Anda di halaman 1dari 112

ANALISIS KESEJAHTERAAN CLEANING SERVICE

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) CUT NYAK DHIEN


MEULABOH KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN
KABUPATENACEH BARAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan


Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial

Oleh :

MUKRIANI
NIM: 09C20201064

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
TAHUN 2016
ABSTRAK

Mukriani Nim: 09C20201064 Analisis Kesejahteraan Cleaning Service Di


Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh Kecamatan
Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Di bawah bimbingan Bapak Drs.
Moenawar Iha, MM dan Bapak Triyanto, MA

Kesejahteraan adalah harapan setiap pekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.


Setiap pekerja berhak memperolehnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana hambatan dan tingkat kesejahteraan yang diperoleh para pekerja di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh Kecamatan
Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Metode yang digunakan adalah metode
pendekatan kualitatif, dengan tipe deskriptif. Adapun populasi dalam penelitian
adalah koordinator yang membidangi cleaning service 1 orang, pekerja 8 orang
dan semuanya berjumlah 9 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah cara observasi, wawancara, serta kajian perpustakaan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, memberikan hasil kompensasi/gaji dan insentif sangat
berpengaruh terhadap tingkat kebutuhan seorang pekerja, semakin tinggi
kebutuhan rumah tangga, makin tinggi pula gaji yang diharapkan, tingkat
kedisiplinan seorang pekerja sangat mempengaruhi terhadap kinerja pekerja yang
lain. Tingkat kepuasan kerja dan kepercayaan diri pekerja juga bisa dipengaruhi
oleh faktor perlindungan diri/keselamatan kerja, tidak tersedianya alat pelindung
seperti pakaian seragam dan safety lainnya. Mengacu pada Undang-Undang
Ketenagakerjaan Republik Indonesia, upah yang diperoleh tenaga cleaning service
juga masih dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Sesuai dengan teori, faktor
yang mempengaruhi atau hambatan kenaikan kompensasi pekerja diakibatkan
oleh kemampuan pengelola untuk membayar masih kurang dan serikat buruhnya
tidak kuat, maka kompensasi yang dibayar tetap masih dibawah standar. Para
pekerja cleaning service, sebagian besar berkesimpulan belum memperoleh
tingkat kesejahteraan yang memadai.

Kata Kunci : Cleaning Service, Kesejahteraan, Upah.

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan pelayanan kebersihan (Cleaning Service) pada suatu instansi

pemerintah atau swasta merupakan suatu keharusan. Jasa Cleaning Service sangat

penting dalam mencapai tujuannya. Indikator keberhasilan pada suatu organisasi

dapat dilihat pada kebersihan lingkungan, sehingga terciptanya kenyamanan bagi para

karyawan/pekerja.

Dalam menjalankan tugasnya, para Cleaning Service bekerja penuh resiko

terutama di instansi atau gedung bertingkat yang mengharuskan membersihkan kaca

jendela dan dinding-dinding di bagian luarnya. Cleaning Service juga sering kali

harus bekerja ekstra saat acara-acara tertentu yang diadakan oleh kantor. Tuntutan

loyalitas dan penuh tanggung jawab sangat ditekankan pada pekerja Cleaning

Service, terutama di tempat pelayanan umum seperti rumah sakit.

Pada rumah sakit, baik Rumah Sakit Badan Usaha Milik Negara (RS BUMN)

atau Rumah Sakit milik swasta, beban pekerjaan Cleaning Service lebih berat. Ini

disebabkan karena pasien datang dan keluar silih berganti. Tentunya pasien-pasien

memiliki sampah di dalam ruangan, baik sampah makanan maupun yang lain.

Kebiasaan masyarakat di Indonesia, terutama di Kabupaten Aceh Barat,

masyarakat akan datang menjenguk kerabat yang sakit ke rumah sakit. Secara

otomatis akan meninggalkan sampah sisa makanan atau yang lainnya. Pekerjaan

cleaning service sangat diperlukan untuk mewujudkan kondisi rumah sakit yang

1
2

bersih dan sehat yang berdampak secara langsung terhadap peningkatan kualitas

pelayanan di rumah sakit. Setiap sudut ruangan dan lantai rumah sakit harus selalu

dalam keadaan bersih, terutama di Instalasi Gawat Darurat dan Ruang Bedah.

Kegiatan cleaning service termasuk sistem kegiatan di rumah sakit yang harus

mendapat perhatian yang spesifik. Untuk itu pekerja dituntut kedisiplinan yang tinggi.

Kedisiplinan adalah kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan dalam bentuk

peningkatan produktivitas kerja, disiplin yang baik memungkinkan terciptanya

kerjasama yang harmonis dalam membangun kebanggaan kelompok pekerja.

Penerapan peraturan yang adil sebagai dasar untuk perlindungan baik individu

maupun kelompok, karena tanpa peraturan yang jelas dapat dipastikan kerjasama

dalam organisasi akan kacau.

Dalam kegiatannya yang dituntut loyal, para cleaning service di rumah sakit

dihadapkan pada tingkat kesejahteraannya. Dalam hal ini, peneliti memilih Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh sebagai objek penelitian.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pada kesempatan ini peneliti

melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kesejahteraan Cleaning Service di

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh Kecamatan Johan

Pahlawan Kabupaten Aceh Barat”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, pokok masalah dalam

pembahasan ini adalah:


3

1. Bagaimana Cleaning Service melakukan pekerjaan di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh?

2. Bagaimana kesejahteraan karyawan para cleaning service di RSUD Cut Nyak

Dhien Meulaboh?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui cara para Cleaning Service melakukan pekerjaan di Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.

2. Untuk mengetahui kesejahteraan para cleaning service di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Akademisi

a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

mengenai kesejahteraan pekerja Cleaning Service di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.

b. Sebagai salah satu sumber referensi bagi kepentingan ilmu dalam mengatasi

masalah yang berhubungan atau sama di masa mendatang.

2. Bagi Praktisi

a. Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai tambahan sumber

referensi bagi pihak manajemen pengelolaan atau penyedia jasa Cleaning

Service di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.
4

b. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi penting tentang

upaya kesejahteraan pekerja Cleaning Service di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini, maka

sistematika skripsi ini ditulis dengan struktur sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini berisi teori-teori yang mendasari masalah dan teori-teori yang

mendukung.

Bab III : Metodelogi Penelitian

Bab ini berisi tentang metodelogi penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisa data dan pengujian

kredibilitas data.

Bab IV : Hasil dan Pembahasan

Bab ini memuat uraian hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menguraikan dan menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Terdahulu

Kajian pustaka tentang penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara penelitian yang akan dilakukan sebelumnya dengan yang akan

dilakukan. Di bawah ini peneliti akan memberikan kesimpulan hasil penelitian yang

pernah dilakukan.

Penelitian tentang kesejahteraan karyawan sudah pernah diteliti oleh Ayu Mega

Yesica Sukirman (2011) yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Kesejahteraan

Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan (Survey Di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta”. Menurut penelitian Mega Yesica Sukirman, hasil yang diperoleh dari

penelitiannya menyatakan bahwa variabel kesejahteraan (pendapatan atau gaji,

pemberian intensif, lingkungan kerja, dan promosi jabatan) berpengaruh positif

terhadap kinerja karyawan.

Penelitian tentang kesejahteraan karyawan juga pernah diteliti oleh Putra Adri

Ananda P (2010) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan

Karyawan di PTPN IV Kebun Air Batu”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

pengaruh gaji, intensif, bonus, dan layanan kesehatan terhadap kesejahteraan

karyawan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gaji, insentif, dan bonus

berpengaruh positif dan signifikan. Sedangkan layanan kesehatan berpengaruh positif

dan tidak signifikan terhadap kesejahteraan karyawan disebabkan kurangnya saranan

dan prasarana layanan kesehatan yang didapatkan.

5
6

Persamaan penelitian yang peneliti lakukan dengan peneliti yang dilakukan

oleh Ayu Mega Yesica Sukirman dan Putra Adri Ananda P terletak pada pengaruh

kinerja karyawan. Sedangkan perbedaan penelitian yang peneliti lakukan dengan

penelitian Ayu Mega Yesica Sukirman dan Putra Adri Ananda P adalah terletak pada

fokus yang menjadi masalah penelitian terhadap kesejahteraan karyawan secara

umum, maka kali ini peneliti lebih spesifik tinjauannya pada pekerja Cleaning

Service di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.

2.2 Kesejahteraan

Pada hakekatnya suatu perusahan dan karyawan saling membutuhkan.

Karyawan adalah aset perusahaan karena tanpa adanya sumber daya manusia maka

perusahaan tidak akan bisa berjalan, begitu juga karyawan tidak dapat menunjang

kesejahteraan hidupnya tanpa adanya perusahaan sebagai tempat mencari nafkah

sekaligus implementasi dari disiplin ilmu yang mereka miliki sendiri. Maka

kesejahteraan karyawan harus diperhatikan oleh pihak perusahaan.

2.2.1 Definisi Kesejahteraan

Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial

tenaga kerja. Jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh

dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan. Penyediaan

fasilitas kesejahteraan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran

kemampuan perusahaan.
7

Setiap orang yang hidup selalu menginginkan kesejahteraan dalam hidup sebab

dengan kesejahteraan hidupnya akan menjadi tenang dan tentram. Menurut Hasibuan

(2005: h.186), kesejahteraan adalah balas jasa lengkap (materi dan non materi yang

diberikan oleh pihak perusahaan berdasarkan kebijaksanaan). Tujuannya untuk

mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan agar

produktifitas meningkat.

Berdasarkan pengertian di atas, maka diasumsikan bahwa kesejahteraan

karyawan merupakan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan,

baik yang berbentuk uang, barang maupun jasa layanan lainnya yang dapat

memberikan kepuasan kepada karyawan dalam bekerja. Kesejahteraan karyawan

merupakan suatu program yang menitik beratkan terhadap pekerjaan dan lingkungan

kerja. Kesejahteraan adalah asal kata dari sejahtera, bahwa sejahtera adalah aman

sentosa dan makmur, selamat (terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran dan

sebagainya) (Dessy Anwar, 2001: h.412).

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Program Kesejahteraan

Program kesejahteraan karyawan adalah tunjangan-tunjangan dan peningkatan

kesejahteraan yang pemberiannya tidak berdasarkan pada kinerja pegawai tetapi

didasarkan kepada keanggotanya sebagai bagian dari organisasi serta pegawai sebagai

seorang manusia yang memiliki banyak kebutuhan agar dapat menjalankan

kehidupannya secara normal dan bekerja lebih baik (Mariot, 2005: h.279). Tujuannya

untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan, agar

produktivitas kerjanya meningkat.


8

Program kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan, lembaga atau

organisasi kepada pegawai hendaknya bermanfaat, sehingga dapat mendorong

tercapainya tujuan perusahaan yang efektif. Program kesejahteraan karyawan

sebaiknya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan tidak

melanggar peraturan pemerintah. Adapun tujuan program kesejahteraan pada pegawai

menurut Malayu S.P. Hasibuan (2000: h.187) adalah :

1. Untuk meningkatkan kesetiaan dan ketertarikan pegawai dengan perusahaan.

2. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi pegawai beserta

keluarganya.

3. Memotivasi gairah kerja, disiplin dan produktivitas pegawai.

4. Menurunkan tingkat absensi, dan labour turnover (perputaran tenaga kerja).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk ke dalam

kesejahteraan karyawan dapat berupa uang bantuan seperti bantuan untuk

keperawatan karyawan yang sakit, bantuan uang untuk tabungan, pembagian saham,

asuransi dan pensiun. Kesejahteraan buruh/pekerja adalah suatu pemenuhan

kebutuhan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam

maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat

mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat (UU

RI tentang Ketenagakerjaan Tahun 2003).

Program kesejahteraan karyawan adalah tunjangan-tunjangan dan peningkatan

kesejahteraan yang pemberiannya tidak berdasarkan pada kinerja pegawai tetapi

didasarkan pada keanggotaannya sebagai bagian dari organisasi serta pegawai sebagai
9

seorang manusia yang memiliki banyak kebutuhan agar dapat menjalankan

kehidupannya secara normal dan bekerja lebih baik (Efendi Hariandja, 2002: h.76).

Adapun persamaan dan perbedaan antara kompensasi langsung (gaji/upah)

dengan kesejahteraan karyawan (kompensasi tidak langsung) yaitu.

a) Persamaannya :

1. Gaji/upah dan kesejahteraan karyawan adalah sama-sama merupakan

pendapatan bagi karyawan.

2. Pemberian gaji/upah dan kesejahteraan bertujuan sama yakni untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dan keterkaitan karyawan.

3. Gaji/upah dan kesejahteraan adalah biaya bagi perusahaan.

4. Pemberian gaji/upah dan kesejahteraan dibenarkan oleh peraturan legal, jadi

bisa dimasukkan dalam neraca finansial perusahaan tersebut (Hasibuan,

2005:h.45).

b). Perbedaannya :

1. Gaji/upah adalah hak karyawan untuk menerimanya dan menjadi kewajiban

perusahaan untuk membayarnya.

2. Gaji/upah wajib dibayar perusahaan sedangkan kesejahteraan diberikan hanya

atas kebijaksanaan saja, jadi bukan kewajiban perusahaan atau sewaktu-waktu

dapat ditiadakan.

3. Gaji/upah harus dibayar dengan financial (uang/barang), sedangkan

kesejahteraan diberikan dengan financial dan non financial (fasilitas).

4. Gaji/upah waktu dan besarnya tertentu, sedangkan kesejahteraan waktu dan

besarnya tidak tentu (Malayu S.P. Hasibuan, 2005: h.32).


10

Hal-hal tersebut mendorong manajer yang kreatif memberikan balas jasa secara

langsung dan tidak langsung untuk tindakan berjaga-jaga, jika sewaktu-waktu

perusahaan mengalami kesulitan karyawan tetap bersikap loyal. Kesejahteraan yang

diberikan hendaknya bermanfaat dan mendorong untuk tercapainya tujuan

perusahaan, karyawan, dan masyarakat serta tidak melanggar peraturan legal

pemerintah. Salah satu indikator perusahaan memperhatikan karyawannya adalah

membayar upah pekerja sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP), serta jaminan sosial

dan hal lain yang diatur dalam UU Republik Indonesia tentang Ketenagakerjaan.

Tujuan pemberian kesejahteraan antara lain sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan kesetiaan dan keterikatan karyawan kepada karyawan.

2. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi karyawan beserta

keluarganya.

3. Memotivasi gairah kerja, disiplin dan produktivitas kerja bagi karyawan.

4. Menurunkan tingkat absensi dan trun over karyawan.

5. Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik dan nyaman.

6. Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.

7. Memelihara kesehatan dan meningkatkan kualitas karyawan

8. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

9. Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam meningkatkan kualitas

manusia.

10. Mengurangi kecelakaan kerja dan kerusakan peralatan perusahaan.

11. Meningkatkan status sosial karyawan beserta keluarganya (Hasibuan, 2005:

h.54).
11

2.2.3 Kompensasi

Program kesejahteraan terdiri dari dua komponen utama yaitu : kompensasi

yang berkaitan langsung dengan prestasi kerja karyawan serta kompensasi yang tidak

berkaitan langsung dengan prestasi kerja karyawan serta kompensasi yang tidak

berkaitan langsung dengan prestasi kerja karyawan tetapi diberikan oleh pihak

perusahaan kepada karyawan yang dipandang sebagai penghasilan tambahan.

Kompensasi adalah faktor pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung

atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan

kepada perusahaan (Hasibuan, 2005: h.118). Imbalan atau kompensasi adalah faktor

penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu

organisasi dan bukan pada organisasi yang lainnya.

Menurut Suryo (2007, h.28), kompensasi dapat diberikan kepada karyawan

dalam empat macam, yaitu:

1. Upah dan gaji, merupakan bentuk pembayaran yang biasanya diberikan

berdasarkan jumlah jam kerja, semakin banyak jam kerja semakin besar upah

yang diterima. Sedangkan gaji besarnya tetap tanpa mempertimbangkan jam

kerja

2. Program insentif, imbalan yang diterima karyawan selain gaji dan upah antara

lain dalam bentuk insentif, yang biasanya diberikan berdasarkan tingkat

keberhasilan perusahaan baik dalam mencapai tingkat penjualan, tingkat

keuntungan atau tingkat produktivitas.


12

3. Employee benefit program/ tunjangan, merupakan imbalan tidak langsung yang

diberikan perusahaan kepada karyawan seperti program asuransi jiwa dan

kesehatan, program pensiun, biaya liburan dan sebagainya.

4. Perquisites, umumnya hanya diberikan kepada karyawan yang menduduki level

cukup tinggi dalm bentuk fasilitas yang diberikan perusahaan seperti kendaraan

dinas, perumahan, keanggotaan klub olahraga, biaya perjalanan dinas dan

bentuk-bentuk fasilitas lainnya.

Adapun tujuan pemberian kompensasi menurut Hasibuan (2005, h.121) antara

lain:

1. Ikatan Kerja Sama

Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara

majikan dengan karyawan.

2. Kepuasan Kerja

Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan fisik, status

sosial, dan egoistik sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.

3. Pengadaan efektif

Jika pengadaan kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang

qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.

4. Motivasi

Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih mudah

memotivasi bawahannya.

5. Stabilitas Karyawan
13

Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal

konsistensi maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif

kecil.

6. Disiplin

Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan akan

lebih baik.

7. Pengaruh Serikat Buruh

Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat

dihindarkan.

8. Pengaruh Pemerintah

Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang

berlaku, maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

Menurut Hasibuan (2005: h.127), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya

kompensasi antara lain sebagai berikut:

1. Penawaran dan permintaan Tenaga Kerja

Jika pencari kerja lebih banyak dari pada lowongan pekerjaan, maka

kompensasi relatif lebih kecil. Sebaliknya jika pencari kerja lebih sedikit dari

pada lowongan pekerjaan, maka kompensasi relatif semakin besar.

2. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan

Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik,

maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya, jika kemampuan

perusahaan untuk membayar kurang maka tingkat kompensasi relatif kecil.

3. Serikat Buruh/Organisasi Karyawan


14

Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi

semakin besar. Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat maka tingkat

kompensasi relatif kecil.

4. Produktivitas Kerja Karyawan

Jika produktivitas kerja karyawan baik maka kompensasi akan semakin besar.

Sebaliknya jika produktivitas kerja buruk maka kompensasinya relatif kecil.

5. Pemerintah dengan Undang-Undang dan Keppres

Pemerintah dengan Undang-Undang menetapkan besarnya batas upah

minimum. Peraturan ini sangat penting untuk melindungi masyarakat dari

tindakan sewenang-wenang perusahaan.

6. Biaya Hidup/ Cost of Living

Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi, maka tingkat kompensasi semakin

besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah rendah maka tingkat

kompensasi relatif kecil.

7. Posisi Jabatan Karyawan

Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima

kompensasi/gaji lebih besar. Sebaliknya karyawan yang menduduki jabatan

lebih rendah akan memperoleh kompensasi lebih kecil. Ini disebabkan

wewenang karyawan yang menduduki jabatan tinggi lebih berat secara

tanggung jawabnya.

8. Pendidikan dan Pengalaman Kerja


15

Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji/balas

jasa akan semakin besar. Sebaliknya karyawan yang berpendidikan lebih rendah

dan minimnya pengalaman kerja maka tingkat kompensasinya relatif kecil.

9. Kondisi Perekonomian Nasional

Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju (boom) maka tingkat

kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya jika kondisi perekonomian kurang

maju (depresi) maka tingkat upah akan rendah, karena terdapat banyak

pengangguran (disqueshed unemployment).

10. Jenis dan Sifat Pekerjaan

Apabila jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan penuh resiko (finansial,

keselamatan) maka tingkat kompensasi semakin besar karena membutuhkan

kecakapan dan keahlian untuk mengerjakannya. Sebaliknya bila jenis dan sifat

pekerjaannya mudah resiko (finansial, kecelakaannya) kecil, maka tingkat

kompensasinya relatif rendah.

2.2.4 Insentif

Menurut Rivai (2004: h.384) insentif dapat diartikan sebagai bentuk

pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja dan gain sharing, sebagai pembagian

keuntungan bagi karyawan akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya.

Sistem ini merupakan bentuk lain dari kompensasi langsung di luar gaji dan upah

yang merupakan kompensasi tetap, yang disebut sistem kompensasi berdasarkan

kinerja (pay for performance plan).


16

Tujuan utama insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan

kepada karyawan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil kerjanya.

Sedangkan bagi perusahaan, insentif merupakan strategi untuk meningkatkan

produktivitas dan efisiensi perusahaan dalam mengahadapi persaingan yang semakin

kuat, dimana produktivitas menjadi satu hal yang sangat penting.

Insentif dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Insentif Individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji

pokok bagi individu yang dapat mencapai standar prestasi tertentu. Insentif

individu bisa berupa upah per output (misalkan menggunakan per potong) dan

upah per waktu (misalkan menggunakan jam).

2. Insentif Kelompok

Insentif kelompok akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja

melebihi standar yang ditetapkan. Para anggota kerja dapat dibayar dengan tiga

cara, yaitu (a) seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang

diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerja, (b) semua anggota

kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima

oleh mereka yang paling rendah prestasi kerjanya, (c) seluruh anggota

menerima pembayaran yang sama rata dengan rata-rata pembayaran yang

diterima kelompok.

Program insentif adalah salah satu cara untuk memungkinkan seluruh pekerja

merasakan bersama kemakmuran perusahaan. Maka pembayaran perlu dihubungkan

dengan kinerja sedemikian rupa sehingga pembayaran itu mengikuti tujuan karyawan

dan perusahaan.
17

2.2.5 Kinerja

Menurut Moh.Pabundu Tika (2010: h.121) kinerja didefiniskan sebagai hasil-

hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang

dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai suatu tujuan organisasi dalam

periode waktu tertentu.

Kinerja sering disebut juga dengan prestasi kerja, unjuk kerja atau

performance. Kata kinerja merupakan kata yang sering mendapat perhatian khusus

oleh setiap individu, kelompok maupun perusahaan. Hal ini berarti kata kinerja

menunjukkan suatu hasil perilaku kualitatif dan kuantitatif yang terpilih. Kinerja

adalah perangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta

pelaksanaan suatu pekerjaan yang ada pada diri pekerja yang diminta. Kinerja

dinyatakan baik dan jika tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan baik.

Keberhasilan sistem penilaian kinerja yang mempengaruhi kinerja dapat

sepenuhnya dikendalikan oleh manajemen seperti desain kerja (tugas atau aktivitas

yang dijalankan, isi pekerjaan, kondisi-kondisi fisik pekerjaan, komputerisasi, jam

kerja, dan sebagainya), dan tujuan-tujuan kinerja (yang seharusnya terkait dengan

tujuan-tujuan pekerjaan). Itu semua memiliki efek langsung pada tingkat dan sifat

usaha individual yang ditujukan kepada suatu pekerjaan.

Kinerja menghasilkan outcomes produktivitas bagi oraganisasi dan ganjaran

bagi personil dalam bentuk gaji, tunjangan, jaminan pekerjaan, pengakuan dari teman

kerja dan atasan, serta kesempatan promosi bagi karyawan. Para karyawan umumnya

sering mengukur kepuasan kerja dari sudut pandang ini.


18

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009: h.67), faktor yang

mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor

motivasi (motivation).

a. Faktor kemampuan. Secara psikologis, kemampuan pegawai terdiri dari

kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya

pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan

yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan

sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.

Oleh sebab itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan sesuai dengan

keahliannya (the right man in the righ place, the right man on the right job).

b. Faktor motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi

situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri

pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

2.2.6 Kepuasan Kerja

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009: h.117), kepuasan kerja adalah

suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang

berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya. Perasaaan yang

berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang

diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya,

penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan.

Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi
19

kesehatan, kemampuan, pendidikan. Pegawai akan merasa puas dalam bekerja bila

aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dirinya menyokong dan sebaliknya jika

aspek-aspek tersebut tidak menyokong, pegawai akan merasa tidak puas.

Teori-teori tentang kepuasan kerja, yaitu:

a. Teori keseimbangan (Equity Theory)

Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari

membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-

outcome pegawai lain (comparison person). Jadi, jika perbandingan tersebut

dirasakan seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi,

apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan,

yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan

dirinya) dan sebaliknya, under compensation inequity (keseimbangan yang

menguntungkan pegawai lain menjadi pembanding atau comparison).

b. Teori perbedaan (Discrepancy theory)

Menurut teori ini mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung

selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai.

c. Teori pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau

tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapat

apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin

puas pula pegawai tersebut.

d. Teori pandangan kelompok (Social reference group theory)


20

Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada

pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan

kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan.

e. Teori Dua faktor dari Herzberg

Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas

menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor

pemotivasian (motivational factors).

f. Teori pengharapan (Exceptancy theory)

Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti

dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang

memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya.

Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari range

0-1. Jika pegawai merasa tidak mungkin mendapatkan hasil maka harapannya

adalah 0. Jika aksinya berhubungan dengan hasil tertentu maka harapannya

bernilai 1. Harapan pegawai secara normal adalah diantara 0-1.

Kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti:

a. Turnover

Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai yang

rendah. Sedangkan pegawai-pegawai yang kurang puas biasanya turnover-nya

lebih tinggi.

b. Tingkat absen kerja


21

Pegawai-pegawai yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadirannya

(absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja dengan alasan yang tidak logis

dan subjektif.

c. Umur

Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada pegawai

yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang tua lebih

berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan

pegawai usia muda biasanya mempunyai harapan ideal tentang dunia kerjanya,

sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan

atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas.

d. Tingkat pekerjaan

Pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi

cenderung lebih puas dari pada pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan

yang lebih rendah. Pegawai-pegawai yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi

menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide-

ide serta kreatif dalam bekerja.

e. Ukuran organisasi perusahaan

Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan pegawai. Hal ini

karena besar kecil suatu perusahaan berhubungan pula dengan koordinasi,

komunikasi, dan partisipasi pegawai.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Edi Sutrisno

(2009: h.80) adalah:


22

a. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan

karyawan, yang meliputi minat, ketenteraman dalam kerja, bakat dan

keterampilan.

b. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antar

karyawan dengan atasan.

c. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhungan dengan kondisi fisik karyawan

meliputi jenis pekerjaan,pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan

kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan

karyawan, umur, dan sebagainya.

d. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta

kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan

sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan

sebagainya.

Kepuasan dan ketidakpuasan kerja akan berdampak, antara lain:

a. Dampak terhadap produktivitas

Produktivitas adalah sikap mental yang selalu disertai pandangan bahwa mutu

kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan esok lebih baik dari hari ini.

Patokannya adalah sikap mental dan upaya peningkatan (Boy S Sabarguna,

2008: h.13). Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan

eksintrik berasosiasi dengan prestasi kerja, maka kenaikan dalam prestasi tak

akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.

b. Dampak terhadap ketidakhadiran dan keluarnya tenaga kerja


23

Motivasi untuk hadir dipengaruhi oleh kepuasan kerja dalam kombinasi dengan

tekanan-tekanan internal dan eksternal untuk datang pada pekerjaan. Misalnya

karyawan selalu mengeluh, membangkang, menghindari sebagian tanggung

jawab pekerjaan.

c. Dampak terhadap kesehatan

Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan

sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan

sebaliknya yang satu mempunyai akibat yang negatif juga pada yang lain.

2.3 Cleaning Service

2.3.1 Definisi Cleaning Service

Cleaning Service adalah pekerjaan yang memberikan jasa kebersihan untuk

mendapatkan penghasilan (Hutauruk, 2010: h.23). Secara umum definisi Cleaning

Service adalah memberikan pelayanan kebersihan, kerapihan dan hygenisasi

dari sebuah gedung atau bangunan baik di dalam (indoor) atau pun di luar

(outdoor) sehingga terciptanya suasana yang nyaman (comfortable) dalam menunjang

dalam aktifitas sehari-hari sebagai tujuan jangka pendeknya, dan sebagai tujuan

jangka panjangnya adalah untuk mempertahankan (life of time) semua benda yang

termasuk dalam lingkup kerja cleaning service tersebut.

2.3.2 Cleaning Service Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 1988 No. 159b/Men-

Kes/Kes/II/1988 Bab II pasal 3 dinyatakan:


24

a. Rumah sakit dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta

b. Rumah sakit pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh:

a) Departemen Kesehatan

b) Pemerintah Daerah

c) ABRI

d) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

c. Rumah sakit swasta dimiliki dan diselenggarakan oleh:

a). Yayasan

b). Badan hukum lain yang bersifat sosial.

Keuangan rumah sakit BUMN dan rumah sakit pemerintah prosedurnya hampir

sama yaitu income akan disetor ke induk BUMN bersangkutan. Semuanya ditunjang

oleh BUMN bersangkutan, mulai dari bangunan rumah sakitnya sampai fasilitas

kesehatan serta keuangannya. Maka dalam mengelola asetnya harus mengikuti aturan

pemerintah melalui Keppres. Disamping itu juga harus dianggarkan paling sedikit

satu tahun sebelumnya dan minta persetujuan dari pihak-pihak terkait lainnya. Bila

disetujui baru bisa diadakan pengadaan barang dan jasa sesuai dengan regulasi yang

ditetapkan.

Menurut Pasal 7 UU NO 44/2009, rumah sakit harus memenuhi persyaratan

lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.

Rumah sakit yang didirikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah harus berbentuk

unit Pelaksana Teknis dari instansi yang bertugas di bidang kesehatan, instansi

tertentu, atau lembaga daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau
25

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai dengan ketentuan peratuan

perundang-undangan.

Jika rumah sakit berubah menjadi BLUD, maka dapat menggunakan

pendapatan fungsional sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Ia boleh menggunakan

pendapatan itu untuk membelanjakan pengeluaran yang bahkan tidak terdapat dalam

anggaran. Bisa melakukan pengadaan barang tanpa harus mengacu pada regulasi

pemerintah tentang pengadaan barang/jasa. Bebas melakukan perikatan dengan pihak

ketiga dalam bentuk utang untuk membiayai investasi atau hanya sekedar menutup

belanja barang/jasanya. Ia berhak menentukan sendiri besaran remunerasi bagi

karyawan rumah sakit dan sederet fleksibilitas lainnya yang hanya ia peroleh tatkala

berubah menjadi BLUD.

Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri dari :

1. Kelas A

Izin rumah sakit kelas A dan rumah sakit penanaman modal asing atau

penanaman modal dalam negara diberikan oleh menteri setelah mendapatkan

rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada pemerintah

daerah provinsi

2. Kelas B

Izin rumah sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi setelah

mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan

Pemerintah Daerah kabupaten/ kota

3. Kelas C

4. Kelas D
26

Izin rumah sakit kelas C dan kelas D diberikan oleh Pemerintah Daerah

kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di

bidang kesehatan Pemerintah Daerah/Kota.

Pekerja Cleaning Service di rumah sakit adalah orang yang dibayar pihak

rumah sakit atau pihak ketiga (perusahaan) untuk selalu menjaga situasi rumah sakit

dalam keadaan bersih. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan, pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Menurut Suparto Adikoesoemo (2003: h.22), ada tiga jenis tenaga kerja di

rumah sakit yaitu:

a. Tenaga full timer (purna waktu)

Karyawan full timer adalah karyawan yang termasuk di dalam core business

(bisnis inti) misalnya: perawat, analis, pinata rontgen, dokter dan sebagainya.

b. Tenaga part timer (paruh waktu)

Tenaga part timer (paruh waktu) biasanya dokter ahli yang tidak banyak atau

tidak mudah untuk di dapat.

c. Tenaga contract (kontrak)

Kontrak adalah karyawan yang tidak begitu penting dalam usaha ini dan

sewaktu-waktu mudah dilepas/diganti, misalnya tenaga untuk renovasi

gedung/kamar serta tenaga cleaner (petugas kebersihan dan sebagainya)

Adapun tugas-tugas yang harus dilakukan oleh setiap Cleaning Service adalah

sebagai berikut :
27

1. Kamar Mandi

Kebersihan kamar mandi rumah sakit harus sangat dijaga sebagai salah satu

tujuan untuk sanitasi lingkungan. Sangat perlu diperhatikan disini adalah mangkuk

toilet dan tuas menyiram urine yang merupakan tempat yang sangat potensial bagi

kuman dan bakteri yang berbahaya, gagang pintu kamar mandi dan daun pintu kamar

mandi juga harus sering dibersihkan mengingat adanya bakteri dari sentuhan tangan

dari seorang pasien yang dapat menular ke pasien lainnya. Kemudian kamar mandi

umum dan kamar mandi karyawan.

2. Kamar Pasien

Kebersihan kamar pasien harus sangat signifikan dengan penggunaan

disinfektan. Disini ditujukan pada pasien yang dapat membawa kuman menular dan

kemudian dipindahkan ke seluruh daerah ruangan baik berupa sentuhan dan lain-lain.

Sisi dan depan tempat tidur harus selalu didisinfeksi. Terutama tempat tidur pasien

membutuhkan sanitasi dan benda-benda lainnya seperti remote televisi, tombol

bantuan, meja, laci, dan gagang pintu. Pembersihan barang-barang tersebut bertujuan

untuk menghindari resiko baik itu virus dan bakteri yang dapat menginfeksi pasien

lainnya dan pengunjung pasien.

3. Mengangkut sampah

Menurut Yoga dkk, (2007: h.19) pengangkutan sampah dalam gedung dimulai

dengan pengosongan bak sampah di pengangkutan biasanya dengan kereta,

sedangkan untuk bangunan bertingkat dapat dibantu dengan menyediakan cerobong

sampah atau lift pada setiap sudut bangunan. Dalam strategi pembuangan limbah

rumah sakit hendaknya memasukkan prosedur pengangkutan limbah internal maupun


28

eksternal. Pengangkutan internal biasanya berasal dari titik penampungan awal ke

tempat pembuangan atau incinerator di dalam rumah sakit (onsite insinerator)

dengan menggunakan kereta dorong. Peralatan pengangkutan harus terpisah dengan

peralatan pengangkutan limbah klinis. Peralatan pengangkutan harus jelas dan diberi

label, dibersihkan secara regular dan hanya digunakan untuk mengangkut sesuai

jenisnya.

2.3.3 Perlengkapan Perlindungan Diri Cleaning Service di Rumah Sakit

Agar tidak tertular penyakit di rumah sakit, petugas cleaning service harus

menggunakan alat pelindung diri. Perlengkapan pelindung diri yang dipakai oleh

petugas cleaning service harus menutupi bagian-bagian tubuh petugas mulai dari

kepala hingga telapak kaki. Alat atau perlengkapan pelindung diri yang dipakai oleh

petugas cleaning service adalah sebagai berikut :

a) Sarung tangan

Terbuat dari bahan lateks atau nitril, dengan tujuan :

 Mencegah penularan flora/penyakit dari penderita di Rumah Sakit lewat

tangan petugas.

 Mencegah resiko kepada petugas terhadap kemungkinan transmisi

mikroba pathogen dari penderita di Rumah Sakit.

Agar sarung tangan dapat dimanfaatkan dengan baik, maka sarung tangan

sebaiknya steril, atau tidak robek dan berlubang, serta ukurannya sesuai dengan

ukuran tangan petugas agar gerakan tangan atau jari selama melaksanakan

pekerjaan dapat bergerak bebas.


