ITS Undergraduate 7252 3102100016 Bab2
ITS Undergraduate 7252 3102100016 Bab2
LANDASAN TEORI
2.1. Bathymetri
Bathymetri merupakan kegiatan pengumpulan data
kedalaman dasar laut dengan metode penginderaan atau rekaman
dari permukaan dasar perairan, yang akan diolah untuk
menghasilkan relief dasar perairan, sehingga dapat digambarkan
susunan dari garis-garis kedalaman (kontur). Pemetaan kondisi
dasar perairan tersebut dikonversikan dalam keadaan surut
terendah atau LWS (Low Water Surface).
Unsur utama pembuatan bathymetri adalah pengukuran
jarak dan kedalaman. Peralatan yang digunakan untuk mengukur
jarak antara lain Theodolith, Electronic Data Measurement
(EDM), atau Global Positioning System (GPS). Sedangkan
peralatan yang digunakan untuk mengukur kedalaman adalah
Echosounder. Selain kedua jenis peralatan tersebut juga
dibutuhkan peralatan pendukung antara lain : patok kayu,
bendera, handy talky, dan perahu boat.
Secara ringkas teknis pelaksanaan pembuatan bathymetri
sebagai berikut. Pada sepanjang pantai ditandai dengan patok
kayu sejarak 10 m atau 15 m sesuai dengan ketelitian yang
diinginkan. Kemudian kapal boat yang berisikan echosounder
bergerak dilaut dengan lambat dan konstan. Pada setiap jarak 10
m boat dibidik dan dibaca posisinya sekaligus ditandai pada
lembaran kertas pada echosounder berdasarkan koordinasi antara
tim pengukur yang ada di darat dan tim pengukur yang ada di
laut. Garis alur perjalanan perahu diusahakan selalu lurus dengan
titik patok di pantai. Pembacaan pada echosounder sangat
dipengaruhi kondisi pasang surut dan gelombang. Kondisi pasang
surut dapat diantisipasi dengan melakukan pencatatan pasang
surut pada saat pemetaan, tetapi pengaruh gelombang tidak dapat
di antisipasi sehingga bila gelombang tinggi pemetaan harus
dihentikan.
2.2. Arus
Arus adalah pergerakan air secara horizontal yang
disebabkan adanya perubahan ketinggian permukaan laut. Arus
lautan global merupakan pergerakan masa air yang sangat besar
dan arus ini yang mempengaruhi arah aliran air lautan dan terkait
antara satu lautan dengan lautan lain di seluruh dunia. Adanya
arus lautan ini disebabkan oleh perputaran bumi, angin, dan suhu
udara.
Sedangkan arus pantai diakibatkan pengaruh yang
sifatnya lokal terutama akibat pergerakan angin dari daerah yang
mempunyai tekanan tinggi ke daerah yang mempunyai tekanan
rendah, perbedaan kerapatan air, suhu air, dan pasang surut.
Pada umumnya arus terjadi sepanjang pantai disebabkan
oleh perbedaan muka air pasang surut antara satu lokasi dengan
lokasi lain, sehingga perilaku arus dipengaruhi pola pasang surut.
Kecepatan arus yang aman untuk kapal berlabuh disyaratkan
berkecepatan maksimal 2 knot atau 1 m/dt.
2.4.2. Fetch
Fetch adalah jarak bebas di atas permukaan air laut,
merupakan daerah pembangkit gelombang yang ditimbulkan oleh
angin dengan arah dan kecepatan yang sama. Bentuk fetch tidak
teratur akibat bentuk garis pantai yang tidak teratur, maka untuk
keperluan peramalan gelombang perlu ditentukan besarnya fetch
efektif yang dihitung dengan rumus (Teknik Pantai, 1999) :
Feff
( xi cos i )
cos i
dimana :
F eff = panjang fetch efektif (km)
x i = proyeksi radial pada arah angin (km)
i = sudut antara jalur fetch yang ditinjau dengan arah
angin
2
g .t g .F 3
68,8 2
UA U A
Keterangan :
Kolom 1 = Nomer urut m
Kolom 2 = Gelombang yang diurutkan dari besar ke kecil sesuai
kolom 1
Kolom 3 = Nilai P (H s H sm ) dihitung dengan rumus,
m 0,44
P( H s H sm ) 1
N T 0,12
dimana :
P(H s H sm ) = Probablititas tinggi gelombang
representatif ke m yang tidak terlampai
H sm = Tinggi gelombang urutan ke m (m)
m = Nomer urut tinggi gelombang signifikan
N T = Jumlah kejadian selama pencatatan
Kolom 4 = Nilai ym diperhitungkan dengan persamaan :
y m ln ln F ( H s H sm )
Kolom 5 dan 6 = Nilai yang digunakan untuk analisis regrensi
linier guna mng hitung parameter Adan B
Kolom 7 = Digunakan menghitung devisiasi standar gelombang
signifikan
Kolom 8 = Perkiraan tinggi gelombang yang dihitung dengan
persamaan linier yang dihasilkan
Kolom 9 = Perbedaan antara H sn dan Ĥ sm yaitu H sm Hˆ sm
2.4.5. Refraksi
Refraksi adalah pembelokan arah gelombang yang terjadi
karena perubahan kedalaman laut. Pada daerah yang mempunyai
kedalaman lebih besar dari setengah panjang gelombang (laut
dalam) gelombang menjalar tanpa dipengaruhi kedalaman dasar
laut. Tetapi di laut transisi dan laut dangkal dasar laut
mempengaruhi gelombang. Di daerah ini, apabila ditinjau suatu
garis puncak gelombang, bagian dari puncak gelombang yang
berada di air yang lebih dangkal akan menjalar dengan kecepatan
yang lebih kecil dari pada bagian di air yang lebih dalam.
