Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

CHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD)

DISUSUN OLEH :
HENDRIKUS REYAAN
NPM : 202154021

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH
YOGYAKARTA
2021
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Chronic Kidney Desease (CKD)


1. Pengertian
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dlam
keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi
menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif & Kusuma,
2013).
Menurut Padila (2012) gagal ginjal kronis atau penyakit
renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah).
Sedangkan menurut Black & Hawks (2014) gagal Ginjal
Kronik (GGK) atau Chronic Kidney Desease adalah gangguan
fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana
tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal
memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat
pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis
mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan
dan memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis
peritoneal, hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang lama.

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi Ginjal
Ginjal memiliki bentuk seperti kacang polong yang terletak
pada retroperitoneal (antara dinding tubuh dorsal dan
peritoneum parietal) di daerah lumbal superior. Proyeksi
ginjal terhadap tulang belakang setinggi T12 samapi L3.
Ginjal kanan terdesak oleh hepar dan terletak sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri. Ginjal orang dewasa memiliki massa
sekitar 150 gr (2 ons) dan dimensi ratarata panjangnya 12
cm, lebar 6 cm, dan tebal 3 cm atau seukuran sabun besar.
Permukaan lateral berbentuk cembung. Permukaan medial
berbentuk cekung dan memiliki celah vertikal yang disebut
hilus renal yang mengarah ke ruang internal di dalam
ginjal yang disebut sinus ginjal. Saluran ureter, pembuluh
darah ginjal, limfatik, dan saraf semuanya bergabung
dengan masing-masing ginjal di hilum dan menempati
sinus. Di atas setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal (atau
suprarenal), merupakan kelenjar endokrin yang secara
fungsional tidak terkait dengan ginjal (Marieb & Hoehn.,
2015)

Gambar 1.1 Letak anatomis ginjal

Sumber: Drake et al (2014)

Ginjal memiliki tiga lapis jaringan penyokong yang


mengelilinginya :
1) Fascia renalis, merupakan lapisan terluar berupa
jaringan ikat fibrosa padat yang menyandarkan
ginjal dan kelenjar adrenal ke struktur sekitarnya.
2) Perirenal fat capsule, merupakan massa lemak yang
mengelilingi ginjal dan bantalannya terhadap
pukulan.
3) Fibrous capsule, merupakan kapsul transparan yang
mencegah infeksi di daerah sekitarnya menyebar ke
ginjal (Marieb & Hoehn, 2015)

Gambar 1.2 Penampang ginjal

Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna


coklat terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna
coklat gelap. Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring
disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan
tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa 7
triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap
korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida
ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang
kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal.
Nefron adalah kesatuan unit fungsional dari ginjal, tiap
nefron terdiri dari glomerulus, kapsula Bowman, tubulus
contortus proksimalis, loop henle, tubulus contortus distalis.
Bagian luar ginjal disebut korteks dan bagian dalam disebut
medulla, serta bagian paling dalam disebut pelvis. Dibagian
medulla ada bentukan piramida sebagai saluran pengumpul
(tubulus collectivus) yang membawa filtrat dari nefron korteks
menuju pelvis. Permukaan medial ginjal yang cekung ada
bentukan Hilus. Hilus merupakan tempat keluar-masuknya vasa
renalis, dan tempat keluarnya pelvis renalis. Ginjal Mempunyai
pembungkus dari dalam ke luar yaitu capsula renalis, perirenal
fat dan paling luar adalah fascia renalis. Aliran darah ginjal
berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari
aorta abdominalis, sedangkan yang mengalirkan darah balik
adalah vena renalis yang merupakan cabang vena kava inferior
(Marieb & Hoehn, 2015).
Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang
tidak mempunyai anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri
lain, sehingga apabila terdapat kerusakan salah satu cabang
arteri, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang
dilayaninya.
Persarafan ginjal berasal dari pleksus simpatikus renalis dan
tersebar sepanjang cabang-cabang arteri vena renalis. Serabut
aferen yang berjalan melalui pleksus renalis masuk ke medulla
spinalis melalui Nervus Torakalis X, XI, dan XII

