Anda di halaman 1dari 13

Nama : Essy

NIM : 17.01.1514

Kelas/ Jurusan : IV-D/ Teologi

Mata Kuliah : Teologi Perjanjian Lama 2

Dosen Pengampu : Dr. Jontor Situmorang

Hubungan Hamba Tuhan dengan Penderitaan Dalam Kitab Yesaya

I. Pendahuluan

Penderitaan tentu tidak asing lagi bagi kita, dalam kehidupan manusia terkhususnya
orang percaya pasti pernah mengalami yang namanya penderitaan. Namun yang menjadi
persoalannya ialah bagaimana cara “kita” memaknai penderitaan yang dialami. Banyak
orang yang berpikir bahwa penderitaan adalah suatu musibah bahkan kutukan. Berkaitan
dengan itu penulis akan menjelaskan sekilas tentang hubungan hamba Tuhan dan
penderitaan dalam Kitab Yesaya. Sejak zaman Perjanjian Lama penderitaan terhadap
orang benar sudah dipertanyakan “apakah orang benar harus menderita” sama dengan hal
ini apakah hamba Tuhan juga harus menderita? Pertanyaan-pertanyaan tersebut seringkali
muncul. Namun yang menjadi poin pentingnya ialah bagaimana cara kita memaknai
penderitaan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu melalui tulisan
ini, penulis akan menjelsakan secara singkat apa sebenarnya makna penderitaan
terkhususnya bagi hamba Tuhan yang ditinjau dari Kitab Yesaya

II. Pembahasan
II.1. Sekilas Tentang Kitab Yesaya

Yesaya adalah seorang pribadi yang sangat menonjol, terutama dalam hal mengemukakan
secara jelas tentang pribadi, sifat dan pekerjaan mesias. Dalam buku Benson juga
menambahkan bahwa Yesaya adalah seorang “nabi Penginjil” dan kitabnya kadang-kadang
disebut Injil yang kelima. Cara Yesaya yang terus terang dan rinci dalam menjelaskan
penderitaan dan Kerajaan Mesias, telah secara mutlak bahwa Tuhan Yesus itulah yang
dimaksudkan dalam nubuat-nubuat para nabi dalam kitab-kitab lainnya. 1

1
Clarence H. Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat (Malang: Gandum Mas, 1997), 39.

1
Nabi Yesaya adalah nabi yang hidup pada abad ke-8 sM dan melayani pada masa
pemerintahan Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia, raja-raja Yehuda, yang mendapatkan
penglihatan tentang Yehuda dan Yerusalem dalam masa pemerintahan raja-raja tersebut (Yes.
1:1). Nama Yesaya memiliki arti “Yahweh adalah Keselamatan.”. 2Keselamatan yang
dibicarakan dalam Kitab Yesaya meliputi 4 hal, Pertama, tentang keselamatan bangsa
Yehuda dari serangan bangsa-bangsa lain; Kedua, keselamatan Yehuda dari pembuangan ke
Babel; Ketiga, keselamatan bangsa Yahudi di masa mendatang ketika kerajaan mereka
ditegakkan; Keempat, keselamatan pribadi orang berdosa yang percaya kepada Kristus, Sang
Penebus.3
Kitab Yesaya tidak memberikan penjelasan yang lengkap mengenai identitas serta
asal-usul Yesaya. Dalam Pasal 1:1 penulis Kitab hanya disebut sebagai “Yesaya bin Amos”
atau “Yesaya anak Amos”. Yesaya (Ibrani yesya’yahu), yang memiliki arti “Yahweh adalah
Keselamatan”, putra Amos (Ibrani ‘amots / harus dibedakan dari nabi Amos, Ibrani ‘amos),
yang tinggal di Yerusalem (Yes. 7:1-3, 37:2). Menurut tradisi Yahudi, dia berasal dari
keluarga raja. Meskipun tidak ada kepastian dan dukungan yang kuat mengenai keberadaan
keluarganya, namun berdasarkan cerita-cerita dan ucapan-ucapan Ilahi dalam kitabnya,
mungkin dapat dikatakan bahwa Yesaya merupakan keturunan bangsawan.4
Widyapranawa juga berpendapat bahwa Nabi Yesaya kemungkinan besar dari keluarga
terhormat dan mempunyai hubungan dengan keluarga istana. Hal tersebut dapat disaksikan
melalui tindakan-tindakan Yesaya yang dengan berani menegor dan menasehati raja Yehuda.
Keterlibatan Yesaya dalam masalah-masalah social-politik dan ia bertempat tinggal di kota
Yerusalem sehingga ia mudah menghubungi raja, serta pengaruh Yesaya terhadap Raja
Hizkia pada masa krisis perang Syiro-Efraimi menghadapi serangan Asyur yang menjadi
bukti yang tidak langsung dari keberadaan keluarga Yesaya.5 Di antara kitab nabi-nabi, kitab
Yesaya tidak hanya merupakan kitab yang terpanjang, tetapi juga mempunyai tempat dan
beritanya khusus. Betapa pentingnya kitab ini dapat kita lihat dari latar belakang sejarah dan
zaman yang bersifat menentukan dalam sejarah Israel kuno, yaitu abad ke-8 sM, sampai
zaman pembuangan pada abad ke-6 sM. Zaman-zaman tersebut penuh dengan gejolak dan
ketegangan social-politik yang menentukan bagi Israel maupun Yehuda. Di dalamnya kita
membaca berita kenabian, tindakan-tindakan di tengah ketegangan dan krisis dunia kuno, kita