Akibatnya garis puncak gelombang akan membelok dan berusaha
untuk sejajar dengan garis kontur dasar laut. Garis ortogonal
gelombang, yaitu garis tegak lurus dengan garis puncak
gelombang dan menunjukkan arah penjalaran gelombang juga
akan membelok dan berusaha untuk menuju tegak lurus dengan
kontur dasar laut (Teknik Pantai,1999). Refraksi berpengaruh
dalam pembahasan tentang teori gelombang disebabkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Refraksi dipakai untuk menentukan tinggi gelombang dan
arah gelombang dalam variasi kedalaman pada suatu
kejadian atau kondisi gelombang.
2. Perubahan arah gelombang akan menyebabkan perbedaan
energi gelombang, dimana energi gelombang ini akan
mempengaruhi gaya yang bekerja pada struktur.
3. Refraksi dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada
dasar pantai yang berpengaruh pada erosi dan endapan
dari sedimen.
4. Bathymetri pantai suatu daerah secara umum dapat
digambarkan dengan analisa fotografi dari refraksi
gelombang.
Adapun langkah-langkah dalam perhitungan refraksi adalah
sebagai berikut:
1. Menghitung panjang gelombang (L o ) dan kecepatan jalar
gelombang/celerity (C o ), dimana :
L o = 1,56 x T2
Co = Lo / T
2. Menghitung besar sudut arah datangnya gelombang yang
berada di depan breakwater, yaitu :
Menentukan kedalaman di depan breakwater yang
ditinjau (d)
Menghitung panjang (L) dan kecepatan jalar
gelombang (C)
Menghitung besar sudut gelombang yang datang (),
dengan rumus : sin = C / Co x sin o
3. Dihitung tinggi gelombang pada kedalaman yang ditinjau
(H)
Menghitung koefisien refraksi (Kr) dengan rumus :
Kr = (cos o /cos)
Menghitung koefisien pendangkalan (Ks), didapat
dari tabel C-1 SPM, 1984
Menghitung tinggi gelombang hasil refraksi dengan
rumus :
H = Hs o x Kr x Ks
2.7. Pengerukan
Pengerukan dilakukan apabila kedalam perairan
pelabuhan kurang memenuhi draf kapal yang akan berlabuh. Hal
ini disebabkan kondisi asli perairan maupun akibat sedimentasi
yang terjadi. Pengerukan dilakukan dengan menggunakan kapal
keruk (dredgers). Dredgers berfungsi untuk menggali material,
menaikkan secara vertikal, kemudian memindahkan secara
horisontal dan membuangnya ke lokasi pembuangan. Fungsi
tersebut bisa dilakukan secara mekanik, hidrolis atau kombinasi
keduanya. Untuk kondisi material yang keras, seperti batu cadas
dan pasir yang terkonsolidasi digunakan treatment secara kimia
yaitu dengan bahan peledak (explosive). Faktor yang
mempengaruhi pemilihan dredgers yang cocok adalah :
1. Jenis tanah dasar laut
2. Volume tanah kerukan dan umur konstruksi
3. Kedalaman pengerukan
4. Metode pembuangan tanah galian
5. Jarak dan rute pengangkutan menuju areal pembuangan
6. Pengaruh sedimen di dasar laut
7. Kondisi meteorologi, oceanologi dan geometrik
Dilihat dari segi teknis pelaksanaan kapal keruk menjadi dua
dikenal dua yaitu:
1. Kapal Keruk Hidrolis
Hidrolis mempunyai arti metode pelaksanaanya
berupa jenis tanah yang dikeruk bercampur dengan air
laut, yang kemudian campuran tersebut dihisap oleh
pompa melalui pipa penghisap (suction pipe) untuk
selanjutnya melalui pipa pembuang dialirkan ke daerah
penimbunan. Karena sistemnya dihisap oleh pompa maka
material yang cocok adalah lumpur.
