Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum


Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terjadi gempa, kondisi ini
memberikan pengaruh besar terhadap setiap proses perencanaan suatu struktur gedung.
Berdasarkan hal tersebut, Indonesia mengadopsi filosofi perencanaan struktur gedung
bertingkat tinggi tahan gempa yang digunakan oleh hampir seluruh negara di dunia, yaitu:
1) Pada gempa kecil bangunan gedung tidak boleh mengalami kerusakan
2) Pada gempa menengah komponen struktural bangunan gedung tidak boleh rusak,
namun komponen non struktural diijinkan mengalami kerusakan
3) Pada gempa kuat komponen struktural bangunan gedung boleh mengalami
kerusakan, namun bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan.

Dibutuhkan suatu solusi untuk memperkecil resiko yang terjadi akibat gempa
pada suatu struktur gedung bertingkat tinggi. Perencanaan terbaru suatu struktur gedung
setidaknya harus mengacu pada peraturan SNI 03-1726-2010, yaitu Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung dan SNI 03-2847-
2002, yaitu Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Sedangkan
untuk bagian yang tidak ada dalam peraturan tersebut, selama belum terbit peraturan baru
dapat menggunakan referensi lain. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
merencanakan suatu struktur, khususnya struktur gedung bertingkat tinggi.
Pada perencanaan struktur gedung bertingkat tinggi ini akan didisain dengan
menggunakan metode Sistem Rangka Pemikul Momen (Moment Resisting Frame Systems)
dengan konfigurasi keruntuhan struktur Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).
Sistem ini diharapkan struktur gedung dapat berperilaku daktail, karena struktur yang
bersifat daktail memiliki kapasitas disipasi energi yang besar dan mempunyai kemampuan
daya dukung yang baik di dalam menahan beban gempa. Sistem Rangka Pemikul Momen
merupakan konfigurasi struktur dengan rangka penahan momen yang terdiri dari kolom
dan balok, sedangkan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) direncanakan
menggunakan konsep strong column-weak beam dimana kolom harus dibuat lebih kuat
dari balok, agar sendi plastis terbentuk terlebih dahulu pada balok ketika struktur gedung
memikul pengaruh gempa rencana. Joint-joint pada pertemuan kolom dan balok harus

5
6

didisain agar tidak terjadi keruntuhan terlebih dahulu. Oleh karena itu kolom didisain 20%
lebih kuat dari balok pada suatu hubungan balok-kolom (HBK). Sistem ini dapat
digunakan untuk perencanaan suatu struktur gedung bertingkat tinggi pada daerah zonasi
gempa yang telah ditentukan. Kestabilan pembebanan Sistem Rangka Pemikul Momen
dibagi dua, yaitu:
1) Kestabilan gravitasi
Beban gravitasi ditahan oleh rangka ruang berupa elemen struktural, seperti kolom
dan balok. Rangka ruang didisain untuk memikul beban gravitasi secara lengkap, yang
berarti bahwa rangka ruang tidak boleh runtuh akibat perubahan bentuk lateral
inelastis oleh beban gempa rencana.
2) Kestabilan lateral
Sistem struktural utama yang menahan beban lateral berupa pelat lantai sebagai
diafragma kaku yang menahan gaya lateral akibat beban lateral, seperti angin atau
gempa dan menyalurkan gaya-gaya ini ke sistem vertikal, yaitu balok dan kolom yang
kemudian meneruskannya ke tanah.

2.2. Dasar Perhitungan dan Pedoman Perencanaan


Pedoman peraturan serta buku acuan yang digunakan dalam perencanaan struktur
gedung bertingkat tinggi ini, antara lain:
1) Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan
Non Gedung (SNI 03-1726-2010)
2) Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002)
3) Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 (PPIUG 1983)
4) Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971.

2.3. Konsep Pemilihan Jenis Struktur


Struktur adalah suatu kesatuan dari rangkaian elemen yang didisain agar mampu
menahan beban sendiri maupun beban luar tanpa mengalami perubahan bentuk yang
melewati batas persyaratan yang direncanakan berdasarkan peraturan pembebanan.
Perencanaan struktur gedung umumnya terdiri dari dua bagian utama, yaitu
perencanaan struktur bawah (Sub structure) dan perencanaan struktur atas (Upper
structure). Pemilihan jenis struktur atas (Upper structure) mempunyai hubungan yang erat
dengan sistem fungsional gedung. Proses disain struktur gedung bertingkat tinggi perlu
dicari kedekatan antara jenis struktur dengan masalah-masalah seperti arsitektural,
7

efisiensi, service ability, kemudahan pelaksanaan, manajemen konstruksi, dan biaya


pelaksanaan konstruksi yang diperlukan.
Pemilihan struktur bawah (Sub structure) berupa jenis pondasi yang digunakan
didasarkan kepada beberapa pertimbangan, yaitu:
1) Keadaan tanah pondasi
Jenis dan kelas situs tanah, kemampuan daya dukung tanah, kedalaman tanah keras,
dan jenis pondasi yang direncanakan.
2) Batasan-batasan akibat konstruksi diatasnya
Keadaan struktur atas mempengaruhi pemilihan jenis pondasi, meliputi kondisi
beban (besar beban, arah beban, dan penyebaran beban) dan sifat dinamisnya.
3) Batasan-batasan di lingkungan sekelilingnya
Pada lokasi proyek dimana pekerjaan pondasi tidak boleh mengganggu atau
membahayakan bangunan dan lingkungan yang telah ada disekitarnya.

Struktur gedung bertingkat tinggi dapat menggunakan berbagai macam sistem


struktur dalam perencanaannya. Setiap jenis sistem akan memberikan perilaku struktur
yang berbeda-beda. Pada perkembangannya, salah satu sistem struktur yang sering
digunakan, yaitu Sistem Rangka Pemikul Momen yang diharapkan mampu memenuhi
syarat keamanan dan kenyamanan, terutama dalam menahan gaya akibat gempa.
Kemampuan untuk menahan gaya tersebut tergantung pada kekakuan dari hubungan balok-
kolom dan kapasitas momen penahan dari masing-masing elemen.

2.3.1. Elemen Struktur


Struktur gedung bertingkat tinggi terdiri dari beberapa elemen struktur yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Struktur primer
Pada perencanaan struktur gedung bertingkat tinggi digunakan kolom dan balok
induk sebagai elemen-elemen primer struktur. Balok merupakan struktur yang
berfungsi memikul beban yang diterima oleh pelat dan meneruskannya ke kolom yang
dibebani secara aksial oleh balok dan mentransfer beban tersebut ke tanah dan
pondasi.
2) Struktur sekunder
Selain struktur primer terdapat pula struktur sekunder sebagai satu kesatuan
keseluruhan dari struktur gedung bertingkat tinggi yang dirancang hanya menerima
8

gaya lentur saja dan tidak dirancang untuk menerima gaya lateral akibat gempa,
sehingga dalam perhitungan analisisnya dihitung secara terpisah dengan struktur
primer. Struktur sekunder diantaranya adalah tangga, balok anak, balok lift, pelat
lantai, atap, dan lain-lain.

2.3.2. Material Struktur


Setiap jenis material memiliki karakteristik tersendiri, sehingga suatu jenis bahan
bangunan tidak dapat digunakan untuk semua jenis bangunan.
Spesifikasi material yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung
bertingkat tinggi ini adalah sebagai berikut:
1. Mutu beton (f’c)
a) Struktur atas = K350 kg/cm2 = 30 MPa
b) Struktur bawah = K350 kg/cm2 = 30 MPa
c) Pile cap = K350 kg/cm2 = 30 MPa
d) Tiang pancang = K500 kg/cm2 = 42,5 MPa.

2. Mutu baja (fy)


a) BJTP-24 fy = 240 MPa (Tulangan Polos)
b) BJTD-40 fy = 400 MPa (Tulangan Ulir).