Gambar 2.3 Struktur ginjal

b. Fisiologi Ginjal
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume
dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan
mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital
ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus
dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah
yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut
dan air di eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem
pengumpulan urin .
Menurut Sherwood (2013), ginjal memiliki fungsi yaitu:
1) Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2) Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat
berperan dalam peraturan jangka panjang tekanan darah
arteri.
3) Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada
tubuh.
4) Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
5) Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan

Ginjal menjalankan banyak fungsi homeostatik penting,


antara lain ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia
asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan
osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan
tekanan arteri, pengaturan keseimbangan asam basa, sekresi,
metabolisme, dan ekskresi hormone.
Menurut Sherwood (2013), dalam pembentukan urin
terdapat tiga proses dasar yang terlibat yakni filtrasi glomerulus,
reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus.
1) Filtrasi Glomerulus
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas
protein tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam
kapsul Bowman. Dalam keadaan normal, 20% plasma
yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini, dikenal
sebagai 10 filtrasi glomerulus, adalah langkah pertama
dalam pembentukan urin. Secara rerata, 125 ml filtrat
glomerulus terbentuk secara kolektif dari seluruh
glomerulus setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter
setiap harinya. Dengan memepertimbangkan bahwa
volume rerata plasma pada orang dewasa adalah 2,75 liter,
maka hal ini berarti bahwa ginjal menyaring keseluruhan
volume plasma sekitar 65 kali sehari. Jika semua yang
difiltrasi keluar sebagai urin, semua plasma akan menjadi
urin dalam waktu kurang dari setengah jam. Namun, hal
ini tidak terjadi karena tubulus ginjal dan kapiler
peritubulus berhubungan erat di seluruh panjangnya,
sehigga bahan-bahan dapat diperlukan antara cairan di
dalam tubulus dan darah dalam kapiler peritubulus.
2) Reabsorbsi Tubulus
Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan-bahan
yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma
kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan dari
bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini
disebut reabsorbsi tubulus. Bahan-bahan yang direabsorbsi
tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi dibawa oleh
kapiler peritubular ke sistem vena dan kemudian ke
jantung untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang
disaring per hari, sekitar 178,5 liter direabsorbsi. Sisa 1,5
liter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk
dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan
yang perlu dihemat oleh tubuh secara selektif direabsorbsi,
sementara bahan – bahan yang perlu dihemat oleh tubuh
secara selektf direabsorbsi, seentara bahan – bahan yang
tidak dibutuhkan dan harus dikeluarkan tetap berada di
urin.
3) Sekresi Tubulus
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan
selektif bahanbahan dari kapiler peritubulus ke dalam
lumen tubulus. Proses ini merupakan rute kedua bagi
masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah
sedangkan yang pertama adalah melalui filtrasi
glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang
mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam
kapsul bowman, 80% sisanya mengalir melalui arteriol
eferen ke dalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus
merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan dari
plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah
tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di
kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang
suda ada di tubulus sebagai hasil filtrasi.
4) Ekskresi urin
Ekskresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh
ke dalam urin. Ini bukan merupakan proses terpisah
tetapi merupakan hasil dari tiga proses pertama di atas.
Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan
tetapi tidak direabsorbsi akan tetap di tubulus dan
mengalir ke pelvis ginjal untuk dieksresikan sebagai urin
dan dikeluarkan dari tubuh. Perhatikan bahwa semua yang
difiltrasi dan kemudian direabsorbsi, atau tidak difiltrasi
sama sekali, masuk ke darah vena dari kapiler peritubulus
dan karenanya dipertahankan di dalam tubuh dan tidak
dieksresikan di urin, meskipun mengalir melewati ginjal.

3. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus
filtration rate (GFR). Menurut Andra & Yessie (2013) penyebab
gagal ginjal kronik, diantaranya :
a. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler
dapat menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan
ginajl. Lesi yang paling sering adalah Aterosklerosis pada
arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik
progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular
pada satu atau lebih artieri besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu
kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di
obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya
elastistisitas system, perubahan darah ginjal mengakibatkan
penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
c. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri
terutama E.Coli yang berasal dari kontaminasi tinja pada
traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal
melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden
dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal
sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal
yang disebut pielonefritis.
d. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan
mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan
membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan
disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis
yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia
abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius
merusak membrane glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat
analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi
prostat, dan kontstriksi uretra.
g. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik
sama dengan kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh
terjadinya kista atau kantong berisi cairan didalam ginjal
dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang
bersifat konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya
asidosis.