29

b) Masker

Masker merupakan alat/perlengkapan yang menutup wajah bagian bawah harus

cukup lebar karena harus menutup hidung, mulut, hingga rahang bawah.

c) Alas kaki

Alas kaki digunakan untuk melindungi kaki petugas dari perlukaan,

bersentuhan dengan cairan yang menetes atau benda tajam yang terjatuh. Alas

kaki tersebut dapat berupa sepatu bot terbuat dari bahan kulit atau karet.

d) Tudung kepala (penutup kepala)

Termasuk di dalamnya pengikat rambut, penutup kepala, topi dan berbagai

material. Berfungsi untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh, terbang,

korosit, debu, iklim yang buruk serta menjaga kebersihan kepala dan rambut.

e) Pakaian

Pakaian yang baik adalah yang melindungi pekerja dan sangat baik bila

memiliki pakaian seragam.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan

kualitatif secara deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan

pemahaman yang berdasarkan pada metodelogi yang menyelidiki suatu fenomena

sosial. Pada pendekatan ini, peneliti menekankan pada sifat realitas yang terbangun

secara sosial, hubungan erat antara peneliti dan subjek yang diteliti.

Penelitian deskriptif memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagaimana

adanya pada saat penelitian berlangsung di lapangan. Pada metode penelitian

kualitatif, peneliti adalah kunci. Oleh sebab itu, peneliti harus memiliki pemahaman

teori dan referensi yang kuat, serta wawasan yang luas. Sehingga menguasai bahan

saat wawancara, mampu menganalisa dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi

lebih jelas dan terarah.

Penelitian metode ini memiliki langkah-langkah dalam pelaksanaannya,

dimulai dengan adanya masalah, menentukan jenis informasi yang dibutuhkan,

menentukan prosedur pengumpulan data melalui observasi atau pengamatan,

pengolahan data, dan mengambil kesimpulan penelitian.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, penelitian ini diharapkan mampu

menggambarkan tentang kesejahteraan cleaning service di Rumah Sakit Umum

(RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh

Barat.

30
31

3.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.2.1 Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari dua jenis data,

yaitu:

1. Data Primer

Data Primer merupakan sumber data yang diperoleh di lapangan. Pada

penelitian ini, dikumpulkan data melalui observasi langsung ke objek yang

diperlukan yaitu para pekerja cleaning service di Rumah Sakit Cut Nyak Dhien

Meulaboh. Wawancara dan dokumentasi, khususnya menyangkut kesejahteraan para

karyawan/pekerja cleaning service.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi kepustakaan,

internet dan sumber lainnya yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti

penulis. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari dokumen yang ada pada

bidang Instalasi Pengelolaan Sanitasi Lingkungan (IPSL) di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan berhadapan secara langsung pada sumber informasi dengan menyiapkan

daftar pertanyaan terlebih dahulu. Teknik wawancara yang digunakan pada penelitian

kualitatif adalah dalam bentuk wawancara mendalam.


32

Saat mewawancarai responden, peneliti harus memperhatikan intonasi bicara,

kecepatan bicara, sensitivitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan non verbal.

2. Observasi

Informasi diperoleh dari hasil observasi antara lain: tempat, pelaku, kegiatan,

objek, perbuatan, kejadian, waktu dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi

adalah untuk menyajikan gambaran realitas perilaku.

3. Dokumentasi

Secara detail, bahan dokumentasi terbagi beberapa macam, yaitu foto, daftar

pekerja atau absensi, kontrak kerja, dan file penting lainnya.

3.3 Instrumen Penelitian

Peneliti merupakan instrumen kunci utama, karena peneliti yang menentukan

keseluruhan penelitian yang secara langsung turun ke lapangan untuk melakukan

pengamatan dan wawancara. Untuk kelancaran penelitian, peneliti membuat panduan

wawancara terlebih dahulu berupa catatan, dokumen laporan dan dokumen lainnya.

Menurut Suyanto dan Sutinah, (2006: h.59) mengemukan bahwa instrumen

penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari responden sebagai

sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survey. Instrumen penelitian ilmu

sosial umumnya berbentuk kuesioner dan pedoman pertanyaan (interview guide).

Semua jenis instrumen penelitian ini berisi rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal

atau suatu masalah yang menjadi tema pokok penelitian.


33

3.4 Teknik Analisa Data

Analis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam

pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja (Moleong, 2002: h. 103).

Pada penelitian ini, teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa

deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu menjabarkan hasil penelitian

sebagaimana adanya. Pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan

dokumentasi yang diperoleh dari penelitian lapangan diolah dan dianalisis dengan

mendeskripsikan dan memberikan komentar berdasarkan hasil di lapangan.

Menurut Miles Huberman, (2007: h.17) analisis data dalam penelitian

kualitatif berlangsung secara interaktif, dimana pada setiap penelitian dilakukan

sesuai dengan kegiatan yang direncanakan. Ada tiga komponen analisis yang harus

dilakukan sebagai proses siklus, yaitu reduksi data, penyajian data, serta verifikasi

atau penarikan suatu kesimpulan. Untuk lebih jelasnya, proses analisis interaktif

dapat digambarkan pada skema berikut:

Pengumpulan data

Reduksi data
Penyajian data

Kesimpulan

Gambar: 3.1 Proses Analisis Interaktif


34

Pada Gambar 3.1 Proses analisis interaktif dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang

tertulis di lapangan (Miles Huberman, 2007: h.17). Reduksi data ini bertujuan untuk

menganalisis data yang lebih mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasikan data agar diperoleh kesimpulan atau mengumpulkan data dari

hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Selanjutnya dipilih dan

dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.

2. Penyajian Data

Menurut Miles Huberman (2007: h.19) penyajian data adalah pengumpulan

informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Data yang telah dikategorikan tersebut, diorganisasikan

sebagai bahan penyajian data.

3. Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan

Verifikasi data adalah sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna-

makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya, kekokohannya,

dan kecocokannya (Miles Huberman, 2007: h.19). Penarikan kesimpulan berdasarkan

pada pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat dalam pernyataan singkat

dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok permasalahan yang diteliti.

3.5 Pengujian Kredibilitas Data

Adapun pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut:


35

1. Perpanjangan pengamatan

Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan karena berdasarkan pengamatan

yang telah dilakukan, dirasakan data yang diperoleh masih kurang memadai.

Menurut Moleong (2007: h.327) perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal di

lapangan sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.

2. Peningkatan ketekunan

Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih mendalam

untuk memperoleh keakuratan data. Peningkatan ketekunan dilakukan dengan cara

membaca berbagai sumber referensi yang mempunyai keterkaitan dengan objek

penelitian untuk memeriksa kebenaran data.

3. Triangulasi

Triangulasi dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan dari beberapa pihak

secara terpisah namun karakteristiknya tetap sama. Hasilnya kemudian dilakukan

cross check antara yang satu dengan lainnya. Jawaban dari beberapa pihak tersebut

dilihat persamaan dan perbedaan antara keduanya, sehingga dapat dijadikan acuan

dalam mengambil kesimpulan.

4. Pemeriksaan teman sejawat

Pemeriksaan teman sejawat dilakukan dengan mendiskusikan data hasil

penelitian lapangan dengan rekan mahasiswa maupun teman lainnya. Melalui hasil

diskusi dan sharing ini diharapkan diperoleh saran dan memperkaya masukan yang

berguna.
36

5. Member Check

Member check atau pengujian anggota dilakukan dengan cara mendiskusikan

hasil penelitian kepada sumber-sumber yang telah memberikan data untuk mengecek

kebenaran data.

Menurut Moleong, (2007.h.336) pengecekan dilakukan dengan jalan :

1. Penilaian dilakukan oleh informan

2. Mengoreksi kekeliruan

3. Menyediakan tambahan informasi secara suka rela

4. Memasukkan informan dalam lingkup penelitian, menciptakan kesempatan untuk

mengikhtiarkan sebagai langkah awal analisa data.

Pengujian kredibilitas (credibility) bertujuan untuk menilai kebenaran dari

temuan penelitian kualitatif. Kredibilitas ditunjukkan ketika partisipan

mengungkapkan bahwa transkrip penelitian memang benar-benar sebagai

pengalaman dirinya sendiri. Dalam hal ini peneliti akan memberikan data yang telah

ditranskripkan untuk dibaca ulang oleh partisipan.

3.6 Pemilihan Informan Penelitian

Pada penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap

mempunyai informasi (key-informan) yang dibutuhkan pada penelitian. Cara yang

digunakan untuk menentukan informasi adalah purposive sampling, yaitu teknik

sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-

pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Noor, 2009: h.155).


37

Berdasarkan purposive sampling, maka yang menjadi informan bagi penulis

dalam penelitian ini adalah 1 orang koordinator cleaning service dan 8 orang pekerja

cleaning service. Jadi, jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 9 orang.

Alasan pemilihan informan tersebut karena subjek yang telah ditetapkan ini dianggap

mengetahui dan memahami masalah penelitian.

Penentuan informan ini juga sesuai dengan metode purposive sampling, yaitu

teknik penarikan dengan sengaja atau menunjuk langsung kepada orang yang

dianggap dapat mewakili populasi dan didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan

tertentu.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Cut Nyak Dhien Meulaboh

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh adalah

rumah sakit memiliki pemerintah yang berada dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat.

Dibangun pada tahun 1968 di atas tanah seluas 2,8 Ha dengan status tipe D yang

mulai berfungsi sejak tahun 1971. Kemudian berdasarkan SK Menkes RI No

233/Menkes/VI/1985 tangal 11 juni 1985 menjadi tipe C. Saat ini, di tahun 2016

Rumah Sakit Cut Nyak Dhien naik kelas menjadi Kelas B setelah keluarnya

sertifikasi kenaikan kelas dari Pemerintah Aceh dengan nomor

445.1/BP2T/593/2016.

Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007

tentang Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah serta

diperkuat dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit mengharuskan Pemerintah Daerah, termasuk Kabupaten Aceh Barat supaya

manajemen Rumah Sakit menganut Pola PPK-BLUD dalam rangka meningkatkan

pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Sehingga Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh

juga sudah menganut pola Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Badan Layanan

Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau unit

kerja pada satuan kerja perangkat daerah dilingkungan pemerintah daerah yang

dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan

38
39

barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam

melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efesiensi dan produktivitas.

Adapun tujuan dibentuknya BLUD adalah sebagaimana untuk meningkatkan

kualitas pelayanan masyarakat untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas

pemerintah dan/ atau pemerintah daerah dalam memajukan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa. Sesuai Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang

Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, ada 3 syarat

utama yang harus di tempuh daerah dalam rangka mewujudkan rumah sakit menuju

BLUD yaitu:

1. Syarat teknis

Persyaratan terpenuhi apabila (1) kinerja pelayanan dibidang tugas dan fungsinya

layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya atas rekomendasi sekretaris daerah

untuk SKPD atau Kepala SKPD untuk unit kerja. (2) Kinerja keuangan SKPD sehat.

(3) memiliki potensi untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara efektif,

efesien dan produktif. (4) memiliki spesifikasi teknis yang terkait langsung dengan

layanan umum kepada masyarakat. (5) tingkat kemampuan pendapatan dari layanan

yang cenderung meningkat dan efisien dalam membiayai pengeluaran.

2. Syarat substantif

Persyaratan ini terpenuhi apabila, (1) tugas dan fungsi SKPD atau unit kerja

bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang menghasilkan

semi barang/jasa publik, (2) penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat, (3) pengelolaan

wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau


40

layanan umum, (4) pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi

dan/atau pelayanan masyarakat.

3. Syarat administrasi

Persyaratan ini meliputi; (1) surat pernyataan kesanggupan untuk

meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan manfaat bagi masyarakat, (2) pola

tata kelola, (3) rencana strategis bisnis, (4) standar pelayanan minimal, (5) laporan

keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan dan (6) laporan audit

terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Ketika berubah menjadi pola BLUD, kualitas pelayanan Rumah Sakit akan

sangat tergantung pada manajemen pengelolaan Rumah sakit tersebut, yang terdiri

dari manajemen strategik dan operasional, manajemen keuangan, manajemen barang

dan sarana rumah sakit, dan manajemen sumber daya manusia. Manajemennya

diperbolehkan meminjam uang kepada pihak ketiga untuk meningkatkan dan

mengembangkan pelayanan rumah sakit, bahkan juga untuk menutup biaya

operasional jika kondisi keuangan sebuah rumah sakit benar-benar mengkhawatirkan.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh yang telah

menjadi BLUD juga dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas

barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan

tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per

unit layanan atau hasil per investasi dana. Begitu pula dalam hal pengelolaan tenaga

kerja cleaning service, pihak rumah sakit tidak lagi di bawah kendali Pemerintah

Kabupaten. Akan tetapi langsung dikelola oleh pihak rumah sakit melalu jasa

pengelolanya.
41

Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh menyediakan fasilitas pelayanan rawat

jalan (Poliklinik Umum, Poliklinik Spesialis dan Poliklinik Gigi) dan Rawat Inap

(Ruang Rawat bedah, Ruang Rawat anak, Ruang Rawat Penyakit Dalam, Ruang

Rawat Kebidanan, Ruang Rawat VIP dan Ruang Rawat kelas Utama). Disamping itu

juga tersedia pelayanan IGD 24 Jam, Pelayanan tindakan operasi dan persalinan dan

fasilitas penunjang lainnya.

Adapun batas-batas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien

Meulaboh adalah :

a. Sebelah timur berbatasan dengan Sekolah MAN 1 Meulaboh

b. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Sisingamangaraja

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Lorong Banteng/komplek perumahan dokter

d. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Gajah Mada

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh memiliki

visi yaitu “Menjadi Rumah Sakit yang Modern, Bernuansa Islami dan Berbudaya

Aceh Sebagai Pusat Rujukan Pelayanan Kesehatan di Pantai Barat Selatan.” Untuk

mencapai visi tersebut disusun beberapa misi yaitu :

a. Meningkatkan mutu pelayanan dan profesionalisme rumah sakit dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat.

b. Menciptakan tata kelola rumah sakit yang baik, berorientasi norma agama dan

budaya aceh.

c. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana, sumber daya manusia serta

kesejahteraan pegawai secara kesinambungan.


42

Untuk mewujudkan kesiapan melaksanakan misi tersebut maka Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh menerapkan sebuah motto yaitu

“Kami Peduli dan Profesional”. Struktur organisasinya terdiri dari:

a. Direktur

b. Kepala bagian tata usaha, dengan dibantu oleh 3 kepala sub bagian yaitu sub

bagian umum, sub bagian kepegawaian, dan tata laksana dan sub bagian

keuangan.

c. Kepala bidang pelayanan medis, dengan dibantu oleh 2 kepala seksi yaitu seksi

rawat jalan dan seksi rawat inap dan seksi rawat darurat, intersif dan bedah

sentral.

d. Kepala bidang keperawatan, dengan dibantu oleh 2 kepala seksi yaitu seksi

asuhan keperawatan dan seksi etika profesi dan logistik keperawatan.

e. Kepala penunjang medis, dengan dibantu oleh 2 kepala seksi yaitu kepala seksi

penelitian dan pengembangan, dan seksi informasi permasalahan sosial dan

upaya rujukan.

f. Kelompok jabatan fungsional.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Kesejahteraan Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien

Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai analisis kesejahteraan

Cleaning Service di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh

Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, bahwa upaya peningkatan


43

kesejahteraan para pekerja Cleaning Service sudah diberikan insentif sesuai kontrak

kerja dengan pihak pengelola/penyedia jasa yaitu CV. Kontruksi Usaha Maju.

Adapun komposisi pekerja Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien

Meulaboh dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Komposisi pekerja Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh

Kriteria Jumlah

1. Pekerja Laki-laki 6 orang

2. Pekerja Perempuan 20 orang

3. Koordinator/Pengawas 1 orang

Hasil wawancara dengan Ibu Holiana selaku Pengawas Cleaning Service, ia

menjelaskan bahwa pekerja bekerja sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Hal

ini sesuai kesepakatan diantara mereka saat penandatanganan perjanjian kerja.

Pekerja dibagi menjadi dua shift. Shift pertama bekerja pada pagi dimulai dari jam

06.30 WIB sampai jam 12.00 WIB. Sementara pekerja yang shift kedua bekerja pada

siang hari, mulai dari jam 14.00 WIB sampai jam 16.00 WIB. Jumlah pekerja

Cleaning Service ada 26 orang petugas yang terdiri dari 20 orang pekerja perempuan

dan 6 orang pekerja laki-laki.

Pertanyaan, sejauh ini bagaimana sistem pengupahan/gaji cleaning service di

RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh?


44

“Pemberian gaji dilakukan setiap bulan sekali dengan jumlah Rp.1.000.000,-


dan ada penambahan jasa setiap bulannya, namun jasa yang diberikan
jumlahnya tidak menentu. Hal ini dikarenakan jumlah setiap pasien datang
tidak menentu untuk berobat, Pembayaran gaji untuk Cleaning Service di
RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat ditanggung oleh
pengelola Cleaning Service yaitu CV. Kontruksi Usaha Maju”
(Wawancara 14 Agustus 2016)

Dari keterangan wawancara di atas, Ibu Holiana selaku mandor menjelaskan

bahwa para Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh mendapatkan

kompensasi langsung sebesar Rp. 1000.000,- tiap bulannya dari pengelolanya. Para

pekerja Cleaning Service juga mendapatkan insentif, yaitu imbalan yang diterima

selain gaji yang biasanya didapatkan berdasarkan tingkat keberhasilan perusahaan.

Dalam hal ini pihak pengelola menyebutnya sebagai uang jasa. Bila jumlah pasien

yang datang tidak menentu, tentunya insentif yang diterima para Cleaning Service ini

juga tidak menentu. Hal senada juga dikemukakan oleh Nurhayati, salah seorang

cleaning service.

“Jumlah upah yang diperoleh tiap bulan sebesar Rp. 1000.000,- cukup untuk
membiayai kebutuhan sehari-hari karena saya tidak ada tanggung jawab
pemenuhan kebutuhan di rumah tangga. Anak-anak semua sudah menikah”.
(Wawancara 14 Agustus 2016)

Hasil wawancara dengan Nurhayati menjelaskan bahwa upah atau kompensasi

yang diterimanya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini karena

ia tidak perlu membiayai kebutuhan keluarganya. Secara teori kepuasan kerja, ia

sudah merasa sejahtera dengan gaji yang diterimanya. Menurut teori pemenuhan

kebutuhan, pekerja akan merasa puas apabila ia mendapat apa yang dibutuhkan.

