Anda di halaman 1dari 8

Accelerat ing t he world's research.

PROFIL ASAM AMINO EKSTRAK


CACING TANAH (LUMBRICUS
RUBELLUS) TERENKAPSULASI
DENGAN METODE SPRAY DRYING
ayu april

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Jit v142-1
Diamant a Devona

cont oh PKM-P saint ek


Sat Educat ion

BUKU AJAR ILMU NUT RISI UNGGAS (ASPEK FIT OBIOT IOT IK SEBAGAI FEED ADDIT IVE)
Dyah Lest ari Yuliant i
Teknologi
Volume 34, Edisi Khusus 2011 Indonesia
© LIPI Press 2011

PROFIL ASAM AMINO EKSTRAK CACING TANAH


(LUMBRICUS RUBELLUS) TERENKAPSULASI
DENGAN METODE SPRAY DRYING
Septi Nur Hayati, Hendra Herdian, Ema Damayanti,
Lusty Istiqomah, dan Hardi Julendra
Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK)-LIPI
Jln. Jogja–Wonosari Km. 31, Yogyakarta, 55861
E-mail: septi.nur.hayati@lipi.go.id
Hp. 085729158890

ABSTRAK
Antibiotik pada ternak unggas banyak digunakan sebagai pemacu pertumbuhan dan antiinfeksi. Antibiotik
yang digunakan terus-menerus dalam waktu lama dapat menyebabkan mikroba resisten. Berbagai upaya dilakukan
untuk mencari pengganti antibiotik seiring meningkatnya kecenderungan akan permintaan produk peternakan yang
sehat, aman dan bebas dari residu berbahaya. Salah satunya dengan pemanfaatan cacing tanah (Lumbricus rubellus)
yang mengandung protein tinggi dan asam amino lengkap. Cacing tanah diekstraksi ke dalam bentuk ekstrak air
dengan metode dekokta. Bentuk ekstrak air masih memiliki kelemahan. Maka perlu dilakukan formulasi ke dalam
bentuk sediaan padat yang lebih stabil, reprodusibel, dan praktis. Formulasi yang dipilih adalah enkapsulasi dengan
teknik spray drying. Evaluasi kualitas imbuhan pakan dapat dilihat dari nilai biologisnya. Nilai biologis berkorelasi
positif dengan keseimbangan asam amino atau nilai indek asam amino (Essential Amino Acid Index/EAAI). Hasil
penelitian menunjukkan ekstrak cacing tanah (ECT) mempunyai kandungan asam amino, baik esensial maupun
nonesensial lebih tinggi dibandingkan tepung cacing tanah (TCT) dan ekstrak cacing tanah terenkapsulasi (ECT-e).
Asam amino esensial tertinggi pada TCT, yaitu isoleusin (3,14%), pada ECT, yaitu lisin (8,16%), dan pada ECT-e,
yaitu leusin (1,71%). Asam amino nonesensial tertinggi pada TCT dan ECT-e adalah asam glutamat, masing-masing
7,67% dan 1,87%, sedangkan ECT adalah serin (14,52%). Tingginya nilai IAAE pada ECT menunjukkan bahwa
ekstraksi menghasilkan keseimbangan asam amino yang lebih baik (69,87%) dibandingkan TCT (58,67%), sedang-
kan nilai IAAE pada ECT-e menunjukkan bahwa tingkat imbangan asam amino esensial lebih rendah (16,05%)
dibandingkan TCT (69,87%) dan ECT (58,67%).

Kata Kunci: Lumbricus rubellus, Dekokta, Enkapsulasi, Spray drying, Nilai indek asam amino