2. Kapal Keruk Mekanis
Kapal keruk mekanis dapat dikatakan sederhana
karena mempunyai analogi sama dengan peralatan gali di
darat. Kapal keruk mekanis mempunyai jenis sebagai
berikut:
Bucket dredger
Alat keruk ini merupakan jenis jenis kapal
keruk dengan rantai ban yang tak berujung pangkal
(endless belt) dan dilekati timba – timba pengeruk
(bucket). Gerakan rantai ban dengan timbanya
merupakan gerak berputar mengelilingi suatu rangka
struktur utama. Kapal ini sangat cocok untuk perairan
yang dalam dan kurang cocok untuk perairan
dangkal. Alat keruk ini dapat dilihat pada Gambar
2.8.
Gambar 2. 8. Bucket Dredger
Clamshell Dredger
Alat keruk jenis ini terdiri dari satu tongkang
(barge) dan ditempatkan peralatan cakram
(clamshell). Jenis ini biasanya digunakan untuk tanah
lembek atau pada bagian-bagian kolam pelabuhan
dalam. Clamshell Dredger dapat dilihat pada
Gambar 2.9.
Backhoe Dredger
Alat keruk ini pada dasarnya adalah ponton
yang dipasangi alat pemindah tanah yang berupa
backhoe. Bucket penggali dari backhoe ini dalam
operasinya bergerak ke arah alat, lain halnya dengan
shovel yang bucketnya bergerak ke arah luar.
Backhoe Dredger baik digunakan bagi pengerukan
lapisan tanah padat atau pasir seperti pada Gambar
2.10.
i 1
dimana:
V = Volume total pengerukan (m3)
A1 = Luas keruk untuk segmen ke-1 (m2)
A2 = Luas keruk untuk segmen ke-(1+1) (m2)
L = Jarak interval antara segmen ke-I dengan segmen
ke- (1+1) (m2)
n = Jumlah total segmen pada areal keruk yang
direncanakan
dimana :
Q l = daya dukung tiang maksimum (ton)
Q p = resistance ultimate di ujung tiang (ton)
Q s = resistance ultimate akibat lekatan lateral (ton)
QL
Qad
SF
QP q P . AP ( N P. K ). AP
NS
QS q S . AS ( x1). AS
3
dimana :
K = koefisien karateristik tanah, dapat dilihat pada
Tabel 2.4.
Np = harga rata-rata SPT disekitar 4B diatas hingga 4B
dibawah dasar pondasi
qp = tegangan di ujung tiang (ton)
A P = luas penampang di ujung tiang (m2)
A S = keliling tiang x panjang tiang yang terbenam (m)
N S = harga rata-rata sepanjang tiang yang tertanam,
dengan batasan 3 < N < 50
qs = tegangan lateral lekatan lateral (t/m2)
SF = angka keamanan
3. Kolam pelabuhan
Kolam pelabuhan berada di ujung alur masuk
atau dapat diletakkan sepanjang alur bila alurnya panjang
(>Sd). Kolam pelabuhan bentuk lingkaran dengan
diameter (D b ). Kedalaman kolam pelabuhan dapat
disamakan dengan kedalaman alur masuk.
D b = 2 x LOA untuk kapal bermanuver dengan dipandu
D b = 4 x LOA untuk kapal bermanuver tanpa dipandu
b. Panjang Dermaga
Dermaga peti kemas menggunakan sistem
tambat kapal berderet seperti pada Gambar 2.12.
Perhitungan panjang dermaga untuk sistem tambat
berderet adalah :
L p = n Loa + ( n-1 ) 15 + 50
dimana:
Loa = panjang kapal yang bertambat
n = jumlah kapal yang bertambat /hari
Lp
DERMAGA
c. Lebar Dermaga
Lebar dermaga dipengaruhi oleh jenis alat
yang dipakai untuk melakukan bongkar muat di
dermaga. Penetuan lebar dermaga adalah jumlah
antara lebar alat bongkar muat yang dipakai, jarak
manuver untuk truk dan dua kali jarak tepi.
d. Elevasi Dermaga
Elevasi dermaga ditentukan dengan
menambahkan elevasi pasang tertinggi dan tinggi
jagaan. Untuk perencanaan pelabuhan ini digunakan
tinggi jagaan 1 meter.
