NIM : 17.01.1514
I. Pendahuluan
Penderitaan tentu tidak asing lagi bagi kita, dalam kehidupan manusia terkhususnya
orang percaya pasti pernah mengalami yang namanya penderitaan. Namun yang menjadi
persoalannya ialah bagaimana cara “kita” memaknai penderitaan yang dialami. Banyak
orang yang berpikir bahwa penderitaan adalah suatu musibah bahkan kutukan. Berkaitan
dengan itu penulis akan menjelaskan sekilas tentang hubungan hamba Tuhan dan
penderitaan dalam Kitab Yesaya. Sejak zaman Perjanjian Lama penderitaan terhadap
orang benar sudah dipertanyakan “apakah orang benar harus menderita” sama dengan hal
ini apakah hamba Tuhan juga harus menderita? Pertanyaan-pertanyaan tersebut seringkali
muncul. Namun yang menjadi poin pentingnya ialah bagaimana cara kita memaknai
penderitaan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu melalui tulisan
ini, penulis akan menjelsakan secara singkat apa sebenarnya makna penderitaan
terkhususnya bagi hamba Tuhan yang ditinjau dari Kitab Yesaya
II. Pembahasan
II.1. Sekilas Tentang Kitab Yesaya
Yesaya adalah seorang pribadi yang sangat menonjol, terutama dalam hal mengemukakan
secara jelas tentang pribadi, sifat dan pekerjaan mesias. Dalam buku Benson juga
menambahkan bahwa Yesaya adalah seorang “nabi Penginjil” dan kitabnya kadang-kadang
disebut Injil yang kelima. Cara Yesaya yang terus terang dan rinci dalam menjelaskan
penderitaan dan Kerajaan Mesias, telah secara mutlak bahwa Tuhan Yesus itulah yang
dimaksudkan dalam nubuat-nubuat para nabi dalam kitab-kitab lainnya. 1
1
Clarence H. Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat (Malang: Gandum Mas, 1997), 39.
1
Nabi Yesaya adalah nabi yang hidup pada abad ke-8 sM dan melayani pada masa
pemerintahan Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia, raja-raja Yehuda, yang mendapatkan
penglihatan tentang Yehuda dan Yerusalem dalam masa pemerintahan raja-raja tersebut (Yes.
1:1). Nama Yesaya memiliki arti “Yahweh adalah Keselamatan.”. 2Keselamatan yang
dibicarakan dalam Kitab Yesaya meliputi 4 hal, Pertama, tentang keselamatan bangsa
Yehuda dari serangan bangsa-bangsa lain; Kedua, keselamatan Yehuda dari pembuangan ke
Babel; Ketiga, keselamatan bangsa Yahudi di masa mendatang ketika kerajaan mereka
ditegakkan; Keempat, keselamatan pribadi orang berdosa yang percaya kepada Kristus, Sang
Penebus.3
Kitab Yesaya tidak memberikan penjelasan yang lengkap mengenai identitas serta
asal-usul Yesaya. Dalam Pasal 1:1 penulis Kitab hanya disebut sebagai “Yesaya bin Amos”
atau “Yesaya anak Amos”. Yesaya (Ibrani yesya’yahu), yang memiliki arti “Yahweh adalah
Keselamatan”, putra Amos (Ibrani ‘amots / harus dibedakan dari nabi Amos, Ibrani ‘amos),
yang tinggal di Yerusalem (Yes. 7:1-3, 37:2). Menurut tradisi Yahudi, dia berasal dari
keluarga raja. Meskipun tidak ada kepastian dan dukungan yang kuat mengenai keberadaan
keluarganya, namun berdasarkan cerita-cerita dan ucapan-ucapan Ilahi dalam kitabnya,
mungkin dapat dikatakan bahwa Yesaya merupakan keturunan bangsawan.4
Widyapranawa juga berpendapat bahwa Nabi Yesaya kemungkinan besar dari keluarga
terhormat dan mempunyai hubungan dengan keluarga istana. Hal tersebut dapat disaksikan
melalui tindakan-tindakan Yesaya yang dengan berani menegor dan menasehati raja Yehuda.