ABSTRACT
Antibiotics in poultry were widely used as growth promotor and anti-infective. When antibiotics were used
continuously for long periods, it caused microbial resistance. Various attempts were made to replace antibiotics
along with the increasing of trend towards demand for healthy, safe and free from harmful residues of livestock
products. One of them was application of earthworm which contains high protein and complete amino acids. Earth-
worms were extracted into water extract form by decoct method. Water extract form had some weaknesses. It was
necessary to formulate into a solid dosage form which was more stable, reproducible, and practical. The selected
formulation was encapsulation by spray drying method. Quality control of feed additives can be seen from biological
value. Biological value correlated positively with amino acids equilibrium or Essential Amino Acid Index (EAAI).
The result showed that earthworm extract had both essential and non-essential amino acids higher than earthworm
meal and encapsulated earthworm extract. The highest essential amino acid in earthworm meal was isoleucine
(3.14%), in earthworm extract was lysine (8.16%), and in encapsulated earthworm extract was leucine (1.71%).
The highest non-essential amino acids in earthworm meal and encapsulation of earthworm extract were glutamic
acid, respectively 7.67% and 1.87%, while the earthworm extracts was serine (14.52%). The high value of IAAE in
earthworm extract showed that the extraction method resulted better amino acid balance (69.87%) than earthworm
meal (58.67%). While the value IAAE of encapsulated earthworm extract showed that levels of essential amino acid
balance was lower (16.05%) than the earthworm meal (69.87%) and the earthworm extract (58.67%).

Keywords: Lumbricus rubellus, Decoct, Encapsulation, Spray drying, Essential Amino Acid Index

Off print request to: Septi Nur Hayati, Hendra H., Ema Damayanti, Lusty I., dan Hardi Julendra

1
Jurnal Teknologi Indonesia, Volume 34, Edisi Khusus 2011

OEP3122 yang dilaporkan bersifat antimikroba.


PENDAHULUAN [7]
Cacing Nereis diversicolor mempunyai peptida
Penggunaan antibiotik yang tidak bijaksana baik histidin yang bersifat antibakteri terhadap S.
pada manusia maupun hewan mempunyai kon- aureus dan Vibrio alginolyticus resisten methicil-
tribusi terhadap terjadinya resistansi antibiotik. lin.[8] Tepung cacing tanah L. rubellus terbukti
Pada hewan, antibiotik banyak digunakan sebagai mempunyai daya antimikroba dengan spektrum
antibiotic growth promotors (AGP) yang ditam- luas terhadap bakteri gram positif S. aureus,
bahkan ke dalam pakan ternak untuk memacu bakteri gram negatif E. coli dan S. pullorum
pertumbuhan agar tumbuh lebih besar dalam serta fungi C. albicans.[9] Peptida Lumbricin I
waktu yang lebih cepat dan juga untuk mencegah dilaporkan sebagai senyawa yang bertanggung
terjadinya infeksi. Antibiotik yang digunakan jawab atas aktivitas antimikroba spektrum luas
secara terus-menerus dalam waktu lama dapat pada cacing tanah L. rubellus.[2]
menyebabkan mikroba resistan. Akibatnya, be- Dalam bidang pengobatan, bahan-bahan alam