2.3.3. Pemodelan
1. Pemodelan Beban
a) Beban mati
1) Beban mati sendiri (Dead load)
Beban mati sendiri adalah berat beban struktur utama dan tambahan
dari suatu struktur gedung. Beban mati sendiri otomatis dihitung dalam
analisis program SAP2000 v10 sebagai self weight (berat sendiri).
2) Beban mati tambahan (Super dead load)
Beban mati tambahan adalah berat beban yang timbul akibat beban dari
finishing, mesin-mesin, serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari gedung tersebut. Beban ini harus ditambahkan secara
manual dalam program SAP2000 v10 secara vertikal.
b) Beban hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai
9

yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah dan/atau beban akibat air
hujan pada atap. Beban ini juga harus ditambahkan secara manual dalam
program SAP2000 v10 secara vertikal.
c) Beban gempa
Beban gempa dimodelkan dengan membuat spektrum gempa yang kemudian
dimasukan ke dalam program SAP 2000 v10 untuk dianalisis. Model spektrum
gempa dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Model Spektrum Gempa

2. Pemodelan Struktur (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.7.3)


Pemodelan struktur adalah pembuatan data numerik yang mewakili struktur secara
nyata yang digunakan sebagai input data komputer. Struktur harus dibuat untuk tujuan
penentuan gaya elemen struktur dan perpindahan struktur yang dihasilkan dari beban
yang diterapkan dan semua perpindahan yang dikenakan atau pengaruh P-delta. Model
harus menyertakan kekakuan dan kekuatan elemen yang signifikan terhadap distribusi
gaya dan deformasi dalam struktur dan merepresentasikan distribusi massa dan
kekakuan secara spasial pada seluruh struktur.
Berdasarkan SNI 03-1726-2010 Tabel 10, pemodelan struktur harus dianalisis
menggunakan penggambaran 3D. Model 3D seperti pada Gambar 2.2., digunakan
dengan minimum tiga derajat kebebasan dinamis yang terdiri dari translasi dalam dua
arah denah ortogonal dan rotasi torsi terhadap sumbu vertikal yang harus disertakan
pada masing-masing tingkat struktur. Diafragma yang belum diklasifikasikan sebagai
kaku atau fleksibel sesuai dengan SNI 03-1726-2010 Pasal 7.3.1, model tersebut harus
menyertakan representasi karakteristik kekakuan diafragma dan derajat kebebasan
10

dinamis tambahan tersebut diperlukan untuk memperhitungkan partisipasi diafragma


dalam respons dinamis struktur.
Perencanaan struktur gedung bertingkat tinggi ini digunakan struktur rangka kaku,
yaitu dengan struktur beton bertulang. Gedung ini dimodelkan secara 3 dimensi,
dimana element shell dimasukkan dalam pemodelan dengan menggunakan tumpuan
jenis jepit dan memakai analisis struktur dengan program SAP2000 v10.

Gambar 2.2. Pemodelan Struktur 3D

2.4. Pembebanan dan Kombinasi Pembebanan


2.4.1. Jenis Pembebanan
Melakukan analisis disain suatu struktur gedung perlu adanya gambaran yang
jelas mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur tersebut, yang menjadi
dasar adalah pemisahan antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis.
Mengacu pada Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 (PPIUG
1983), dimana jenis pembebanan yang dipakai dalam perencanaan struktur gedung
bertingkat tinggi adalah sebagai berikut:
1. Beban statis
Beban statis adalah beban yang bersifat tetap, baik besarnya atau intensitasnya, titik
tempat bekerjanya, dan arah garis kerjanya. Jenis-jenis beban statis menurut pedoman
Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 (PPIUG 1983) adalah sebagai
berikut:
11

a) Beban mati (Dead load)


Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin
serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung
itu. Beban mati ini biasanya diberi notasi D. (PPIUG 1983 Bab – 2 Tabel 2.1)
b) Beban hidup (Live load)
Beban hidup adalah beban tidak tetap yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai
yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, kecuali beban angin,
beban gempa, dan pengaruh khusus yang diakibatkan selisih suhu, pemasangan
atau erection, penurunan pondasi, susut, dan pengaruh khusus lainnya. Beban
hidup ini biasanya diberi notasi L. (PPIUG 1983 Bab – 3 Tabel 3.1)

2. Beban dinamik
Beban dinamik adalah beban yang berubah-ubah dengan variasi perubahan
intensitas beban menurut fungsi waktu yang cepat. Beban dinamis ini terdiri dari
beban:
a) Beban gempa (Eartquake load)
Semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung
yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut. Gempa
bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutan pada kerak bumi.
Beban kejut ini dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi salah satu faktor
utamanya adalah benturan atau gesekan kerak bumi yang mempengaruhi
permukaan bumi. Lokasi gesekan ini disebut fault zone. Kejutan tersebut akan
menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini menyebabkan permukaan
bumi dan bangunan di atasnya bergetar. Pada saat struktur gedung bergetar
timbul gaya-gaya karena adanya kecenderungan dari massa bangunan untuk
mempertahankan dirinya dari gerakan. Gaya yang timbul disebut gaya inersia.
Besar beban gempa tergantung pada banyak faktor, yaitu:
1) Lokasi bangunan
2) Kategori risiko bangunan gedung
3) Faktor keutamaan gempa
4) Kelas situs tanah
5) Parameter percepatan spektral disain
12

6) Spektrum respons disain


7) Berat seismik bangunan
8) Partisipasi massa bangunan
9) Kekakuan struktur
10) Perioda getar.

Beban gempa ini biasanya diberi notasi E. (PPIUG 1983 Bab – 5).

2.4.2. Faktor Beban dan Kombinasi Pembebanan


Ketidaktelitian yang bersangkutan dengan masalah pembebanan dapat diakibatkan
oleh kekeliruan atau kesalahan dalam penentuan atau perhitungan besar beban mati, beban
hidup, dan beban lain yang bekerja pada struktur. Ketidakpastian beban hidup lebih besar
dibandingkan ketidakpastian beban mati yang bekerja pada struktur. Mempertimbangkan
hal tersebut, maka besarnya faktor beban untuk beban hidup dan beban mati akan berbeda.
Suatu struktur bangunan gedung selama umur rencana yang direncanakan (umur rencana
bangunan gedung di Indonesia rata-rata 50 tahun) harus diperhitungkan terhadap beberapa
kemungkinan kombinasi pembebanan (load combination) yang terjadi.
Peraturan SNI 03-1726-2010 untuk Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, disebutkan perencanaan struktur
bangunan gedung dan struktur lainnya dirancang menggunakan kombinasi pembebanan
yang harus diperhitungkan berdasarkan Pasal 4.2.2 adalah kombinasi beban untuk metoda
ultimit, yaitu: struktur, komponen-elemen struktur, dan elemen-elemen pondasi harus
dirancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban-beban
terfaktor.

2.5. Analisis Struktur terhadap Gempa


Analisis struktur gedung bertingkat tinggi tahan gempa, ditentukan berdasarkan
konfigurasi struktur dan fungsi bangunan yang dikaitkan dengan tanah dasar dan peta
zonasi gempa sesuai dengan SNI 03-1726-2010 untuk Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. Karena struktur gedung yang
direncanakan merupakan bangunan dengan faktor keutamaan yang tinggi dan direncanakan
masih dapat berdiri jika terjadi gempa, maka digunakan konfigurasi kerutuhan struktur
Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK), yaitu konfigurasi struktur dengan
tingkat daktalitas yang tinggi. Berikut adalah ketentuan-ketentuan umum yang digunakan
untuk melakukan analisis terhadap beban gempa:
13

1) 1,4D L
2) 1,2D L + 1,6L L
3) 1,32D D + 0,5D L ± 1,3E X ± 0,39E Y
4) 1,32D D + 0,5D L ± 0,39E X ± 1,3E Y
5) 0,78D D ± 1,3E X ± 0,39E Y
6) 0,78D D ± 0,39E X ± 1,3E Y .

2.5.1. Gempa rencana, Faktor keutamaan, dan Kategori Risiko Struktur Bangunan
(SNI 03-1726-2010 Pasal 4.1)

2.5.1.1. Gempa Rencana (SNI 03-1726-2010 Pasal 4.1.1)


Pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi
struktur bangunan gedung dan non gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara
umum. Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati
besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2% atau periode ulang
terjadinya gempa adalah 2.475 tahun yang merupakan gempa maksimum yang
dipertimbangkan risiko tertarget (MCE R -Maximum Considered Earthquake Targeted Risk)
dengan memperhitungkan:
1) Gempa hazard (bahaya kerusakan-MCE)
2) MCE R probabilistik
3) MCE R deterministik (adanya patahan atau fault)
4) Koefisien Risiko (C r ) atau Collapse Fragility (Vulnerability), yaitu: probabilitas
keruntuhan struktur dengan risiko gempa = 1% umur bangunan 50 tahun.

2.5.1.2. Faktor Keutamaan dan Kategori Risiko Struktur Bangunan (SNI 03-1726-
2010 Pasal 4.1.2)
Gempa rencana akan menyebabkan struktur bangunan gedung mencapai kondisi
di ambang keruntuhan tetapi masih dapat berdiri, sehingga dapat mencegah jatuhnya
korban jiwa. Berbagai kategori risiko bangunan gedung dan struktur lainnya untuk beban
gempa menurut SNI 03-1726-2010 Pasal 4.1.2 Tabel 1, tergantung pada tinggi rendahnya
risiko terhadap jiwa manusia pada saat terjadinya kegagalan, pengaruh gempa rencana
terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan gempa menurut SNI 03-1726-
2010 Pasal 4.1.2 Tabel 2.
14

2.5.2. Prosedur Klasifikasi Situs untuk Disain Seismik (SNI 03-1726-2010 Pasal 5)
Penentuan kriteria disain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau
amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk
suatu situs perlu diadakannya klasifikasi. Situs ini harus diklasifikasikan sesuai dengan
SNI 03-1726-2010 Pasal 5.3 Tabel 3, berdasarkan profil tanah lapisan 30 meter paling atas.

