Uji Toksisitas Subkronis
Uji Toksisitas Subkronis
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
JATINANGOR
2007
UJI TOKSISITAS SUBKRONIS KOMBINASI
EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn.)
DAN RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Rosc.)
PADA TIKUS WISTAR
Oleh:
RINI HENDRIANI, M.Si.
NIP. 132317750
Halaman
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
I. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2
I.1 Tinjauan Botani …………………………………………………... 2
I.2 Toksisitas …………………………………………………………. 3
I.3 Evaluasi Uji Toksisitas …………………………………………… 6
LAMPIRAN ………………………………………………………………………... 35
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang berada di daerah tropis mempunyai
keanekaragaman hayati yang sangat besar, kaya akan bahan baku obat, sehingga
fitofarmaka merupakan suatu pilihan pengobatan yang menarik dan dapat terus
dikembangkan. Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi untuk dikembangkan ke
arah yang lebih modern adalah mengkudu dan jahe.
Pengobatan tradisional di Indonesia, menggunakan bahan-bahan yang terdapat
di alam sekitar, merupakan bagian dari kebudayaan bangsa yang turun temurun.
Secara tradisional masyarakat Asia percaya mengkudu dan jahe mampu mengobati
berbagai penyakit. Seluruh bagian tanaman mengkudu mempunyai khasiat obat. Akar
mengkudu dimanfaatkan untuk mengobati kejang-kejang dan tetanus, obat demam dan
sebagai tonikum. Kulit batang mengkudu digunakan sebagai tonikum, antiseptik pada
pembengkakan kulit, borok, dan luka. Daun mengkudu dimanfaatkan untuk mengobati
disentri, kejang usus, pusing, muntah, dan demam. Bunga mengkudu digunakan untuk
mengobati kudis, bisul dan sakit kerongkongan. Buah mengkudu untuk obat asma,
menormalkan tekanan darah, gangguan pernafasan, TBC, dan radang (Heyne, 1987;
Bangun, 2002). Jahe digunakan antara lain sebagai obat batuk dan penghangat badan,
juga untuk obat sakit kepala, rematik, masuk angin, antiemetik, keseleo, bengkak,
demam, antituberkulosis, nyeri dada, dan diare (Heyne, 1987; Farry, 2005).
Dari penelitian sebelumnya diketahui mengkudu dan jahe mempunyai aktivitas
anti TBC. Ekstrak etanol mengkudu dan jahe menunjukkan hasil yang paling baik
karena dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis galur yang
sensitif (H37Rv) maupun galur resisten (No. 552) pada konsentrasi 10 g/mL
(Sugihartina, 2004). Ekstrak etanol mengkudu dapat menghambat pertumbuhan M.
tuberculosis galur H37Rv, 552 dan 223 pada konsentrasi 10 g/mL. Kombinasi
mengkudu dan jahe gajah (7,5;7,5 g/mL) dapat menghambat M. tuberculosis galur
H37Rv, 552 dan 223 (Agusta, 2005). Ekstrak etanol rimpang jahe gajah dapat
menghambat pertumbuhan M. tuberculosis galur H37Rv dan 552 dengan konsentrasi
hambat minimum (KHM) 5 g/mL, tetapi tidak dapat menghambat galur 223 pada
konsentrasi hingga 1000 g/mL (Surya, 2005).
Penelitian ini dilakukan untuk menguji ekstrak buah mengkudu dan rimpang
jahe gajah tunggal serta kombinasi keduanya. Dalam penggunaan obat tradisional,
simplisia atau sediaan galeniknya untuk kesehatan perlu diperhatikan keamanannya.
1
2
Oleh karena itu dilakukan berbagai penelitian antara lain pengujian terhadap toksisitas
dan efek samping yang dapat ditimbulkannya. Perlu dilakukan penelitian toksisitas
yang bersifat akut dan yang bersifat kronis.
Penggunaan dalam jangka waktu yang lama mendorong perlunya penentuan
toksisitas subkronis, karena meskipun dianggap aman, tetapi belum diketahui adanya
kemungkinan efek yang tidak diharapkan pada tubuh akibat pemakaian lama. Pada
penelitian ini dilakukan pengujian terhadap efek toksik ekstrak etanol mengkudu dan
jahe gajah tunggal maupun kombinasinya dengan perbandingan (1:1), diberikan setiap
hari selama 90 hari dan kelompok satelit tetap dipelihara selama 30 hari setelah
pemberian sediaan uji dihentikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
toksik subkronis kombinasi ekstrak etanol buah mengkudu dan rimpang jahe gajah
pada tikus Wistar. Selain informasi toksisitas, hasil penelitian juga diharapkan dapat
menggambarkan efek terhadap organ-organ dalam tubuh sehingga dapat memberikan
petunjuk jenis penelitian khusus lainnya yang perlu dilakukan.
I TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi tinjauan botani
tanaman mengkudu dan jahe gajah, serta tinjauan tentang toksisitas.
1.2 Toksisitas
Salah satu tujuan terpenting toksikologi ialah memberikan keterangan sehingga
kerugian kesehatan manusia dan lingkungan akibat senyawa beracun dapat dicegah
atau dibatasi (Koeman, 1987).
3
4
bahan terhadap makluk hidup dan sistem biologi lainnya. Tosikologi lebih ditujukan
untuk mendeteksi resiko keracunan pada manusia baik resiko yang telah diketahui
maupun yang masih menjadi dugaan. Uji toksisitas sangat penting untuk mencegah
resiko akibat pemaparan senyawa tertentu pada manusia.
Faktor penting yang mempengaruhi keamanan suatu senyawa adalah jumlah
dosisnya, maka dilakukan suatu penelitian hubungan antara dosis (kadar) tertentu dan
respon biologi yang dihasilkannya.
b. Uji Mutagenitas
Uji mutagenitas adalah uji yang dilakukan untuk memperoleh informasi
mengenai kemungkinan terjadinya efek mutagenik suatu senyawa. Efek mutagenik
merupakan efek yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sifat genetika sel tubuh
makhluk hidup.
c. Uji Karsinogenitas
Uji karsinogenitas dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai efek
korsinogenik suatu senyawa pada hewan percobaan. Suatu senyawa bersifat
6
a. Hematologi
Pemeriksaan hematologi dapat memberikan informasi efek yang disebabkan
senyawa uji terhadap darah dan jaringan pembentuk darah. Darah terdiri atas sel-sel
dan cairan yang terdapat dalam sistem sirkulasi tertutup, mengalir secara teratur dalam
satu arah, didorong terutama oleh kontraksi jantung yang berirama. Darah terdiri dari
sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit, serta plasma yang
merupakan cairan tempat sel-sel darah itu terendam. Jika darah dikeluarkan dari
sistem sirkulasi, darah akan membeku dan cairan kuning bening yang disebut serum
memisah dari koagulum. Darah yang ditampung dan dicegah pembekuan dengan
7
c. Urinalisis
Urin merupakan jalur utama eksresi sebagian besar senyawa toksikan,
sehingga ginjal mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasi
toksikan pada filtrat dan membawa toksikan melalui sel tubulus. Karena itu ginjal
merupakan organ sasaran utama dari efek toksik. Pemeriksaan urin selain dapat
memberikan data mengenai ginjal dan saluran urin, juga mengenai fungsi berbagai
organ dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal dan lain-
lain.
Perlu diperhatikan waktu pengumpulan sampel urin. Urin kumpulan sepanjang
24 jam mempunyai susunan yang tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam
berikutnya. Tetapi sampel urin yang diambil pada saat tertentu di waktu siang atau
malam, dapat memberikan susunan urin yang berbeda. Analisis urin meliputi warna,
berat jenis, pH, dan suhu.
a. Organ Sasaran
Toksikan tidak mempengaruhi semua organ secara merata, karena dipengaruhi
oleh kepekaan suatu organ, juga tingginya kadar senyawa atau metabolitnya di organ
sasaran. Kadar ini selain bergantung pada dosis yang diberikan juga pada derajat
absorbsi, distribusi, pengikatan, dan eksresi.
Senyawa uji yang diberikan secara oral, absorbsi terjadi di saluran cerna.
Lambung merupakan tempat penyerapan yang penting, terutama untuk senyawa yang
bersifat asam lemah. Dalam usus, senyawa yang bersifat basa lemah akan mudah
diserap. Setelah senyawa tersebut diserap dan memasuki darah, maka akan
didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Kadarnya dalam organ tergantung
mudah atau tidaknya senyawa melewati dinding kapiler dan membran sel, serta
afinitas komponen organ terhadap senyawa tersebut.
Pengikatan suatu senyawa dalam jaringan dapat menyebabkan kadarnya
menjadi tinggi. Hati dan ginjal memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk mengikat
senyawa asing. Hal ini berhubungan dengan fungsi metabolik dan eksretorik.
b. Histologi Organ
Pada pemeriksaan setelah kematian hewan uji perlu dilakukan pemeriksaan
histologi organ untuk mengetahui hubungan antara gejala yang terjadi dengan struktur
organ yang mengalami paparan senyawa uji.