2
J. D. Dougles, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z (Jakarta: YKBK/ OMF, 1997), 576.
3
Warren W. Wiersbe, Hidup Bersama Firman; Pasal Demi Pasal Seluruh Alkitab Yesaya-Maleakhi
(Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2012), 11.
4
J.D. Dougles, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, 577.
5
C. Barth, Teologi Perjanjian Lama Vol. IV (Jakarta: BPK-GM, 1993), 112.

2
juga membaca respons dan reaksi Israel, kuasa iman dan firman Allah, interprestasi tentang
sejarah dan berita-berita yang bersifat mesianis.6
II.2. Perspektif Hamba Tuhan Secara Etimologi

Kata hamba dalam bahasa Ibrani “ebed” yaitu budak, hamba, pelayan. Artinya,
seseorang bekerja untuk keperluan orang lain, untuk melaksanakan kehendak orang lain,
pekerja yang menjadi milik tuannya. Kata 'ebed ‫ ֶעבֶד‬terdapat 807 kali dalam Teks Masorah.7

II.3. Konsep Hamba Tuhan dalam Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama hamba Tuhan mengungkapkan Umat Allah yang mengalami
penghinaan dan penderitaan dalam melayani Tuhan.8 Israel adalah hamba Tuhan itulah
tujuan hidup yang sejati dari umat Allah, yang dapat ditelusuri kembali sampai pada
permulaan sejarah Israel, ke Abraham, Yakub, keturunan-keturunannya, mereka semua
adalah umat Allah di dalam dunia sebagai alat-alat dari rencana-rencana Tuhan.9

Dalam hidup keagamaan Israel istilah hamba atau seorang hamba menunjukkan
kerendahan diri seseorang di hadapan Allahnya (bnd. Kel. 4:10; Mzm. 119:17; 143:12).
Pemakaian demikian menyatakan rendahnya kedudukan pembicara, juga menyatakan
tuntutan ilahi yang mutlak terhadap seorang anggota dari umat yang dipilih-Nya, dan
kepercayaan yang bersesuaian dengan itu dalam menyerahkan diri kepada Allah, yang akan
membela hamba-Nya. Dalam bentuk jamak arti kata itu ialah “orang-orang saleh” (Mzm.
135:14). Dalam bentuk tunggal berarti seluruh Israel (Yes 41:8). Konsep Hamba Allah
menurut Zimmerli dalam bukunya ‘The Servant of God’ langsung dihubungkan dengan
Nyanyian tentang Hamba dalam Kitab Yesaya. Menurutnya prikop-prikop Yesaya menjadi
titik tolak yang jelas untuk menelusuri keterangan latar belakang Hamba tersebut.10

II.4. Jati Diri Sebagai Hamba Tuhan dalam Kitab Yesaya

Istilah “hamba Tuhan” di dalam Kitab Yesaya, khususnya terdapat di dalam bagian
yang lebih dikenal dengan “Nyanyian Hamba,” yang terdiri dari empat bagian yang terdapat
di dalam pasal 42:1-9, sebagai bagian pertama dari nyanyian hamba; 49:1-13, bagian kedua;

6
Ibid, 1.
7
J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1991), 131-132.
8
Robert Davidson, Alkitab berbicara (Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 2001), 172
9
Robert Davidson, Alkitab berbicara, 104
10
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1 (Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 2005), 292

3
50:4-11, bagian ketiga; dan 52:13-53:12 merupakan bagian keempat dari nyanyian hamba
tersebut.11