berapa mikroba yang sebelumnya menjadi target digunakan dalam bentuk ekstrak karena lebih
antibiotik tersebut menjadi lebih efisien untuk spesifik mengandung zat-zat hasil ekstraksi, dalam
bertahan hidup dibandingkan sebelumnya. Selain hal ini adalah protein. Cacing tanah diekstraksi ke
itu, berdampak pula terhadap mikroorganisme dalam bentuk ekstrak air dengan metode dekokta.
usus yang menguntungkan. Dekokta adalah metode ekstraksi dengan air pada
Berbagai upaya dilakukan untuk mencari suhu 90°C selama 30 menit. Metode dekokta
pengganti antibiotik sebagai AGP karena semakin dipilih karena zat aktif yang dituju bersifat relatif
meningkatnya kecenderungan akan permintaan polar (larut air). Meskipun demikian, bentuk
produk peternakan yang sehat, aman, dan bebas ekstrak masih memiliki kelemahan dibandingkan
dari residu berbahaya. Salah satu upaya tersebut dengan bentuk sediaan padat. Kelemahan tersebut
adalah dengan pemanfaatan bahan alam yang berupa ongkos transportasi selama distribusi
relatif lebih aman untuk mencegah penyakit dan lebih mahal dan risiko kebocoran atau pecahnya
meningkatkan performa ternak. kemasan lebih tinggi.[10] Selain itu, ekstrak air
Cacing tanah yang mengandung protein tidak stabil dalam penyimpanan karena mudah
tinggi dan asam amino lengkap menjadi salah ditumbuhi mikroba. Ekstrak air hanya bertahan
satu alternatif yang potensial untuk dijadikan kurang lebih selama 24 jam bila tanpa pengawet.
imbuhan pakan. Tepung cacing tanah Lumbricus Formulasi ke dalam bentuk sediaan padat dapat
rubellus memiliki kadar protein kasar 65,63%[1] mengatasi masalah tersebut.
dan asam amino prolin sekitar 15% dari total Formulasi memungkinkan sediaan yang
62 asam amino[2], dan tepung cacing tanah L. lebih stabil, reprodusibel, praktis dan acceptable.
terestris mengandung protein kasar 32,60%[3], Formulasi yang dipilih adalah enkapsulasi.
tepung cacing tanah Perionyx excavatus mengan- Enkapsulasi merupakan teknik penyalutan suatu
dung protein kasar 57,2% dan mengandung asam bahan sehingga bahan yang disalut dapat dilin-
amino esensial yang lengkap.[4] Pemberian tepung dungi dari pengaruh lingkungan. Bahan penyalut
cacing tanah (TCT) sebagai pakan ternak ayam disebut enkapsulan, sedangkan yang disalut atau
terbukti mempercepat pertumbuhan berat hidup, dilindungi disebut core.
meningkatkan pembentukan jaringan otot, dan Enkapsulasi ektrak cacing tanah dilakukan
meningkatkan efisiensi pakan.[5] dengan teknik spray drying. Spray drying
Aktivitas antimikroba juga dilaporkan terdapat merupakan teknik paling lama dan paling
dalam cacing tanah. Cacing tanah Eisenia foetida banyak digunakan dalam enkapsulasi. Tahapan
mempunyai glikolipoprotein campuran G-90 dan proses spray drying, dicapai dengan melarutkan,
mempunyai daya hambat terhadap Staphylococ- mengemulsikan, atau mendispersikan ke dalam
cus sp. yang lebih tinggi dibandingkan antibiotik cairan pembawa, diikuti penyemprotan ke dalam
Gentamicin 10 ȝg dan Enrofloxacin 20 ȝg.[6] bentuk kabut ke dalam chamber panas.[11] Luas
Cacing tanah E. foetida juga mempunyai Peptida permukaan bahan yang kontak langsung dengan