Tanggapan serupa juga didapatkan dari Romi, salah seorang tenaga kerja

cleaning service laki-laki.


45

“Mungkin karena belum berkeluarga, untuk saat ini masih sejahtera dengan

gaji yang saya terima sebagai cleaning service. Cukup lah untuk biaya kuliah

saya”.

(Wawancara dengan Romi, 14 Agustus 2016)

Menurut Romi, gaji yang diterimanya sebagai cleaning service cukup untuk

memenuhi biaya hidup. Menurutnya kebutuhannya masih seimbang dengan gaji yang

diperoleh, ia bisa membiayai kuliahnya sendiri dari hasil bekerja sebagai cleaning

service. Ini menunjukkan bahwa ia sejahtera dan nyaman dengan pekerjaan.

Eeng, salah satu pekerja cleaning service yang lain mengatakan:

“Selain gaji Rp. 1000.000,- kami mendapatkan uang jasa sebesar Rp.

200.000,- tetapi tidak menentu kami terima. Kadang terlambat diberikan,

tetapi saya bisa mengatakan bahwa saya sejahtera saat ini”.

(Wawancara Eeng, 14 Agustus 2016)

Dari keterangan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan

karyawan dapat dirasakan bila kebutuhan mereka terpenuhi. Tingkat kebutuhan

rumah tangga sangat berkaitan dengan gaji yang diperoleh. Hal ini berbeda halnya

dengan beberapa pekerja cleaning service lainnya.

Berikut petikan wawancaranya

“Gaji yang kami terima sebagai cleaning service bila dibandingkan dengan
besarnya kebutuhan sehari-hari di rumah tangga tentu belum bisa dikatakan
cukup, mengingat harga sembako semuanya naik sekarang ini. Apalagi anak-
anak harus mencukupi kebutuhannya. Selain itu, ruangan saya bekerja sangat
banyak pasien dan jadwal pulang ke rumah pun terkadang sering tidak sesuai
dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Terkadang saya tidak sempat memasak
nasi di rumah karena keterlambatan pulang. Terpaksa uang gaji yang
seharusnya untuk kebutuhan utama, kadang harus rela untuk membeli nasi
bungkus. Jadi, saya merasa upah atau gaji yang saya terima saat ini sangat
46

kurang dan tidak memadai. Walaupun jasa dari BPJS sudah diberikan”.
(Wawancara dengan Rasma, 14 Agustus 2016).

Apa yang dialami oleh Ibu Rasma menunjukkan bahwa kesejahteraan belum

dirasakannya. Ini dipengaruhi oleh faktor pengaturan waktu dan istirahat, dimana ia

terkadang sering terlambat pulang ke rumah. Sehingga banyak waktunya habis di

tempat bekerja. Secara teori pemenuhan kebutuhan, ia belum merasa puas karena

kebutuhannya tidak sesuai dengan gaji yang diterima.

Cut Maheram, salah seorang pekerja cleaning service yang sudah beberapa

tahun bekerja di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh juga berkomentar sama, berikut

wawancaranya.

“Saya bekerja disini sudah lebih kurang 10 tahun namun gaji masih tetap Rp.
1000.000, -, belum naik-naik. Kadang-kadang ada diberikan jasa selain gaji
sebesar Rp. 200.000,-. Saya juga kecewa karena sudah lama tidak pernah
diperhatikan keselamatan kerja kami, seperti tidak adanya seragam cleaning
service dan kurangnya disiplin beberapa pekerja lainnya. Pengalaman ketika
saya bekerja cleaning service di Rumah Sakit lainnya di Kota Medan dan
Banda Aceh, atribut cleaning service sangat diperhatikan. Mulai dari sepatu,
pakaian, hingga masker. Kita jadi percaya diri dalam bekerja. Pasien pun bisa
membedakan yang mana pekerja cleaning service. Pernah saya dimarahi
keluarga pasien karena masuk ruangan, mereka tidak mengenal saya sebagai
cleaning service. Sudah beberapa tahun terakhir ini kami tidak memiliki tanda
pengenal sebagai cleaning service. Ini sangat mengkhawatirkan dan
memalukan bagi saya.”
(Wawancara, 14 Agustus 2016).

Berdasarkan wawancara di atas, Ibu Cut Maheram merasa belum sejahtera

dalam bekerja. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi ia merasa kurang puas dan

tidak sejahtera. Pertama, secara teori kebutuhan. Ia merasakan tidak adanya

keseimbangan gaji dengan kebutuhan hidup yang makin bertambah, tetapi gaji masih

belum bertambah. Kedua, akibat dari adanya beberapa pekerja yang kurang disiplin

membuat ia kurang termotivasi. Ketiga, perlengkapan keselamatan diri/ safety tidak


47

diberikan oleh pengelola membuat kenyamanannya terusik. Keempat, secara teori,

kepuasan pekerja juga bergantung pada pandangan kelompok yang oleh para pegawai

dianggap sebagai kelompok acuan. Ia merasa puas bila para cleaning service

dianggap keberadaannya oleh pasien atau masyarakat lain.

Masalah gaji yang tidak pernah naik juga dirasakan oleh Asdiana Abubakar.

Sebagaimana hasil wawancaranya:

“Saya merasa kecewa dengan kebijakan pengelola rumah sakit yang tidak

pernah menaikkan gaji sudah hampir sepuluh tahun bekerja sebagai cleaning

service, sementara kebutuhan kita di rumah semakin meningkat. Terkadang

untuk memenuhi kebutuhan, saya terpaksa mencari pinjaman.”

(Wawancara, 15 Agustus 2016)

Kepuasan kerja dan kesejahteraan menurut Ibu Asdiana Abubakar didasarkan

pada kebutuhan yang ia butuhkan. Biaya pemenuhan kebutuhan semakin meningkat,

sementara gaji tak kunjung naik. Hal yang tak jauh berbeda juga dirasakan oleh Cut

Ainidar. Berikut wawancaranya:

“Saya sudah 12 tahun bekerja disini, belum ada tanda-tanda kenaikan gaji.

Padahal biaya kebutuhan sehari-hari untuk keluarga dan anak-anak sekolah

makin tinggi. Belum lagi pembayaran gaji sering terlambat”.

(Wawancara dengan Cut Ainidar, 15 Agustus 2016)

Hasil wawancara di atas dapat menggambarkan bahwa gaji/insentif sangat

berpengaruh dengan tingkat kebutuhan seorang pekerja. Semakin tinggi kebutuhan

rumah tangga, makin tinggi pula gaji yang diharapkan karena tingkat kesejahteraan

makin terasa.
48

4.2.2 Hambatan Kesejehteraan Cleaning Service di Rumah Sakit Cut Nyak

Dhien Meulaboh

Secara kontrak kerja, para pekerja Cleaning Service sudah dibayar insentif

sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati kedua belah pihak. Apa saja hambatan

kesejahteraan para pekerja Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.

Berikut wawancara penulis dengan Ibu Holiana selaku koordinator bagian yang

menangani IPSL (Instalasi Pengelola Sanitasi Lingkungan) di lapangan:

“Pembayaran gaji untuk Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien

Meulaboh Kabupaten Aceh Barat ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten

sebagai pihak pertama dan RSUD Cut Nyak Dhien sebagai pihak kedua serta

pengelola Cleaning Service sebagai pihak ketiga”.

(Wawancara 14 Agustus 2016)

Dari wawancara di atas penulis menyimpulkan bahwa gaji atau insentif yang

menjadi salah satu indikator kesejahteraan pekerja sangat menentukan tingkat

kesejahteraan pekerja. Dalam hal ini, tenaga Cleaning Service dibayar oleh pihak

ketiga/pengelola di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.

Pihak ketiga inilah yang menentukan gaji pekerja. Maka otomatis, pekerja Cleaning

Service yang sudah sepakat dibayar gaji sesuai perjanjian harus menerima gajinya

sesuai kesepakatan. Lalu bagaimana hambatan menurut pekerja Cleaning Service,

berikut hasil wawancara dengan Cut Maheram:

“Semenjak Cleaning Service, tidak lagi dikelola langsung oleh Pemda kami

tidak pernah mendapatkan baju seragam lagi. Padahal kalau ada seragam, kami bisa
49

bekerja lebih nyaman karena pasien atau keluarga pasien yang kesini bisa

membedakan yang mana Cleaning Service”. (Wawancara, 15 Agustus 2016)

Dari wawancara di atas penulis menyimpulkan bahwa semenjak

diberlakukannya sistem BLUD di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak

Dhien Meulaboh, pengelola Cleaning Service mengabaikan hal mendasar tentang

perlindungan diri pekerjanya. Ini suatu hambatan yang menjadi salah satu masalah

bagi pekerja, mereka tidak berani untuk meminta penjelasan atau kritikan kepada

pengelola.

Jika Cut Maheram merasakan hambatannya pada keselamatan kerja. Hal

mendasar tentang upah diutarakan oleh Cut Ainidar. Berikut wawancaranya:

“Kita menginginkan adanya kenaikan gaji. Pengelola hanya bersedia

membayar sesuai yang mereka tawarkan, sebesar Rp. 1000.000,- mau

bagaimana lagi dari pada tidak ada sama sekali.

(Wawancara dengan Cut Ainidar, 15 Agustus 2016)

Kasus yang dialami oleh Cut Ainidar merupakan persoalan klasik dalam

sebuah organisasi kerja. Keinginan setiap pekerja adalah kesejahteraan melalui

kompensasi dan insentif yang layak dan mampu mencukupi kebutuhan dasar.

Sementara di pihak perusahaan atau pengelola tidak mau ambil resiko membayar

lebih karena kemampuan perusahaan yang tidak begitu kuat.

Hal senada diungkapakan oleh Asdiana Abubakar. Sebagaimana hasil

wawancaranya berikut:
50

“Sebagai pekerja kelas bawah, kita tidak berani bersuara lantang minta

kebijakan kenaikan gaji jerih payah pada pengelola. Kita sadar diri buruh

kasar, bila tidak dibutuhkan kita bisa diganti dengan pekerja lain dari luar”.

(Wawancara, 15 Agustus 2016)

Berdasarkan hasil wawancara di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa

pekerja cleaning service merasa diri sebagai pekerja umum yang mudah didapatkan

oleh perusahaan bila dibutuhkan. Sebagaimana diungkapkan dalam teori faktor yang

mempengaruhi besarnya kompensasi, jika pencari kerja pada bidang lowongan

pekerjaan lebih banyak, maka kompensasi yang ditawarkan akan semakin relatif

kecil. Ini menjadi salah hambatan bagi pekerja cleaning service untuk berharap lebih

terhadap perbaikan kompensasi. Hambatan kesejahteraan pekerja cleaning service

juga dikemukan oleh Rasma, sebagai hasil wawancaranya:

“Kendala kami sering tidak menentu dibayar jasa. Kita tidak berani

menanyakan langsung pada pihak pengelola. Kita tidak mau hilang pekerjaan dengan

pertanyaan-pertanyan yang bisa dianggap tidak mau bekerja, karena kita sadar

sebagai pekerja yang tidak berpendidikan tinggi dan mudah dilakukan banyak orang,

jadi terima saja seadanya”. (Wawancara, 15 Agustus 2016)

Wawancara di atas menunjukkan bahwa faktor pendidikan pengalaman kerja

masih menjadi pengaruh besar terhadap nilai kompensasi pekerja. Jika pendidikan

lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama dan langka maka kompensasi yang

diterima akan semakin besar. Sebaliknya bila pekerja yang berpendidikan lebih

rendah dan minimnya pengalaman kerja maka otomatis tingkat kompensasinya relatif

kecil dan akan berdampak pada kesejahteraan.


51

4.3 Pembahasan

4.3.1 Analisis Kesejahteraan Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien

Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

Hasil penelitian di atas dapat dikatakan bahwa setiap orang yang hidup selalu

menginginkan kesejahteraan dalam hidup sebab dengan kesejahteraan hidupnya akan

menjadi tenang dan tenteram. Maksudnya kesejahteraan pekerja merupakan balas jasa

yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, baik yang berbentuk uang, barang

maupun jasa layanan lainnya yang dapat memberikan kepuasan kepada karyawan

dalam bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian pada pekerja cleaning service di Rumah Sakit

Umum (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh tingkat kesejahteraannya dipengaruhi

oleh kompensasi dan insentif. Akibat dari dua hal ini yang tidak ada perbaikan, maka

kinerja pekerja menjadi menurun dan berdampak pada kepuasan kerja. Terutama pada

teori kepuasan kerja pada teori pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment theory).

Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya

kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapat apa yang

dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai

tersebut.

Selain itu, faktor utama yang menjadi tolak ukur tingkat kepuasan atau

kesejahteraan yang dirasakan oleh pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum

Cut Nyak Dhien Meulaboh adalah faktor psikologis dan faktor finansial. Faktor

psikologis yaitu yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan, yang meliputi minat,
52

ketenteraman dalam kerja, bakat dan keterampilan. Kenyataan di lapangan sebagian

besar dari mereka merasa tidak tentram sebagaimana yang dirasakan beberapa

pekerja karena tidak adanya alat keselamatan kerja seperti pakaian seragam untuk

memudahkan pengenalan mereka dalam bekerja.

Selanjutnya faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan

jaminan serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji,

jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan

sebagainya. Ini sebagaimana yang dirasakan oleh pekerja cleaning service yang sudah

bekerja dalam jangka waktu lama namun belum ada perbaikan kenaikan gaji, padahal

kebutuhan rumah tangga semakin meningkat.

Biasanya ketika kepuasan dan ketidakpuasan kerja dirasakan oleh pekerja

akan berdampak, antara lain: dampak terhadap produktivitas, dampak terhadap

ketidakhadiran dan keluarnya tenaga kerja, dan dampak terhadap kesehatan. Ketiga

hal tersebut selama melakukan penelitian tidak terlihat pada dampak yang signifikan.

Sebagain besar dari pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum daerah (RSUD)

Cut Nyak Dhien Meulaboh tetap melaksanakan tugas sebagaimana adanya, tidak ada

faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja. Baik faktor kemampuan (ability) dan

faktor motivasi (motivation).

Hal tersebut disebabkan oleh faktor psikologis pekerja yang memang sudah

berpengalaman keahliannya di bidang cleaning service (the right man in the righ

place, the right man on the right job). Selain itu, motivasi merupakan kondisi yang

menggerakkan diri mereka untuk mengharapkan mencapai tujuan bekerja.


53

4.3.2 Hambatan Kesejehteraan Cleaning Service di Rumah Sakit Cut Nyak

Dhien Meulaboh

Hasil penelitian di lapangan, terlihat bahwa hambatan peningkatan tingkat

kesejahteraan tenaga cleaning service di Rumah Sakit Umum (RSUD) Cut Nyak

Dhien terletak pada kebijakan pihak rumah sakit. Jika sebelumnya rumah sakit ini

masih di bawah naungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, sekarang pengelolaan

keuanganya sudah otonom ke Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Sehingga

berdampak pada sistem kerja cleaning service yang diserahkan ke pihak ketiga untuk

pengelolaannya.

Dalam hal ini pekerja cleaning service tidak bisa menuntut lebih sesuai

perjanjian karena antara pekerja dan pemberi kerja sudah setuju dengan gaji atau

kompensasi yang ditetapkan. Pada dasarnya salah satu tujuan kompensasi adalah

kepuasan kerja, akan tetapi bila dalam kenyataannya kebutuhan hidup tidak sesuai

dengan kompensasi yang diterima tentunya berdampak pada kepuasan dan

kesejahteraan pekerja. Ini disebabkan oleh faktor pengelola yang tidak bersedia

menaikkan kompensasi. Selain itu tingkat pendidikan yang rendah dan pengalaman

pekerja yang tidak membutuhkan suatu keahlian khusus dan khusus, sehingga

kompensasi yang ditawarkan juga relatif kecil.

Secara Undang-Undang Ketenagakerjaan pun salah satu indikator perusahaan

memperhatikan karyawannya adalah membayar upah pekerja sesuai Upah Minimun

Provinsi (UMP) serta jaminan sosial dan hal lain yang diatur di dalamnya. Maka gaji

pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh

dan tunjangan lain adalah masih dibawah tingkat kesejahteraan sebagaimana UMP
54

yang berlaku. Akan tetapi menjadi kendala adalah para pekerja tidak memiliki

kemampuan untuk melakukan tuntutan sesuai rujukan UU Ketenagakerjaan yang

berlaku.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum (RSUD) Cut Nyak Dhien

Meulaboh bekerja dari pukul 06.30 hingga pukul 16.00 WIB. Pekerja dibagi

menjadi dua bagian. Bagian pertama mulai pukul 06.30 WIB sampai pukul

12.00 WIB. Sementara pekerja yang bagian kedua bekerja pada siang hari,

mulai dari jam 14.00 WIB sampai jam 16.00 WIB. Pekerja dalam melaksanakan

tugasnya tidak memiliki alat perlindungan diri/ safety.

2. Gaji yang diterima oleh pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh sudah sesuai dengan perjanjian

kontrak kerja dengan pengelolanya CV. Kontruksi Usaha Maju. Akan tetapi

masih di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Kompensasi dan insentif

yang diterima oleh pekerja cleaning service masih belum berpihak pada

kesejahteraan pekerja. Ini disebabkan karena semakin tingginya kebutuhan,

tetapi tidak seimbang dengan kompensasi yang diterima Hambatan

kesejahteraan yang dialami oleh cleaning service disebabkan faktor pendidikan

yang rendah, serikat buruhnya yang tidak kuat dan pengelola tidak bersedia

memberikan kompensasi yang layak. Secara umum, pekerja cleaning service

di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh relatif
55
56

belum merasakan kesejahteraan.

