Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemodialisis
1. Pengertian
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau
end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau
permanen. Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen
yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto
dan Madjid, 2009).
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal
atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat.
Penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian.
Hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak
mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap
kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2006 ;
Nursalam, 2006).
2. Tujuan
Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut
diantaranya adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi
(membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan
sisa metabolisme yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan
cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat,
meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal
serta Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang
lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam cairan yang melalui
membran semipermeabel sesuai dengan gradien konsentrasi elektrokimia.
Tujuan utama Hemodialisis adalah untuk mengembalikan suasana cairan ekstra
dan intrasel yang sebenarnya merupakan fungsi dari ginjal normal. Dialisis
dilakukan dengan memindahkan beberapa zat terlarut seperti urea dari darah ke
dialisat. dan dengan memindahkan zat terlarut lain seperti bikarbonat dari
dialisat ke dalam darah. Konsentrasi zat terlarut dan berat molekul merupakan
penentu utama laju difusi. Molekul kecil, seperti urea, cepat berdifusi, sedangkan
molekul yang susunan yang kompleks serta molekul besar, seperti fosfat,
β2microglobulin, dan albumin, dan zat terlarut yang terikat protein seperti
pcresol, lebih lambat berdifusi. Disamping difusi, zat terlarut dapat melalui
lubang kecil (pori-pori) di membran dengan bantuan proses konveksi yang
ditentukan oleh gradien tekanan hidrostatik dan osmotik – sebuah proses yang
dinamakan ultrafiltrasi (Cahyaning, 2009)). Ultrafiltrasi saat berlangsung, tidak
ada perubahan dalam konsentrasi zat terlarut; tujuan utama dari ultrafiltrasi ini
adalah untuk membuang kelebihan cairan tubuh total. Sesi tiap dialisis, status
fisiologis pasien harus diperiksa agar peresepan dialisis dapat disesuaikan
dengan tujuan untuk masing-masing sesi. Hal ini dapat dilakukan dengan
menyatukan komponen peresepan dialisis yang terpisah namun berkaitan untuk
mencapai laju dan jumlah keseluruhan pembuangan cairan dan zat terlarut yang
diinginkan. Dialisis ditujukan untuk menghilangkan komplek gejala (symptoms)
yang dikenal sebagai sindrom uremi (uremic syndrome), walaupun sulit
membuktikan bahwa disfungsi sel ataupun organ tertentu merupakan penyebab
dari akumulasi zat terlarut tertentu pada kasus uremia (Lindley, 2011).
3. Prinsip yang mendasari kerja hemodialisis
Aliran darah pada hemodialisis yang penuh dengan toksin dan limbah
nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut
dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar
dializer merupakan lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang
berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja sebagai membran
semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan
dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam
cairan dialisat akan terjadi melalui membrane semipermeabel tubulus (Brunner
& Suddarth, 2006).
Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis,
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses
difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke
cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah (Lavey, 2011). Cairan
dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel
yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien
tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
(tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini dapat
ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negative diterapkan pada alat ini
sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air
(Elizabeth, et all, 2011)).
4. Akses sirkulasi darah pasien
Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas subklavikula dan femoralis,
fistula, dan tandur. Akses ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis
darurat dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk pemakaian sementara.
Kateter femoralis dapat dimasukkan ke dalam pembuluh darah femoralis untuk
pemakaian segera dan sementara (Barnett & Pinikaha, 2007).
Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya
dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau menyambung
(anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to side (dihubungkan
antara ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula tersebut membutuhkan waktu 4
sampai 6 minggu menjadi matang sebelum siap digunakan (Brruner & Suddart,
2011). Waktu ini diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih
dan segmenvena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum
berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukkan ke dalam pembuluh
darah agar cukup banyak aliran darah yang akan mengalir melalui dializer.
Segmen vena fistula digunakan untuk memasukkan kembali (reinfus) darah yang
sudah didialisis (Barnett & Pinikaha, 2007).
Tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh darah
arteri atau vena dari materia gore-tex (heterograf) pada saat menyediakan lumen
sebagai tempat penusukan jarum dialisis. Ttandur dibuat bila pembuluh darah
pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula (Brunner & Suddart, 2008).