2.5.3. Wilayah Gempa dan Spektrum Respons (SNI 03-1726-2010 Pasal 6)


Penentuan respons spektral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan
risiko-tertarget (MCE R ) di permukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplikasi seismik
pada periode 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplikasi getaran terkait percepatan
pada getaran periode pendek (Fa ) dan faktor amplikasi terkait percepatan yang mewakili
getaran perioda 1 detik (Fv ). Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek
(S MS ) dan perioda 1 detik (S M1 ) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs harus
ditentukan dengan rumusan sebagai berikut:
S MS = Fa × SS

S M1 = Fv × S1

Keterangan:
S S = Parameter respons spektral percepatan gempa MCE R terpetakan untuk perioda
pendek
S 1 = Parameter respons spektral percepatan gempa MCE R terpetakan untuk perioda 1
detik.

2.5.3.1. Koefisien-koefisien Situs (SNI 03-1726-2010 Pasal 6.2)


Penentuan respons spektral percepatan gempa MCE R di permukaan tanah,
diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik.
Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran
perioda pendek (Fa ) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran
perioda 1 detik (Fv ). Koefisien situs Fa dan Fv ditentukan berdasarkan SNI 03-1726-2010
Pasal 6.2 Tabel 4 dan Tabel 5.

2.5.3.2. Parameter Percepatan Spektral Disain (SNI 03-1726-2010 Pasal 6.3)


Parameter percepatan spektral disain untuk perioda pendek, S DS dan pada perioda
1 detik, S D1 dapat ditentukan setelah nilai Fa dan F v didapatkan. Menentukan nilai S DS dan
S D1 dengan perumusan sebagai berikut:
15

2
S DS = S MS
3
2
S D1 = S M1
3

2.5.3.3. Spektrum Renspons Disain (SNI 03-1726-2010 Pasal 6.4)


Spektrum respons disain harus dikembangkan dengan mengacu berdasarkan SNI
03-1726-2010 pasal 6.4, Gambar 2.3., dan mengikuti ketentuan dibawah ini:
1) Perioda yang lebih kecil dari T 0 , spektrum respon percepatan disain, S a , harus
diambil dari persamaan:
 T
S a = S DS ×  0,4 + 0,6 
 T0 
2) Perioda lebih besar dari atau sama dengan T 0 dan lebih kecil dari atau sama
dengan T S , spektrum respons percepatan disain, S a , diambil dari persamaan:
S a = S DS

3) Perioda lebih besar dari T S , spektrum respons percepatan disain, S a , diambil


berdasarkan persamaan:
S D1
Sa =
T
Keterangan:
S DS = parameter respons spektral percepatan disain pada perioda pendek
S D1 = parameter respons spektral percepatan disain pada perioda 1 detik
T = perioda getar fundamental struktur.

Gambar 2.3. Spektrum Respons Percepatan Disain


16

Keterangan:
S
T0 = 0,2 D1
S DS
S D1
TS =
S DS

2.5.3.4. Pemodelan Pondasi (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.7.1)


Pemodelan pondasi untuk tujuan penentuan beban gempa diijinkan dengan
menganggap struktur terjepit di dasarnya. Sebagai alternatif jika fleksibilitas pondasi
diperhitungkan, maka pemodelan pondasi harus sesuai dengan Pasal 7.13.3 atau Bab 13.

2.5.3.5. Berat Seismik Efektif (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.7.2)


Berat seismik efektif struktur (W) harus menyertakan seluruh beban mati dan
beban lainnya yang terdaftar di bawah ini:
1) Daerah yang digunakan untuk penyimpanan minimum sebesar 25 persen beban
hidup lantai (beban hidup lantai di garasi publik dan struktur parkiran terbuka, serta
beban penyimpanan yang tidak melebihi 5 persen dari berat seismik efektif pada suatu
lantai, tidak perlu disertakan)
2) Ketentuan untuk partisi disyaratkan dalam desain beban lantai diambil sebagai yang
terbesar di antara berat partisi aktual atau berat daerah lantai minimum sebesar 0,48
kN/m2
3) Berat operasional total dari peralatan yang permanen
4) Berat lansekap dan beban lainnya pada taman atap dan luasan sejenis lainnya.

2.5.3.6. Perioda Fundamental (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.8.2)


Perioda fundamental struktur (T) dalam arah yang ditinjau harus diperoleh
menggunakan properti struktur dan karateristik deformasi elemen penahan dalam analisis
yang teruji. Perioda fundamental struktur tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk
batasan atas pada perioda yang dihitung (C u ) dari Tabel 14 dan perioda fundamental
pendekatan (T a ) yang ditentukan dari Persamaan 32. Sebagai alternatif pada pelaksanaan
analisis untuk menentukan perioda fundamental struktur diijinkan secara langsung
menggunakan perioda bangunan pendekatan yang dihitung sesuai dengan Pasal 7.8.2.1.
17

2.5.3.7. Perioda Fundamental Pendekatan (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.8.2.1)


Perioda fundamental pendekatan (T a ) ditentukan dari persamaan berikut :
1) Struktur dengan ketinggian lebih dari 12 tingkat Perioda fundamental pendekatan
(T a ) dalam detik, harus ditentukan dari persamaan berikut:
Ta = C t h nx

Tmaks = C u Ta
Keterangan :
h n = ketinggian struktur, dalam m, di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur,
dan koefisien C t dan x ditentukan dari Tabel 15
Cu = koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung, koefisien C u
ditentukan dari Tabel 14.
2) Sebagai alternatif, diijinkan untuk menentukan perioda fundamental pendekatan
(T a ) dalam detik, dari persamaan berikut untuk struktur dengan ketinggian tidak
melebihi 12 tingkat di mana sistem penahan gaya gempa terdiri dari rangka penahan
momen beton atau baja secara keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m, yaitu:
Ta = 0,1N
Keterangan:
N = jumlah tingkat.

2.5.3.8. Geser Dasar Seismik (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.8.1)


Geser dasar seismik (V) dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai
dengan persamaan berikut:
V = Cs W
Keterangan:
C s = koefisien respons seismik yang ditentukan sesuai dengan Pasal 7.8.1.1
W = berat seismik efektif menurut Pasal 7.7.2.

2.5.4. Prosedur Analisis Berdasarkan Superagam Posisi atau MSA (SNI 03-1726-
2010 Pasal 7.9)
2.5.4.1. Jumlah Ragam (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.9.1)
Analisis harus dilakukan untuk menentukan ragam getar alami untuk struktur.
Analisis harus menyertakan jumlah ragam yang cukup untuk mendapatkan partisipasi
massa ragam terkombinasi sebesar paling sedikit 90 persen dari massa aktual dalam
masing-masing arah horisontal ortogonal dari respons yang ditinjau oleh model.
18

2.5.4.2. Parameter Respons Ragam (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.9.2)


Nilai untuk masing-masing parameter disain terkait gaya yang ditinjau, termasuk
simpangan antar lantai tingkat, gaya dukung, dan gaya elemen struktur individu untuk
masing-masing ragam respons harus dihitung menggunakan properti masing-masing ragam
dan spektrum respons didefinisikan dalam Bab 6 atau Bab 11 dibagi dengan kuantitas
(R/I). Nilai untuk perpindahan dan kuantitas simpangan antar lantai harus dikalikan dengan
kuantitas (Cd/I).

2.5.4.3. Parameter Respons Terkombinsasi (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.9.3)


Nilai untuk masing-masing parameter yang ditinjau dan dihitung untuk berbagai
ragam, harus dikombinasikan menggunakan metoda akar kuadrat jumlah kuadrat (SRSS)
atau metoda kombinasi kuadrat lengkap (CQC). Metoda CQC harus digunakan untuk
masing-masing nilai ragam di mana ragam berjarak dekat mempunyai korelasi silang yang
signifikan di antara respons translasi dan torsi.

2.5.4.4. Skala Gaya (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.9.4.1)


Bila perioda fundamental yang dihitung melebihi (Cu)(Ta), maka (Cu)(Ta) harus
digunakan sebagai pengganti dari T dalam arah itu. Kombinasi respons untuk geser dasar
ragam (Vt) lebih kecil 85 persen dari geser dasar yang dihitung (V) menggunakan prosedur
gaya lateral ekivalen, maka gaya harus dikalikan dengan 0,85V/Vt.

2.5.4.5. Skala Simpangan Antar Lantai (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.9.4.2)


Jika respons terkombinasi untuk geser dasar ragam (Vt) kurang dari 85 persen dari
CsW, dimana Cs diperoleh dari Persamaan 32, simpangan antar lantai harus dikalikan
dengan 0,85(CsW/Vt).

2.5.5. Persyaratan Simpangan Antar Lantai (SNI 03-1726-2010 Pasal 7.12.1)


Simpangan antar lantai tingkat disain (∆) , seperti ditentukan dalam Pasal 7.8.6,
∆(
7.9.2, atau 7.12.1, tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin a ), seperti
didapatkan dari Tabel 16 untuk semua tingkat.