Ada banyak usulan-usulan spekulatif yang bermunculan mengenai tokoh-tokoh yang


layak menjadi sosok dari “sang hamba yang menderita.” John A. Martin menjelaskan bahwa:
“Beberapa pelajar Alkitab mengatakan hamba-Ku di dalam pasal. 42:1-4, yang merupakan
nyanyian bagian pertama dari empat bagian nyanyian tersebut, mengacu kepada Israel, yang
dengan jelas terjadi dalam ayat 19.”12 Pendapat tersebut dipertegas oleh pandangan Marie-
Claire Barth-Frommel dengan memberikan pernyataan bahwa murid-murid dari Yesaya II,
yang menempatkan keempat syair tersebut dalam kitab Yesaya II, maka hamba itu adalah
Israel sendiri, sebagaimana terbukti dari kata “Israel” yang ditambahkan pada 49:3 dan dari
pergeseran dalam 49:7. Sesuai dengan tradisi yang tertua ini, maka kata “Israel” ditambahkan
13
pula pada 42:1 di dalam terjemahan Yunani kuno. J. Sidlow Baxter juga memberikan
pendapatnya bahwa pasal 40-50, menjelaskan “Hamba” yang dimaksud mengacu kepada
Israel, bangsa pilihan Tuhan.14

Sementara itu, Chisholm dalam tulisannya menyatakan pendapat dari Orlinsky dan
Whybray, demikian: “Orlinsky dan Whybray mengidentifikasikan hamba itu dengan
Deutero-Yesaya, yang diduga mendapat perlakuan tidak adil, penolakan dan bahkan
pemenjaraan karena menyampaikan pesan harapan kepada orang-orang di pembuangan.”15

Kemudian C. Hassell Bullock juga menyebutkan adanya lima teori utama dalam
pencarian identitas Sang Hamba. Bullock menjelaskan sebagai berikut: Lima teori utama
dapat dikenali dalam pencarian identitas atau jati diri Sang Hamba yaitu:

1. teori individu yang tak bernama pada masa Yesaya


2. teori nabi itu sendiri, yaitu Yesaya sendiri
3. teori kolektif, bisa menunjuk kepada seorang nabi sebagai wakil bangsa itu dan
bangsa itu dalam peran kenabiannya, atau menunjuk kepada sisa orang benar, dan
Israel yang diwujudkan;
4. teori mitologi, yang menunjuk kepada “kepribadian yang ideal”;
11
Robert B. Chisholm, Jr., Teologi Kitab Yesaya (Malang: Gandum Mas, 2005), 589.
12
John A. Martin, ”Isaiah” The Bible Knowledge Commentary (Michigan: Victor Books, 1992), 95.
13
Marie-Claire Barth-Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 34.
14
J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab: Ayub – Maleakhi (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF, 2002), 232.
15
Robert B. Chisholm, Jr., Teologi Kitab Yesaya (Malang: Gandum Mas, 2005), 589.

4
5. teori mesianik, yaitu Yesus.16

Sementara itu C. Barth mengatakan bahwa hamba Tuhan itu pastilah seorang nabi, Ia
dipanggil dan diutus oleh TUHAN, diperlengkapi dengan roh-Nya (42:1), dengan lidah
seorang murid (50:4), dan mulutnya sebagai pedang yang tajam (49:2)- semauanya sesuai
dengan para nabi zaman dulu.17

Walter C. Kaiser dalam bukunya: Teologi Perjanjian Lama, menjelaskan bahwa


hamba tersebut adalah sebuah istilah kolektif dan juga istilah perseorangan yang mewakili
seluruh kelompok dapat dilakukan dari dua kelompok data: (1) sang hamba ialah seluruh
Israel dalam dua belas dari dua puluh referensi tunggal (41:8-10, 43:8-13; 43:14-44:5, 44: 6-
8, 21-23, 44:24-45:13; 48:1, 7, 10-12, 17); (2) empat nyanyian hamba yang sangat indah dari
Yesaya 42:1-7, 49:1-6, 50:4-9, dan 52:13-53:12, semua menyajikan sang hamba sebagai
seorang yang melayani Israel. John Bright mengatakan bahwa: “Tokoh Hamba berkisar
antara perseorangan dan kelompok. Ia adalah penebus yang akan datang dari Israel sejati,
yang dengan kesengsaraannya penggenapan tugas Israel menjadi mungkin, ia adalah pemeran
utama pria dalam “hal baru” yang akan terjadi.