5.2 Saran

Setelah mengevaluasi hasil penelitian yang telah dilakukan, diungkapkan

saran-saran sebagai berikut:

1. Hasil akhir penelitian analisis kesejahteraan agar dapat lebih mendalam dan

detail lagi data-data dokumentasi perjanjian kontrak kerja, sistem perekrutan

tenaga kerja dan proses penunjukan penyedia jasa cleaning service (pihak ketiga)

sehingga memudahkan penelitian yang lebih baik lagi.

2. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kinerja cleaning service dan

pengelola sehingga didapatkan titik temu, sehingga pekerja dan pemberi kerja

sama-sama mendapatkan kepuasan kerja dan kesejahteraan. Hal ini bertujuan

agar ke depannya dapat menciptakan dan meningkatkan kondisi yang lebih

profesional.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adi Koesoemo, Suparto. 2003. Manajemen Rumah Sakit: Pustaka Sinar Harapan.

Jakarta

Anwar, Desy. 2001. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap: Karya Abditarna. Surabaya

Effendi, Marihot Tua Hariandja. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia:

Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan

Produktivitas Pegawai. Grasindo. Jakarta

Hasibuan, H Malayu S.P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia: Bumi Aksara.

Jakarta

Hasibuan, H Malayu S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia: Cetakan Kelima.

Bumi Aksara. Jakarta

Hutauruk. 2010. Gambaran Kecemasan Pada Cleaning Service Fakultas Kedokteran

Kristen Maranatha Tahun 2009: Bandung

L, Rukiyah dan Syahrizal, Darda. 2013. UU Ketenagakerjaan dan Aplikasinya (UURI

No. 13 tentang Ketenagakerjaan): Dunia Cerdas. Jakarta Timur

Mariot, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia: Gramedia. Jakarta

Miles, Mattew B dan Amichael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif Buku

Sumber Tentang Metode –Metode Baru: Terjemahan Tjetjep Rohendi. Rohisi.

Jakarta

Moleong. 2002. Metode Penelitian Kualitatif: Remaja Rosy Dakarya. Bandung

Noor. 2009. Metode Penelitian : Kencana Prenada Media Group. Jakarta


Pabundu, Tika Moh. 2010. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan:

Bumi Aksara. Jakarta

Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum Daerah

Prabu Mangkunegara, A.A Anwar. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia: Rosda.

Bandung

Putra Adri, Ananda P. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejehateraan

Karyawan di PTPN IV Kebun Air Batu: Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara. Medan

Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: PT.

Raja Grafindo. Jakarta

Sabarguna, Boy S. 2008. Aspek Bisnis dan Wirausaha di Rumah Sakit: Sagung Seto.

Jakarta

Suryo P.R. 2007. Analisis Dampak Imbalan dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja

Pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur : Tesis S2 Magister Ilmu

Administrasi Negara, Universitas Samarinda

Sutrisno, Edi. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia: Kencana. Jakarta

Suyanto, Bagong dan Sutinah Edi. 2006. Metode Penelitian Sosial: Berbagai

Alternatif Pendekatan: Kencana. Jakarta

UU NO 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

Yesica Sukirman, Ayu Mega,. 2011. Analisis Pengaruh Tingkat Kesejahteraan

Terhadap Kinerja Karyawan (Survey di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta):

Yogyakarta

Yoga dkk. 2007. Kesehatan dan Keselamatan Kerja: Universitas Indonesia. Jakarta
PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR
MENURUT METODE AASHTO 1986 DAN BINA MARGA 1987
PADA JALAN TEUKU ISKANDAR DAOD AREA KAMPUS
UNIVERSITAS TEUKU UMAR

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat


Yang Diperlukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik

Disusun Oleh;

AZMIL UMUR

NIM : 09C10203049
Bidang : Transportasi
Jurusan : Teknik Sipil

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR


ALUE PEUNYARENG - ACEH BARAT
2016
PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR
MENURUT METODE AASHTO 1986 DAN BINA MARGA 1987 PADA
JALAN TEUKU ISKANDAR DAOD AREA KAMPUS UNIVERSITAS
TEUKU UMAR

AZMIL UMUR
NIM. 09C10203049

Komisi Pembimbing
1. Irfan, S.T., M.T
2. Meidia Refiyanni, S.T., M.T

ABSTRAK

Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi perhubungan darat yang


mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan berbagai bidang. Adapun bidang
pertumbuhannya antara lain perekonomian, sosial budaya, pengembangan
kepariwisataan, dan pertahanan keamanan dalam menunjang pembangunan
nasional. Faktor penunjang kriteria-kriteria jalan, maka dibutuhkan perencanaan-
perencanaan yang matang guna mendapatkan jalan yang lebih baik. Penelitian
perencanaan perkerasan lentur ini dilakukan pada jalan Teuku Iskandar Daod area
lingkar kampus UTU (Universitas Teuku Umar). Dengan panjang jalan 1400 m
atau 1,4 km (sta 0+000 – 1+400) serta pelebaran lajur 3,50 m (sisi kanan) dan 3,50
m (sisi kiri). Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahannya adalah seberapa
ketebalan perkerasan lentur menurut metode AASHTO 1986 dan metode Bina
Marga 1987 serta hasil perhitungan ketebalan perkerasan lentur yang efisien dan
ekonomis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan tebal
lapis perkerasan jalan dengan menggunakan metode AASHTO 1986 dan metode
Bina Marga 1987 pada jalan Teuku Iskandar Daod. Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa ketebalan dengan metode AASHTO 1986
secara keseluruhan adalah 48 cm yang terdiri dari lapis permukaan (surface
course) 8 cm, lapis pondasi atas (base course) 20 cm, dan lapis pondasi bawah
(sub base course) 20 cm. Sedangkan Bina Marga 1987, ketebalan keseluruhan
adalah 42 cm dengan masing-masing ketebalan lapis permukaan (surface course)
5 cm, lapis pondasi atas (base course) 15 cm, serta lapis pondasi bawah (subbase
course) 22 cm. Hal ini karena dipengaruhi oleh faktor koefisien yang digunakan
pada metode Bina Marga 1987 lebih kecil.

Kata Kunci : perkerasan lentur, efisien.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan merupakan prasarana perhubungan transportasi darat yang


mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan di berbagai
sektor di tanah air. Adapun sektor tersebut meliputi sektor perekonomian,sosial
budaya, pengembangan wilayah pariwisata, dan pertahanan keamanan untuk
menunjang pembangunan nasional.
Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang umumnya
menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan
berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Interpretasi, evaluasi dan kesimpulan-
kesimpulan yang akan dikembangkan dari hasil penetapan ini, harus juga
memperhitungkan penerapannya secara ekonomis, sesuai dengan kondisi
setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya,
sehingga konstruksi jalan yang direncanakan itu adalah yang optimal
(Perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisa komponen,
(Bina Marga 1987)).
Tanah merupakan komponen utama subgrade yang memiliki karakteristik,
macam, dan keadaan yang berbeda-beda, sehingga setiap tanah memiliki kekhasan
perilaku. Sifat tanah dasar mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya (Silvia
Sukirman, 1999) Bentang jalan raya yang panjang menunjukkan hamparan
karakteristik tanah yang berbeda pula, apabila suatu tanah yang terdapat di
lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan. Salah satu test tanah
yang dibutuhkan untuk perencanaan jalan adalah test CBR (California Bearing
Ratio). Apabila persyaratan CBR yang dibutuhkan untuk subgrade pada jalan raya
tidak memenuhi tanah tersebut harus diperbaiki diantaranya distabilitasi dengan
menambah material sehingga meningkatkan kohesi © atau tahanan geser ϕ yang

1
timbul, merendahkan muka air dengan membuat drainase tanah hingga mengganti
tanah yang kurang baik.
Jalan Teuku Iskandar Daod merupakan jalan area lingkar kampus
Universitas Teuku Umar Meulaboh yang menghubungkan antar fakultas di
Universitas tersebut. Di sekitar jalan tersebut, terdapat perkebunan masyarakat
dan rawa-rawa. Jalan ini sangat mendesak seiring meningkatnya jumlah
mahasiswa/i yang studi pada perguruan tinggi ini.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan


masalah pada penelitian ini adalah bagaimana merencanakan tebal perkerasan
lentur yang ekonomis serta perbandingan ketebalan perkerasan lentur pada ruas
jalan Teuku Iskandar Daod dengan menggunakan metode AASHTO 1986 dan
Bina Marga 1987.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan perbandingan perencanaan


perkerasan lentur menurut metode AASHTO 1986 dan Bina Marga 1987 pada
jalan Teuku Iskandar Daod area kampus Universitas Teuku Umar, diantaranya:
1. Mengetahui nilai tebal perkerasan lentur pada jalan tersebut dengan
nilai CBR(California Bearing Ratio) yang menggunakan metode
AASHTO 1986 dan Bina Marga 1987.
2. Untuk menganalisis perbandingan tebal lapis perkerasan dengan metode
AASHTO 1986 dengan metode Bina Marga 1987 pada jalan Teuku
Iskandar Daod di lapangan.

2
1.4 Batasan Masalah

Penyusunan Tugas Akhir ini akan menjadi lebih jelas dan terarah, maka
dibutuhkan batasan dalam pembahasan dengan ketentuan-ketentuan antara lain
sebagai berikut:
1. Pengambilan data yang digunakan adalah data volume lalu lintas pada jalan
Nasional Meulaboh – Tapak Tuan Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat ;
2. Lokasi pengambilan sampel tanah untuk mendapatkan nilai CBR pada jalan
Teuku Iskandar Daod Area Kampus Universitas Teuku Umar.

1.5 Hasil Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini antara lain:


1. Ketebalan pada metode AASHTO 1986 menunjukkan bahwa tebal masing-
masing perkerasan secara keseluruhan 48 cm yang terdiri dari lapis
permukaan (surface course) 8 cm, lapis pondasi atas (base course) 20 cm,
lapis pondasi atas (subbase course) 20 cm.
2. Ketebalan pada metode Bina Marga 1987 dengan masing-masing perkerasan
secara keseluruhan 42 cm yang terdiri dari lapis permukaan (surface course)
5 cm, lapis pondasi atas (base course) 15 cm, serta lapis pondasi bawah
(subbase course) 22 cm.

3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Umum

Dalam perkembangan teknologi yang begitu pesat di indonesia dewasa ini


banyak di bangun proyek yang berhubungan dengan teknologi tinggi. Pada
dasarnya hal ini dapat dicapai apabila pelaksanaan proyek tersebut didasari
dengan perencanaan yang matang dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pada perencanaan jalan raya, tebal perkerasan harus ditentukan sedemikian
rupa sehingga jalan tersebut dapat memberikan pelayanan seoptimal mungkin
terhadap lalu lintas sesuai dengan umur rencananya. Tujuan akhir dari
perencanaan ini adalah terwujudnya konstruksi jalan yang mempunyai standar
tinggi sesuai dengan fungsi jalan dan peranannya (Petunjuk Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen, 1987).
Perencanaan konstruksi jalan khususnya konstruksi perkerasan memiliki
beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaanya,
antara lain :
 Faktor lalu lintas
 Umur rencana jalan
 Faktor lingkungan (keadaan fisik dan topografi)
 Penggunaan ekonomis dan material yang tersedia

2.2 Faktor Lalu lintas

Faktor lalu lintas merupakan landasan dalam perencanaan geometrik


(geometric design) dan perencanaan perkerasan (pavement design) yang meliputi
volume lalu lintas, kecepatan rencana dan komposisi lalu lintas. Untuk dapat
melayani lalu lintas yang melewatinya pada tingkat pelayanan yang memadai
diperlukan suatu analisa lalu lintas, (Sukirman. S, 1999) berdasarkan :

4
a. Hasil perhitungan volume lalu lintas dan komposisi beban sumbu
berdasarkan data terakhir (2 tahun) dari pos-pos resmi setempat.
b. Kemungkinan pengembangan lalu lintas sesuai dengan kondisi potensi
sosial ekonomi daerah yang bersangkutan terhadap jalan yang
direncanakan.

2.3 Kriteria Konstruksi Perkerasan

Jalan harus memberikan rasa aman dan nyaman kepada si pemakai jalan,
untuk itu konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu
yang dapat dikelompokkan menjadi dua (Sukirman. S, 1999) yaitu :
1) Dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas, harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak
berlubang
b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat
beban yang bekerja diatasnya
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban
dengan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.
d. Permukaan tidak mudah mengkilap, tidak silau jika terkena sinar
matahari.
2) Dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, harus memenuhi
syarat-syarat :
a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan
lalu lintas ketanah dasar
b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah merembes ke lapisan
dibawahnya
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh
diatasnya dapat dengan cepat dialirkan
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi yang berarti.

5
2.4 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan


ditanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkan kelapisan dibawahnya (Pedoman
Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987).
Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 2.1 bahwa beban kendaraan
dilimpahkan perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi
rata Po. Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ketanah
menjadi Pi yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.

2.5 Perencanaan Tebal Perkerasan Dengan Metode AASHTO 1986

Metode AASHTO 1986 merupakan perubahan dari metode AASHTO


1972. Kedua metode ini memiliki perbedaan-perbedaan parameter diantaranya
DDT yang pada AASHTO 1972 merupakan konversi dari CBR, sedangkan pada
AASHTO 1986 dinyatakan dalam Modulus Resilien yang merupakan korelasi dari
nilai CBR. Faktor regional tidak dipergunakan lagi pada metode AASHTO 1986
tetapi diganti dengan nilai simpangan reabilitas, simpangan baku keseluruhan dan
koefisien drainase.
Dalam perencanaan ini parameter-parameter yang digunakan antara lain sebagai
berikut:

2.5.1 Persamaan dasar

Untuk memenuhi persyaratan tersebut AASHTO memberikan persamaan


dasar berikut ini:
PSI / (4,2 – 1,5)
Log W18 = Zr(So)+ 9.36log(SN+1)- 0,2 + 0,4 + 1094 / (SN +1)5,19
+2,3log Mr – 8,07.............................................................................( 2.1)

SN =(a1D1+ a2D2 m2 +a3D3M3) .......................................................................... ( 2.2 )

6
ΔPSI = IPo – IPt ................................................................................................ ( 2.3 )
Dengan : W18 = Lintas ekivalen selama umur rencana (18 Kips ESAL)
SN = Structure Number/ Indeks tebal perkerasan (ITP)
ΔPSI = Present Serviceability Indeks/ Nilai Indeks Permukaan
Zr = Simpangan Baku Normal
So = Simpangan Baku Keseluruhan
Mr = Resilient Modulus (psi)
a = Koefisien Kekuatan Relatif bahan
D = Tebal masing-masing lapisan lapis keras
Mm = Koefisien drainase masing-masing lapisan lapis keras
IPo = Indeks permukaan pada awal umur rencana
IPt = Indeks permukaan pada akhir umur rencana
Adapun kriteria perencanaan dalam metode AASHTO 1986 antara lain adalah
sebagai berikut:

2.5.2 Batasan waktu

Batasan waktu adalah masa pelayanan diperlukan perbaikan atau


penambahan. Batasan waktu mengizinkan perencana untuk memilih strategi
konstruksi untuk pembangunan sekali jadi, pembangunan bertahap dan
perencanaan peningkatan.

2.5.3 Beban lalu lintas dan tingkat pertumbuhan

Parameter ini digunakan agar lintas ekivalen kumulatif selama umur


kinerja jalan dapat terpenuhi. Prosedur perencanaan didasarkan pada jumlah
kumulatif 18 KIP Eqivalent Single Axle Load (ESAL) yang diharapkan selama
periode analisa (W18). AASHTO memberikan persamaan sebagai berikut:

AE18KAL = 365 x Ai x E1C1 x (1+a)ʼn x [{(1+a)ʼn -1}/ i] ....................... (2.4)


....................................................................................................

7
Dengan :
AE18KAL = Lintas ekivalen pada lajur rencana
Ai =Jumlah kenderaan untuk jenis kenderaan, dinyatakan dalam
kenderaan/ hari/ 2 arah pada tahun volume lalu lintas.
E1 = Angka ekivalen beban sumbu untuk satu jenis kenderaan
C1 = Koefisien distribusi kenderaan pada jalur rencana
a = Faktor pertumbuhan lalulintas tahunan dari perhitungan volume
lalulintas dilakukan sampai saat jalan tersebut dibuka
n’ = Jumlah tahun dari saat diadakan perhitungan volume lalu lintas dari
jalan tersebut dibuka
i = Faktor pertumbuhan lalu-lintas dari jalan tersebut dibuka sampai
pada umur pengamatan
n = Jumlah tahun pengamatan

W18 = DD .D L .W18
Wt18 = W18’ │{(1 + g) t – 1} / g │..................................................................... (2.5)
Dengan :
W18’ = Kumulatif 18 Kips ESAL
DD = Faktor distribusi arah
DL = Faktor distribusi lajur
W18 = Lintas ekivalen 18 Kips ESAL
g = Angka pertumbuhan lalulintas
Wt18 = Kumulatif pengulangan 18 Kips ESAL
Jumlah beban sumbu ekivalen 18 Kips ESAL menunjukkan jumlah beban
untuk semua lajur dan kedua arah. Untuk perencannaan, jumlah beban ini harus
didistribusikan menurut arah dan lajur rencana. Faktor distribusi arah biasanya
505 atau tetapkan dengan cara lain, sedangkan faktor distribusi lajur dapat dilihat
pada tabel 2.1 sebagai berikut.