5. Penatalakasanaan pasien yang menjalani hemodialisis
Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai
upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan
penyakit ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat meningkatkan
kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal (Anita, 2012).
Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar
tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk
terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Asupan protein diharapkan 1-1,2
gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein dengan nilai biologis
tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan kalium sangat
diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-
umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai
dengan jumlah urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium
dibatasi 40- 120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema.
Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya
mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama
periode di antara dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar
(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui
ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung,
antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat
dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek
toksik akibat obat harus dipertimbangkan (Hudak &
Gallo, 2010).
6. Komplikasi
Komplikasi terapi dialisis mencakup beberapa hal seperti hipotensi,
emboli udara, nyeri dada, gangguan keseimbangan dialisis, dan pruritus. Masing
– masing dari point tersebut (hipotensi, emboli udara, nyeri dada, gangguan
keseimbangan dialisis, dan pruritus) disebabkan oleh beberapa faktor. Hipotensi
terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan. Terjadinya hipotensi
dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisis natrium,
penyakit jantung, aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan berat cairan.
Emboli udara terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien (Hudak &
Gallo, 2010 ). Nyeri dada dapat terjadi karena PCO₂ menurun bersamaan
dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh, sedangkan gangguan
keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul
sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika
terdapat gejala uremia yang berat. Pruritus terjadi selama terapi dialisis ketika
produk akhir metabolisme meninggalkan kulit (Smelzer, 2008)
Terapi hemodialisis juga dapat mengakibatkan komplikasi sindrom
disekuilibirum, reaksi dializer, aritmia, temponade jantung, perdarahan
intrakranial, kejang, hemolisis, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat
dialisis dan hipoksemia, namun komplikasi tersebut jarang terjadi.
(Brunner & Suddarth, 2008).

B. KOMPONEN DAN CARA KERJA HEMODIALISA


Menyiapkan Dan Memulai HD
1. Menyiapkan Mesin HD
a Mesin Hemodialisa
1. Listrik
2. Air yang diolah / di murnikan dengan cara :
a. filtrasi
1 softening
2 deionisai
3 reverense osmosis
b. Saluran pembuangan cairan (drainage)
1 rinse
2 desinfeksi & pemanasan
3 dialyse.
b. Sirkulat Dialisat
Pencampuran Dialisat : yaitu dialisat pekat (concetrate) dan air yang sudah di
olah dengan perbandingan 1 : 34.
a. Batch system : Dialisis sudah di campur lebih dahulu sebelum HD
dimulai.
b. Propotionong system : - Asetat
- Bikarbonat .
Perbandingan campuran : yaitu dialysat yang pekat dan air yang sudah di
olah, di campur secara otomatis konstan selama
HD oleh pompa proportioning dengan Dialisat
pekat : Air = 1 : 34.
Campuran ini di pompakan sekali saja kompartemen dialisit, kemudian di
buang.
Komposisi dialisat
1. Natrium = 135 – 145 meg / 1
2. Kalium = 0 – 4,0 meg / 1
3. Calsium = 2,5 – 3,5 meg / 1
4. Magnesium = 0,5 – 2,0 meg / 1
5. Khlorida = 98 – 112 meg / 1
6. Asetat atau bikarbonat = 33 – 25 meg / 1.
7. Dextrose = 2500 mg / 1
Catatan : dialisat tanpa kalium (potassium Free) = kalium = 0.
Sirkulasi
a. Dialiser ( ginjal buatan)
1 Kapiler (Hollow Fiber)
2 Paralel Plate
3 Coil.
Sediaan dialiser :
- Pemakaian baru atau pertaa.
- Basah
- Kering
b. Selang darah : Artei dan vena (AVBL)
c. Priming
Pengisian pertama sirkulasi Ekstrakorporeal
Tujuan :
1 Mengisi = Filing
2 Membilas = Rinsing
3 Membasahi atau melembabkan = Soaking
Perlengkapan :
1. Dialiser ( ginjal buatan)
2. AVBL
3. Set Infus
4. NaCl (cairan fisiologis) 500 cc ( 2-3 Kolf)
5. Spuit 1 cc
6. Heparin injeksi ( + 2000 Unit)
7. Klem
8. Penapung cairan ( Wadah)
9. Kapas Alkohol

PROSEDUR
1. Keluarkan peralatan dari pembungkusnya (dialiser,AVHL,selang infus, NacL)
2. Tempatkan dialiser pada tempatnya (Holder) dengan posisi inlet di atas (merah)
outlet di bawah (biru).