2.6. Perencanaan Struktur Atas


2.6.1. Struktur Primer
2.6.1.1. Perencanaan Balok
1. Menentukan momen disain dengan cara mengambil nilai momen terbesar dari
masing-masing lokasi
19

2. Cek syarat komponen struktur yang harus dipenuhi balok yang didisain, yaitu:
a) Gaya aksial tekan terfaktor yang bekerja pada balok tidak melebihi 0,1A g f' c

b) Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali tinggi
efektif elemen struktur
c) Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam arah
tegak lurusnya tidak kurang dari 0,3.

f' c
3. Luas tulangan tarik tidak boleh kurang dari: As min = b w d dan tidak boleh lebih
4f y

1,4
kecil dari: As min = b w d.
fy

4. Rasio tulangan harus memenuhi ρ min < ρ < ρ maks , dimana:

0,85 × β × f' c  600 


a) ρ balance =  600 + f 
fy  y

b) ρ maks = 0,75.ρ balance

1,4
c) ρ min = .
fy

5. Perhitungan tulangan longitudinal

b ecu = 0,003 0,85 f 'c


d'

As' es' a
c
d
h d - a/2
d - d'

As
d'
ey Ts
Gambar 2.4. Penampang Batang dan Diagaram Regangan-Tegangan

Asumsi tulangan tekan diambil sebesar A s ’ = 0,5As .


Tulangan tekan belum leleh:
ε s' ε
= cu
c−d '
c
c − d'
ε s' = × ε cu
c
'
C s = A s × ε s' × Es
20

Gaya tekan pada beton:


a = 0,85c

C c = 0,85 × f' c × a × b

Tulangan tarik sudah leleh:


Ts = A s + f y

Ts = ρ × b × d × f y

Kesetimbangan gaya dalam:


Tekan = Tarik
C c + C s = Ts Persamaan 4.5.

Kesetimbangan momen terhadap T:

 a
 + C s (d − d')
Mn
= Cc d −
φ  2
 a
 + A s ' f s (d − d')
Mn
= 0,85f' c × a × b d −
φ  2
c −d
 × ε cu × E c × (d − d') Persamaan 4.6.
Mn a
= 0,85f ' c × βc × b × (d − ) + 0,5ρ × b × d × 
φ 2  c 

Substitusi persamaan (4.5) ke dalam persamaan (4.6), diperoleh:

a   
 
Mn   8670c 2  c−d
 × ε × E × (d − d' )
≤ 0,85f' c × βc × b × (d − ) +  0,5 ×   × b × d ×  
φ  2 
   86240000c − 6468000(c − 61) 
 

 c  cu c

Persamaan 4.7.

Nilai c diperoleh dengan cara trial end error menggunakan program Excel 2007,
sehingga memenuhi persamaan 4.7.
Syarat: ϕM n ≥ M u -
Luas tulangan tarik (A s ): As = ρ x b x d
Luas tulangan tekan (As ’): As ’= 0,5As

6. Kontrol kekuatan
a) Tulangan tarik
b) Tulangan tekan
Asumsi:
Tulangan tekan belum leleh:
21

ε s' ε
= cu
c−d '
c
c − d'
ε s' = × ε cu
c
'
C s = A s × ε s' × Es

Gaya tekan pada beton:


a = 0,85c

C c = 0,85f' c × a × b

Tulangan tarik sudah leleh:


Ts = A st × f y

Kesetimbangan gaya dalam: Tekan = Tarik


C c + Ts ' = Ts
Dari rumus abc didapat nilai c
Cek asumsi:
ε s' < ε s

ε s' ≥ ε s

Maka nilai C c dan C s diketahui


Kapasitas momen terhadap T:
 a
M n = C c  d −  + C s (d − d')
 2

Hasil perhitungan didapat:


ØM n ≥ M u

7. Pada tumpuan berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 23.3(2(2), untuk Sistem


Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) adalah kuat lentur positif komponen
struktur lentur pada muka kolom tidak boleh lebih kecil dari setengah kuat lentur
negatifnya pada muka tersebut.
a) Periksa kuat lentur adalah M n + ≥ 0,5 x M n -
b) Periksa batasan rasio tulangan
As
ρ= → ρ min < ρ < ρ maks
b×d
As '
ρ' = → ρ min < ρ < ρ maks .
b×d
22

8. Pada lapangan berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 23.3(2(2), untuk Sistem


Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) adalah Kapasitas momen positif dan
negatif minimum pada sembarang penampang disepanjang bentang balok tidak boleh
kurang dari 1/4 kali kapasitas momen maksimum yang disediakan pada kedua muka
kolom-balok tersebut. Periksa kuat lentur adalah M n + ≥ 1/4 x M n -.

9. Perhitungan tulangan geser (SNI 03-2847-02 Pasal 23.3.2.2)


a) Kapasitas momen positif dan negatif minimum pada sembarang penampang
disepanjang bentang balok tidak boleh kurang dari 1/4 kali kapasitas momen
maksimum yang disediakan pada kedua muka kolom-balok tersebut
1) Momen positif-negatif terbesar pada bentang
2) 1/4 momen negatif terbesar
3) Kapasitas momen terkecil (tengah bentang).
b) Kapasitas momen probabilitas dimana geser seismik pada balok dihitung
dengan mengamsusikan sendi plastis terbentuk di ujung-ujung balok dengan
tegangan tulangan lentur mencapai hingga 1,25 x fy dan Ø = 1.

10. Mencari kapasitas momen probabilitas


Asumsi dalam perencanaan berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 12.2 mengenai
Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung adalah:
a) Regangan pada tulangan dan beton harus diasumsikan berbanding lurus
dengan jarak dari sumbu netral
b) Regangan maksimum yang dapat dimanfaatkan pada serat tekan beton terluar
harus diambil sama dengan 0,003
c) Regangan yang nilainya lebih kecil daripada regangan leleh, f y harus diambil
sebesar E s dikalikan regangan baja. Sedangkan, regangan yang nilainya lebih
besar sama dengan regangan leleh, tegangannya diambil sama dengan f y.

11. Konsep dasar perencanaan beton bertulang suatu penampang persegi dengan
tulangan ganda pada kondisi plastis, diagram distribusi regangan, dan tegangan yang
terjadi ditampilkan pada Gambar 2.5. berikut:
23

b ecu = 0,003 0,85 f 'c


d'

As' es' a
c
d
h d - a/2
d - d'

As
d'
ey Ts
Gambar 2.5. Tegangan, Regangan, dan Gaya
yang Terjadi pada Balok

Dari gambar didapat asumsi:


Tulangan tekan belum leleh:
Ts ' = A s × ε s' × Es

C c = 0,85f' c × a × b
Tulangan tarik sudah leleh (kondisi plastis):
Ts = 1,25A s × f y

Sehingga tegangan yang terjadi:


C c + Ts ' = Ts
Keterangan:
ε s' ε
= cu
c−d '
c
c − d'
ε =
'
s × ε cu
c
a = β×c
As = ρ × b × d
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 12.2.7(3) untuk:
a) f’c ≤ 30 MPa, β = 0,85
b) f’c > 30 MPa, β = 0,85 – 0,008 x (f’c – 30).
Dari rumus abc didapat nilai c
Kapasitas momen terhadap T:
 a
M n = C c  d −  + Ts ' (d − d')
 2
M pr = φM n
24

Nilai geser: Vu = 1,2VD + 1,6VL


1) Rangka bergoyang ke kanan
M pr1 + M pr2
Vsway_kanan =
ln
2) Rangka bergoyang ke kiri
M pr2 + M pr1
Vsway_kiri =
ln
12. Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 23.3.4.2, nilai V c harus diambil = 0, jika:
a) Gaya geser V sway akibat sendi plastis di ujung-ujung balok melebihi 1/2 atau
lebih kuat geser perlu maksimum V u
b) Gaya tekan aksial terfaktor, termasuk akibat pembebanan seismik kurang dari
A g × f' c
20
Vu
Vs = − Vc
φ
2
Vs maks =f' c × b w × d
3
Jarak tulangan geser:
A v × fy × d
s= .
Vs
Keterangan:
A v = luas tulangan geser yang berpenampang ganda (mm2)
s = jarak sengkang (mm).
Syarat spasi maksimum tulangan geser (SNI 03-2847-2002 Pasal 23.3.3.2)
1) s < d/4
2) s < 8 x diameter tulangan longitudinal terkecil
3) s < 24 x diameter tulangan geser
4) s < 300 mm.
13. Perhitungan tulangan torsi non-prategang dapat diabaikan bila memenuhi syarat:

φ f' c  A 2 cp 
Tc =
12  Pcp 
Suatu penampang mampu menerima momen torsi apabila memenuhi syarat:

 V 2 f' c 
2 2
 Vu   Tu Ph 
  +  2 
 ≤ φ c + 
 3 
 b w d   1,7A oh   bwd
25

14. Menentukan tulangan torsi transversal


Tu
Tn =
φ
2A o A T f yv
Tn = cotθ
s
At b
= w
s min 6f yv
15. Tulangan torsi longitudinal yang harus dipasang untuk menahan puntir dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

A t  f yv  2
Al = ph cot θ
s f 
 yt

5 f' cA cp A t  f yv 
A l min = − ph
12f y s f 
 yt 
A lmin
n=
Al
Keterangan:
A cp = luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm2)
A o = luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser (mm2)
A oh = luas yang dibatasi garis pusat tulangan sengkang torsi terluar (mm2)
At = luas kaki sengkang tertutup yang menahan puntir sejarak s (mm2)
Al = luas tulangan longitudinal yang memikul puntir (mm2)
f yh = kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan geser (MPa)
f yt = kuat leleh tulangan torsi lungitudinal (MPa)
f yv = kuat leleh tulangan sengkang torsi (MPa)
p cp = keliling luar penampang beton (mm)
p h = keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar (mm)
s = spasi tulangan geser arah paralel tulangan longitudinal (mm).