4. Derajat gagal ginjal kronik (GGK)


Derajat gagal ginjal kronik (GGK) berdasarkan glomerolus rate
filtration (GFR). Gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage)
LFG (Laju Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah
125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault sebagai
berikut:

Nilai GFR
Stadium Deskripsi
(mL/min/1,73m2)
Kerusakan ginjal (misal:
1 protein >90
urea + ) dengan GFR normal
Kerusakan ginjal dengan
2 penurunan 60-89
GFR ringan
3a Penurunan GFR sedang 45-59
3b Penurunan GFR sedang 30-44
4 Penurunan GFR berat 15-29
Penyakit gagal ginjal tahap
5 <15
akhir
Sumber: National Kidney Foundation (2017)

5.Manifestasi Klinis
Menurut LeMone, Burke, dan Bauldoff, 2016), manifestasi klinis
dari gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
a. Kardiovaskular
Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema
periorbital, friction rub pericardial, disritmia serta
pembesaran vena leher.
b. Pulmoner
Krekeis, sputum kental dan liat, napas dangkal serta
penapasan kusmaul.
c. Neurologis
Apatis, letargi, sakit kepala, kerusakan kognisi, insomnia,
restless leg syndrome, gangguan berjalan, parestesia.
d. Dermatologis
e. Warna kulit pasien berubah abu-abu mengkilat atau putih
seperti berlilin, kulit kering dan bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh serta rambut tipis dan kasar, adanya
“bekuan” uremik.
f. Gastrointestina
Nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual dan muntah, nyeri perut, cegukan, fetor
uremik, konstipasi dan diare serta perdarahan dari saluran GI.
g. Sistem Imunitas
Penurunan hitung leukosit, peningkatan kerentananterhadap
infeksi
h. Perubahan neuromuskular
Kelemahan dan keletihan, konfus disorientasi, kejang,
kelemahan tungkai, rasa panas pada telapak kaki serta
perubahan perilaku.
i. Hematologis
Anemia, gangguan pembekuan darah.
j. Reprodukti
Amenore (pada wanita) dan atrofi testikuler/ impotensi (pada
laki- laki).
k. Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang spontan, foot
drop.

6.Pemeriksaan Penunjang
l. Pemeriksaan lab darah
1) Hematologi
a) Hb
b) Ht
c) Eritrosit
d) Lekosit
e) Trombosit
2) RFT (renal fungsi test)
3) Ureum dan kreatinin
4) LFT (liver fungsi test)
5) Elektrolit
6) Klorida, kalium, kalsium
7) Koagulasi studi
8) PTT, PTTK
9) BGA
10) Urine
a) Urine rutin
b) Urin khusus : benda keton, analisa kristal
batu
11) Pemeriksaan kardiovaskuler
a) ECG
b) ECO
12) Radiologi
a) USG abdominal
b) CT scan abdominal
c) BNO/IVP, FPA
d) Renogram
e) RPG (retio pielografi)