2
Profil Asam Amino Ekstrak Cacing ...| Septi Nur Hayati, dkk.

media pengering dapat lebih besar sehingga cara diuapkan yang disertai dengan penurunan
menyebabkan penguapan berlangsung lebih baik. tekanan permukaan hingga konsistensinya
Keuntungan penggunaan spray drying adalah kental.
produk akan menjadi kering tanpa menyentuh
permukaan logam yang panas, temperatur produk Karakterisasi ekstrak cacing tanah
akhir rendah walaupun temperatur pengering (ECT)
relatif tinggi, waktu pengeringan singkat dan
Karakterisasi ECT meliputi rendemen, uji orga-
produk akhir berupa bubuk stabil.
noleptis, susut pengeringan, kelengketan ekstrak,
Evaluasi kualitas untuk imbuhan pakan dapat dan kekentalan ekstrak. Pertama, Rendemen,
dilihat dari kandungan makronutrisi (protein, yaitu perbandingan antara ekstrak yang diperoleh
lemak, dan serat kasar) dan nilai biologisnya. dengan bahan awal. Kedua, Uji organoleptis,
Nilai biologis mempunyai korelasi positif dengan yaitu dengan menggunakan panca indera: warna,
keseimbangan asam amino.[12] Keseimbangan bau, rasa, dan konsistensi ekstrak. Ketiga, Susut
asam amino dihitung dengan nilai indeks asam pengeringan, caranya sebanyak satu gram ekstrak
amino (Essential Amino Acid Index/EAAI).[13] ditimbang saksama dalam botol timbang yang
Peningkatan nilai EAAI akan meningkatkan sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°C
penyerapan nutrisi. [14] Penelitian bertujuan selama 30 menit dan telah ditara. Kemudian
menganalisis asam amino dalam ekstrak cacing dimasukkan ke dalam ruang pengering, pada
tanah terenkapsulasi. suhu 105°C selama satu jam hingga bobot tetap.
[16]
Bobot tetap atau konstan adalah bobot pada
perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut
METODE PENELITIAN tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat yang
Pembuatan tepung cacing tanah (TCT) digunakan.[17] Sebelum setiap penimbangan, tiap
kali botol harus dibiarkan dingin sampai suhu
Cacing tanah (Lumbricus rubellus) diperoleh dari
kamar dengan cara didiamkan dalam eksikator.
CV Kleco Group Yogyakarta. Pembuatan TCT
mengacu pada metode Edwards.[5] Cacing tanah Keempat, Kelengketan ECT, caranya adalah:
dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran gelas objek ditandai seluas 2,5 x 2,5 cm, kurang
pada kulit luar dan kotoran pada pencernaan lebih 100 mg ekstrak diletakkan di titik tengah
cacing (fecal mud). Kemudian cacing direndam luasan tersebut dan ditutup dengan gelas objek
dalam air dingin 14°C selama 24 jam. Asam yang lain, selanjutnya ditekan dengan beban
format 80% ditambahkan sebanyak 3% dari seberat satu kg selama lima menit. Kedua gelas
berat cacing. Selanjutnya, cacing digiling meng- objek yang telah melekat satu sama lain dipasang
gunakan blender. Hasil gilingan dikeringkan pada alat uji dengan beban 80 gram. Daya lekat
dalam oven suhu 50°C selama 12 jam dan diayak dinyatakan sebagai waktu yang tercatat sampai
(nomor ayakan 40) untuk mendapatkan ukuran kedua gelas objek tersebut terpisah. Kelima,
partikel yang homogen. Kekentalan ECT digambarkan dengan parameter
viskositas. Viskositas ECT diukur secara elektrik
dengan alat viskosimeter dengan rotor yang
Pembuatan ekstrak cacing tanah (ECT)
sesuai.
Ekstrak cacing tanah (ECT) dibuat dengan cara
dekokta. Sebanyak satu bagian tepung cacing Enkapsulasi ektrak cacing tanah
tanah (TCT) ditambahkan air pH netral sebanyak
(ECT-e)
10 bagian dan ditambah lagi air ekstra sebanyak
dua bagian ke dalam panci.[15] Panci tersebut Enkapsulasi dilakukan dengan metode spray
dipanaskan di atas penangas air selama 30 drying. Kondisi pengoperasian spray drier adalah
menit terhitung sejak suhu air dalam panci 90°C. sebagai berikut: suhu inlet 110°C, suhu exhaust
Selanjutnya, air dipisahkan dari sisa TCT dengan 68°C, dan kecepatan pompa 3. Maltodekstrin
cara disaring. Filtrat tersebut dipekatkan dengan digunakan sebagai enkapsulan. Perbandingan