2.6.1.2. Perancanaan Kolom


Perhitungan kolom yang direncanakan pada struktur gedung bertingkat tinggi
menggunakan analisis komponen struktur yang menerima kombinasi lentur dan beban
aksial pada bangunan dengan kategori gedung Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
(SRPMK) berdasarkan ketentuan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung SNI 03-2847-2002. Perhitungan penampang beton yang mengalami beban lentur
26

dan aksial dapat dibandingkan dengan diagram interaksi antara beban aksial dan momen
(diagram interaksi P-M). Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur
Beton untuk Bangunan Gedung Pasal 23.4 langkah-lagkah perhitungan penulangan kolom
adalah sebagai berikut:
1. Menentukan gaya aksial terfaktor maksimum yang merupakan hasil dari analisis
struktur menggunakan program SAP2000 v10
2. Cek struktur rangka portal berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 12.11.4.2, dimana
kolom suatu struktur dibedakan antara kolom tidak bergoyang dan bergoyang.
Dianggap tak bergoyang apabila nilai Q tidak melebihi 5% dari momen-momen ujung
orde-satu

Q=
∑P Δ u 0
≤ 0,05
Vu  c
Keterangan:
Q = perbesaran momen-momen ujung akibat pengaruh orde-dua
ΣP u = beban vertikal total pada tingkat yang ditinjau
Δ o = simpangan relatif antar tingkat orde-pertama pada tingkat yang ditinjau
akibat V u
V u = gaya geser lantai total pada tingkat yang ditinjau
lc = panjang komponen struktur tekan pada sistem rangka yang diukur dari
sumbu ke sumbu joint.
3. Cek kelangsingan kolom dimana komponen tekan yang tidak ditahan terhadap
goyangan samping, pengaruh batas kelangsingan boleh diabaikan apabila berdasarkan
SNI 03-2847-2002 Pasal 12.13.2
k. u
≤ 22
r
Keterangan:
ℓ u = panjang bersih kolom
I
r = jari-jari girasi =
A
k = rasio kelangsingan.

Nilai k berdasar ACI adalah:

a) Batang tekan berpengaku diambil nilai terkecil dari:


a. k = 0,7 + 0,05(ψ A + ψ B ) ≤ 1
b. k = 0,7 + 0,05ψ min ≤ 1
27

b) Batang tekan tanpa pengaku yang terjepit dikedua ujungnya:


a. ψ m < 2
20 - ψ m
k= 1 + ψm
2
b. ψ m ≥ 2
k = 0,9 1 + ψ m
Dimana:
ψ m = ψ rata −rata
Faktor panjang efektif komponen struktur tekan atau kolom (k) sangat dipengaruhi
oleh rasio dari komponen struktur tekan terhadap komponen struktur lentur pada salah
satu ujung komponen struktur tekan yang dihitung dalam bidang rangka yang ditinjau
(Ψ) berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 12.11.6 sebagai berikut:

  Ik
∑  E c
.
 nk
ψ=  
 I 
∑  E c .  b 
 nb 
Keterangan:
Ψ = ratio dari EI/Ψ kolom terhadap EI/Ψ balok
 nk = jarak pusat ke pusat kolom

 nb = jarak pusat ke pusat balok


I b = I k = 1/12 bh3
E c = E k = 4700√f’c (MPa).
EI kolom (bentang tekan) berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 12.12.3 harus
memperhitungkan retak dan rangkak (crack and creep), maka digunakan rumus:

EI kolom =
(0,2E I + E s Is )
c g

1+ βd
Untuk ρ g ≤ 3% digunakan rumus:
0,4E c I g
EI kolom =
1+ βd
Nilai β d tergantung kepada dua kondisi berikut:

a) Kolom tidak bergoyang (non-sway)


beban aksial mati terfaktor
βd = ≤1
beban aksial terfaktor terbesar
28

b) Kolom bergoyang (sway)


beban lintang mati terfaktor
βd = ≤1
beban lintang terfaktor terbesar
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 12.13.3, dapat ditentukan perhitungan
pembesaran momen pada portal bergoyang adalah:
M1 = M1ns + δs M1s

M 2 = M 2ns + δs M 2s
Keterangan:
M1 = momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada komponen tekan
M2 = momen ujung terfaktor yang lebih besar pada komponen tekan
M 1ns = nilai yang lebih kecil dari momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada
komponen tekan akibat beban yang tidak menimbulkan goyangan
kesamping
M 1s = nilai yang lebih kecil dari momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada
komponen tekan akibat beban yang menimbulkan goyangan kesamping
M 2ns = nilai yang lebih besar dari momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada
komponen tekan akibat beban yang tidak menimbulkan goyangan
kesamping
M 2s = nilai yang lebih besar dari momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada
komponen tekan akibat beban yang menimbulkan goyangan kesamping
δs = pembesaran momen untuk rangka yang mengalami goyangan
kesamping.
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 12.13.4(3), dapat ditentukan jika
perhitungan δs M s pada portal bergoyang adalah:

Ms
δs Ms = ≥ Ms
ΣPu
1−
0,7 ∑ Pc
Dimana:
π 2 EI k
Pc =
(k ×  u )2
P c = Beban aksial kritis.
29

4. Cek syarat komponen struktur yang harus dipenuhi kolom yang didisain, yaitu:
a. Gaya aksial tekan terfaktor yang bekerja pada kolom melebihi 0,1A g f' c

b. Ukuran penampang terkecil kolom tidak kurang dari 300 mm


c. Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam arah
tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4.
5. Menentukan konfigurasi diameter penulangan dan jumlah tulangan yang akan
digunakan. Dimensi tulangan harus dibatasi, sehingga dimensi kolom paralel terhadap
tulangan sekurang-kurangnya 20 db. Asumsi awal perencanaan tulangan kolom
digunakan ρ = 1%.
Maka:
A st = ρ g × b × d
Kebutuhan tulangan:
A st
n=
As
Kemudian di cek konfigurasi penulangan apakah 0,01 < ρ g < 0,06
A st
ρg = .
b×h
6. Menentukan kapasitas pada kolom
a) Kondisi beban aksial maksimum (saat e = 0)
Po = 0,85f' c(A g − A st ) + (A st. × f y )
Pnmaks = 0,80P o

φP n maks
dengan φ = 0,65
b) Kondisi balance (seimbang)
Kondisi dimana tulangan tarik sudah mengalami leleh (f s = fy)
c) Kondisi lentur murni (P u = 0)
Kondisi dimana nilai P u = 0 dan e = ~
Pu = (0,85f' c × a × b) + A st f s − A st f y
7. Membuat diagram interaksi dari dimensi penampang dan penulangan kolom yang
telah ditentukan
8. Cek kekuatan kolom (SNI 03-2847-2002 Pasal 23.4.2.2)
Kolom direncanakan 20% lebih kuat dari balok pada hubungan balok-kolom, yaitu:
6
∑M e ≥  ∑ M g
5
30

Keterangan:
ΣM e = Jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan

kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok-kolom

tersebut. Kuat lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor,

yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang

menghasilkan nilai kuat lentur yang terkecil

ΣM g = jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan

kuat lentur nominal balok-balok yang merangka pada hubungan balok-

kolom tersebut.
9. Cek tinjauan lentur biaksial kolom menggunakan metode beban berlawanan Bresler
M ux
ey = > e min
Pu
M uy
ex = > e min
Pu
Dari grafik diagram interaksi P-e pada kolom yang direncanakan didapat
1 1 1 1
= + −
Pni Pnx Pny Po
10. Perencanaan kebutuhan tulangan transversal
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.5(1), kuat gaya geser rencana V e pada
Gambar 2.6., ditentukan dari kuat momen maksimum, M pr dari setiap ujung
komponen struktur yang bertemu di hubungan balok kolom. Pasal tersebut juga
dibatasi bahwa V e tidak perlu lebih besar dari gaya geser rencana yang ditentukan dari
kuat hubungan balok-kolom berdasarkan M pr balok-balok melintang dan tidak boleh
diambil kurang dari gaya geser terfaktor hasil analisis struktur dengan menggunakan
SAP2000 v10.
31

Gambar 2.6. Gaya Geser Rencana Kolom Sistem


Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)

M ut + M ub
Vu =
n
Dimana:
Vu = Gaya geser yang bekerja pada kolom
M ut = M ut = Momen terfaktor yan g bekerja pada ujung – ujung kolom
n = Jarak bersih antar kolom.

a. Dalam bentang l o
1) Perhitungan V e tidak perlu lebih besar dari:
M prob_top DFtop + M prob_btm DFbtm
Vsway =
n
Keterangan:
DF = faktor distribusi momen di bagian atas dan bawah yang di disain
M prob_top dan M prob_btm = jumlahan momen kapasitas balok pada sendi plastis.