Dalam keempat nyanyian mengenai hamba, banyak dari sebutan ataupun gambaran
individunya cocok dengan berbagai acuan serupa yang dibuat Israel dalam puisi Yesaya.
Hamba Tuhan itu adalah oknum mesianis dalam keturunan Daud pada waktu itu dan akhirnya
Daud baru yang terakhir itu yang akan datang dan yang dikenal sebagai Keturunan, yang
Mahakudus (hasid), Taruk, dan sebagainya.18
Hal serupa dipertegas oleh J.W.L. Hoad dengan langsung merujuk kepada Yesus
Kristus adalah hamba yang menderita, yang dimaksudkan oleh Yesaya dalam pasal 40 dan
pasal-pasal sesudah, merupakan pemahaman yang tidak perlu dipersoalkan kembali.19

II.5. Misi dan Tanggung Jawab Hamba Tuhan

Uraian nubuatan ayat (52:13-52-12) tersebut 700 tahun kemudian direalisasikan dan
dipahami sebagai peristiwa penderitaan dan penolakan Yesus Kristus, Sang Mesias oleh
orang Yahudi. Puncak dari penderitaan dan penolakan “Hamba” tersebut adalah penyaliban
Kristus, seperti yang digambarkan oleh beberapa bagian dalam Alkitab Perjanjian Baru. Ayat

16
C. Hassell Bullock, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2002), 208-209.
17
C. Barth, Teologia Perjanjian Lama 1V (Jakarta; BPK-Gunung Mulia, 2004), 106.
18
Walter C. Kaiser, Teologi Perjanjian Lama (Malang, Gandum Mas, 2004), 274-275.
19
J.W.L. Hoad, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1997), 360.

5
4-6 pasal 53 menjelaskan penderitaan Sang Hamba dilakukan untuk menjadi penebus bagi
banyak orang. Nyanyian terakhir melukiskan penderitaan sekaligus pemuliaan seorang nabi
yang tidak menyatakan kehendak Allah melalui kata-kata (bnd 42:2a tidak menyaringkan
suaranya) atau melalui tindakan-tindakan tertentu (Yer. 28; Yeh. 24:15; Yes.20), melainkan
dengan cara mempertaruhkan hidupnya untuk membawa keselamatan yang daripada Tuhan
kepada banyak orang, serta untuk pertama kali di dunia ini ada seseorang yang mengambil
tempat orang-orang dihukum dan yang menderita menggantikan mereka.20

Bullock menjelaskan mengenai misi “Hamba Yang Menderita”, sebagai mesias yang
mengisi posisi yang paling mencolok dalam penebusan. Misi Hamba ini seperti digambarkan
dalam pasal 11, adalah penetapan keadilan. Tambahan pula, bangsa-bangsa yang telah
mengambil jalan ke “pangkal Isai” (11:10) sekarang menunggu dengan penuh harapan akan
hukum Hamba tersebut (42:4) dan menerima terang yang disinarkan oleh Israel yang telah
ditebus (49:6). Tuhan telah membentuk Dia dalam Rahim untuk membawa Israel kembali
kepadaNya dan memberikan keselamatanNya sampai ke ujung – ujung bumi.. baru di
nyanyian ke empat Hamba itu kita tahu bahwa penderitaanNya bukan karena dosa-Nya tetapi
karena dosa Israel (53:5-6;9).21

Yes. 40-55 memuat suatu unsur pemberitaan pembebasan bagi Israel yang tinggal
sisa, terdapat empat gubahan yang ganjil, sejauh mana berkisar pada diri seorang tokoh
bergelar “Hamba TUHAN”
Yesaya 42:1-4, merupakan sebuah firman pernyataan yang dengannya Allah
memperkenalkan hambaNya sebagai petugas luar biasa terhadap segala bangsa. Yesaya 4:5-
9, meneguhkan tugas itu langsung kepada hamba TUHAN (“Aku telah memanggil
engkau...”), serta menjelaskan bahwa ia akan membawa terang berupa pembebasan bangsa-
bangsa dari penjara dan kebutaan dan perhambaan.
Yesaya 49:1-6, gubahan yang kedua, berbentuk pengakuan oleh hamba TUHAN di
depan bangsa-bangsa itu: Allah telah memanggilnya menjadi alat pernyataanNya (ay. 1-3),
menopang dia di dalam perjuangannya selaku nabi (ay. 4, 5 c) dan meneguhkan
pengangkatannya sebagai pemberita keselamatan, baik bagi Israel, maupun bagi segal bangsa
(ay. 5-6).
Yesaya 50:4-9 pun memakai bentuk pengakuan oleh hamba itu. Ia membanggakan
bagaimana Allah membinanya dari hari ke hari (ay. 4-5a) serta mengajarkannya untuk rela

20
Maria Claire Barth Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55 (Jakarta: BPK-GM, 2007), 37-38.
21
C. Hassel Bullock, Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2002, 213-214.