3
Jurnal Teknologi Indonesia, Volume 34, Edisi Khusus 2011

komposisi formula enkapsulasi yang digunakan, HASIL DAN PEMBAHASAN


yaitu ECT, maltodekstrin, akuades 2:5:50.
Sebelum dimasukkan ke dalam spray drier,
Karakterisasi ekstrak cacing tanah
formula dicampur homogen dengan ultrathurax (ECT)
selama lima menit. Ekstrak mempunyai sifat dan karakteristik yang
akan mempengaruhi kualitas hasil formulasi. Oleh
Analisis Asam Amino sebab itu, ekstrak yang akan diformulasi ke dalam
sediaan perlu ditetapkan karakternya terlebih
Asam amino dianalisis menggunakan High dahulu. Hal ini penting untuk mengetahui spesi-
Performance Liquid Chromatography (HPLC), fikasi ekstrak agar mendapatkan hasil formulasi
kolom C18, fase gerak A: sodium asetat pH 5.0 yang reprodusibel. (1) Rendemen ECT terhadap
dan fase gerak B: 80 MeOH/15 buffer asetat/5 bahan TCT yang diekstraksi sebesar 52,16%
THF (v/v/v), dengan laju aliran 1,5 ml/menit, b/b. (2) Uji organoleptis dilakukan sebagai
detektor: fluoresens Ȝ eksitasi 340 nm; Ȝ emisi pengenalan awal terhadap ekstrak yang sederhana
450 nm. Asam klorida 6N (10 ml) ditambahkan seobjektif mungkin. Deskripsi organoleptis dari
ke dalam dua gram sampel dan disimpan ECT: berwarna cokelat tua kekuningan, berbau
pada suhu tinggi. Sampel dihidrolisis dengan amis, berasa manis lemah, konsistensinya kental
autoclave (110°C) selama 20 jam, selanjutnya dan lengket. (3) Susut pengeringan memberikan
disimpan di wadah tertutup pada suhu kamar. batasan maksimal (rentang) besarnya senyawa
Setelah itu, sampel dievaporasi pada suhu 50°C yang hilang pada proses pengeringan. Jika bahan
dan dinetralkan dengan penambahan NaOH 6N. tidak mengandung minyak menguap dan sisa
Sampel disaring dengan kertas saring 0,45 ȝm pelarut organik menguap, susut pengeringan
menggunakan saringan vakum (kedap udara). identik dengan kadar air. Susut pengeringan ECT
Sebelum dimasukkan ke HPLC, sebanyak 275 sebesar 28,55% b/b. (4) Kelengketan ekstrak
ȝL larutan OPA (0,01 g phetaldialdehyde, 9 ml dinyatakan sebagai waktu lekat, yaitu sebesar
metanol, 40 ml buffer borex pH 9,1; 100 ȝL ± 31 detik. (5) Kekentalan ECT digambarkan
2-mercaptoethanol ditambahkan ke dalam 25 dengan parameter viskositas. Viskositas adalah
ȝL sampel, divortex dan direaksikan selama ukuran ketahanan suatu zat cair untuk mengalir.
lima menit. Viskositas ECT sebesar 2.000 dPa.s.

Variabel yang diamati Enkapsulasi ektrak cacing tanah


Variabel yang diukur, yaitu komposisi asam (ECT-e)
amino pada tepung cacing tanah (TCT), ekstrak
Material enkapsulan dipilih yang bersifat inert,
cacing tanah (ECT), dan ekstrak cacing tanah
netral, tidak toksik, cukup tersedia (murah), dan
terenkapsulasi (ECT-e). Selain itu, juga dihitung
larut air dengan baik karena sediaan diberikan
indeks asam amino esensial (IAAE). Nilai IAAE
dengan cara dilarutkan ke dalam air minum ternak
dikalkulasi berdasarkan persamaan Oser (1951)
unggas. Ekstrak cacing tanah terenkapsulasi
cit. Mitchell and Block (1946)[13] dengan model
(ECT-e) harus dapat larut homogen dalam
matematika sebagai berikut.
air untuk menjamin keseragaman dosis yang

1 100 xA1 100 xA2 100 xAn


Log EAAI = [ Log + Log + ... + Log ]
10 At1 At 2 Atn

Catatan:
An : kadar asam amino esensial sampel percobaan (1,2,3,4.......n)
Atn : kadar asam amino esensial standard (telur) (1,2,3,4.......n)