Tapi, V sway tidak boleh lebih kecil dari gaya geser terfaktor hasil analisis.
2) Nilai V c harus diambil = 0, jika:
a. V e akibat gempa lebih besar dari 0,5V u
b. Gaya aksial terfaktor tidak melampaui Ag f’c/20
Selain itu, V c dapat dihitung dengan:
32

 N u  f' c 
Vc = 1 +  × b ×d
 14A  6  w
 g  
Check apakah:
Ve
Vn =
φ
Ve 1
≥ × Vc
φ 2
Ve
≤ Vc
φ
f' c
Vs = × bw × d
3
Trial spasi dan diameter tulangan melalui persamaan:
As × f y × d
Vs terpasang =
s
b. Diluar bentang l o
 N u  f' c 
Vc = 1 +  × b ×d
 14A  6  w
 g  
Vu
Jika Vc < untuk bentang di luar l o , sengkang dibutuhkan untuk geser.
φ
Vu
Apabila Vc ≥ , maka sengkang tidak dibutuhkan untuk geser tapi hanya untuk
φ
tulangan transversal.
Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang daripada
salah satu terbesar antara:
 sh × f' c  A g 
A sh = 0,3 c  − 1
 f  A
 yh  ch 
0,09sh c × f' c
A sh =
f yh
Keterangan:
h c = dimensi penampang inti kolom diukur dari sumbu ke sumbu tulangan
pengekang (mm)
A ch = luas penampang komponen struktur dari sisi luar ke sisi luar tulangan
transversal (mm2).
Diambil nilai yang terbesar, spasi maksimum adalah yang terkecil di antara:
1) 1/4 dimensi kolom terkecil
33

2) 6 kali diameter tulangan longitudinal


350 − h x
3) s x menurut persamaan adalah: s x = 100 +
3
Dimana:
2
hx = hc
3
Keterangan:
h x = spasi horisontal maksimum untuk kaki-kaki sengkang tertutup atau
sengkang ikat pada semua muka kolom (mm).
Nilai s x tidak perlu lebih besar dari pada 150 mm dan tidak lebih kecil dari
100 mm, maka digunakan spasi 100 mm.
Tulangan sengkang tersebut diperlukan sepanjang l o dari ujung-ujung kolom.
Dimana l o dipilih yang terbesar di antara:
1) Tinggi elemen struktur di joint (d)
2) 1/6 tinggi bersih kolom
3) 500 mm.
Dengan demikian ambil l o terbesar.
Menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 23.4.4.6 dinyatakan bahwa sepanjang sisa
tinggi kolom bersih (tinggi kolom total dikurangi l o di masing-masing muka
kolom) diberi hoops dengan spasi minimum 150 mm atau 6 x diameter tulangan
longitudinal.
11. Perencanaan hubungan balok-kolom (HBK)
Langkah-langkah perancanaan hubungan balok-kolom adalah:
a. Menghitung luas joint (Aj )
Ketentuan luas joint dapat dapat dilihat pada Gambar 2.7. berikut ini:
34

Panjang joint 2.7.


Gambar yangLuas
diukur
Efektifparalel terhadap
Hubungan tulangan lentur balok yang
Balok-Kolom
menyebabkan shear joint dinyatakan pada SNI03-2847-2002, sedikitnya 20
diameter tulangan terbesar untuk beton berat normal
b. Menentukan penulangan transversal untuk confinement
1) Pada joint interior, dimana lebar balok sebesar 3/4 lebar kolom
terpasang kepada empat sisinya, jumlah tulangan confinement yang
dibutuhkan setidaknya setengah tulangan confinement yang dibutuhkan
di ujung-ujung kolom
2) Spasi vertikal hoops diijinkan untuk diperbesar hingga 150 mm
3) Menghitung area tulangan hoops yang dibutuhkan
Area = spasi × 0,5A s hoops

4) Menentukan tulangan yang dipakai.

c. Menghitung M e = (∑ M pr ) × DF

d. Dimana Vsway = 2 × M e /H

e. Menghitung luas tulangan atas pada balok kanan dan kiri


f. Menghitung gaya-gaya yang bekerja pada balok sesuai Gambar 2.8. berikut:

Vu (kolom)

C2 = T2 T1 = 1,25 As fy

T2 = 1,25 As fy C1 = T1

Vu (kolom)

Gambar 2.8. Panel Pertemuan Balok-Kolom

Kanan : T1 = 1,25 × A s × f y

Kiri : T2 = 1,25 × A s × f y
35

g. Menghitung gaya geser yang terjadi (V u )


Vu = T1 + T2 − Ve
h. Menghitung gaya geser nominal joint
Komponen struktur akan terkena beban gempa lebih besar dari beban yang
ditentukan oleh peraturan waktu terkena gempa bumi sesungguhnya, karena itu
perencanaan dengan kombinasi beban saja dipandang belum aman, mengingat
tegangan tulangan dapat lebih dari f y, sehingga akan timbul gaya geser lebih
besar dari perencanaan itu. Atas dasar itulah, untuk merancang komponen
hubungan balok-kolom diperlukan perancangan geser yang baik.
Saat perancangan geser ini, faktor yang paling menentukan adalah luas
efektif (Aj ) dari hubungan balok-kolom.
1) Untuk hubungan balok-kolom yang terkekang pada keempat sisinya
Vn = 1,7 f' c × A j
2) Untuk hubungan yang terkekang pada ketiga atau dua sisinya
Vn = 1,25 f' c × A j

3) Untuk hubungan lainnya


Vn = 1,0 f' c × A j
Checking:
Vu / φ ≤ Vn

Detail penulangan terpasang pada bagian joint hubungan balok-kolom


sesuai pada Gambar 2.9. adalah sebagai berikut:

minimal 0.5 tulangan confinement


db.fy/(4f'c^0.5) pada ujung kolom

100db/(f'c^0.5) 100db/(f'c^0.5)

db.fy/(4f'c^0.5)
36

Gambar 2.9. Detail Penulangan Joint

12. Panjang penyaluran pada tulangan kolom


a. Menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 14.15.1, panjang minimum sambungan
lewatan tarik harus diambil berdasarkan persyaratan kelas yang sesuai tetapi
tidak kurang dari 300 mm. Digunakan sambungan kelas B jika semua tulangan
disalurkan di lokasi yang sama. Sambungan kelas B adalah 1,3l d
b. Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 23.4.3.2, sambungan lewatan hanya
boleh dipasang ditengah tinggi kolom, dan harus diikat dengan tulangan
sengkang (confinement) dengan spasi tulangan sesuai dengan tulangan
pengekang sebelumnya, yaitu sejarak 100 mm
c. Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 14.2.3, sambungan lewatan harus
dipenuhi rumus berikut:
ld 9f y αβγλ
= ×
d b 10 f' c  c + K tr 
 
 d b 
Dimana nilai adalah: (c + K tr )/d b ≤ 2,5
9f y αβγλ
ld = × ×D
10 f' c  c + K tr 
 
 db 
Panjang penyaluran adalah:
1,3l d

2.6.2. Struktur Sekunder


2.6.2.1. Perencanaan Tangga
Struktur tangga digunakan untuk melayani aksesibilitas antar lantai pada struktur
gedung bertingkat tinggi yang mempunyai tingkat lebih dari satu, serta memiliki beda
elevasi dan dua bidang horisontal pada bangunan dengan lantai bangunan yang berbeda.
Tangga merupakan komponen yang harus ada pada gedung berlantai banyak meski sudah
ada peralatan transportasi vertikal lainnya, karena tangga tidak memerlukan tenaga mesin.
37

Gambar 2.10. Model Struktur Tangga

Parameter pada perencanaan struktur tangga sesuai Gambar 2.10. adalah sebagai berikut:
1. Tinggi antar lantai 6. Jumlah anak tangga
2. Lebar tangga 7. Lebar anak tangga
3. Lebar antrede 8. Lebar bordes
4. Tinggi optrede 9. Tebal pelat tangga
5. Kemiringan tangga 10. Tebal selimut beton.