7.Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin & Sari (2011), tujuan penatalaksanaan adalah
menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi,
yaitu sebagai berikut :
a. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi
gagal ginjal yang serius, seperti hyperkalemia, pericarditis,
dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi
secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu
metode terpi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja
ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari
tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu
untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu
dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan
menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai
ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar
dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam
mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun
melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat
(suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah
selesai di bersihkan, darah 31 dialirkan kembali
kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali
seminggu di rumah salit dan setiap kalinya
membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk
metode cuci darah dengan bantuan membrane
peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak
perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan
disaring oleh mesin dialisis.
b. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena
hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal
pertama yang harus diingat adalah jangan menimbulkan
hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG.
Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah
dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat,
dan pemberian infus glukosa.
c. Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor
defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang
mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada
keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah
hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya
ada infusiensi coroner.
d. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau
parenteral. Pada permulaan 100 32 mEq natrium bikarbonat
diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat
diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis.
e. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan
vasodilatator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam
mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua
gagal ginjal disertai retensi natrium.
f. Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal
ginjal kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal
yang baru.
8.Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD antara lain :
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat
retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak
adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
system rennin-angiotensin aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang
usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi
toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi
fosfat, kadar kalsium serum yang rendah dan metabolisme
vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. Neuropati perifer
j. Hiperuremia
k. ALO (Acute Lung Oedem)
Natrium mempunyai peranan penting dalam penimbunan
cairan akut. Urine pada orang sehat biasanya mengandung
natrium dengan jumlah milli-ekuivalen yang tepat sama
dengan milli ekuivalen natrium di dalam makanan, sehingga
orang tersebut mempunyai balance natrium yang seimbang.
Pada glomerulonefritis akut (gagal ginjal kronis yang lama),
natrium tidak lagi dapat dieksresikan oleh ginjal yang sakit.
Jika penderita tetap makan garam dalam jumlah yang sama
seperti saat sehat, maka jumlah natrium di dalam tubuh akan
meningkat dan tetap tinggal di ruang ekstraseluler. Hal inilah
yang akan menarik air dengan tenaga osmotiknya, sehingga
di dalam tubuh terjadi dua peningkatan volume cairan yaitu
ekstraseluler dan darah yang bersirkulasi. Cairan berlebih
inilah yang kemudian menuju ke paru-parubdan dapat
menyebabkan ALO juga dapat menyebabkan gagal jantung.