2. Lapangan Penumpukan
Lapangan penumpukan adalah areal terbuka
untuk menyimpan peti kemas pada waktu menunggu
sebelum dinaikan ke atas kapal atau setelah dibongkar
dari kapal. Bentuk dan luas lapangan penumpukan
dipengaruhi jumlah ground slot (GS) yang dibutuhkan.
HariKerja TinggiTumpukan 0,7
Kapasitas per GS =
LamaPenumpukan
VolumeBonkarMuat
Kebutuhan GS =
KapasitasPerGroundslot
Luas lapangan penumpukan = jumlah GSluas per GS
Luasan tersebut belum termasuk kebutuhan areal untuk
peralatan dan areal untuk akses di dalam lapangan
penumpukan.
4. Peralatan
Tujuan utama dari kegiatan di terminal peti
kemas adalah melayani penyediaan akses transportasi
bongkar muat peti kemas dari kapal ke darat maupun
sebaliknya dengan biaya yang dapat ditekan serendah
mungkin. Cara yang dapat digunakan agar hal ini tercapai
adalah dengan menyediakan jenis jasa dan peralatan
hanya untuk kegiatan penting saja dan mengusahakan
BOR dari alat dapat tercapai setinggi mungkin tetapi
tidak sampai menimbulkan antrian yang merugikan.
Ukuran dan berat peti kemas sangat besar
sehingga dalam operasional bongkar muat di pelabuhan
harus menggunakan peralatan. Peralatan yang digunakan
di pelabuhan peti kemas ada berbagai macam. Penentuan
jenis peralatan yang dipakai tergantung pada sistem
operasional penanganan muatan yang digunakan. Sistem
operasional penanganan muatan tersebut antara lain :
a. Chassis system
b. Straddle carrier system
c. Fork lift truck sistem
d. Transtainer system
e. Sistem campuran dengan kombinasi berbagai alat
Setiap sistem operasional berpengaruh pada penataan
layout dan pemilihan jenis peralatan yang dipakai. Jenis
peralatan yang ada di pelabuhan peti kemas yang
umumnya dipakai di Indonesia antara lain :
a. Portainer
Portainer adalah peralatan yang
ditempatkan secara permanen di dermaga yang
dipakai untuk bongkar muat peti kemas dari
kapal ke darat atau sebaliknya. Dimensi portainer
yang berpengaruh pada pembangunan dermaga
adalah :
- lebar kaki crane
- jumlah roda per kaki, jarak antar roda, dan
beban per roda
- panjang lengan dan backreach
- sistem mesin penggerak (disel atau listrik)
b. Harbour Mobile Crane (HMC)
HMC adalah peralatan yang fungsinya
sama dengan portainer tetapi memiliki roda yang
bisa bergerak secara leluasa
c. Straddle carrier
Straddle carrier digunakan untuk
operasional peti kemas antara dermaga dan
lapangan penumpukan maupun operasional di
dalam lapangan penumpukan saja. Alat ini dapat
bergerak secara fleksibel dan berkecepatan tinggi,
tetapi posisi pengemudi dan jarak pandang yang
terbatas dapat menimbulkan kecelakaan.
Kemampuan straddle carier adalah dapat
menumpuk peti kemas sampai 5 tumpukan.
Pengaruh pada struktur adalah beban
beban repetisi yang harus diperhitungkan pada
perkerasan lapangan penumpukan, dan pengaruh
pada bentuk layout lapangan penumpukan.
Anabila di dermaga dan lapangan penumpukan
hanya menggunakan satu jenis alat saja yaitu
straddle carrier maka sistem ini disebut straddle
carrier system.
d. Transtainer
Transtainer merupakan gantry crane yang
bergerak tegak lurus untuk menumpuk container
dari moda transportasi satu ke yang lain atau ke
lantai lapangan penumpukan. Terdapat dua jenis
gantry crane yaitu Rubber Tyred Gantry Crane
(RTGC) dan Rail Mounted Gantry Crane
(RMGC).
e. Forklift atau Side loader
Forklift digunakan untuk melayani
pergerakan di lapangan penumpukan atau di CFS.
Untuk penggunakan forklift di lapangan
penumpukan harus digunakan forklift yang berat
atau jenis forklift yang mengangkatnya dari
samping (side loader).
f. Truck trailer
Truk trailer digunakan untuk operasional
antara dermaga ke lapangan penumpukan atau
sebaliknya, CFS ke dermaga atau sebaliknya dan
keluar masuknya peti kemas di pelabuhan.
3. Payback Period
Payback period adalah jumlah tahun yang diperlukan
untuk menutup biaya investasi awal (Ekonomi Teknik,2003).
Payback Period dapat dihitung dengan rumus :
Payback period = Total modal yang dikeluarkan
Jumlah laba tunai pertahun