8
Tabel 2.1 Faktor distribusi lajur (D L)
Jumlah lajur kedua
Persen Wt18 (18 Kips ESAL) pada lajur rencana
arah
1 100
2 80 - 100
3 60 - 80
≥4 50 - 75
Sumber : AASHTO, 1986

2.5.4 Realibilitas dan simpangan baku keseluruhan

Parameter ini adalah jaminan bahwa lalu lintas yang akan memakai jalan
tersebut dapat terpenuhi. Tingkat reabilitas (level of reability) atau R menurut
AASHTO 1986 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Tingkat reliabilitas (R)
Fungsi Jalan Tingkat Keandalan (R) %
Urban Rural
Jalan Tol 85 – 99.9 80 – 99.9
Arteri 80 – 88 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 - 80 50 - 80

Sumber : AASHTO, 1986

9
Tabel 2.3 Simpangan baku normal (ZR)
Reliabilitas % Standar Normal Deviasi
50 0.00
60 -0.256
70 -0.524
75 -0.574
80 -0.841
85 -1.037
90 -1.282
91 -1.340
92 -1.405
93 -1.476
94 -1.555
95 -1.645
96 -1.751
97 -1.881
98 -2.054
99 -2.327
99.9 -3.090
99.99 -3.750

Sumber : AASHTO, 1986

2.5.5 Kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi masa pelayanan jalan seperti


perubahan kadar air, tingkat pengembangan juga dipengaruhi oleh perubahan
musim, perbedaan temperatur san kelelahan bahan.
Besarnya indeks permukaan ditentukan dengan persamaan:

IPswell = 0.00335 x Vr x Ps x (1-eΦt) ........................................................... ( 2.6 )

10
IPswell = Perubahan indeks permukaan akibat pengembangan tanah dasar.
Vr = Besarnya potensi merembes keatas, (Inchi).
PS = Probabilitas pengembangan (%).
Φ = Tingkat pengembangan tetap.
t = jumlah tahun yang ditinjau, dihitung dari saat jalan itu dibuka.

2.5.6 Kriteria kinerja jalan

Kriteria kinerja jalan dinyatan dalam Po awal umur rencana dan Pt akhir
umur rencana. Tingkat pelayanan suatu perkerasan didefinisikan sebagai
kemampuan untuk melayani kendaraan yang melewati jalan tersebut. Present
Servicibility Index (PSI) yang bervariasi dari angka yang berarti jalan putus,
sampai angka 5 yang berarti jalan sempurna. Pemilihan PSI izin terendah/ tingkat
pelayanan akhir (Pt) didasarkan pada indeks terendah yang dapat diterima
sebelum perbaikan, pelapisan ulang dan rekontruksi diperlukan. Menurut
penelitian uji jalan AASTHO, nilai 2,5 lebih disarankan untuk kebanyakkan
perencana jalan. Tingkat pelayanan awal menjadi faktor yang harus
dipertimbangkan, karena waktu dari suatu perkerasan untuk mencapai suatu nilai
tingkat pelayanan akhir tergantung dari volume kendaraan dan tingkat pelayanan
awalnya (Po). Jika nilai Po dan Pt sudah ditetapkan, maka persamaan PSI = Po-Pt,
dapat digunakan untuk menentukan perubahan total tingkat pelayanan.

2.5.7 Resilient Modulus (Mr) tanah dasar/ sifat bahan lapisan perkerasan

Sifat bahan yang dimaksud adalah modulus elastisitas atau resilien yang
merupakan sifat teknis utama untuk bahan perkerasan. Modulus resilien
berpegangan pada sifat tegangan bahan dibawah kondisi pembebanan normal
(MR). Notasi lain untuk menyatakan modulus lapis pondasi bawah (Esb), untuk
pondasi atas (Ebs) dan untuk aspal beton (Eac). Perhitungan Modulus Resilien
tergantung kepada jenisnya. Untuk pengukuran elastisitas tanah dasar dinyatakan
dengan Modulus Resilien (Mr) yang dapat diperoleh dari korelasi dengan nilai
CBR dengan persamaan berikut ini:

11
Mr = 1500 x CBR (Psi) ................................................................................... (2.7)

Besarnya kerusakan relatif setiap kondisi tanah dasar dihitung dengan persamaan:
U = 1.18 x 108 x Mr -2.32 ................................................................................................................ (2.8)

Dengan : U = Kerusakan relatif, dan


Mr = Modulus Resilien (Resilient Modulus), dinyatakan dengan PSI

2.5.8 Penentuan Strucktural Number (SN)

Strucktural Number (SN) disebut juga sebagai Indeks tebal perkerasan


(ITP) yang merupakan suatu besaran untuk menentukan tebal lapis keras lentur.
SN dipengaruhi kekuatan bahan penyusun (a), untuk bahan perkerasan
dengan aspal, nilainya ditetapkan dengan Marshall Stability, bahan perkerasan
dengan semen atau kapur dengan pengujian alat uji kuat tekan (Triaxial Test) dan
lapis pondasi dengan nilai CBR (California Bearing Ratio).
Tabel 2.4 Koefisien kekuatan relatif bahan AASHTO
Layer Pavement Component Coeficient
Road Mix (Low Stability) 0.20
Surface
Plant Mix (Hight Stability) 0.44
Course
Sand Asphalt 0.40
Sand Gravels 0.07
Crushed Stone 0.14
Cement Treated (No. Soil 650 Psi or more (4.48 Mpa) 0.23
Base Course Cement), Conpresive
400 to 650 Psi (2.76-4.48 Mpa) 0.20
Strenght @ 7 day 400 Psi or less (0.76 Mpa) 0.15
Course graded 0.34
Bituminous treated
Sand Asphalt 0.30
Lime treated 0.16-0.30
Sub Base Sand Gravel 0.05-0.10
Course Sand or Sandy Clay
Sumber : AASHTO, 1986

12
Koefisien kekuatan relatif bahan pondasi atas ( a2),ditentukan dengan
persamaan:
a2 = 0.249 x LogEBS – 0.977 ............................................................................ (2.9)
EBS = Modulus Resilien lapis pondasi atas.

Koefisien kekuatan relatif bahan pondasi bawah ( a3),ditentukan dengan


persamaan:
a3 = 0.277 x LogESB – 0.839 ............................................................................. (2.10)
ESB = Modulus Resilien lapis pondasi bawah.
Penentuan SN untuk tahap awal dalam perencanaan tebal lapis perkerasan
lentur jalan adalah menggunakan nomogram AASHTO 1986.
Untuk lapis aspal beton ini dapat digunakan untuk menghitung koefisien
lapisan permukaan aspal beton bergradasi rapat berdasarkan modulus elastisitas
(Eas) pada temperatur 68 F.

2.5.9 Faktor drainase

Sistem drainase jalan sangat berpengaruh terhadap kinerja jalan tersebut.


Tingkat kecepatan pengeringan air yang jatuh pada konstruksi jalan raya bersama-
sama dengan beban lalu lintas dan kondisi permukaan jalan sangat mempengaruhi
umur pelayanan jalan.
Penanganan drainase untuk perkerasan lentur adalah dengan menggunakan
koefisien lapisan yang disebut nilai (m) yang kemudian dimasukkan kedalam
persamaan angka struktur (Structure Number).
Tabel 2.5 Kualitas drainase jalan AASHTO 1986
Kualitas Drainase Waktu yang diperlukan untuk
mengeringkan air
Baik sekali 2 Jam
Baik 1 Hari
Cukup 1 Minggu
Buruk 1 Bulan
Buruk sekali Air tidak mungkin kering
Sumber : AASHTO, 1986

13
Dengan berdasarkan kualitas drainase dapat ditentukan koefisien drainase
dari lapis keras lentur.
AASHTO memberikan daftar koefisien drainase seperti tabel 2.6 dibawah ini.
Tabel 2.6 Koefisien drainase (m)
Persen waktu dalam keadaan lembab jenuh
Kualitas drainase
( <1 ) ( 1-5 ) ( 5-25 ) ( >25 )
Baik sekali 1.40 - 1.35 1.35 - 1.30 1.30 - 1.20 1.20
Baik sekali 1.35 - 1.25 1.25 - 1.15 1.20 - 100 1.00
Cukup 1.25 - 1.15 1.15 - 1.05 1.00 - 0.80 0.80
Buruk 1.15 - 1.05 1.05 - 0.80 0.80 - 0.75 0.60
Buruk sekali 1.05 - 0.95 0.80 - 0.75 0.75 - 0.40 0.40
Sumber : AASHTO, 1986

2.5.10 Batas minimum tebal lapis keras


AASHTO memberikan batas-batas minimum tebal lapis keras lentur
seperti Tabel 2.7 dibawah ini.
Tabel 2.7 Batas-batas minimum tebal lapis perkerasan lentur

Traffic (ESAL) Asphalt Concrete Agregate Base


Kenderaan/ Tahun (Inchi) (Inchi)
1 2 3

< 0.000 1.0" (Or Surface treatment) 4"


50.000 - 150.000 2.0" 4"
150.000 - 500.000 2.5" 4"
500.000 - 2.000.000 3.0" 6"
2.000.000 - 7.000.000 3.5" 6"
> 7.000.000 4.0" 6"
Sumber : AASHTO, 1986

2.5.11 Pemilihan Jenis lapisan lapis keras

Pada pemilihan jenis lapisan lapis keras ini digunakan besarnya asumsi
koefisien relatif dan modulus resilient dari setiap lapisan yang akan digunakan
seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

14
SN1

SN2
D1 Lapis Permukaan (Surface Course), a1
SN3
D2 Lapis Pondasi atas (Base Course), a2, m2

D3 Lapis Pondasi bawah (sub base course), a3, m3

Lapis Tanah Dasar (Subgrade)

Gambar 2.1 Struktur lapis perkerasan lentur


Sumber : AASHTO, 1986

Penentuan lapisan tebal keras lentur menggunakan persamaan sebagai


berikut:
D1 ≥ SN1 / a1 ...................................................................................................................................... (2.11)

SN1 * + a1.D1 * SN1


D2 ≥ (SN2 – SN1 *) / (a2.m2) ........................................................................... (2.12)
SN1 *+ SN2 *≥SN2
D3 *≥(SN3 * - (SN1 * + SN2 *)) / (a3.m3) .......................................................... (2.13)
Dengan :
a = Koefisien kekuatan relatif bahan masing-masing lapisan
D = Tebal masing-masing lapisan
M = Koefisien drainase masing-masing lapisan, dan
D* dan SN* = Nilai yang sebenarnya digunakan dapat sama lebih besar dari nilai
yang diperlukan.

15
2.6 Perencanaan Tebal Perkerasan Menurut Metode Bina Marga (1987)

Pada perencanaan perkerasan menurut metode Bina Marga (1987) adalah


perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran aspal sebagai lapisan
permukaan dan juga bahan berbutir sebagai bahan pelapis dibawahnya.

2.6.1 Penggunaan

Petunjuk perencanaan jalan ini dapat digunakan untuk:


- Perencanaan perkerasan jalan baru (New Construction/ Full depth
Pavement)
- Perkuatan perkerasan jalan lama (Overlay)
- Konstruksi bertahap (Stage Construction)

2.6.2 Perkerasan jalan

Perkerasan jalan adalah bagian dari lapisan konstruksi jalan yang meliputi
lapisan tanah dasar (subgrade), lapis pondasi bawah (sub base course), lapis
pondasi atas (base course), dan lapis permukaan (surface course).

 Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumunya persoalan menyangkut tanah
dasar adalah sebagai berikut:
a) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari berbagai macam tanah
tertentu akibat beban lalu lintas.
b) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air.
c) Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti
pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.

16
d) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas
dari macam tanha tertentu.
e) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah bebutir kasar (granuar soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
 Lapis pondasi bawah (sub base course)
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:
a) Sebagai bagian konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan
beban roda.
b) Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif lebih murah agar
lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi ketebalan (penghematan biaya
konstruksi).
c) Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d) Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di indonesia (Sukirman. S,1999)
antara lain :
1. Agregat bergradasi baik, dibedakan atas :
a. Sirtu / pitrun kelas A
b. Sirtu / pitrun kelas B
c. Sirtu / pitrun kelas C
2. Stabilisasi
a. Stabilisasi agregat dengan semen (cement treated subbase)
b. Stabilisasi agregat dengan kapur (lime treated subbase)
c. Stabilisasi tanah dengan semen (soil cement stabilization)
d. Stabilisasi tanah dengan kapur (soil lime stabilization)
 Lapis pondasi atas (base course)
Fungsi lapis pondasi atas antara lain:
a) Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda;
b) Sebagai perletakkan terhadap lapis permukaan.

17
Lapisan pondasi atas terletak diantara lapisan permukaan dan lapisan
pondasi bawah dengan CBR ≥50% dan plastisitas Indeks (PI) < 4% (pedoman
Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987).
 Lapis permukaan (surface course)
Berfungsi antara lain:
a) Lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi, penahan beban roda
selama masa pelayanan;
b) Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat cuaca;
c) Sebagai Lapisan Aus (Wearing Course).
Bahan unuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan lapis pondasi,
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspaldiperlukan agar
lapisan dapat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan
tegangan tarik, yang bearti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban
roda lalu lintas.
1. Lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi, penahan beban roda selama
masa pelayanan
2. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat
cuaca
3. Sebagai Lapisan Aus (Wearing Course).
Menurut Sukirman. S (1999), lapisan permukaan terbagi dua yaitu :
1) Lapisan nonstruktural / lapisan yang tidak mempunyai nilai konstruksi tetap
berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air, terdiri atas :
 Burtu (laburan aspal satu lapis), terdiri dari aspal yang taburi dengan satu
lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimum 2 cm
 Burda (Laburan aspal dua lapis), terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat
yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal padat maksimum
3,5 cm.
 Latasir (lapisan tipis aspal pasir), terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam
bergradasi meneris dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu
dengan tebal padat 1 - 2 cm.

18
 Buras (laburan aspal), terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan
ukuran butir maksimum 3/8 inchi.
 Latasbun (lapis tipis asbuton murni), terdiri dari campuran asbuton dan
bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur dalam
keadaan dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm
 Lataston (Lapis tipis aspal beton), terdiri dari campuran agrergat
bergradasi timpang, mineral pengisi (filter) dan aspal keras dengan
perbandingan tertentu yang dicampur, dihampar dan dioadatkan dalam
keadaan panas dengan tebal maksimum 2,5 - 3 cm.
2) Lapisan struktural / lapisan yang mempunyai nilai konstruksi, yang berfungsi
dan sebagai lapisan aus, lapisan kedap air dan lapisan yang menahan serta
menyebarkan beban roda, yang terdiri dari :
 Lapen (penetrasi Macadam), terdiri dari agregat pokok dan agregat
pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan
cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis yang tebal
satu lapisnya antara 4 -10 cm.
 Lasbutag (Lapisan asbuton agregat), terdiri dari campuran antar agregat,
asbuton, dan bahan pelunak yang dicampur,dihampar dan dipadatkan
secara dingin dengan ketebalan tiap lapisan antara 3-5 cm.
 Laston (lapisan aspal beton), terdiri dari campuran aspal keras dengan
agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar, dan
dipadatkan pada suhu tertentu.

2.6.3 Lapis pondasi atas (base course)

Lapisan pondasi atas terletak diantara lapisan permukaan dan lapisan


pondasi bawah dengan CBR ≥ 50% dan plastisitas Indeks (PI) < 4% (pedoman
Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987) yang mempunyai fungsi
sebagai berikut :
1) Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan pondasi bawah.
2) Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

19
3) Bantalan untuk lapisan permukaan.

Jenis lapis pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia (Sukirman.S


1999) antara lain :
1) Agregat bergradasi baik dapat dibagi atas :
a. Batu pecah kelas A
b. Batu pecah kelas B
c. Batu pecah kelas C
2) Pondasi macadam
3) Pondasi telfrod
4) Lapen
5) Aspal beton pondasi (asphalt treated base)
6) Stabilisasi yang terdiri dari :
a. Stabilisasi agregat dengan semen (cement treated base)
b. Stabilisasi agregat dengan kapur (lime treade base)
c. Stabilisasai agregat dengan aspal (asphalt treated base)

2.6.4 Lapis pondasi bawah (sub base course)

Lapisan pondasi bawah terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar
dengan nilai CBR dan plastisitas indeks (PI) (Pedoman Perencanaan Perkerasan
Lentur Jalan Raya,1987) yang mempunyai fungsi , antar lain :
1. Sebagai konstruksi perkerasan yang menyebarkan beban roda ketanah dasar.
2. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi.
3. Mencapai efisiensi penggunnaan material yang relatif murah agar lapisan di
atasnya dapat dikurangi ketebalannya.
4. Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di indonesia (Sukirman.
S,1999) antara lain :

20
1. Agregat bergradasi baik, dibedakan atas :
a. Sirtu / pitrun kelas A
b. Sirtu / pitrun kelas B
c. Sirtu / pitrun kelas C
2. Stabilisasi
a. Stabilisasi agregat dengan semen (cement treated subbase)
b. Stabilisasi agregat dengan kapur (lime treated subbase)
c. Stabilisasi tanah dengan semen (soil cement stabilization)
d. Stabilisasi tanah dengan kapur (soil lime stabilization)

2.6.5 Lapisan tanah dasar (subgrade)

Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah setebal 5 -10 cm yang diatasnya
akan diletakkan lapisan pondasi bawah yang berfungsi sebagai penyalur semua
gaya yang ditimbulkan oleh semua beban di atasnya (Sukirman. S, 1999). Lapisan
tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah
yang didatangkan dari tempat lain lalu dipadatkan dan tanah distabilisasikan
dengan kapur atau bahan lainnya.
Masalah-masalah yang sering ditemui menyangkut tanah dasar (Pedoman
Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987) adalah :
1. Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah dasar tertentu akibat beban lalu lintas
2. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan air
3. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam tanah
yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya
4. Daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan yang kurang baik
5. Lendutan-lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari
macamtanah tertentu
6. Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapatnya lapisan-
lapisan lunak dibawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk tetap.

21
Menurut Sukirman. S (1999) jenis dasar dilihat dari muka tanah aslinya
dibedakan atas :
1. Lapisan tanah dasar, tanah galian.
2. Lapisan tanah dasar, tanah timbunan.
3. Lapisan tanah dasar, tanah asli.