9.Discharge planning
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), bahwa discharge planning yang
dapat dilakukan setelah pasien pulang adalah :
a. Diet tinggi kalori dan rendah protein
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan
garam
c. Kontrol hipertensi
d. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
e. Deteksi dini dan terapi infeksi
f. Dialisis (cuci darah)
g. Obat-obatan antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat
fosfat, suplemen kalsium, lurosemid (membantu berkemih)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang
akan membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola
pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien
serta merumuskan diagnose keperawatan (Muttaqin& Sari, 2011).
Menurut Muttaqin& Sari (2011), pengkajian pada pasien gagal
ginjal kronik, sebagai berikut :
a. Identitas pasien
Terdiri dari nama, no.rekam medis, tanggal lahir, umur,
agama, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, alamat,
tanggal masuk, diagnosa medis dan nama identitas
penanggung jawab meliputi : nama, umur, hubungan dengan
pasien, pekerjaan dan alamat.
Tidak ada spesifikasi khusu untuk kejadian gagal ginjal,
namun laki-laki sering muncul resiko lebih tinggi karena
terkait pekerjaan dan pada pola hidup sehat. Gagal ginjal
kronis merupakan periode lanjutan dari gagal ginjal akut,
sehingga tidak berdiri sendiri (Prabowo & Pranata, 2014).
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, dimulai
dari urine output sedikit sampai tidak bisa BAK, gelisah
sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau
atau (ureum), dan gatal pada kulit (Muttaqin & Sari, 2011).
Keluahan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit
sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urin output
yang menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan
kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi,
anorreksia, mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, nafas
berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena
penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme atau toksin
dalam tubuh karena ginjal mengalami filtrasi (Prabowo &
Pranata, 2014).
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji onset penurunan urin output, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan
kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan
pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan apa (Muttaqin & Sari, 2011).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
Benign Prostatic Hyperplasia, dan prostatektomi. Kaji adanya
riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan (Muttawin &
Sari, 2011).
e. Riwayat Kesehatan
Keluarga Gagal ginjal kronik bukan penyakit menular dan
menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak
pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM dan
hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal
ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji
pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota
keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit
(Prabowo & Pranata, 2014).
f. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki
koping adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis,
biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien
mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani
proses dialisis. Klien akan mengurung diri dan akan lebih
banyak diam diri (murung). Selain itu kondisi itu juga di picu
oleh biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan,
sehingga klien mengalami kecemasan (Prabowo & Pranata,
2014).
g. Pola-Pola Aktivitas Sehari-Hari
1) Pola aktivitas / istirahat
Kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise. Gangguan
tidur (insomnia atau gelisah atau somnolen), ditandai
dengan kelemahan otot, kelihangan tonus serta
penurunan rentang gerak (Haryono, 2013).
a) System kardiovaskuler
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi
perawat akan menemukan adanya friction rub
yang merupakan tanda khas dari efusi
pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal
jantung kongestif, TD meningkat, akral
dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada
atau angina dan sesak nafas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusi perifer
sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi
elektrikal otot ventrikel (Muttaqin & Sari,
2011).
b) System Respirasi
Klien bernafas dengan bau urine (fetor
uremik) sering didapatkan pada fase ini.
Responsuremia didapatkan adanya pernafasan
Kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbondioksida yang menumpuk
di sirkulasi (Muttaqin & Sari, 2011).
c) Sistem Hematologi
Pada sistem hematologi sering didapatkan
anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eritoportin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah, biasanya
dari saluran GI, kecenderungan mengalami
pendarahan sekunder dari trombositopenia
(Muttaqin & Sari, 2011).
2) Pola nutrisi Makan / cairan
Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema),
penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri
ulu hati, mual/muntah, rasa tidak sedap pada mulut
(pernafasan ammonia).
Tanda : distensi abdomen, pembesaran hati,
perubahan turgor kulit edema, ulserasi gusi,
perdarahan gusi / lidah, penurunan otot, penurunan
lemak sub kutan, penampilan tidak bertenaga.
3) Pola eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria
(gagal tahap lanjut, abdomen kembung, diare atau
konstipasi).
Tanda : perubahan warna urin, contoh : kuning pekat,
merah, coklat berawan, oliguria , dapat menjadi
anuria.
4) Pola sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi,
nyeri dada (angina).
Tanda : hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum
dan pitting pada kaki, telapak tangan, disritmia
jantung, nadi lemah halus, hipotensi, ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit
tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning,
kecendrungan perdarahan.
5) Integritas ego
Gejala : faktor stress, contoh : financial, hubungan,