Keterlibatan Yesaya dalam masalah-masalah social-politik dan ia bertempat tinggal di kota
Yerusalem sehingga ia mudah menghubungi raja, serta pengaruh Yesaya terhadap Raja
Hizkia pada masa krisis perang Syiro-Efraimi menghadapi serangan Asyur yang menjadi
bukti yang tidak langsung dari keberadaan keluarga Yesaya.5 Di antara kitab nabi-nabi, kitab
Yesaya tidak hanya merupakan kitab yang terpanjang, tetapi juga mempunyai tempat dan
beritanya khusus. Betapa pentingnya kitab ini dapat kita lihat dari latar belakang sejarah dan
zaman yang bersifat menentukan dalam sejarah Israel kuno, yaitu abad ke-8 sM, sampai
zaman pembuangan pada abad ke-6 sM. Zaman-zaman tersebut penuh dengan gejolak dan
ketegangan social-politik yang menentukan bagi Israel maupun Yehuda. Di dalamnya kita
membaca berita kenabian, tindakan-tindakan di tengah ketegangan dan krisis dunia kuno, kita
2
J. D. Dougles, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z (Jakarta: YKBK/ OMF, 1997), 576.
3
Warren W. Wiersbe, Hidup Bersama Firman; Pasal Demi Pasal Seluruh Alkitab Yesaya-Maleakhi
(Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2012), 11.
4
J.D. Dougles, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, 577.
5
C. Barth, Teologi Perjanjian Lama Vol. IV (Jakarta: BPK-GM, 1993), 112.
2
juga membaca respons dan reaksi Israel, kuasa iman dan firman Allah, interprestasi tentang
sejarah dan berita-berita yang bersifat mesianis.6
II.2. Perspektif Hamba Tuhan Secara Etimologi
Kata hamba dalam bahasa Ibrani “ebed” yaitu budak, hamba, pelayan. Artinya,
seseorang bekerja untuk keperluan orang lain, untuk melaksanakan kehendak orang lain,
pekerja yang menjadi milik tuannya. Kata 'ebed ֶעבֶדterdapat 807 kali dalam Teks Masorah.7
Dalam Perjanjian Lama hamba Tuhan mengungkapkan Umat Allah yang mengalami
penghinaan dan penderitaan dalam melayani Tuhan.8 Israel adalah hamba Tuhan itulah
tujuan hidup yang sejati dari umat Allah, yang dapat ditelusuri kembali sampai pada
permulaan sejarah Israel, ke Abraham, Yakub, keturunan-keturunannya, mereka semua
adalah umat Allah di dalam dunia sebagai alat-alat dari rencana-rencana Tuhan.9
Dalam hidup keagamaan Israel istilah hamba atau seorang hamba menunjukkan
kerendahan diri seseorang di hadapan Allahnya (bnd. Kel. 4:10; Mzm. 119:17; 143:12).
Pemakaian demikian menyatakan rendahnya kedudukan pembicara, juga menyatakan
tuntutan ilahi yang mutlak terhadap seorang anggota dari umat yang dipilih-Nya, dan
kepercayaan yang bersesuaian dengan itu dalam menyerahkan diri kepada Allah, yang akan
membela hamba-Nya. Dalam bentuk jamak arti kata itu ialah “orang-orang saleh” (Mzm.
135:14). Dalam bentuk tunggal berarti seluruh Israel (Yes 41:8). Konsep Hamba Allah
menurut Zimmerli dalam bukunya ‘The Servant of God’ langsung dihubungkan dengan
Nyanyian tentang Hamba dalam Kitab Yesaya. Menurutnya prikop-prikop Yesaya menjadi
titik tolak yang jelas untuk menelusuri keterangan latar belakang Hamba tersebut.10
Istilah “hamba Tuhan” di dalam Kitab Yesaya, khususnya terdapat di dalam bagian
yang lebih dikenal dengan “Nyanyian Hamba,” yang terdiri dari empat bagian yang terdapat
di dalam pasal 42:1-9, sebagai bagian pertama dari nyanyian hamba; 49:1-13, bagian kedua;
6
Ibid, 1.