4
Profil Asam Amino Ekstrak Cacing ...| Septi Nur Hayati, dkk.

diterima per ekor unggas. Enkapsulan yang Analisis asam amino menunjukkan bahwa
di pilih adalah maltodekstrin. Maltodekstrin TCT (L. rubellus) mengandung asam amino
biasa digunakan sebagai filler dalam sediaan esensial dan non esensial (Tabel 1). Secara umum
farmasi. Maltodekstrin tidak menunjukkan efek perlakuan TCT yang diekstrak mampu mening-
negatif terhadap kecepatan disolusi suatu sediaan katkan kandungan asam amino, baik esensial
padat.[18] Maltodekstrin banyak digunakan sebagai maupun nonesensial dibandingkan TCT tanpa
pembawa untuk formulasi emulsi spray dried diekstrak, namun perlakuan enkapsulasi dari ECT
untuk meningkatkan bioavailibilitas obat yang ternyata menurunkan kandungan asam amino
mempunyai kelarutan yang buruk. Enkapsulasi baik esensial maupun nonesensial dibandingkan
menghasilkan serbuk yang halus, berwarna putih TCT. Meningkatnya kandungan asam amino
kecokelatan, berbau amis, dan berasa manis pada ECT disebabkan adanya proses ekstraksi.
lemah. Kelarutan serbuk dalam air sangat baik Ekstraksi menyebabkan ekstrak lebih spesifik
dan tidak menimbulkan endapan. mengandung bahan aktif.
Kandungan asam amino pada ECT-e menurun
Analisis Kandungan Asam Amino dibandingkan ECT. Hal ini berarti banyak asam
amino dalam ECT-e yang terdegradasi. Ini
Tepung cacing tanah (L. rubellus) mengandung dimungkinkan karena penambahan filler berupa
protein tinggi yang setara dengan tepung ikan maltodekstrin. Maltodekstrin termasuk senyawa
(55–60% protein kasar). Tingginya kadar protein turunan gula pereduksi yang inkompatibel dengan
ini karena adanya penambahan asam format asam amino karena adanya reaksi maillard. Reaksi
(3%) ke dalam TCT. Penambahan asam format maillard merupakan reaksi non-enzimatis antara
dilakukan sebelum proses penggerusan sehingga gula pereduksi dan gugus asam amino yang terjadi
diharapkan dapat melindungi TCT dari mikroba karena pemanasan, kelembaban menengah, dan
pengurai sehingga mempertahankan kandungan pH basa.[18] Reaksi ini menghasilkan produk yang
protein dan komponen bioaktif di dalamnya.[19] berwarna cokelat sampai kuning kecokelatan.

Tabel 1. Komposisi asam amino TCT, ECT, dan ECT-e (berdasarkan % bahan kering)
Perionyx
Asam Amino Esensial TCT[19] ECT ECT-e Promin[20]
excavates[4]
Fenilalanin 1,63 1,77 1,36 - -
Valin 2,07 5,12 1,43 - -
Meionin 2,73 3,64 0,26 0,22 1,20
Isoleusin 3,14 4,20 0,91 0,47 2,74
Treonin 1,63 2,29 1,10 0,52 1,25
Hisidin 3,04 5,76 0,25 0,26 2,87
Arginin 1,97 3,01 1,15 0,65 0,40
Lisin 2,27 8,69 1,62 0,76 0,13
Leusin 1,84 4,64 1,71 0,76 3,47
Sisin 0,61 2,51 0,28 - -
Tirosin 1,29 3,72 0,85 - -
Asam Amino Non
Esensial
Aspartat 3,77 3,41 1,04 1.16 3.18
Glutamat 5.71 7.67 1.87 1.42 7.13
Serin 1.11 14.52 0.49 0.50 2.45
Glisin 1.57 1.51 0.12 - -
Alanin 1,12 1,67 0,31 - -
Prolin 0,87 1,82 0,56 0,53 1,81