O = tan α x A
2 x O + A = 61~ 65
Keterangan:
O = Optrade (langkah naik)
A = Antrede (langkah datar)
Tinggi dari pelat tangga minimal (h min ) adalah sebagai berikut:
L
h min =
27
Tinggi h adalah
O
h' = h min + × cos α
2
Langkah-langkah perencanaan penulangan tangga adalah:
1) Menghitung kombinasi pembebanan (W U ) dari beban mati (D) dan beban hidup (L)
38

2) Menentukan tebal selimut beton (p), diameter tulangan rencana (D), dan tinggi
efektif arah-x (d x ) dan arah-y (d y)
3) Dari analisis SAP2000 v10 didapatkan nilai momen pada pelat tangga dan bordes
4) Menghitung penulangan pelat tangga dan bordes

d' ey
Ts
As
d - a/2
h
d
c
a

b ecu = 0,003 0,85 f 'c

Berdasarkan keseimbangan gaya dalam diperoleh:


Cc = Ts
0,85f’c x a x b = As x f y
As ×f y
a= Persamaan 4.1
0,85 × f' c × b
M
Mn = u
φ
 a M
As × f y d −  = u Persamaan 4.2
 2 φ
As ×f y
Substitusi Persamaan 4.1. As = ρ x b x d dan a = ke Persamaan 4.2.:
0,85 × f' c × b
f y2 × 0,5882 Mu
ρ2 − f y × ρ + =0 Persamaan 4.3
f 'c φbd 2
5) Mencari rasio tulangan (ρ) dengan Persamaan 4.3., rasio tulangan minimum (ρ min ),
rasio tulangan balance (ρ b ), dan rasio tulangan maksimum (ρ maks ), kemudian cek
syarat rasio penulangan (ρ min < ρ < ρ maks )
6) Mencari luas tulangan yang dibutuhkan (As ) adalah A s = ρ × b × d
 0,25 × π × D 2 × b 
7) Menentukan jarak antar tulangan adalah s =  
 A s 
2.6.2.2. Perencanaan Pelat Lantai
Pelat lantai adalah elemen struktur planar kaku berbentuk bidang tipis yang
terbuat dari material monolit dengan tinggi yang kecil dibandingkan dengan dimensi
lainnya untuk menahan beban transversal melalui aksi lentur yang diteruskan menuju
masing-masing tumpuan. Perencanaan pelat lantai beton bertulang perlu dipertimbangkan
faktor pembebanan dan ukuran serta syarat-syarat dari peraturan yang berlaku.
Perencanaan ini digunakan tumpuan jepit penuh untuk mencegah pelat lantai berotasi dan
39

relatif sangat kaku terhadap momen puntir dan juga di dalam pelaksanaan pelat lantai akan
di cor bersamaan dengan balok atau monolit.
Pelat lantai merupakan panel beton bertulang yang mungkin bertulangan dua atau
satu arah saja tergantung sistem strukturnya. Pada struktur pelat lantai perbandingan
bentang panjang terhadap lebar kurang dari 3, maka akan mengalami lendutan pada kedua
arah sumbu. Beban pelat lantai dipikul pada kedua arah oleh balok pendukung sekeliling
panel pelat lantai, dengan demikian pelat lantai akan melentur pada kedua arah. Dengan
sendirinya pula penulangan untuk pelat lantai tersebut harus menyesuaikan. Apabila
panjang pelat lantai sama dengan lebarnya, perilaku keempat balok keliling dalam
menopang pelat lantai akan sama. Sedangkan bila panjang tidak sama dengan lebar, balok
yang lebih panjang akan memikul beban lebih besar dari balok yang pendek atau
penulangan satu arah.
Langkah-langkah perencanaan pelat lantai berdasarkan SNI 03-2847-2002 untuk
Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung adalah sebagai berikut:
1. Menentukan syarat-syarat batas dan bentang pelat lantai
Panjang bentang diambil jarak dari pusat ke pusat tumpuan sebagai berikut:
a) Diketahui l y
b) Diketahui l x
ly
c) Mencari β =
lx
Keterangan:
1) β > 3 = one way slab
2) β ≤ 3 = two way slab
2. Menentukan tebal pelat lantai
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 11.5.3, maka tebal pelat lantai adalah:
Pada pelat 2 arah jika a. α m < 0,2 maka h ≥ 120 mm
 fy 
l n  0,8 + 
 1500 
b. 0,2 ≤ α m ≤ 2 maka h =
36 + 5β (α m − 0,2)
h ≥ 120 mm
 fy 
l n  0,8 + 
 1500 
c. α m > 2 maka h =
36 + 9β
h ≥ 90 mm
Keterangan:
40

h = tebal pelat lantai


l n = panjang bentang sisi terpanjang pelat lantai
β = rasio bentang bersih dalam arah memanjang terhadap arah memendek
dari arah pelat 2 arah
α m = nilai rata-rata α oleh semua balok pada tepi-tepi dari suatu panel.
E cb I b
α=
E cp I p

3. Menghitung beban yang bekerja pada pelat lantai, yaitu beban mati (D L )
dan beban hidup (LL )
4. Menentukan nilai momen
a) Berdasarkan analisis program SAP2000 v10 nilai momen yang bekerja
pada pelat lantai akan diperoleh
b) Berdasarkan peraturan CUR 1 Bab 4 Pasal 7, pada pelat lantai yang
menahan dua arah dengan terjepit pada keempat sisinya bekerja empat
macam momen lentur pada jalur selebar 1 meter dengan masing-masing
pada arah-x dan arah-y, yaitu:
1) Ml x adalah momen lapangan maksimum per meter lebar arah-x
Ml x = 0,001 x Wu x l x 2 x koef
2) Ml y adalah momen lapangan maksimum per meter lebar arah-y
Ml y = 0,001 x Wu x l x 2 x koef
3) Mt x adalah momen tumpuan maksimum per meter lebar arah-x
Mt x = – 0,001 x Wu x l x 2 x koef
4) Mt y adalah momen tumpuan maksimum per meter lebar arah-y
Mt y = – 0,001 x Wu x l x 2 x koef.
5. Menghitung penulangan dan jarak antar tulangan pelat lantai
Langkah-langkah perhitungan pelat lantai adalah sebagai berikut:
a) Menentukan syarat-syarat batas dan bentang perencanaan pelat lantai
b) Menentukan tebal pelat lantai
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 15.3.6, rasio kekakuan lentur
balok terhadap pelat lantai ditentukan dengan langkah sebagai berikut:
E cb I b
α =
E cp I p
41

Mencari rasio kekakuan rata-rata dan berdasarkan SNI 03-2847-2002


Pasal 11.5.3.(3).(c) mengatur tebal pelat lantai minimum tidak boleh
kurang dari h min .
c) Menentukan nilai momen
d) Menetapkan tebal selimut beton
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 9.7.1(c), yaitu:
1) D ≤ 36 mm, p = 20 mm
2) D > 36 mm, p = 40 mm
e) Menenukan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah-x
dan arah-y pada penulangan pelat lantai
f) Mengitung tinggi efektif pelat (d) dalam arah-x (d x ) dan arah-y (d y )
g) Perhitungan tulangan pokok
Dengan menggunakan Persamaan 4.3. diperoleh rasio penulangan (ρ)
f y2 × 0,5882 Mu
ρ2 − fy ×ρ + =0
f' c φbd 2
Rasio tulangan minimum (ρ min )
Rasio tulangan balance (ρ b )
Rasio tulangan maksimum (ρ maks )
M 
M n =  u  dengan nilai Ø = 0,8
 φ 

 Mn 
R n =  
2 
 b × d x 

 fy 
m =  
 0,85 × f' c 
 1 
R nb = ρ b × f y 1 − × ρ b × m 
 2 
R maks = 0,75 × R nb

Dengan:
1) R n < 0,75 R nb (dipakai tulangan tunggal)
2) 0,75 R nb < R n < R nb (dipakai tulangan rangkap)
3) R n > R nb (penampang diperbesar)
Pemeriksaan syarat rasio penulangan ( ρ min < ρ < ρ maks )
42

h) Mencari luas tulangan yang dibutuhkan (As )


As = ρ× b×d

i) Menentukan jarak antar tulangan


 0,25 × π × P 2 × b 
s =  
 As 
Syarat jarak antar tulangan adalah:
1) s ≤ 2 x h
2) s ≤ 250 mm.

2.7. Perencanaan Struktur Bawah


Struktur bawah berupa pondasi pada suatu bangunan yang berfungsi meneruskan
beban dari struktur atas ke lapisan tanah dasar. Tegangan kontak yang terjadi antara
pondasi dan tanah tidak boleh melewati tegangan yang diijinkan, serta tidak boleh
mengakibatkan gerakan tanah yang dapat membahayakan struktur.
Jenis pondasi yang digunakan harus mempertimbangkan beberapa hal berikut:
1) Beban total yang bekerja pada struktur
2) Jenis dan kelas situs tanah
3) Kedalaman tanah keras
4) Kondisi tanah dasar di bawah bangunan
5) Faktor biaya
6) Keadaan disekitar lokasi bangunan.

2.7.1. Perhitungan Tiang Pancang dan Pile Cap


Pondasi merupakan struktur perantara untuk meneruskan beban struktur bagian
atas dan gaya-gaya yang bekerja pada pondasi ke tanah pendukung di bawahnya.
Perencanaan pondasi suatu gedung digunakan data tanah yang didapat dari uji bor hasil
pengujian soil investigation.
Langkah-langkah perencanaan pondasi pada struktur gedung bertingkat tinggi
adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan daya dukung tiang pancang tunggal
a) Berdasarkan kekuatan bahan

Q ult = A × f' c + As × fy
Keterangan:
43

Q ult = daya dukung batas pondasi tiang pancang (ton)

A = luas penampang beton (cm2)

As = luas tulangan tiang pancang (cm2)

f’c = tegangan ijin beton (kg/cm2)

fy = tegangan ijin tulangan (kg/cm2).

b) Berdasarkan hasil bor log (N-SPT)


Perhitungan daya dukung ijin pondasi berdasarkan hasil data Uji Bor atau
Standart Penetration Test (SPT) didapat nilai N-SPT dengan menggunakan metode
Meyerhoff adalah sebagai berikut:
1) Harga N b pada tiang pancang

N1 + N 2
Nb =
2
Keterangan:
N 1 = Harga N pada ujung tiang pancang

N 2 = Harga N rata- rata pada jarak 4D dari ujung tiang pancang.