7
J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1991), 131-132.
8
Robert Davidson, Alkitab berbicara (Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 2001), 172
9
Robert Davidson, Alkitab berbicara, 104
10
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1 (Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 2005), 292
3
50:4-11, bagian ketiga; dan 52:13-53:12 merupakan bagian keempat dari nyanyian hamba
tersebut.11
Sementara itu, Chisholm dalam tulisannya menyatakan pendapat dari Orlinsky dan
Whybray, demikian: “Orlinsky dan Whybray mengidentifikasikan hamba itu dengan
Deutero-Yesaya, yang diduga mendapat perlakuan tidak adil, penolakan dan bahkan
pemenjaraan karena menyampaikan pesan harapan kepada orang-orang di pembuangan.”15
Kemudian C. Hassell Bullock juga menyebutkan adanya lima teori utama dalam
pencarian identitas Sang Hamba. Bullock menjelaskan sebagai berikut: Lima teori utama
dapat dikenali dalam pencarian identitas atau jati diri Sang Hamba yaitu:
4
5. teori mesianik, yaitu Yesus.16
Sementara itu C. Barth mengatakan bahwa hamba Tuhan itu pastilah seorang nabi, Ia
dipanggil dan diutus oleh TUHAN, diperlengkapi dengan roh-Nya (42:1), dengan lidah
seorang murid (50:4), dan mulutnya sebagai pedang yang tajam (49:2)- semauanya sesuai
dengan para nabi zaman dulu.17
Dalam keempat nyanyian mengenai hamba, banyak dari sebutan ataupun gambaran
individunya cocok dengan berbagai acuan serupa yang dibuat Israel dalam puisi Yesaya.
Hamba Tuhan itu adalah oknum mesianis dalam keturunan Daud pada waktu itu dan akhirnya
Daud baru yang terakhir itu yang akan datang dan yang dikenal sebagai Keturunan, yang
Mahakudus (hasid), Taruk, dan sebagainya.18
Hal serupa dipertegas oleh J.W.L. Hoad dengan langsung merujuk kepada Yesus
Kristus adalah hamba yang menderita, yang dimaksudkan oleh Yesaya dalam pasal 40 dan
pasal-pasal sesudah, merupakan pemahaman yang tidak perlu dipersoalkan kembali.19
Uraian nubuatan ayat (52:13-52-12) tersebut 700 tahun kemudian direalisasikan dan
dipahami sebagai peristiwa penderitaan dan penolakan Yesus Kristus, Sang Mesias oleh
orang Yahudi. Puncak dari penderitaan dan penolakan “Hamba” tersebut adalah penyaliban
Kristus, seperti yang digambarkan oleh beberapa bagian dalam Alkitab Perjanjian Baru. Ayat
16
C. Hassell Bullock, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2002), 208-209.
17
C. Barth, Teologia Perjanjian Lama 1V (Jakarta; BPK-Gunung Mulia, 2004), 106.
18
Walter C. Kaiser, Teologi Perjanjian Lama (Malang, Gandum Mas, 2004), 274-275.
19
J.W.L. Hoad, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1997), 360.