2.6.6 Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan (C)

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan
raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda
batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar
tabel 2.8 di bawah ini:

Tabel 2.8 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan


Jumlah Lajur
Lebar Perkerasan (L) (n)
L < 5,50 m 1 jalur
5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 jalur
8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 jalur
11,25 m ≤ L < 15,00 m 4 jalur
15,00 m ≤ L < 18,75 m 5 jalur
18,75 m ≤ L < 22,00 m 6 jalur

Sumber: Bina Marga, 1987

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang
melewati pada jalur rencana ditentukan menurut daftar tabel 2.9 di bawah ini:

22
Tabel 2.9 Koefisien distribusi kendaraan (C)
Jumlah Kendaraan Ringan*) Kendaraan Berat**)
Lajur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,000


2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,500
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 lajur - 0,30 - 0,450
5 lajur - 0,25 - 0,425
6 lajur - 0,20 - 0,400

*) berat total < 5 ton, misalnya mobil penumpang, pick up, mobil hantaran
**) berat total > 5 ton, misalnya, bus, truk, traktor, semi trailler, trailler.

Sumber: Bina Marga, 1987

2.6.7 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Angka ekivalen (E) dari suatu kendaraan adalah angka yang menyatakan
perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban
sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh
lintasan beban standar sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (Standar Bina Marga,
1987). Angka Ekivalen (E) beban sumbu kenderaan seperti terlihat dalam tabel
2.10 dibawah ini.

23
Tabel 2.10 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kenderaan
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712

Sumber: Bina Marga, 1987

Dari ketentuan perbedaan pembebanan didapat angka ekivalen (E) atau


Damage Faktor.

2.6.8 Lalu Lintas harian rata-rata dan rumus-rumus lintas ekivalen

a. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR)


Lalu lintas Harian rata-rata adalah jumlah rata-rata kendaraan bermotor yang
dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan.
b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Lintas ekivalen permulaan ditentukan dari jumlah lalu lintas harian rata-rata
dari sumbu tunggal pada jalur rencana yang diperkirakan terjadi pada awal umur
rencana.

24
Dihitung dengan rumus sebagai berikut:

LEP = ∑ LHR x C j x E j . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2 .1 4)

Cj = Koefisien Distribusi kendaraan pada jalur rencana


Ej = Angka ekivalen beban sumbu untuk jenis kendaraan
c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
Lintas ekivalen ditentukan dari jumlah lalu lintas harian rata-rata dari sumbu
tunggal yang diperkirakan terjadi pada akhir umur rencana.
Dihitung dengan rumus sebagai berikut:

LEA = ∑ LHRi (1+ i) UR C j x E j . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2 .1 5)

i= perk embangan lalu lintas


j= jenis k enderaan
UR= Umu r Rencana
d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
LET = ½ x (LEP + LEA) ................................................................... (2.16)
e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
LER = LET x FP ............................................................................... (2.17)
Faktor Penyesuaian (FP) tersebut diatas ditentukan dengan Rumus :
FP = UR/10 ......................................................................................... (2.18)
f. Persentase perkembangan lalu lintas (i)
Persentase perkembangan lalu lintas menyatakan tingkat pertumbuhan lalu lintas
setiap tahunnya. Data yang diambil adalah Lalulintas Harian Rata-rata (LHR).

2.6.9 Daya dukung tanah dasar (DDT) dan CBR

Menurut Sukirman, S (1999) daya dukung tanah adalah kekuatan dari


tanah dasar untuk menahan beban yang biasannya dinyatakan sebagai
perbandingan dari kekuatan standar (CBR). Daya dukung tanah dasar (DDT)
ditetapkan berdasarkan nilai korelasi dengan nilai CBR dengan menggunakan
grafik korelasi.

25
DDT bisa juga dicari dengan menggunakan rumus:

DDT = 4,3*Log (CBR)+ 1,7 .......................................................................... (2.19)

Gambar 2.2 Korelasi DDT dan CBR


Sumber : Bina Marga, 1987

2.6.10 Faktor Regional (FR)

Faktor regional berguna untuk memperhatikan kondisi jalan yang berbeda.


Bina Marga memberikan angka yang bervariasi antara 0,5- 4. Faktor-faktor yang
di cakup adalah :

- Keadaan medan
- Persentase kendaraan berat
- Kondisi geometrik jalan (kelandaian maksimum, tikungan tajam)
- Data curah hujan tahunan
- Pertimbangan teknis lainnya seperti ketinggian muka air tanah, kondisi
drainase yang ada dan lainnya.
Adapun nilai/ faktor regional yang diisyaratkan untuk metode analisa komponen
adalah seperti pada tabel 2.11 di bawah ini :

26
Tabel 2.11 Faktor Regional (FR)
Kelandaian I (< Kelandaian II (6- Kelandaian III (>
Curah 6%) 10%) 10%)
Hujan % Kendaraan berat % Kendaraan berat % Kendaraan berat
≤ 30 % > 30 % ≤ 30% > 30 % ≤ 30 % > 30 %
Iklim I
0,5 1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5
< 900 mm/th
Iklim II
≥ 900 mm/th 1,5 2,0 – 25 2,0 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5

Catatan: Pada bagian-bagian tertentu seperti persimpangan, pemberhentian


tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah 0,5 dan untuk daerah
rawa-rawa FR ditambah 1,0.

Sumber: Bina Marga, 1987

2.6.11 Indeks Permukaan (IP)

Indeks permukaan digunakan untuk menyatakan kerataan dan kekokohan


permukaan jalan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Salah satu ciri khas
dari metode perencanaan perkerasan lentur jalan raya adalah dipergunakannya
indeks permukaan atau Serviceability Index sebagai ukuran dasar dalam
nmenentukan nilai perkerasan ditinjau dari kepentingan lalu lintas. Indeks
permukaan ini menyatakan nilai permukaan yang bertalian dengan tingkat
pelayanan bagi lalu lintas yang lewat (Standar Bina Marga, 1987).
Dalam menentukan Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (Ipt),
perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah Lintas
Ekivalen Rencana (LER), menurut tabel 2.12 berikut ini :

27
Tabel 2.12 Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt)
LER = Lintas Klasifikasi Jalan
Ekivalen Rencana Lokal Kolektor Arteri Tol
1,5 -
< 10 1,0 - 1,5 1,5 2,0 -
10 - 100 1,5 1,5 - 2,0 2,0 -
2,0 -
2,0
100 - 1000 1,5 - 2,0 2,5 -
> 1000 - 2,0 - 2,5 2,5 2,5

Sumber : Bina Marga, 1987

Dalam menentukan Indeks Permukaan pada awal umur rencana (IPo)


perlu diperhatikan jenis lapisan permukaan jalan (kerataan, kehalusan serta
kekokohan) pada awal umur rencana menurut tabel 2.13 berikut ini :
Tabel 2.13 Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)

Jenis lapis permukaan IP0 Roughness (mm/ km)

Laston ≥4 ≤ 1000
3,9 – 3,5 > 1000
Lasbutag 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
Burda 3,9 – 3,5 > 2000
Burtu 3,4 – 3,0 > 2000
Lapen 3,4 – 3,0 ≤ 3000
2,9 – 2,5 > 3000
Latasbum 2,9 – 2,5
Buras 2,9 – 2,5
Latasir 2,9 – 2,5
Jalan tanah ≤ 2,4
Jalan kerikil ≤ 2,4
Sumber: Bina Marga, 1987

28
2.6.12 Koefisien kekuatan relatif (a)

Koefisien kekuatan relatif ditentukan secara korelasi sesuai dengan nilai


marshal test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang
distabilisasi) atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).

Tabel 2.14 Koefisien kekuatan relatif (a)


Koefisien
Kekuatan
Kekuatan
Bahan
bahan Jenis Bahan
Kt
a1 a2 a3 MS (kg/ CBR
(kg) cm) %
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - -
0,35 - - 454 - - Laston
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - - Lasbutag
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
0,28 - - - -
- 0,26 Laston Atas
- 0,24
- 0,23 Lapen (mekanis)
- 0,29 Lapen (manual)
- 0,15 - 22 Stab. Tanah dengan
semen
- 0,13 - 18
- 0,15 - - 22 -
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (Kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (Kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (Kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/ pitrun (Kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/ pitrun (Kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/ pitrun (Kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah lempung/
kepasiran
Sumber : Bina Marga, 1987
29
2.6.13 Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan

Batas-batas minimum ini tergantung dari bahan yang dipakai pada setiap
lapisan perkerasan.
a. Lapisan permukaan
b. Lapis pondasi atas
c. Lapis pondasi bawah
Adapun batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan dapat dilihat pada
tabel 2.15 di bawah ini.

Tabel 2.15 Batas-batas minimum tebal lapisan permukaan.


Lapisan Permukaan
Tebal Minimum
ITP Bahan
(cm)
< 3,00 Lapis pelindung : (Buras/
5
Burtu/Burda)
3,00 – 6,70 Lapen/ Aspal Macadam, HRA,
5
Lasbutag, Laston
6,71 – 7,49 Lapen/ Aspal Macadam, HRA,
7,5
Lasbutag, Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
≥ 10,00 10 Laston

Sumber : Bina Marga, 1987

30
Lapisan Pondasi
Tebal Minimum
ITP Bahan
(cm)
Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
< 3,00 15
stabilitas tanah dengan kapur
Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
20*)
3,00 - 7,49 stabilitas tanah dengan kapur
10 Laston atas
20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
7,50 - 9,99 stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
Laston atas
Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
10 - 12,14 20 stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
Lapen, Laston atas
Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
≥ 12,25 25 stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
Lapen, Laston atas
Sumber : Bina Marga, 1987

2.6.14 Pelapisan tambahan

Untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan


lama (existing pavement) dinilai sesuai dengan daftar di bawah ini:
Tabel 2.16 Lapisan tambahan
 Lapisan Permukaan

Umum nya tidak retak hanya sedikit deformasi pada jalur roda 90 – 100%
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun
70 - 90%
masih tetap stabil.
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya
50 – 70 %
masih menunjukkan kestabilan.
Retak banyak, demikian juga menunjukkan deformasi pada jalur
30 – 50%
roda, menunjukkan adanya ketidakstabilan.

31
 Lapisan Pondasi atas
Pondasi aspal beton atau penetrasi macadam umumnya tidak
90 – 100%
retak
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil 70 – 90 %
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan 50 – 70 %
Retak banyak, menunjukkan gejala ketidakstabilan 30 – 70 %
Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur dengan Indek 70 – 90 %
Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10
Pondasi Macadam atau batu pecah dengan Indek Plastisitas 80 – 100 %
(Plasticity Index = IP) ≤ 6

 Lapis Pondasi Bawah

Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 90 – 100 %

Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 70 – 90 %

Sumber : Bina Marga, 1987

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum
adalah 10 cm
 Menentukan Nilai ITP perlu dengan menggunakan Nomogram
Berdasarkan Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya (1987)
nomogram yang ada digunakann untuk umur rencana 10 tahun. Jika penggunaan
nomogram bukan untuk umur rencana 10 tahun maka digunakan Faktor
Penyesuaian (FP). Ada 9 nomogram yang penggunaanya tergantung kepada nilai
IPt dan IPo. Dari nomogram yan didapatkan, selanjutnya disiapkan data-data
DDT, LER dan FR. Dengan data-data tersebut didapatkan nilai ITP perlu.
 Menentukan Nilai ITP perlu dengan Menggunakan Rumus
Dengan cara coba-coba (Trial and Error), masukkan data-data IPo, IPt,
FR, DDT, dan ESA pada akhir umur rencana.

32
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah dan rencana dari


proses berfikir dan memecahkan masalah yang dimulai dari penelitian
pendahuluan, penemuan masalah, pengamatan, pengumpulan data baik dari
referensi tertulis maupun observasi langsung di lapangan. Melakukan pengolahan
dan interprestasi data sampai penarikan kesimpulan atas permasalahan yang
diteliti.
Pada tahapan metode penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data-
data yang ada di studi kasus, selanjutnya dilakukan persiapan untuk mendapatkan
tahapan informasi dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data
primer didapat dari pengamatan langsung di lapangan, dan data sekunder terdiri
gambar potongan melintang, dan literatur dari internet dan kepustakaan. Setelah
data-data terkumpul maka dilakukan tahapan pengolahan data, setiap data yang
telah dihitung kembali maka dilanjutkan dengan menganalisa studi kasus yang
ada. Setelah analisa selesai, maka dilakukan perhitungan hasil yang menggunakan
beberapa alternatif, sehingga nilai perbandingan antara kedua metode perkerasan
lentur tersebut diperoleh lebih efektif dan efisien. Untuk mengetahui rencana
bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar A.3.1.
Objek penelitian akan dilakukan pada jalan Teuku Iskandar Daod area
lingkar kampus Universitas Teuku Umar Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat. Adapun subjek penelitian ini adalah untuk menghitung dan
membandingkan penggunaan menurut metode AASHTO 1986 dan Bina Marga
1987 sebagai bahan evaluasi serta referensi untuk perencanaan jalan yang lebih
baik dimasa yang akan datang.

33
3.1 Subjek dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian yaitu pada jalan Teuku Iskandar Daod area lingkar
kampus Universitas Teuku Umar Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Untuk meningkatkan aksebilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung
bertambahnya jumlah mahasiswa yang sedang melakukan studi atau kegiatan
belajar mengajar pada Universitas Teuku Umar diperlukan kesediaan jaringan
jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan, dimana salah satu sasaran yang ingin
dicapai adalah meningkatnya kuantitas dan kualitas penggunaan jalan melalui
preservasi dan peningkatan kapasitas pengguna jalan Teuku Iskandar Daod area
lingkar kampus Universitas Teuku Umar Kabupaten Aceh Barat. Waktu penelitian
dan penyusunan tugas akhir ini dimulai dari bulan Agustus 2015 dengan
mengumpulkan data-data yang mendukung penelitian. Untuk mengetahui peta
lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar lampiran A.3.2 dan lampiran A.3.3.

3.2 Pengumpulan Data

3.2.1 Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan ataupun diperoleh langsung di


lapangan. Tujuan dari pengambilan data primer adalah untuk mencari data yang
sifatnya realitatif pelaksanaan pekerjaan lapangan. Pada penulisan tugas akhir ini
yang merupakan data primer meliputi :
- Pengujian alat DCP (Dynamic Cone Penetration ) untuk mendapatkan data
CBR (California Bearing Ratio) di lapangan,
- Volume lalu lintas.

3.2.2 Data sekunder

Data sekunder adalah berupa data penunjang yang dikumpulkan melalui


studi kepustakaan yang diambil dari literatur-literatur, hasil penulisan terdahulu,

34
data dari internet dan lain sebagainya yang bertujuan untuk mendapatkan data
instansional yang selanjutnya akan diolah dan dianalisa. Adapun data sekunder
adalah:
- Gambar potongan melintang,(Long and Cross Sections);
- Peta lokasi jalan.

3.3 Metode Analisis Data

Dari keseluruhan data yang diperoleh maka metode analisis data meliputi
data lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) yang diperoleh dilapangan dari
kedua metode tersebut.

3.3.1 Perhitungan tebal lapisan perkerasan lentur (flexible pavement)


metode AASHTO 1986

Langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut:


1. Data volume lalulintas (LHR) diperoleh dilapangan selama 24 jam dalam
waktu 3 hari.Untuk mendapatkan nilai dari volume lalulintas, maka nilai yang
digunakan adalah nilai ∑total jenis kenderaan.
2. Untuk mendapatkan nilai LEF (Load Equevalent Faktor),maka dilakukan
pembagian tipe sumbu as kenderaan yang disesuaikan dengan jenis kenderaan
berdasarkan sumbu as depan(%) dan as belakang(%) dengan menggunakan
rumus:
 As kend depan = ( ∑ berat kend x persentase as depan )
 As kend belakang = ( ∑ berat kend x persentase as belakang )
3. Perhitungan beban sumbu selama umur rencana ( W18 ) adalah dengan
menggunakan rumus : W18 = ∑ LHR x DA x DL x 365 x N
4. Untuk mendapatkan indeks tebal perkerasan maka digunakan penentuan
Struktural Number (SN) maksimum dengan rumus :
SN* = (a1D1 + a2D2 m2 + a3D3 m3)

35
3.3.2 Perhitungan tebal lapisan perkerasan lentur (flexible pavement)
metode Bina Marga 1987

Adapun langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut:


1. Data volume lalulintas (LHR)
Data volume laulintas (LHR) ini diambil selama 3 hari dalam waktu 24 jam
yang dimulai pada pukul 07.00 wib. Data yang digunakan untuk nilai LHR
pada tahun 2016 (awal umur rencana) dan nilai LHR pada tahun ke-20 (akhir
tahun rencana) adalah nilai jenis kenderaan yang sama dengan memakai
rumus: (1+i)n
2. Untuk menghitung nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP) maka diperlukan data-
data seperti nilai CBR, DDT, koefisien relatif bahan (a), Faktor Regional
(FR), indeks permukaan (IP) serta batas-batas minimum tebal perkerasan.

36
BAB IV
RENCANA HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam perbandingan perencanaan perkerasan lentur dengan menggunakan


metode AASHTO 1986 dan Bina Marga 1987, sangat diperlukan perencanaan
yang matang dalam mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
target yang telah ditentukan serta cara menggunakan dan menganalisis dari kedua
metode tersebut secara efektif dan efisien. Tinjauan pada lokasi penelitian ini
adalah merencanakan atau membandingkan perkerasan lentur dari metode
AASHTO 1986 dan Bina Marga 1987 pada jalan Teuku Iskandar Daod area
kampus Universitas Teuku Umar yang di mulai dari Sta 0+000 – Sta 1+400
dengan panjang jalan 1400 m, dengan pelebaran jalan 3,50 m (sisi kiri) dan 3,50
m (sisi kanan). Pada pekerjaan pelebaran jalan sangat membutuhkan keahlian
yang matang sehingga kualitas yang diperoleh sesuai persyaratan yang telah
ditentukan.
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan masalah yang diteliti atau
akan dibahas, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data, seperti data
primer yang didapat dari pengamatan langsung dilapangan serta data sekunder
terdiri dari shop drawing, dan literatur yang diperoleh dari internet dan
kepustakaan. Dari hasil suatu pemeriksaan lapangan (survey) yang cermat dan
menggunakan metode analisis yang baik akan menghasilkan suatu nilai
produktivitas yang diinginkan.