6
bertahan di tengah-tengah penolakan dan sikssa orang (ay. 5b-6), lalu mengaku percaya
bahwa Allah akan membenarkannya (ay. 7-9). Suatu ajakan kepada semua penderita
ketidakadilan, supaya mengambil sikap hamba itu sebagai teladan.
Di dalam gubahan keempat, Yes. 52:1-3-53:12, sekali lagi kita menghadapi sebuah
pengakuan, namun ini kali bukannya si hamba TUHAN, melainkan jemaah orang percaya
itulah yang bersuara (53: 1-11a). Mereka menyaksikan hikayat sengsara (53:1-3), dan
kematian hamba itu (53: 7-9), sambil berturt-turut mengikrarkan makna kesengsaraan dari
hikayat itu bagi mereka (53:4-6 dan 10-11a). Pengakuan ini dicetuskan oleh dua firman di
mana hamba itu dinyatakan menang, dan penderitaannya sebagai korban penebus salah bagi
banyak bangsa (52: 11-13 dan 53:11b-12).22
II.6. Hamba Tuhan dan Penderitaannya Menurut Yesaya

Bagian teks yang secara spesifik dari Yesaya membahas dan menekankan pengertian
“Hamba Tuhan yang Menderita,” terdapat pada bagian yang keempat dari “Nyanyian
Hamba” (Yes. 52:13-53:12), seperti yang diungkapkan oleh Robert B. Chisholm, sebagai
berikut:

Nyanyian pertama (42:1-9) menekankan tugas ilahinya untuk menegakkan


keadilan…Nyanyian kedua (Yes. 49:1-13) mengembangkan tema mengenai
kedudukan khusus hamba dan tugas hamba…Nyanyian ketiga (50:4-11) berisi
kesaksian iman dan ketahanan hamba itu menghadapi perlawanan…Nyanyian
keempat memberikan kisah lebih terinci mengenai penderitaan dan penolakan
terhadap hamba itu (52:13-53:12).23

Oleh sebab itu, untuk melihat hamba Tuhan dan penderitaannya menurut Yesaya,
penulis akan memaparkannya menurut Nyanyian Hamba yang keempat (Yes. 52:13-53:1-12).

Perikop mengenai “hamba Tuhan yang menderita”, yang dideskripsikan sebagai


seseorang yang kenyang dengan penderitaan dan dianggap sebagai orang yang dikutuk
Tuhan, padahal dia diremukkan oleh karena dosa manusia (Yes 53:5), dapat menjadi jawaban
atas penderitaan yang dialami oleh para nabi dan rasul. 24 Hamba ini yang akan memimpin
sendiri, sebuah kenyataan yang akan mengejutkan semua raja di dunia (52:15), juga akan
merupakan oknum yang menderita demi seluruh umat manusia agar penebusan yang dari
Allah dapat diperoleh. Kedatangan pertama dari hamba ini akan mengherankan banyak orang
22
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama 1V, 105.
23
Robert B. Chisholm, Jr., Teologi Kitab Yesaya dalam Teologi Alkitabiah Perjanjian Lama, 589.
24
Dianne Bergant dan Robert J. Karris (Ed.), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, 543.

7
(ay. 13-14), tetapi kedatangannya yang kedua kali akan membuat raja-raja di bumi pun
menahan nafas (52:15). Penolakan terhadapnya menyusul, manusia akan menolak
perkataannya (53:1), dirinya (ay. 2), dan misinya (ay. 3). Tetapi penderitaannya yang ia alami
demi orang lain akan menghasilkan pendamaian antara Allah dan manusia (ay. 4-6),
walaupun ia akan tunduk terhadap penderitaan manusia (ay. 7), kematian (ay. 8) dan
penghiburan (ay. 9) sesudah itu ia akan ditinggikan dan diberi penghargaan yang
berkelimpahan (ay. 10-12). Jadi, ke atas Hamba Tuhan-lah ditimpakan kesalahan seluruh
umat manusia.25