5
Jurnal Teknologi Indonesia, Volume 34, Edisi Khusus 2011

Asam amino esensial tertinggi pada TCT, ini menunjukkan bahwa tingkat imbangan asam
yaitu isoleusin (3,14% BK), ECT didominasi oleh amino esensial ECT-e lebih rendah dibanding-
lisin (8,16% BK), dan ECT-e didominasi oleh kan TCT dan ECT. Bahan tambahan berupa
leusin (1,71% BK). Asam amino non esensial maltodekstrin sebagai enkapsulan inkompatibel
pada TCT dan ECT-e didominasi oleh asam glu- dengan asam amino akibat terbentuknya reaksi
tamat, masing-masing 7,67% BK dan 1,87% BK. maillard[18] sehingga merusak beberapa asam
Hasil ini serupa dengan percobaan sebelumnya amino yang terkandung dalam ECT.
yang dilakukan oleh Tram et al.[4] dan Promin[20]
bahwa kandungan asam amino non-esensial
KESIMPULAN
tertinggi pada tepung cacing Promin dan tepung
cacing (Perionyx excavates), yaitu asam glutamat Asam amino esensial tertinggi pada TCT,
(masing-masing 1.42% dan 7.13% bahan ker- yaitu isoleusin (3,14% BK), pada ECT, yaitu
ing). Sementara itu, asam amino non-esensial lisin (8,16% BK), dan pada ECT-e, yaitu leusin
pada ECT didominasi oleh serin (14,52% BK). (1,71% BK). Asam amino non-esensial pada
Serin adalah asam amino hidroksi dengan rantai TCT dan ECT-e didominasi oleh asam glutamat,
samping HO-CH2-.[21] Sifat kelarutannya di dalam masing-masing 7,67% BK dan 1,87% BK,
air sangat baik sehingga serin dapat ditemukan sedangkan ECT didominasi oleh serin (14,52%
dalam ECT dalam jumlah yang dominan. BK). Enkapsulasi dengan maltodekstrin kurang
menguntungkan karena menurunkan sejumlah
Berdasarkan Tabel 1, kandungan asam amino
asam amino cacing tanah, baik esensial maupun
TCT bervariasi bergantung pada jenis cacing
non-esensial yang berakibat pada menurunnya
tanah. TCT ini mengandung semua komponen
nilai IAAE dengan besar penurunan 3,5 kali
asam amino yang dibutuhkan oleh ternak sebagai
(16,05%) dari nilai IAAE TCT (58,67).
sumber pakan. Ketersediaan metionin dan lisin
pada tepung cacing lebih tinggi dibandingkan
tepung ikan.[22] UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai dari program kegiatan
Tabel 2. Indeks Asam Amino Esensial (IAAE) Insentif Riset Peneliti dan Perekayasa LIPI Tahun
Bahan Nilai IAAE (%) Anggaran 2010 yang diselenggarakan di Unit
TCT[19] 58,67 Pelaksana Teknis Balai Pengembangan Proses
ECT 69,87 dan Teknologi Kimia LIPI bagian pakan.
ECT-e 16,05
Telur (standar) 100,00
DAFTAR PUSTAKA
Kontrol kualitas metode pembuatan tepung [1] Damayanti, E., H. Julendra dan A. Sofyan.
(2008). Aktivitas Antibakteri Tepung Cacing
dapat dilihat dari keseimbangan asam amino yang Tanah (Lumbricus rubellus) Dengan Metode
dikalkulasi ke dalam nilai indeks asam amino Pembuatan yang Berbeda terhadap Escherichia
esensial (IAAE).[23] Tingginya nilai IAAE pada coli. Prosiding Seminar Nasional Pangan Tahun
ECT menunjukkan bahwa perlakuan ekstraksi 2008: 54–60, 17 Januari 2008: PATPI.
menghasilkan keseimbangan asam amino yang [2] Cho, J.H., C.B. Park, Y.G. Yoon dan S.C. Kim.
lebih baik (Tabel 2). Nilai IAAE yang tinggi (1998). Lumbricin I, a Novel Proline-Rich
ini menandakan bahwa asam amino TCT yang Antimicrobial Peptide from the Earthworm:
diolah lagi ke dalam bentuk ekstrak air lebih Purification, cDNA Cloning and Molecular
Characterization. Biochim. Biophys. Acta. 1408
seimbang dibandingkan TCT tanpa diekstrak.
(1): 67–76.
Nilai IAAE yang tinggi dapat meningkatkan
[3] Julendra, H. (2003). Uji Aktivitas Anti Bakteri
nilai biologis dan penyerapan suatu material dalam Cacing Tanah sebagai Bahan Pakan Ayam
bahan pakan serta memacu pertumbuhan ternak terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella pul-
unggas.[12,14] Adapun nilai IAAE pada ECT-e lorum secara In-vitro. Prosiding Pemaparan
lebih rendah dibandingkan TCT dan ECT. Hal Hasil Litbang IPT 2003.