5
4-6 pasal 53 menjelaskan penderitaan Sang Hamba dilakukan untuk menjadi penebus bagi
banyak orang. Nyanyian terakhir melukiskan penderitaan sekaligus pemuliaan seorang nabi
yang tidak menyatakan kehendak Allah melalui kata-kata (bnd 42:2a tidak menyaringkan
suaranya) atau melalui tindakan-tindakan tertentu (Yer. 28; Yeh. 24:15; Yes.20), melainkan
dengan cara mempertaruhkan hidupnya untuk membawa keselamatan yang daripada Tuhan
kepada banyak orang, serta untuk pertama kali di dunia ini ada seseorang yang mengambil
tempat orang-orang dihukum dan yang menderita menggantikan mereka.20
Bullock menjelaskan mengenai misi “Hamba Yang Menderita”, sebagai mesias yang
mengisi posisi yang paling mencolok dalam penebusan. Misi Hamba ini seperti digambarkan
dalam pasal 11, adalah penetapan keadilan. Tambahan pula, bangsa-bangsa yang telah
mengambil jalan ke “pangkal Isai” (11:10) sekarang menunggu dengan penuh harapan akan
hukum Hamba tersebut (42:4) dan menerima terang yang disinarkan oleh Israel yang telah
ditebus (49:6). Tuhan telah membentuk Dia dalam Rahim untuk membawa Israel kembali
kepadaNya dan memberikan keselamatanNya sampai ke ujung – ujung bumi.. baru di
nyanyian ke empat Hamba itu kita tahu bahwa penderitaanNya bukan karena dosa-Nya tetapi
karena dosa Israel (53:5-6;9).21
Yes. 40-55 memuat suatu unsur pemberitaan pembebasan bagi Israel yang tinggal
sisa, terdapat empat gubahan yang ganjil, sejauh mana berkisar pada diri seorang tokoh
bergelar “Hamba TUHAN”
Yesaya 42:1-4, merupakan sebuah firman pernyataan yang dengannya Allah
memperkenalkan hambaNya sebagai petugas luar biasa terhadap segala bangsa. Yesaya 4:5-
9, meneguhkan tugas itu langsung kepada hamba TUHAN (“Aku telah memanggil
engkau...”), serta menjelaskan bahwa ia akan membawa terang berupa pembebasan bangsa-
bangsa dari penjara dan kebutaan dan perhambaan.
Yesaya 49:1-6, gubahan yang kedua, berbentuk pengakuan oleh hamba TUHAN di
depan bangsa-bangsa itu: Allah telah memanggilnya menjadi alat pernyataanNya (ay. 1-3),
menopang dia di dalam perjuangannya selaku nabi (ay. 4, 5 c) dan meneguhkan
pengangkatannya sebagai pemberita keselamatan, baik bagi Israel, maupun bagi segal bangsa
(ay. 5-6).
Yesaya 50:4-9 pun memakai bentuk pengakuan oleh hamba itu. Ia membanggakan
bagaimana Allah membinanya dari hari ke hari (ay. 4-5a) serta mengajarkannya untuk rela
20
Maria Claire Barth Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55 (Jakarta: BPK-GM, 2007), 37-38.
21
C. Hassel Bullock, Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2002, 213-214.
6
bertahan di tengah-tengah penolakan dan sikssa orang (ay. 5b-6), lalu mengaku percaya
bahwa Allah akan membenarkannya (ay. 7-9). Suatu ajakan kepada semua penderita
ketidakadilan, supaya mengambil sikap hamba itu sebagai teladan.
Di dalam gubahan keempat, Yes. 52:1-3-53:12, sekali lagi kita menghadapi sebuah
pengakuan, namun ini kali bukannya si hamba TUHAN, melainkan jemaah orang percaya
itulah yang bersuara (53: 1-11a). Mereka menyaksikan hikayat sengsara (53:1-3), dan
kematian hamba itu (53: 7-9), sambil berturt-turut mengikrarkan makna kesengsaraan dari
hikayat itu bagi mereka (53:4-6 dan 10-11a). Pengakuan ini dicetuskan oleh dua firman di
mana hamba itu dinyatakan menang, dan penderitaannya sebagai korban penebus salah bagi
banyak bangsa (52: 11-13 dan 53:11b-12).22
II.6. Hamba Tuhan dan Penderitaannya Menurut Yesaya
Bagian teks yang secara spesifik dari Yesaya membahas dan menekankan pengertian
“Hamba Tuhan yang Menderita,” terdapat pada bagian yang keempat dari “Nyanyian
Hamba” (Yes. 52:13-53:12), seperti yang diungkapkan oleh Robert B. Chisholm, sebagai
berikut:
Oleh sebab itu, untuk melihat hamba Tuhan dan penderitaannya menurut Yesaya,
penulis akan memaparkannya menurut Nyanyian Hamba yang keempat (Yes. 52:13-53:1-12).