3. Hubungkan selang dialisat ke dialiser
a. Inlet dari bawah (to kidney)
b. Outlet dari atas (from kidney)
c. Kecepatan dialiasat (qd) = 500cc / menit
d. Berikan tekanan negativ (negative pressure) + 100 mmhg.
e. Biarkan proses ini berlangsung selama 10 menit (soaking)
4. Pasang ABL, tempatkan segmen pumb pada pompa darah (blood pump)
dengan baik.
5. Pasang VBL dan bubble trap (perangkap udara) dengan posisi tegak (vertical).
6. dengan teknik aseptic, buka penutup ( pelindung yang terdapat di ujung ABL
dan tempatkan pada dialiser) (inlet) . Demikian juga dengan VBL.
7. Hubungkan selang monitor tekanan arteri (arterial Pressure) dan selang
monitor tekanan vena (venous pressure).
8. Setiap 1000 cc NaCL, masukan 2000  Heparin kedalam kolf (2000/11).
Cairan ini gunanya untuk membilas dan mengisi sirkulasi ekstrakorporeal.
9. Siapkan NaCL 1 kolf lagi (500 cc) untuk di gunakan selama HD bilamana di
perlukan, dan sebagai pembilas pada waktu pengakiran HD.
10. Hubungkan NaCL melalui set infus ke ABL, yakinkan bahwa set infus bebas
dari udara dengan cara mengisinya terlebih dahulu.
11. Tempatkan ujung VBL ke dalam penampung. Hindarkan kontaminasi dengan
penampung dan jangan sampai terendam cairan yang keluar.
12. Putar dialiser dan peralatannya sehingga inlet di bawah,outlet di atas (posisi
terbalik)
13. Buka semua klem termasuk klem infus.
14. Lakukan pengisian dan pembilasan sirkulasi ekstrakorporeal dengan cara
a Jalankan pompa darah dengan kecepatan (qb) + 100cc/Mnt
b Perangkap udara (bubble tra[) di isi ¾ bagian
c Untuk mengeluarkan udara lakukan tekanan secara intermiten dengan
menggunakan klem pada VBL (tekanan tidak boleh lebih dari 200 mmHg).
15. Teruskan priming sampai NaCL habis 1 liter dan sirkulasi bebas dari udara
yang sudah kolf yang baru (500 cc).
16. Ganti kolf NaCL yang sudah kosong dengan kolf yang baru (500cc).
17. Matikan pompa darah, klem kedua ujung AVBL, kemudian hubungkan kedua
ujung dengan konektor,semua klem di buka.
18. Lakukan sirkulasi selama 5 menit dengan qb + 200 cc / mnt
19. Matikan pompa darah, kembalikan dialiser ke posisi semula.
20. Periksa fungsi peralatan yang lain sebelum HD di mulai, seperti misalnya:
1 Temperatur dialisat
2 Konduktifitas
3 Aliran (flow)
4 Monitor tekanan
5 Detector udara dan kebocoran darah.
1. MEMULAI HD
a Persiapan pasien
- Timbang berat bada pasien (bila memungkinkan)
- Tidur terlentang dan berikan posisi yang nyaman.
- Ukur tekanan darah atau, nadi, suhu, pernafasan.
- Observasi kesadaran dan keluhan pasien dan berikan perawatan mental.
- Terangkan secara gratis besar prosedur yang akan di lakukan.
1. Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi
b. Perlengkapan
1. Jarum punksi :
- jarum metal (AV. Fistula G.16,15,14) 1 – 1 ¼ inch.
- Jarum dengan katheter (IV Catheter G.16,15,14) 1 – 1 ¼ inchi.
2. NaCL (untuk pengenceran)
3. Heparin injeksi
4. Anestesi local (lidocain, procain)
5. Spuit 1 cc,5 cc, 20 cc, 30 cc.
6. Kassa
7. Desinfektan (alcohol bethadin)
8. Klem arteri (mosquito) 2 buah.
9. Klem desimfektam
10. Bak kecil + mangkuk kecil
11. Duk (biasa,split, bolong)
12. Sarung tangan
13. Plester
14. pengalas karet atau plastik
15. Wadah pengukur cairan
16. botol pemeriksa darah
c. Persiapan
1. Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shut atau katheter di
pasang dan di buka balutan.