6
Profil Asam Amino Ekstrak Cacing ...| Septi Nur Hayati, dkk.

[4] Tram, N.D.Q, L.D. Ngoan dan B. Ogle. (2005). [13] Oser, B. L. (1951). Method for Integrating Es-
Culturing Earthworms on Pig Manure and The sential Amino Acid Content in The Nutritional
Effect of Replacing Trash Fish by Earthworms Evaluation of Protein. J. Am. Dietetic Assn. S7:
on The Growth Performance of Catfish (Clarias 396.
macrocephalus x Clarias gariepinus). (http:// [14] Raghunath, M. dan B.S. Narasinga Rao. (1984).
www.mekarn.org/msc2003-05/theses05/tram_ Relationship Between Relative Protein Value
p2.pdf, diakses pada tanggal: 10 September and Some in Vitro Indices of Protein Quality.
2010). J. Biosciences. 6 (5): 655–661.
[5] Edwards, C. A. (1985). Production of Feed Pro- [15] Dep. Kes. RI. (2000). Acuan Sediaan Herbal.
tein from Animal Waste by Earthworms. Phil. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indo-
Trans. R. Soc. Lond. B 310: 299–307 nesia.
[6] Popovic, M., M. Grdisa and T.M. Hrzenjak. [16] Dep. Kes. RI. (1996). Materia Medika Indone-
(2005). Glycolipoprotein G-90 Obtained from sia, Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan
The Earthworm Eisenia foetida Exerts Anti- Republik Indonesia.
bacterial Activity. Veterinarski Arhiv. 75 (2):
[17] Dep. Kes. RI. (1995). Farmakope Indonesia,
119–128
Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Re-
[7] Liu, Y-Q., Z-J. Sun, C. Wang, S-J. Li, and Y-Z. publik Indonesia.
Liu. (2004). Purification of a Novel Antibacte-
[18] Rowe, R.C, Sheskey, P.J., dan Owen, S.C.
rial Short Peptide in Earthworm Eisenia foetida.
(2006). Handbook of Pharmaceutical Exipients,
Acta Biochimica et Biophysica Sinica, 36 (4):
5th Ed: 419. London: Pharmaceutical Press.
297–302
[19] Istiqomah, L., A. Sofyan, E. Damayanti, dan
[8] Tasiemski, A., D. Schikorski, F.L. Marrec-Croq,
H. Julendra. (2009). Amino Acid Profile of
C.P-V. Camp, C. Boidin-Wichlacz and P.E.
Earthworm and Earthworm Meal (Lumbricus
Sautiere. (2006). Hestidin: A Novel Antimi-
rubellus) for Anima Feedstuff. J. Indonesian
crobial Peptide Containing Bromotryptophan
Trop. Anim. Agric. 34(4): 253–257.
Constitutively Expressed in The NK Cells-like
of The Marine Annelid, Nereis diversicolor. [20] Promin. (2006). Promin, pure earthworm flour.
Developmental and Comparative Immunology, (http://www.promin.com.br/ promin_english.
31: 749–762. pdf., diakses pada tanggal: 10 September
2010).
[9] Damayanti, E., A. Sofyan, H. Julendra and T.
Untari. (2009). The Use of Earthworm Meal [21] Bodanszky, M. (1998). Kimia Peptida, diter-
(Lumbricus rubellus) as Anti-pullorum Agent in jemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung:
Feed Additive of Broiler Chicken. JITV 14(2): Penerbit ITB.
83–89. [22] Visvanathan, C., I. J. Traenklar, K. Joseph and
[10] Voigt, R. (1994). Buku Ajar Teknologi Farmasi, R.Nagendran. (2003). Vermicomposting as
Edisi V, diterjemahkan oleh Soendani Noerono an Eco-tool in Sustainable Solid Waste Man-
Soewandi. Yogyakarta: Gadjah Mada University agement. Scientific Report. Asian Institute of
Press. Technolgy and Anna University. (http://dste.pu-
ducherry.gov.in/ envisnew/books&reports8.pdf.,
[11] Zhang, Z., Law, D., and Lian, G. (2010). Char-
diakses pada tanggal: 10 September 2010).
acterization Method of Encapsulates. New York:
Springer. [23] Mitchell, H., H., and R., J., Block. (1946). Some
Relationships Between The Amino Acid Content
[12] Rama Rao, P.B., H.W. Norton dan B.C. John-
of Proteins and Their Nutritive Values for The
son. (1964). The Amino Acid Composition and
Rat. J. Biological Chemistry. 163: 599.
Nutritive Value of Proteins. v. Amino Acid Re-
quirements as a Pattern for Protein Evaluation.
J. Nutrition. 82: 88–92.

Diterima: 30 Mei 2011 Revisi: 20 Juli 2011 Disetujui: 8 Agustus 2011

Anda mungkin juga menyukai