7
(ay. 13-14), tetapi kedatangannya yang kedua kali akan membuat raja-raja di bumi pun
menahan nafas (52:15). Penolakan terhadapnya menyusul, manusia akan menolak
perkataannya (53:1), dirinya (ay. 2), dan misinya (ay. 3). Tetapi penderitaannya yang ia alami
demi orang lain akan menghasilkan pendamaian antara Allah dan manusia (ay. 4-6),
walaupun ia akan tunduk terhadap penderitaan manusia (ay. 7), kematian (ay. 8) dan
penghiburan (ay. 9) sesudah itu ia akan ditinggikan dan diberi penghargaan yang
berkelimpahan (ay. 10-12). Jadi, ke atas Hamba Tuhan-lah ditimpakan kesalahan seluruh
umat manusia.25
8
41:6-10, Ay. 19:14). Mereka yang melaporkan tentang kesakitan hamba itu mengaku bahwa
mereka sendiri tidak menghitungkan dia lagi antara orang-orang yang dapat menyumbangkan
sesuatu kepada sesamanya: “Bagi kitapun ia tidak masuk hitungan”.
II.6.2. Arti Sengsara: pengakuan kita. (Yes. 53:4-6).27
Penderitaan ini sesungguhnya merupakan hukuman dari tangan Allah, tetapi yang
bersalah bukanlah hamba yang menderita itu, melainkan “kita”. Kita ini tidak saja melanggar
hukum-hukum tertentu dan harus dihajar, melainkan kita memberontak melawan Tuhan
sendiri (bnd. 43:27, 46:8, 48:8) dan patut dibasmi. Namun bukan kita yang menderita
melainkan dia.
Ia menderita ganti kita: ia tertikam- ia diremukkan-suatu kata kerja dari lapangan
politik yang berarti menindas, menyiksa serta membunuh- ia penuh bilur-bilur, bekas-bekas
luka pukulan. Namun hajaran untuk keselamatan kita jatuh padanya. Hal ini mungkin karena
Tuhan yang menimpakan kepadanya kesalahan kita sekalian, dan hamba itu tidak
memberontak, tidak berpaling ke belakang, ia memberi punggungnya kepada orang-orang
yang memukulnya... dan tidak menyembunyikan mukanya ketika ia dinodai dan diludahi
(Yes. 50:5-6). Hamba itu menjadi pangganti kita kena hukuman, agar kita diselamatkan dan
dapat hidup dalam kesejahtraan bersama-sama dengan Tuhan.
II.6.3. Nilai Seorang Hamba Tuhan (Yes. 53:10-12)
Di muka umum hamba itu mati terkutuk, di mata TUHAN hamba itu benar,
ketegangan antara kedua kenyataan ini begitu besar. Menurut rencana Allah, hamba itu harus
menderita sebagai penebus banyak orang. Seorang yang rela menderita demi penyelamatan
sesamanya diterima baik oleh Allah. Hamba itu bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan dan
berkenan kepadanya, dan bahwa dalam segala sesuatu itu Tuhanlah yang mengambil inisiatif.
Hamba itu menyerahkan nyawanya, yaitu dirinya sebagai tebusan salah. Hamba itu
menanggung kesalahan banyak orang dan dengan demikian ia meniadakannya, melepaskan
mereka dari keharusan menangung sendiri hukuman atas kesalahan mereka, hamba itu
menebus banyak orang, sehingga mereka bisa hidup dalam persekutuan dengan Tuhan di
dalam “syalom”.28 John J. Collins, berdasarkan “Kidung Hamba Yahwe” itu,
menggambarkan penderitaan seorang ‘hamba’ sebagai orang yang diserahkan kepada
kematian dan dihitung bersama orang-orang jahat, meskipun ia sendiri tidak melakukan
kejahatan. Hidupnya diserahkan laksana kurban bagi orang lain.29
27
Marie-Claire Barth-Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55, 315-316.
28
Marie-Claire Barth-Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55, 319-320.
29
Dianne Bergant dan Robert J. Karris (Ed.), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius, 2002),
543.