4.1 Perhitungan Perkerasan Lentur Dengan Metode AASHTO 1986

Perhitungan tebal lapis perkerasan lentur pada jalan Teuku Iskandar Daod
Area Kampus Universitas Teuku Umar dengan metode AASHTO dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:

37
4.1.1 Data perhitungan

Data perhitungan yang digunakan dalam perhitungan ini antara lain:


a) Lalulintas Harian Rata-rata (LHR)
Lalu Lintas Harian Rata-rata yang digunakan adalah LHR yang diperoleh
dari pengamatan dilapangan dengan menggunakan asumsi pada jalan Nasional
Meulaboh – Tapak Tuan yang di mulai pukul 07.00 Wib. LHR yang digunakan
adalah LHR yang dalam istilah metode ini disebut Avarage Daily Traffic (ADT)
seperti pada table berikut ini:
Tabel 4.1 Data Lalulintas Harian Rata-rata (LHR)

SM Bus Truk 2 Truk 2 Truk 3


Hari/Waktu MP Bus
Besar As kecil As besar As
Selasa/ 31 Mei 2016 7600 2028 33 6 163 72 11
Rabu/ 01 Juni 2016 7222 2153 33 1 118 57 8
Kamis/ 02 Juni 2016 6736 2209 20 3 77 32 5

LHR Rata-Rata 7186 2130 29 3 119 54 8

Tabel 4.2 Data LHR/ADT Analisis dengan metode AASHTO

Tipe Sumbu Jumlah Jumlah


ESAL
Jenis Kendaraan Kendaraan Kenderaan
(Ton)
Depan Belakang Tahun 2016 Tahun 2036

MP 1 1 2 2130 4260
Bus 3 5 8 29 58
Truck 2 as kecil 2 8 10 119 238
Truck 2 as besar 5 8 13 54 108
Truck 3 as 6 14 20 8 16

b) Data pendukung

Data pendukung dalam perhitungan ini adalah:


o Umur Rencana : 20 Tahun

38
o Pertumbuhan Lalulintas : 5%

o Klasifikasi jalan : Arteri

o Fungsi jalan : Urban

o Asumsi Awal : 1. SN =3

2. Pt = 2,0
3. IPo = 4,2

c) Nilai LEF (Load Equivalent Factor)

LEF merupakan angka ekivalen beban sumbu kendaraan yang


menunjukkan jumlah lintasan dari sumbu tunggal sebesar 18.000 Lbs (18 Kips)
dapat menyebabkan kerusakan sama atau penurunan Indeks permukaan yang sama
jika kendaraan melintas satu kali.
1. Jenis Kendaraan Mobil Pribadi

Berat kendaraan total adalah 2 Ton, dengan distribusi beban kendaraan


50% - 50%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan Tunggal = 2 Ton . 50% = 1 Ton = 2,205 Kips

Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,00084


b. As belakang tunggal = 2 Ton . 50% = 1 Ton = 2,205 Kips

Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,00084


Total nilai LEF = 0,00084 + 0,00084 = 0,000768
2. Jenis Kendaraan Bus

Berat kendaraan total kendaraan adalah 8 Ton, dengan distribusi beban


kendaraan 34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan tunggal = 8 Ton . 34% = 2,72 Ton = 6,00 Kips

Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,465


b. As belakang ganda = 8 Ton . 66% = 5,28 Ton = 13,00 Kips

39
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,268
Total nilai LEF = 0,465 + 0,268 = 0,733

3. Jenis Kendaraan Truk 2 As kecil

Berat kendaraan total kendaraan adalah 6 Ton, dengan distribusi beban


kendaraan 34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan tunggal = 6 Ton . 34% = 2,04 Ton = 5,85 Kips

Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,440


b. As belakang ganda = 6 Ton . 66% = 3,96 Ton = 11,08 Kips

Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,1864


Total nilai LEF = 0,440 + 0,1864 = 0,6264
4. Jenis Kendaraan Truk 2 As besar

Berat kendaraan total kendaraan adalah 13 Ton, dengan distribusi beban


kendaraan 34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan tunggal = 13 Ton . 34% = 4,42 Ton = 10,11 Kips

Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,1075


b. As belakang ganda = 13 Ton . 66% = 8,58 Ton = 17,62 Kips

Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,070


Total nilai LEF = 0,1075 + 0,070 = 0,1775
5. Jenis Kendaraan Truk 3 As

Berat kendaraan total kendaraan adalah 20 Ton, dengan distribusi beban


kendaraan 34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan tunggal = 20 Ton . 34% = 6,8 Ton = 16,00 Kips

Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,051


b. As belakang ganda = 20 Ton . 66% = 13,2 Ton = 25,78 Kips

Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,458


Total nilai LEF = 0,051 + 0,458 = 0,509

40
d) Menghitung beban sumbu selama umur rencana (W 20)

Diketahui :
 Faktor Distribusi Arah = 0,5

 Faktor Distribusi Lajur = 1,0

 Umur Rencana (UR) = 20 tahun

 Faktor Pertumbuhan L.Lintas (i) = 5 % pertahun

 Dengan UR =20 th, dan i = 5 % pertahun, Didapat Faktor Umur


Rencana (N) = 26,15

W20 = ƩLHR x D A x DL x 365 x N


Tabel 4.3 Perhitungan beban sumbu selama umur rencana (W20)
Beban Sumbu LHR
Jenis Kendaraan ESAL Faktor UR W20
(Ton) Awal
Kendaraan Mobil
( 2+2 ) 0,000768 2130 26,15 7806,84
Pribadi
Kendaraan Bus ( 3+5 ) 0,737 29 26,15 101999,97
Kendaraan Truk 2 As
( 2+4 ) 0,6264 119 26,15 355740,46
kecil
Kendaraan Truk 2 As
( 5 +8 ) 0,1775 54 26,15 45743,21
Besar
Kendaraan Truk 3As ( 6 +14 ) 0,509 8 26,15 19433,11
Jumlah 530723,59

e) Penentuan SN maksimum

Penentuan SN maksimum selama periode perencanaan dilakukan dengan


langkah-langkah sebagai berikut.
a. R (tingkat realibilitas) = 80% - 99%, dalam hal ini digunakan nilai R
sebesar 99%.

41
b. ZR (simpangan baku normal), untuk R 99% digunakan Zr = -2,327

c. So (simpangan baku keseluruhan) sebesar 0,35-0,45 maka So diambil


(0,44).

d. Mr (modulus resilien tanah dasar) sebesar 1500. CBR, maka: (1500 . 12,4
= 18.600 Psi)

e. PSI (nilai indeks permukaan) sebesar Ipo – Ipt, maka PSI = 4,2 – 2,0 = 2,2

f. Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh Wt 18 = 530723,59, didapat SN = 3.

f) Data komponen lapis keras lentur

Asumsi komponen lapisan perkerasan lentur pada ruas jalan Teuku Iskandar
Daod adalah sebagai berikut:
1. Lapisan Permukaan (Surface course)

a. Material Laston AC (Asphalt Concrete/High Stability)

1. Koefisien kekuatan relatif (a AC) = 0,44

2. Tebal lapisan (D AC) = 3 cm

b. Material Laston ATB (Asphalt Concrete/Low Stability).

1. Koefisien kekuatan relative (a AC) = 0,20

2. Tebal lapisan (D ATB) = 5 cm

c. Lapisan Laston AC dan ATB dijadikan satu lapis dengan penjabaran


sebagai berikut:

AC (a AC = 0,44 D AC = 3cm)
SN a1 . D1 . SN 1
ATB (a AC = 0,20 D ATB = 5 cm )
Gambar Lapis Laston AC dan ATB

42
SN = a AC . D AC + a ATB . D ATB SN1 = a 1 . D1
SN = SN1, maka a AC . D AC + a ATB . D ATB = a 1 . D1
a1 = (aAC . D AC + aATB . D ATB)/D1
a1 = (0,44 . 3 + 0,2 x 5)/8 = 0,29 ≈ 0,3
sehingga:
1. Material yang digunakan adalah laston / Asphalt Concrete

2. Tebal lapisan (D 1) = 8 cm

2. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)


a. Koefisien kekuatan relatif bahan (a2) = 0,14
b. Koefisien drainase (m2)
1. Kualitas drainase cukup
2. Tingkat kelembapan 25%
3. Berdasarkan tabel 2.6 diperoleh m2 = 0,8
c. Modulus resilien bahan ditentukan sebagai berikut :
a2 = (0,249 . Log EBS) – 0,977 → a2 = 0,14
EBS = Mr = 30619,634 → 30.000 Psi
SN= (a1D1) + (a2D2 m2)
3,0 = (0,3 . 8) + (0,14 . D2 . 0,8)
D2 = 20 cm
3. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)

a. Koefisien kekuatan relative bahan (a3) = 0,12

b. Tebal lapisan D 3 = 20 cm

c. Koefisien drainase (m3)

1. Kualitas drainase cukup

2. Tingkat kelembapan 25%

3. Berdasarkan tabel 2.6 diperoleh m3 = 0,8

d. Modulus resilien bahan ditentukan sebagai berikut:

e. a3 = (0,227 . Log EBS) – 0,839 → a3 = 0,12

43
EBS = Mr = 16775,27 → 16.000 Psi
SN= (a1D1) + (a2D2 m2) + (a3D3 m3 )
3,0 = (0,3 . 8) + (0,14 . 20 . 0,8) + (0,12 . D3 . 0,8)
D3 = 20 cm

Lapis Permukaan (surface course)

Lapis Pondasi
Atas (base course)

Lapis Pondasi Bawah


(sub base course)

Tanah Dasar (subgrade)

Gambar 4.1

SN1

SN2
D1 = 8 cm Lapis Permukaan (Surface Course), a1
SN3
D2 = 20 cm
Lapis Pondasi atas (Base Course), a2, m2

D3 = 20 cm Lapis Pondasi bawah (sub base course), a3, m3

Lapis Tanah Dasar (Subgrade)

Gambar 4.2 Susunan lapisan perkerasan lentur AASHTO

44
4.2 Perhitungan Perkerasan Lentur dengan Metode Bina Marga 1987

4.2.1 Data perhitungan

Di rencanakan Tebal Perkerasan untuk jalan 2 jalur, data lalu lintas tahun
2016 seperti di bawah ini, umur rencana 20 tahun. Pertumbuhan Lalu Lintas 5 %
per tahun, FR : 1,0 dan CBR tanah 12,4 %.
Tabel 4.4 Data LHR Rata-rata

Jumlah
Jenis Kendaraan
Kendaraan

MP 2130
Bus 29
Truk 2 as kecil 119
Truk 2 as besar 54
Truk 3 as 8
LHR 2016 2340

Perkembangan Lalu Lintas (i) untuk 20 tahun: 12%


 LHR pada tahun 2016 (awal umur rencana), dengan rumus : (1+i) n

(1+i)n , maka (1+0,05)5 x LHR

Tabel 4.5 Perhitungan awal umur rencana LHR


Jumlah Kendaraan
Jenis Kendaraan (1+i)n

MP 2149,4
Bus 48,4
Truk 2 as kecil 138,4
Truk 2 as besar 73,4
Truk 3 as 27,4

45
 LHR pada tahun ke-20 (akhir umur rencana)

(1+i)n , maka (1+0,05)20 x LHR


Tabel 4.6 Perhitungan akhir umur rencana LHR
Jumlah Kendaraan
Jenis Kendaraan (1+i)n

MP 2200.7
Bus 99.7
Truk 2 as kecil 189.7
Truk 2 as besar 124.7
Truk 3 as 78.7

1) Menghitung angka Ekivalen (E) masing-masing kendaraan (tabel 2.10 Hal.


14) adalah sebagai berikut:

 Mobil Pribadi : 0,0002 + 0,0002 = 0,0004


 Bus : 0,0183 + 0,1410 = 0,1593
 Truck 2 as kecil : 0,0577 + 0,2923 = 0,3500
 Truck 2 as besar : 0,1410 + 0,0121 = 0,1531
 Truck 3 as : 0,2923 + 0,0251 = 0,3174

Menghitung LEP

 Mobil Pribadi : 0,50 x 2149,4 x 0,0004 = 0,429


 Bus : 0,50 x 48,4 x 0,1593 = 3,855
 Truck 2 as kecil : 0,50 x 138,4 x 0,3500 = 24,22
 Truck 2 as besar : 0,50 x 73,4 x 0,1531 = 5,618
 Truck 3 as : 0,50 x 27,4 x 0,3174 = 4,348
LEP = 39,911
2) Menghitung LEA 20 tahun

 Mobil Pribadi : 0,50 x 2200,7 x 0,0004 = 0,440


 Bus : 0,50 x 99,7 x 0,1593 = 7,941

46
 Truck 2 as kecil : 0,50 x 189,7 x 0,3500 = 33,197
 Truck 2 as besar : 0,50 x 124,7 x 0,1531 = 9,545
 Truck 3 as : 0,50 x 78,7 x 0,3174 = 12,489

LEA20 = 76,826

3) Menghitung LET

 LET20 = ½ (LEP + LEA20) = ½ (39,911 + 76,826) = 54,373


4) Menghitung LER

 LER20 = LET20 x UR/10 = 54,373 x 20/10 = 108,746


5) Mencari Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

CBR tanah dasar = 12,4% ; DDT = 4 ; IP = 1,5 ; FR = 1,0


LER 5 = 0,45 ITP20 = 2,8 (IPo = 2,9 – 2,5)
Menetapkan tebal perkerasan:
 Koefisien kekuatan relatif (Tabel 2.14 Halaman. 29)
o Lapen (Mekanis) = 0,20 = a1
o Lapis pondasi atas = 0,12 = a2
o Lapis pondasi bawah = 0,10 = a3
ITP = (a1D1 ) + ( a2D2 ) + (a3D3 )

 Umur Rencana (UR) = 20 tahun


o Lapis permukaan (surface course)

Batas minimum tebal lapisan perkerasan untuk ITP = 2,8

2,8 = (a1.D1)

2,8 = (0,20D1)

D1 = 5 cm

o Lapis pondasi atas (base course)

ITP = (a1 D2 + a2 D2 )

Batas minimum tebal lapisan untuk ITP = 2,8

47
2,8 = (0,20.5) + (0,12D2)

2,8 = ( 1 ) + ( 0,12D2)

D2 = 15 cm

o Lapis pondasi bawah (sub base course)

Dari tabel 2.15 untuk batas-batas minimum tebal lapis perkerasan


untuk ITP = 4,95

ITP = 4,95 = (a1D1 ) + ( a2D2 ) + (a3D3 )

4,95 = (0,20 . 5 ) + (0,12 . 15) + ( 0,10D3)

4,95 = ( 1 ) + (1,8) + (0,10D3) = (2,8) + (0,10D3)

D3 = 21,5 ≈ 22 cm

 Susunan perkerasan:
a) Lapen mekanis = D1 = 5 cm
b) Lapis pondasi atas (base course) D2 = 15 cm
c) Lapis pondasi bawah (subbase course) D3 = 22 cm

D1 = 5 cm Lapis Permukaan (surface course)

Lapis Pondasi
D2 = 15 cm Atas (base course)

D3 = 22 cm Lapis Pondasi Bawah


(sub base course)

Tanah Dasar (subgrade)

Gambar 4.3 Susunan lapisan perkerasan lentur Bina Marga 1987

48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan pada jalan Teuku Iskandar Daod


area kampus Universitas Teuku Umar, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ketebalan pada metode AASHTO 1986 adalah 48 cm, yang terdiri dari
lapis permukaan (surface course) 8 cm, lapis pondasi atas (base course)
20 cm, dan lapis pondasi bawah (sub base course) 20 cm.
2. Ketebalan pada metode Bina Marga 1987 adalah sebesar 42 cm, yang
terdiri dari lapis permukaan (surface course) 5 cm, lapis pondasi atas
(base course) 15 cm, dan lapis pondasi bawah (sub base course) 22 cm.
3. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat efisiensi pada
metode Bina Marga 1987 lebih baik dari metode AASHTO 1986 karena
dipengaruhi oleh faktor koefisien yang digunakan pada Bina Marga 1987
lebih kecil.

5.2 SARAN

Adapun dalam penyusunan penelitian ini penulis dapat memaparkan


beberapa saran adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan dalam menentukan perencanaan perkerasan yang baik dapat
melakukan dan menganalisa dari metode-metode yang sudah ada.
2. Untuk menganalisis efisiensi dan ekonomis, maka diharapkan akan
dilakukan penelitian lanjutan.
3. Untuk mendapatkan kualitas jalan yang baik,diharapkan juga drainase atau
saluran lebih di tingkatkan agar kualitas jalan yang baik dapat bertahan
selama umur yang direncanakan.

49
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anonim, 1986. AASHTO Guide For Design of Pavement Structures


1986, American Association of State Highway and Transportation
Officials, Washington, DC, USA.
Ditjen P.U Bina Marga 1987. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen (Bina Marga
1987), Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Fahrurrozi, 2008. Pengaruh Nilai CBR Tanah Dasar Terhadap Tebal


Perkerasan Lentur Jalan Kaliurang Dengan Metode Bina
Marga 1987 dan AASHTO-86, Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta, D.I Jogjakarta.
Fajri, Arif, 2009. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya, Documents-Tips.com.

Irwan, lie Keng Wong, Oktober 2013. Studi Perkerasan Jalan Metode
Bina Marga dan AASHTO dengan Menggunakan Uji Dynamic
Cone Penetration (Ruas Jalan Bungku – Funuasingko
kabupaten Morowali), Konferensi Teknik Sipil 7 (Konteks 7)
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hendarsin, Shirley L, 2000. Perencanaan Teknik Jalan Raya, Politeknik
Bandung, Bandung.
Sukirman, Silvia, 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova,
Bandung.
Sukoto, Imam, 1984. Mempersiapkan Lapisan Dasar Konstruksi, Badan
Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
Sudarsono, 1979. Konstruksi Jalan Raya, Yayasan Badan Penerbit
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Suprapto, 1994. Bahan dan Struktur Jalan Raya, Biro Penerbit Teknik
Sipil UGM, Yogyakarta.

50

Anda mungkin juga menyukai