II.6.1. Cerita Sengsara dalam Kitab Yes. 53:2-3).26


Hamba Tuhan itu tidak menarik, dari masa mudanya ketika ia tumbuh sampai pada
saat ia diambil mati, ia menderita dan dihina, dalam mautpun ia disingkirkan. Hamba itu
tidak saja menderita beberapa waktu lamanya seperti Ayub, Musa, Yeremia, tokoh-tokoh
yang dikenal namanya dan seperti pemazmur-pemazmur yang tak dikenal namanya, ia
menderita terus menerus, dan oleh karena itu ia mengerikan.
Karena perkembangan hamba itu tidak memuaskan, maka orang-orang tidak
memperhatikan dia. Siapa yang berperan dalam masyarakat, harus mempunyai daya penarik:
Daud, umpanya dikatakan “seorang pahlawan yang gagah perkasa, seorang prajurit yang
pandai bicara, elok perawakannya (1 Sam. 16:18). Pada hamba itu tidak ada yang patut
dipandang atau yang dapat menimbulkan harapan, pada hamba itu tidak ada apa-apa,
meskipun mencari dengan penuh perhatian, yang menarik tidak ada.
Hamba itu sakit melulu (Bnd. Mzm 38:18, Ay. 33:19, Rat. 3:1). Sebagaimana halnya
dalam sejumlah besar mazmur, tiga rupa penderitaan terjalin dalam kesakitan itu: a) penyakit
dan luka, b) perlawanan dari pihak manusia, c) kenyataan bahwa Allah mengizinkan agar
orang yang percaya kepada-Nya dihina. Segala bentuk kesakitan tertimpa sekaligus atas diri
hamba Tuhan itu, tak dapat dikatakan bahwa hamba itu menderita suatu penderitaan tertentu,
seperti umpama kusta, cacat dan sebagainya.
Kesakitan ini mengakibatkan penghinaan, lagu tentang penderitaan itu diringi dengan
dua gong yang bunyinya “hina”, “sangat hina” (ay. 3a dan c). Hamba itu dianggap begitu
rendah, sehingga tak dapat disayangi lagi: biasanya orang sakit dikunjungi, dan orang yang
sedih dihiburkan oleh rekan-rekannya, tetapi hamba itu ditinggalkan, seorangpun tidak
memperhatikan kesakitannya, bahkan orang-orang menyembunyikan mukanya terhadap dia,
agar jangan mengambil tahu tentang dia. Hamba itu terkucil (bnd. Mzm 22:6-7; 31:12-14,
25
Walter C. Kaiser, Teologi Perjanjian Lama, 275
26
Marie-Claire Barth-Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55, 313-315.

8
41:6-10, Ay. 19:14). Mereka yang melaporkan tentang kesakitan hamba itu mengaku bahwa
mereka sendiri tidak menghitungkan dia lagi antara orang-orang yang dapat menyumbangkan
sesuatu kepada sesamanya: “Bagi kitapun ia tidak masuk hitungan”.
II.6.2. Arti Sengsara: pengakuan kita. (Yes. 53:4-6).27
Penderitaan ini sesungguhnya merupakan hukuman dari tangan Allah, tetapi yang
bersalah bukanlah hamba yang menderita itu, melainkan “kita”. Kita ini tidak saja melanggar
hukum-hukum tertentu dan harus dihajar, melainkan kita memberontak melawan Tuhan
sendiri (bnd. 43:27, 46:8, 48:8) dan patut dibasmi. Namun bukan kita yang menderita
melainkan dia.
Ia menderita ganti kita: ia tertikam- ia diremukkan-suatu kata kerja dari lapangan
politik yang berarti menindas, menyiksa serta membunuh- ia penuh bilur-bilur, bekas-bekas
luka pukulan. Namun hajaran untuk keselamatan kita jatuh padanya. Hal ini mungkin karena
Tuhan yang menimpakan kepadanya kesalahan kita sekalian, dan hamba itu tidak
memberontak, tidak berpaling ke belakang, ia memberi punggungnya kepada orang-orang
yang memukulnya... dan tidak menyembunyikan mukanya ketika ia dinodai dan diludahi
(Yes. 50:5-6). Hamba itu menjadi pangganti kita kena hukuman, agar kita diselamatkan dan
dapat hidup dalam kesejahtraan bersama-sama dengan Tuhan.
II.6.3. Nilai Seorang Hamba Tuhan (Yes. 53:10-12)
Di muka umum hamba itu mati terkutuk, di mata TUHAN hamba itu benar,
ketegangan antara kedua kenyataan ini begitu besar. Menurut rencana Allah, hamba itu harus
menderita sebagai penebus banyak orang. Seorang yang rela menderita demi penyelamatan
sesamanya diterima baik oleh Allah. Hamba itu bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan dan
berkenan kepadanya, dan bahwa dalam segala sesuatu itu Tuhanlah yang mengambil inisiatif.
Hamba itu menyerahkan nyawanya, yaitu dirinya sebagai tebusan salah. Hamba itu
menanggung kesalahan banyak orang dan dengan demikian ia meniadakannya, melepaskan
mereka dari keharusan menangung sendiri hukuman atas kesalahan mereka, hamba itu
menebus banyak orang, sehingga mereka bisa hidup dalam persekutuan dengan Tuhan di
dalam “syalom”.28 John J. Collins, berdasarkan “Kidung Hamba Yahwe” itu,
menggambarkan penderitaan seorang ‘hamba’ sebagai orang yang diserahkan kepada
kematian dan dihitung bersama orang-orang jahat, meskipun ia sendiri tidak melakukan
kejahatan. Hidupnya diserahkan laksana kurban bagi orang lain.29
27
Marie-Claire Barth-Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55, 315-316.
28
Marie-Claire Barth-Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55, 319-320.
29
Dianne Bergant dan Robert J. Karris (Ed.), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius, 2002),
543.