9
II.7. Respon Allah Akan Penderitaan Hamba Tuhan
Apa yang didapatkan orang yang setia menderita karena imannya kepada Allah dalam
konteks ini yaitu dari penderitaan Hamba tersebut adalah bahwa “keturunan itu akan
menguasai bangsa-bangsa”, kemah mereka akan diperluas, kemah tali-tali mereka akan
dipanjangkan, dan patok-patok kemah akan dipancangkan lebih dalam (54:2-3). Tuhan
kemudian akan menjadi “Allah seluruh bumi” (54:5; 49: 6). Jadi, seperti pada zaman Nuh,
begitu juga akan terjadi ketika Tuhan kembali untuk mengumpulkan Israel (54:5, 9-10).
Sementara itu, tawaran keselamatan yang cuma-cuma diperluas sampai kepada seluruh
bangsa melalui putra Daud (53:3-5, bnd. 55:1-2, 6-9; 49: 6).30
Hikayat sengsara dan kematian ini ada juga seginya yang cerah. Sesudah menderita,
hamba itu akan melihat terang, akan diberi kehidupan yang baru sebagai “ganti kerugian”
(53:10-12; 52:13). Apa yang tadinya dipandang sebagai kekalahan itu dengan tiba-tiba
ternyata sebagai kemenangan. Seorang pahlawankah, malah seorang juruselamatkah hamba
itu? Sebenarnya ia telah menanggung dosa orang sebagai petugas TUHAN yang satu-satunya
yang berkuasa untuk itu, maka kemenangan hasil perjuangannya pun adalah kemenangan
TUHAN semata-mata: “kehendak TUHAN.... terlaksana olehnya (53:10). Mulai sekarang
Israel mengetahui bahwa dosanya telah diampuni Allah, dan “banyak bangsa” pun akan
tercengang (52:15), demi keselamatnnya sendiri, terhadap karya pembebasan yang begitu
ajaib.31
Sebab itu Allah menyerahkan kepada hambaNya itu pahala, yang membuktikan
kebenarannya dan memperlihatkan bahwa justru di dalam kehinaannya itu kehendak Allah
berhasil. Allah sendiri membagikan warisan/milik pusaka kepada hambaNya. Pengangkatan
30
Walter C. Kaiser, Teologi Perjanjian Lama, (Malang, Gandum Mas, 2004), 274-276.
31
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama 1V, 48-49.
10
hamba itu juga menggantikan penghinaan yang dideritanya, ketika ia membiarkan diri
terhitung di antara para pemberontak. Hamba itu berdiri antara Tuhan dan mereka yang
memberontak melawan Dia: kepadanya ditimpakan akibat permusuhan mereka, mereka itu
diperdamaikannya dengan Tuhan.32
II.8. Refleksi Teologis
Adapaun refleksi yang boleh penulis sampaikan ialah bahwa pada dasarnya setiap
manusia akan mengalami yang namanya penderitaan. Tentu setiap manusia berkeinginan
suapaya memproleh hidup yang baik-baik saja. Namun pada realitanya manusia tidak akan
bisa lepas atau tidak akan bisa tidak merasakan penderitaan selama dia masih hidup di bumi.
Ibarat kata orang bijak mengatakan “bagaimana bisa manusia bisa merasakan kehadiran
Tuhan jika tidak pernah menderita”. Jadi berhubungan dengan ini Apakah penderitaan juga
harus dialami oleh seorang hamba Tuhan? Jawabannya tentu “ya”. Seluruh manusia
sekalipun hamba Tuhan tentu pernah mengalami yang namanya penderitaan. Namun
walaupun hamba Tuhan sekalipun sedang dilanda penderitaan. Bukan berarti Tuhan lupa dan
meninggalkan dia di tengah-tengah penderitaan yang sedang dialami.
Akan tetapi ditengah-tengah penderitaan yang sedang dialami Tuhan juga akan
menunjukkan karyanya yang nyata melalui pemeliharaan Allah terhadap setiap aspek
kehiduapan yang dialami. Sebagaimana dalam paper penulis dijelaskan bahwa di mata Tuhan
seorang hamba benar apa adanya. Bahwa seorang hamba Tuhan yang setia akan ditinggikan
di hadapan Tuhan ibarat kata “sehabis hujan pasti ada pelangi” artinya disitu disetiap
penderitaan yang dialami oleh hamba Tuhan yang setia, Tuhan akan memberikan yang
terbaik atau berkat yang berlimpah.