persaan tidak berdaya, tidak ada kekuatan.
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah
tersinggung, perubahan kepribadian.
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot /
kejang sindrom “kaki gelisah”, rasa terbakar pada
telapak kaki.
Tanda : gangguan status mental, contoh : penurunan
lapang perhatian , ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7) Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri
kaku (memburuk saat malam hari)
Tanda : perlu berhati-hati, distraksi, gelisah.
8) Pernafasan
Gejala : nafas pendek, dyspenia, nocturnal
paroksimal, batuk dengan atau tampa sputum kental
dan banyak.
9) Keamanan
Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
normotemia dapat secara actual terjadi peningkatan
pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah
dari normal (depresi respons imun), petekie, area
ekimosis pada kulit.
10) Seksualitas
Gejala : penurunan libido, amenorea, infertilitas.
11) Interaksi Sosial
Gejala : kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak
mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran
biasanya dalam keluarga.
12) Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : riwayat DM keluarga (risiko tinggi untuk
gagal ginjal), penyakit polikistik, nefitis herediter,
kulkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada
toksin, contoh obat, rancun lingkungan. Penggunaan
antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan TTV
a) Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat
sakit berat
b) Tingkat kesadaran klien menurun sesuai
dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
c) TTV : RR meningkat, tekanan darah didapati
adanya hipertensi
2) Kepala
a) Rambut : Biasanya klien berambut tipis dan
kasar, klien sering sakit, kepala, kuku rapuh
dan tipis.
b) Wajah : Biasanya klien berwajah pucat
c) Mata : Biasanya mata klien memerah,
penglihatan kabur, konjungtiva anemis, dan
sclera tidak ikterik.
d) Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakkan
polip dan klien bernafas pe ndek dan kusmau
e) Bibir : Biasanya terdapat peradangan mukosa
mulut, ulserasi gusi, perdara han gusi, dan
napas berbau
f) Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi
g) Lidah : Biasanya tidak terjadi perdarahan.
3) Leher Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar
tyroid atau kelenjar getah benin
4) Dada / Thorak
a) Inspeksi : Biasanya klien dengan napas
pendek, pernapasan kusmaul (cepat / dalam)
b) Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
c) Perkusi : Biasanya Sonor
d) Auskultasi : Biasanya vesicular
5) Jantung
a) Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat
Poltekkes Kemenkes Padang
b) Palpasi : Biasanya ictus Cordis teraba di ruang
inter costal 2 linea dekstra sinistra
c) Perkusi : Biasanya ada nyeri
d) Auskultasi : Biasanya terdapat irama jantung
yang cepat
6) Abdomen
a) Inspeksi : Biasanya terjadi distensi abdomen,
acites atau penumpukan cairan, klien tampak
mual dan muntah
b) Auskultasi : Biasanya bising usus normal,
berkisar antara 5-35 kali/menit
c) Palpasi : Biasanya acites, nyeri tekan pada
bagian pinggang, dan adanya pembesaran
hepar pada stadium akhir.
d) Perkusi : Biasanya terdengar pekak karena
terjadinya acites.
7) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine, anuria
distensi abdomen, diare atau konstipasi, perubahan
warna urine menjadi kuning pekat, merah coklat dan
berwarna.
8) Ekstremitas
Biasanya diadapatkan adanya nyeri panggul, oedema
pada ekstermitas, kram otot, kelemahan pada tungkai,
rasa panas pada telapak kaki, keterbatasan gerak
sendi.
9) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan
bersisik adanya area ekimosis pada kulit.
10) Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti
penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
konsentrasi, kehilangan memori, penurunan tingkat
kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses piker dan disorientasi. Klien sering didapati
kejang, dan adanya neuropati perifer.
2. Diagnosa keperawatan
3. Rencana Tindakan
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medikal
Black, J & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R.
Jakarta: Salemba Emban Patria
LeMone, P,. Burke,K.M., dan Bauldoff,G.(2016). Buku ajarkeperawatan
medikal bedah: Gangguan eliminasi, gangguan kardiovaskuler, Edisi 5,
Vol.3. Jakarta. EGC.
Marieb and Hoehn. (2015). Human Anatomy And Physiology 10th Edition.
Pearson: Global Edition.
Muttaqin, Arif & Sari, K. (2011). Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika
National Kidney Foundation. (2017). Association of Level of GFR with Indices
of Functioning and Well-being. New York: National Kidney
Foundation.http://www.kidney.org/professionals/Kdoqi/guidelines_ckd
/p6_comp_g12. htm.
Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction
PPNI, Tim Pokja (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keprawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
Sherwood L. (2013). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. 6th ed. Jakarta:
EGC
Patways
4.
Faktor yg tidak dapat dimodifikasi: Faktor yg dapat dimodifikasi:
5.
Herediter, Usia>60, Jenis kelamin, DM, hipertensi, merokok, obstruksi
Ras saluran kemih

Penurunan aliran darah renal


Primary kidney disease
Kerusakan ginjal karena penyakit lain
Obstruksi outflow urine

BUN ↑ Penurunan filtrasi glomerulus Serum creatinine ↑

Kerusakan nefron

Hipertrofi nefron yang tersisa

Kerusakan fungsi nefron lebih lanjut

Chronic kidney disease (CKD)

retensi Na Kerusakan sel


yg memproduksi
EPO
edema

Produksi EPO ↓
kelebihan
volume cairan
Ggn. sekresi protein
Produksi eritrosit
sindrom uremia ↓
beban jantung
naik
Perpospatemia pruritus Anemia
Gangguan
Integritas hipertrofi
urokrom perubahan
tertimbun di Kulit ventrikel kiri Suplai O2 ↓
warna kulit
kulit
Toksisitas Enchepalo Penurunan payah jantung
ureum di otak pati kesadaran kiri Metab.anaerob

Ggn. asam - Mual Gangguan


basa Muntah nutrisi edema paru Asam laktat ↑
Asidosis gangguan Cardiac
metabolik pola nafas output ↓
ggn. pertukaran gas fatigue

intoleransi aktivitas

Anda mungkin juga menyukai