9
II.7. Respon Allah Akan Penderitaan Hamba Tuhan
Apa yang didapatkan orang yang setia menderita karena imannya kepada Allah dalam
konteks ini yaitu dari penderitaan Hamba tersebut adalah bahwa “keturunan itu akan
menguasai bangsa-bangsa”, kemah mereka akan diperluas, kemah tali-tali mereka akan
dipanjangkan, dan patok-patok kemah akan dipancangkan lebih dalam (54:2-3). Tuhan
kemudian akan menjadi “Allah seluruh bumi” (54:5; 49: 6). Jadi, seperti pada zaman Nuh,
begitu juga akan terjadi ketika Tuhan kembali untuk mengumpulkan Israel (54:5, 9-10).
Sementara itu, tawaran keselamatan yang cuma-cuma diperluas sampai kepada seluruh
bangsa melalui putra Daud (53:3-5, bnd. 55:1-2, 6-9; 49: 6).30

Hikayat sengsara dan kematian ini ada juga seginya yang cerah. Sesudah menderita,
hamba itu akan melihat terang, akan diberi kehidupan yang baru sebagai “ganti kerugian”
(53:10-12; 52:13). Apa yang tadinya dipandang sebagai kekalahan itu dengan tiba-tiba
ternyata sebagai kemenangan. Seorang pahlawankah, malah seorang juruselamatkah hamba
itu? Sebenarnya ia telah menanggung dosa orang sebagai petugas TUHAN yang satu-satunya
yang berkuasa untuk itu, maka kemenangan hasil perjuangannya pun adalah kemenangan
TUHAN semata-mata: “kehendak TUHAN.... terlaksana olehnya (53:10). Mulai sekarang
Israel mengetahui bahwa dosanya telah diampuni Allah, dan “banyak bangsa” pun akan
tercengang (52:15), demi keselamatnnya sendiri, terhadap karya pembebasan yang begitu
ajaib.31

Tuhan sendiri menyatakan kebenaran hamba-Nya: dalam penderitaan dan


kehinaannya hamba itu memikul akibat pemberontakan banyak orang, dengan itu ia
membenarkan mereka dan memperoleh kemenangan. Hamba itu disebut “zadik”: ia benar di
mata Tuhan, ia pun adil terhadap orang-orang lain, karena ia memetingkan hidup mereka
sedemikian rupa, hingga kesalahan mereka ia pikul, agar mereka sebagai orang-orang yang
dibenarkannya, dapat diterima kembali oleh Tuhan dalam persekutuanNya. Sebagai orang
benar, hamba Tuhan itu menyatakan kebenaran Allah yang menyelamatkan. Penyelamatan
berlaku bagi banyak orang: mereka itu tadinya tertegun (52:14) karena tidak mengerti bahwa
dosa merekalah yang hamba itu tanggung (53:12).

Sebab itu Allah menyerahkan kepada hambaNya itu pahala, yang membuktikan
kebenarannya dan memperlihatkan bahwa justru di dalam kehinaannya itu kehendak Allah
berhasil. Allah sendiri membagikan warisan/milik pusaka kepada hambaNya. Pengangkatan
30
Walter C. Kaiser, Teologi Perjanjian Lama, (Malang, Gandum Mas, 2004), 274-276.
31
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama 1V, 48-49.

10
hamba itu juga menggantikan penghinaan yang dideritanya, ketika ia membiarkan diri
terhitung di antara para pemberontak. Hamba itu berdiri antara Tuhan dan mereka yang
memberontak melawan Dia: kepadanya ditimpakan akibat permusuhan mereka, mereka itu
diperdamaikannya dengan Tuhan.32
II.8. Refleksi Teologis

Adapaun refleksi yang boleh penulis sampaikan ialah bahwa pada dasarnya setiap
manusia akan mengalami yang namanya penderitaan. Tentu setiap manusia berkeinginan
suapaya memproleh hidup yang baik-baik saja. Namun pada realitanya manusia tidak akan
bisa lepas atau tidak akan bisa tidak merasakan penderitaan selama dia masih hidup di bumi.
Ibarat kata orang bijak mengatakan “bagaimana bisa manusia bisa merasakan kehadiran
Tuhan jika tidak pernah menderita”. Jadi berhubungan dengan ini Apakah penderitaan juga
harus dialami oleh seorang hamba Tuhan? Jawabannya tentu “ya”. Seluruh manusia
sekalipun hamba Tuhan tentu pernah mengalami yang namanya penderitaan. Namun
walaupun hamba Tuhan sekalipun sedang dilanda penderitaan. Bukan berarti Tuhan lupa dan
meninggalkan dia di tengah-tengah penderitaan yang sedang dialami.