2) Harga N rata-rata
Q ult = 40.N b .A b + 0,5.N.A p

Keterangan:

Q ult = daya dukung batas pondasi tiang pancang (ton)

N b = nilai N-SPT pada elevasi dasar tiang

Ab = luas penampang dasar tiang (m2)

N = nilai N-SPT rata-rata

Ap = luas selimut tiang (m2).

Maka:
Q ult
Qall =
SF
Keterangan:

SF = Safety Factor bernilai 2 ~ 3


2. Perhitungan tiang pancang dan pile cap
44

Berdasarkan SNI 03-1726-2010 pasal 7.1.5, struktur bawah tidak boleh gagal lebih
dulu dari struktur atas, maka struktur bawah harus dapat memikul pembebanan gempa
maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana,V mpr yang dapat diserap oleh struktur
atas dalam kondisi di ambang keruntuhan:
Vmpr = f × Vn
Keterangan:
V n = pembebanan gempa akibat pengaruh gempa rencana yang menyebabkan
pelelehan pertama di dalam struktur gedung
f = faktor kuat lebih struktur akibat kehiperstatikan struktur gedung yang
menyebabkan terjadinya redistribusi gaya-gaya oleh proses pembentukan
sendi plastis yang tidak serempak bersamaan.
Perkiraan kebutuhan tiang tanpa effisiensi:
Pu
n=
Qall
Jarak antar as tiang pancang kelompok (pile group) adalah:
a) Syarat jarak tiang (jarak antar as tiang)
2,5D < s < 3D
b) Syarat jarak as tiang ke tepi
s > 1,25D
Berat sendiri pile cap adalah:
w 1 = γ b .Vp
Berat sendiri tiang adalah:
w 2 = γ b .Vt
Keterangan:

w = berat sendiri pile cap

γ b = berat jenis beton bertulang ( γ b = 2400 kg/m3)

V = volume beton pile cap.


3. Kontrol gaya yang bekerja pada tiang pancang

∑P v = Pu + w pile cap + w tiang

φ  (a − 1)b + (b − 1)a 
Eff = 1 − a 
90  a×b 
Keterangan:

a = jumlah tiang dalam 1 kolom


45

b = jumlah tiang dalam 1 baris.

Maka:
D
φ = arc tan
s
Pijin = Pall = Eff × Q all

Pgroup = n × Pijin
Checking:
Pgroup ≥ ΣPv

4. Kontrol beban maksimum (P maks ) yang terjadi akibat pembebanan


Maka perhitungan gaya P maks dan P min pada tiang pondasi adalah:
Pv M x .y M y .x
P= ± ±
n b.Σy 2 a.Σx 2

Pmaks < Pijin

5. Kontrol Gaya Lateral (Metode Broms)


Pada tahun 1965 Broms mengembangkan solusi sederhana untuk tiang pancang
dengan pembebanan lateral (missal: akibat gempa) berdasarkan dua asumsi, yaitu: a)
kegagalan geser untuk kasus tiang pancang pendek (short piles) dan b) terjadi bending
terhadap pancang untuk kasus tiang pancang panjang (long piles). Analisis ini
dimaksudkan untuk mengetahui M u (lateral) yang mampu ditahan oleh tiang pancang
(Das, 2004).
a) Gaya lateral yang bekerja pada tiang merupakan gaya geser pada dasar kolom
yang diperhitungkan dari momen probable pada kedua ujung kolom. Pada dasar
kolom yang ditinjau diambil momen probable terbesar pada kedua arah lentur:
M pr = 1,25 x M n-y (lentur arah-y)
b) Gaya geser pada dasar kolom:

V = (2 x M pr ) / ln
c) Gaya lateral H u yang diterima masing-masing tiang arah-y:
Hu = V/n
d) Mencari momen inersia tiang pancang:
π
Ip = (D 4 − d 4 )
64
e) Mencari modulus elastisitas:
46

E p = 4700 f' c
f) Mencari modulus reaksi subgrade (nh) berdasarkan tabel yang telah dibuat oleh
(Davisson – Prakash, 1963)
g) Faktor kekakuan:

EI
T=5
nh
h) Menentukan jenis tiang pancang:
1) L < 2T = tiang pendek dan bebas
2) L ≥ 2T = tiang panjang dan jepit.
f) Mencari gaya lateral ijin dengan menggunakan grafik Broms Ultimate Lateral
Resistance (Das, 2004) sesuai pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Grafik Broms Ultimate Lateral Resistance (Das, 2004)

Gaya lateral izin adalah:


Mu
cu b3
Dengan memberikan angka keamanan didapatkan nilai:
Mu
Ma =
SF

Syarat: M a < M u (Momen ultimate spesifikasi tiang pancang)

6. Gaya geser pons


d = h−p
47

bo = 4 × (B + d )
Keterangan:
Ø = faktor reduksi kekuatan untuk lentur, tekan, geser, dan tumpu pada beton
polos struktural = 0,55
β c = rasio sisi panjang terhadap sisi pendek dari beban terpusat atau daerah
tumpuan.
Agar tidak terjadi geser pons harus dipenuhi persyaratan: Pu < φVc
Maka:
1 2 
Vc = 1 +  f' c × b o × h
9  βc 
Namun, tidak perlu lebih besar dari:
2
Vc = f' c × b o × h
9
φVc = 0,55V
c
Checking:
Pu < φVc
7. Perhitungan tulangan pile cap
Wtiang = A b × L × γ b
W pile cap = Vpci × γ b
Keterangan:
W tiang = Berat sendiri tiang pancang
Ab = Luas penampang tiang pancang
L = Panjang tiang pancang
V pc I = Volume pile cap yang ditinjau.
8. Potongan x – x:
M x = [((P − Wtiang ) × jarak pusat ke acuan) − (Wpile cap × jarak pusat ke acuan)]

9. Potongan y – y:
M y = [((P − Wtiang ) × jarak pusat ke acuan) − (Wpile cap × jarak pusat ke acuan)]

10. Perhitungan tulangan arah-x dan arah-y:


a) Mencari nilai momen yang bekerja:
M 
M n =  u  dengan nilai Ø = 0,55
 φ 
48

 Mn 
R n =  
2 
 b × d x 

b) Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan:


Pemeriksaan syarat rasio penulangan ( ρ min < ρ < ρ maks )
c) Rasio tulangan minimum (ρ min )
d) Rasio tulangan maksimum (ρ maks )

e) Mencari luas tulangan yang dibutuhkan (As )


f) Menentukan jarak antar tulangan.

2.7.2. Perencanaan Tie Beam


Tie beam harus direncanakan memikul gaya tarik atau tekan sebesar 10% beban
vertikal maksimum (akibat beban gravitas + gempa) pada salah satu pondasi.
N = 10%S DS x P maks kolom

Keterangan:
P maks kolom = gaya aksial terbesar pada kolom yang akan diikat oleh tie beam.
1. Perencanaan tie beam berdasarkan analisis struktur dengan menggunakan Sistem
Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK), harus memenuhi detailing yang telah
ditentukan dalam SNI 03-2847-2002.
a) Balok‐balok tie beam harus diberi tulangan longitudinal yang menerus yang
ditanamkan melewati kolom‐kolom yang ditumpu atau diangkur kedalam poer atau
pondasi telapak pada setiap titik pemberhentian.
b) Balok tie beam harus direncanakan dengan ukuran penampang minimum ≥ 1/20
bentang bersihnya, tapi tidak perlu lebih besar daripada 450 mm. Sengkang tertutup
harus dipasang dengan spasi ≤ setengah dimensi terkecil penampang dan 300 mm.
c) Balok tie beam yang merupakan bagian pondasi pelat yang memikul lentur dari
kolom yang memikul beban‐beban gempa harus dirancang sesuai balok SRPMK.
2. Perhitungan tulangan longitudinal
Menentukan konfigurasi diameter penulangan dan jumlah tulangan yang akan
digunakan. Cek apakah 0,01 < ρg < 0,06 dengan menggunakan program PCACOL
A st
ρg =
b×h
3. Perhitungan tulangan transversal
49

Berdasarkan SNI 03-1728-2002 Pasal 13.1 tentang perencanaan penampang


terhadap geser harus didasarkan pada:
V n ≥ V u /Ø
Vn = Vc + Vs
Kuat geser yang disumbangkan oleh beton untuk komponen struktur yang dibebani
tarik aksial berdasarkan SNI 03-1728-2002 Pasal 13.3.2 adalah:
 Nu  f' c 
Vc = 1 +  b d
 14A  6  w
 g  
Vu
Vs = − Vc
φ
Jika V n ≤ 0,5V c tidak membutuhkan tulangan geser, sehingga digunakan tulangan

geser minimum.
Av bw
=
s 3f y

Jarak tulangan geser adalah:


A vf yd
s=
Vs
Syarat spasi maksimum tulangan geser adalah:
a) s ≤ d/2 mm
b) s ≤ 600 mm

Anda mungkin juga menyukai