Jika kita bawah pada konteks sekarang selayaknyalah hamba Tuhan misalnya pendeta
atau pejabat-pejabat gereja harus bersedia melayani Tuhan dengan segenap jiwa, dan harus
mampu menjawab dan menjadi solusi bagi setiap pergumulan yang ada di tengah-tengah
komunitas atau warga gereja tersebut. Dan apapun yang menjadi tantangan yang akan dialami
yang mungkin bisa saja menghambat dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yaitu
untuk menjalankan misi Allah, ada baiknya sebagai hamba Tuhan harus tetap bersabar dan
tekun memohon kepada Tuhan, sebab sebagaimana dikatakan penulis dalam paper bahwa
hamba Tuhan juga pasti mengalami penderiraan namun dibalik itu semua aka nada
pemeliharaan yang dikerjakan Allah bagi setiap hambanya.
32
Marie-Claire & Barth Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55, 320-323.
11
Jika kita melihat dari konteks Ayub bahwa Ayub adalah hamba Tuhan yang menderita
akan tetapi karena ketekunan dan imannya yang totalitas kepada Tuhan. Maka Tuhan
berpihak kepadanya. Oleh sebab itu yang menjadi pernungan ialah marilah kita sebagai orang
percaya merefleksikan penderitaan yang sedang kita alami sebagai bagian dari pemeliharaan
Allah dalam hidup kita bahwa kita harus menyakini “sehabis hujan pasti ada pelangi”
III. Kesimpulan
Hamba Tuhan dalam Yesaya menderita bukan karena dosa atau kesalahannya sendiri
melainkan karena dosa atau kesalahan kita umat Allah (orang banyak). Hamba itu menjadi
pangganti kita kena hukuman, agar kita diselamatkan dan dapat hidup dalam kesejahtraan
bersama-sama dengan Tuhan. Di balik semua penderitaannya, Tuhan Allah menyediakan
berkat yang besar sebagai ganti penderitannya. Hal ini digenapi di dalam Yesus Kristus yang
rela menderita, dihina, direndahkan, bahkan sampai mati di kayu salib untuk menebus dosa-
dosa manusia. Hamba Tuhan yang berdiri antara Allah dan umat-Nya untuk membela umat-
Nya tetapi juga yang menghubungkan umatNya dengan Allah untuk sebuah kebangkitan
IV. Daftar Pustaka
Barth, C., Teologi Perjanjian Lama Vol. IV. Jakarta: BPK-GM, 1993.
Barth, C., Teologia Perjanjian Lama Vol. 1V. Jakarta; BPK-Gunung Mulia, 2004.
Barth-Frommel & Marie-Claire. Kitab Yesaya Pasal 40-55. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2007.
Baxter, J. Sidlow. Menggali Isi Alkitab: Ayub – Maleakhi. Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih/OMF, 2002.
Benson, Clarence H., Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat. Malang: Gandum
Mas, 1997.
Blommendaal, J., Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1991.
Bullock, C. Hassell, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2002.
Dougles, J. D., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z. Jakarta: YKBK/ OMF, 1997.
12
Hoad, J.W.L., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF, 1997.
Kaiser, Walter C., Teologi Perjanjian Lama. Malang, Gandum Mas, 2004.
Karris, Robert J. & Bergant, Dianne (Ed.). Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta:
Kanisius. 2002.
Martin, John A., ”Isaiah” The Bible Knowledge Commentary. Michigan: Victor Books, 1992.
Robert B. Chisholm, Jr., Teologi Kitab Yesaya. Malang: Gandum Mas, 2005.
Wiersbe, Warren W., Hidup Bersama Firman; Pasal Demi Pasal Seluruh Alkitab Yesaya-
Maleakhi. Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2012.
13