat dari polyester memberikan
perlindungan yang rendah terhadap radiasi sinar matahari, sedangkan kapas dan
jeans akan memberikan perlindungan yang lebih banyak terhadap sinar matahari.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pakaian dapat mengganggu pembentukan
vitamin D3. Wanita berkerudung yang memakai cadar memiliki risiko 2.5 kali
defisiensi vitamin D dibandingkan perempuan Eropa.17
2.2.3 Etiologi
Penelitian Kennel et al menyatakan bahwa pada beberapa dekade terakhir
penyakit riketsia muncul kembali disebabkan oleh tingginya prevalensi defisiensi
vitamin D walaupun ada peningkatan terhadap intake vitamin D, paparan sinar
matahari, fortifikasi, dan pemberian suplemen. Vitamin D saat ini juga diyakini
memiliki peran penting terhadap homeostasis beberapa organ. Defisiensi vitamin D
menyebabkan terjadinya riketsia pada anak-anak sedangkan pada orang dewasa
menyebabkan osteoporosis dan osteomalacia.19 Rendahnya kadar vitamin D
berhubungan dengan meningkatkan insiden penyakit autoimun, alergi makanan,
diabetes mellitus tipe 1, multiple sclerosis, hipertensi, penyakit kardiovaskular dan
beberapa jenis kanker.
Sumber utama dari vitamin D adalah paparan sinar matahari. Beberapa
sumber vitamin D diantaranya berasal dari hewan dan tumbuhan tapi vitamin D
terbanyak didapat dari paparan sinar matahari, hanya sekitar kurang dari 10%
vitamin D yang diperoleh dari makanan. Beberapa penyebab dari vitamin D:16
1) Menurunnya sintesis vitamin D; pigmentasi kulit, agen fisik menghambat
radiasi UVB seperti sunscreen dan pakaian.
2) Geografi; Musim, polusi udara, daerah berawan dan letak lintang.
3) Intake vitamin D yang menurun; kemiskinan dan pemberian ASI
eksklusif jangka panjang.
4) Malabsorpsi; penyakit celiac, insufisiensi pakcreas dan atresia bilier.
5) Menurunnya sintesis atau meningkatnya degradasi 25(OH)D, penyakit
hati kronik dan obat-obatan seperti rifampicin, isoniazid dan antikejang.
2.2.4 Klasifikasi
Kadar 25 (OH)D ≤12,5 nmol/L atau ≤5 ng/mL dikatakan sebagai defisiensi
vitamin D berat. Satu penelitian menunjukkan bahwa 86% anak-anak dengan kadar
25 (OH)D 20 nmol/L atau 8 ng/mL mengalami riketsia dan 94% dari anak-anak
dengan hipokalsemia memiliki kadar vitamin D serum 20 nmol/L atau 8 ng/mL.
Defisiensi vitamin D adalah apabila kadar 25 (OH)D ≤37,5 nmol/L atau 15 ng/mL dan
dikatakan sebagai insufisiensi vitamin D bila kadar 25 (OH)D >50 nmol/L atau 20
ng/mL. Penelitian pada anak usia 14 sampai 16 tahun di Finlandia dengan kadar
25(OH)D ≤ 40nmol/L atau 16 ng/mL memiliki kepadatan tulang lengan bawah yang
rendah dan didapatkan adanya peningkatan kadar ALP pada kadar serum 25 (OH)D
<50 nmol/L (20 ng/mL).15,16
Kadar serum 25(OH)D 50nmol/L (20ng/mL) untuk anak dikatakan memiliki
kadar vitamin D yang cukup, tetapi pada orang dewasa memiliki cutoff yang lebih
tinggi yatu <80nmol/L (32ng/mL) dimana pada kadar tersebut sudah didapatkan
adanya gangguan penyerapan kalsium dan densitas tulang yang lebih rendah.
Kadar vitamin D 32 ng/mL merupakan batas minimal kadar serum vitamin D pada
orang dewasa. Kadar vitamin D serum >250 nmol/L (100ng/mL) menunjukkan
adanya kelebihan kadar vitamin D yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
toksisitas. Beberapa laboratorium memberi batasan 200nmol/L (80g/mL). Sebagian
orang dengan paparan sinar matahari yang tinggi memiliki kadar vitamin D serum
>250 nmol/L tanpa adanya tanda-tanda dari intoksikasi vitamin D dan pemberian
suplementasi vitamin D yang meningkatkan vitamin D serum >250nmol/L tidak
berhubungan dengan efek yang berbahaya. Sebaliknya, terjadinya hiperkalsemia
berhubungan dengan kadar serum vitamin D >325 nmol/L (150 ng/mL).15
Tabel 2. Biokimia Serum dan Vitamin D15
Alkaline
25(OH)D
1,25(OH) Phosphatase
ng/ml
2D
Calsium (HPO4)2 (ALP)
PTH
Defisiensi
Vitamin D
<20