Akan tetapi ditengah-tengah penderitaan yang sedang dialami Tuhan juga akan
menunjukkan karyanya yang nyata melalui pemeliharaan Allah terhadap setiap aspek
kehiduapan yang dialami. Sebagaimana dalam paper penulis dijelaskan bahwa di mata Tuhan
seorang hamba benar apa adanya. Bahwa seorang hamba Tuhan yang setia akan ditinggikan
di hadapan Tuhan ibarat kata “sehabis hujan pasti ada pelangi” artinya disitu disetiap
penderitaan yang dialami oleh hamba Tuhan yang setia, Tuhan akan memberikan yang
terbaik atau berkat yang berlimpah.

Jika kita bawah pada konteks sekarang selayaknyalah hamba Tuhan misalnya pendeta
atau pejabat-pejabat gereja harus bersedia melayani Tuhan dengan segenap jiwa, dan harus

mampu menjawab dan menjadi solusi bagi setiap pergumulan yang ada di tengah-tengah
komunitas atau warga gereja tersebut. Dan apapun yang menjadi tantangan yang akan dialami
yang mungkin bisa saja menghambat dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yaitu
untuk menjalankan misi Allah, ada baiknya sebagai hamba Tuhan harus tetap bersabar dan
tekun memohon kepada Tuhan, sebab sebagaimana dikatakan penulis dalam paper bahwa
hamba Tuhan juga pasti mengalami penderiraan namun dibalik itu semua aka nada
pemeliharaan yang dikerjakan Allah bagi setiap hambanya.

32
Marie-Claire & Barth Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55, 320-323.

11
Jika kita melihat dari konteks Ayub bahwa Ayub adalah hamba Tuhan yang menderita
akan tetapi karena ketekunan dan imannya yang totalitas kepada Tuhan. Maka Tuhan
berpihak kepadanya. Oleh sebab itu yang menjadi pernungan ialah marilah kita sebagai orang
percaya merefleksikan penderitaan yang sedang kita alami sebagai bagian dari pemeliharaan
Allah dalam hidup kita bahwa kita harus menyakini “sehabis hujan pasti ada pelangi”

III. Kesimpulan
Hamba Tuhan dalam Yesaya menderita bukan karena dosa atau kesalahannya sendiri
melainkan karena dosa atau kesalahan kita umat Allah (orang banyak). Hamba itu menjadi
pangganti kita kena hukuman, agar kita diselamatkan dan dapat hidup dalam kesejahtraan
bersama-sama dengan Tuhan. Di balik semua penderitaannya, Tuhan Allah menyediakan
berkat yang besar sebagai ganti penderitannya. Hal ini digenapi di dalam Yesus Kristus yang
rela menderita, dihina, direndahkan, bahkan sampai mati di kayu salib untuk menebus dosa-
dosa manusia. Hamba Tuhan yang berdiri antara Allah dan umat-Nya untuk membela umat-
Nya tetapi juga  yang menghubungkan umatNya dengan Allah  untuk sebuah kebangkitan
IV. Daftar Pustaka

Barth, C., Teologi Perjanjian Lama Vol. IV. Jakarta: BPK-GM, 1993.

Barth, C., Teologia Perjanjian Lama Vol. 1V. Jakarta; BPK-Gunung Mulia, 2004.

Barth-Frommel & Marie-Claire. Kitab Yesaya Pasal 40-55. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2007.

Baxter, J. Sidlow. Menggali Isi Alkitab: Ayub – Maleakhi. Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih/OMF, 2002.

Benson, Clarence H., Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat. Malang: Gandum
Mas, 1997.

Blommendaal, J., Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1991.

Bullock, C. Hassell, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2002.

Davidson, Robert. Alkitab berbicara. Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 2001.

Dougles, J. D., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z. Jakarta: YKBK/ OMF, 1997.

Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 1. Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 2005.

12
Hoad, J.W.L., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF, 1997.

Kaiser, Walter C., Teologi Perjanjian Lama. Malang, Gandum Mas, 2004.
Karris, Robert J. & Bergant, Dianne (Ed.). Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta:
Kanisius. 2002.
Martin, John A., ”Isaiah” The Bible Knowledge Commentary. Michigan: Victor Books, 1992.
Robert B. Chisholm, Jr., Teologi Kitab Yesaya. Malang: Gandum Mas, 2005.

Wiersbe, Warren W., Hidup Bersama Firman; Pasal Demi Pasal Seluruh Alkitab Yesaya-
Maleakhi. Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2012.

13

Anda mungkin juga menyukai