2. Alas dengan pengalas karet / plastik.
3. Atur posisi
4. Kumpulkan peralatan dan dekatkan ke pasien
5. Siapkan heparin injeksi
PROSEDUR
 Punksi Fistula (Cimino)
1. Pakai sarung tangan
2. Desinfeksi daerah daerah yang akan di punksi dengan
bethadin dan alcohol
3. Letakan duk sebagai pengalas dan penutup
4. Punksi outlet (vena), yaitu jalan masuknya darah ke dalam
tubuh K/P lakukan anesteshi local
5. Ambil darah untuk pemeriksaan lab (bila diperlukan)
6. Bolus heparin injeksi yang sudah diencerkan dengan
NaCL (dosis awal)
7. Fiksasi dan tempat punksi di tutup kasa.
 Shunt (Scribner)
1. Desinfeksi kanula, konektor dan daerah dimana shunt
terpasang.
2. Letakan duk sebagai pengalas dan penutup
3. Klem kedua kanula (arteri dan vena),sebelumnya di
alas dengan kassa
4. Lepaskan /buka konektor
5. Cek kedua kanula apakan alirannya lancar
6. Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium (bila di
perlukan).
7. Bolus Heparin injeksi yang sudah di encerkan dengan
NaCL (dosis awal).
8. Fiksasi dan tutup daeah exit site.
9. Konektor di bersihkan dengan NaCL dan di simpan
dalam bak.
 Punksi femoral
1. Desinfeksi daerah lipatan paha dan
daerah outle akan di puksi.
2. Letakan duk sebagai pengalas dan
penutup.
3. Punksi outlet (vena) yaitu jalan
masuknya darah ke dalam tubuh, k/p lakukan anesteshi local.
4. Ambil darah untuk pemeriksaan
laboratorium (bila di perlukan)
5. Bolus heparin injeksi yang sudah di
encerkan dengan NaCL (dosis awal).
6. Fiksasi dan tempat punksi di tutup
dengan kassa
7. Punksi inlet (vena femoralis), yaitu
tempat jalan kelurnya darah dari tubuh, dengan cara lakukan anesteshi
infiltrasi sambil mencari vena femoralis.
8. Vena femoralis di punksi secara
perkutaneous dengan jarum punksi (AV Fistula).
9. Fiksasi.
2. Mengalirkan darah kedalam sirkulasi ekstrakorporeal
 Hubungkan ABL dengan inlet (Punksi Inlet atau canula arteri).
Ujung ABL disuci hamakan terlebih dahulu.
 Tempat ujung VBL didalam wadah pengukur. Perhatikan jangan
sampai terkontaminasi.
 Buka klem AVBL, canula arteri, klem slang infus ditutup, klem
canula vena tetap tertutup.
 Darah dialirkan kedalam sirkulasi dengan menggunakan pompa
darah (QB + 100 cc / menit) dan cairan priming terdorong keluar.
 Cairan priming ditampung diwadah pengukur.
 Biarkan darah memasuki sirkulasi sampai cairan buble trap VBL
berwarna merah mudah.
 Pompa darah dimatikan, VBL di klem.
 Ujung VBL disuci hamakan, kemudian dihubungkan dengan canula
vena (perhatikan : Harus bebas udara) . Klem VBL dan canula vena
dibuka.
 Pompa darah dihidupkan kembali dengan QB + 150 cc/menit .
 Fiksasi canula arteri dan vena, AVBL tidak mengganggu pergeraan.
 Hisupkan pompa heparin ( dosis maintenance.)
 Buka klem Slang monitor tekanan (AVP)
 Hidupkan detector udara, kebocoran (Air dan Blood Leak detector)
 Ukur tekanan darah, Nadi dan pernapasan.
 Observasi Kesadaran dan keluhan pasien
 Cek mesin dan sirkulasi dialisa.
 Programkan HD.
 Lakukan pencatatan (Isi formulir HD)
 Rapikan peralatan

Anda mungkin juga menyukai