Pada penelitian ini organ yang ditimbang dan diperiksa secara histologis yaitu
hati, ginjal, anak ginjal, jantung, limpa, pankreas, paru-paru, otak, testes dan vesika
seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina). Lambung diperiksa secara
makroskopis.
Hati adalah organ terbesar dan memberikan proses metabolisme paling
kompleks di dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta
sebagian besar obat dan toksikan. Pada pemeriksaan patologi makroskopik hati, warna
dan penampilan sering dapat menunjukkan sifat toksisitas, seperti perlemakan hati
atau sirosis. Berat organ merupakan petunjuk yang sangat peka dari pengaruh zat uji
pada hati. Pada pemeriksaan mikroskopik hati, dapat dideteksi berbagai kelainan
histologi seperti perlemakan, nekrosis, sirosis, nodul hiperplastik dan neoplasia, selain
juga dapat mendeteksi perubahan dalam berbagai struktur subsel. Data tersebut
10
digabungkan dengan data uji biokimia sehingga dapat menggambarkan cara kerja
toksikan.
Ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik selain hati. Ginjal
mempunyai kemampuan kompensasi yang luar biasa. Uji fungsi ginjal selain
dilakukan analisis urin dan darah, juga pemeriksaan secara morfologis dan histologis.
Pada pemeriksaan makroskopis ditentukan berat ginjal. Perubahan berat organ, bila
dibandingkan dengan hewan pembanding, dapat menunjukkan lesi ginjal. Pemeriksaan
histopatologi dapat mengungkapkan tempat, luas, dan sifat morfologik lesi ginjal.
Sebagai suatu bagian vital dalam tubuh, susunan saraf dilindungi dari toksikan
dalam darah oleh suatu mekanisme protektif sawar darah otak. Meskipun demikian,
susunan saraf rentan dari berbagai jenis toksikan. Susunan saraf terdiri atas dua bagian
utama yaitu susunan saraf perifer dan susunan saraf pusat (SSP) yang mencakup otak
dan sum-sum tulang belakang. Pada uji toksisitas perlu juga dilakukan pemeriksaan
histologi otak.
Jantung adalah suatu organ yang vital dalam tubuh, meskipun bukan sasaran
utama, organ ini dapat dirusak oleh berbagai senyawa, juga sistem reproduksi, testis
dan vesika seminalis atau ovarium dan uterus, serta pankreas yang merupakan bagian
sistem endokrin. Oleh karena itu perlu dilakukan pula pemeriksaan histologi pada
organ-organ tersebut.
II METODE PENELITIAN
Uji toksisitas sub kronis dilakukan menggunakan hewan tikus putih jantan dan
betina galur Wistar. Diuji dengan dosis bertingkat 50, 400, 1000 mg/kg bb kombinasi
ekstrak etanol buah mengkudu dengan rimpang jahe gajah (1:1) dan ekstrak etanol
buah mengkudu tunggal 50 mg/kg bb juga ekstrak etanol rimpang jahe gajah tunggal
50 mg/kg bb. Pemberian sediaan dilakukan secara oral setiap hari selama 90 hari.
Kelompok satelit tetap dipelihara sampai 120 hari tanpa pemberian zat uji lagi setelah
pemberian sediaan selama 90 hari.
Evaluasi hasil uji toksisitas dilakukan pengamatan umum, pengamatan
parameter klinik, dan pemeriksaan setelah kematian. Pada pengamatan umum
dilakukan pengamatan pada penampilan, perilaku dan aktivitas motorik, serta semua
abnormalitas hewan uji sebelum dan sesudah proses uji toksisitas. Berat badan dan
konsumsi makanan selama proses uji toksisitas perlu diperhatikan. Konsumsi makanan
yang berkurang secara nyata dapat memperberat manifestasi toksik zat uji.
Hasil pengujian di laboratorium klinik diperlukan untuk membantu membuat
diagnosis dan memantau toksisitas yang terjadi. Pada penelitian ini dilakukan
pemeriksaan hematologi pada darah yang diambil dari ekor tikus pada hari ke 91 dan
untuk kelompok satelit pada hari ke 121, kemudian diamati jumlah sel darah merah,
sel darah putih, trombosit, hemoglobin dan angka hematokrit yaitu perbandingan
endapan sel dengan volume darah. Nilai parameter darah kelompok yang diberi
sediaan uji dibandingkan terhadap kelompok kontrol. Dilakukan pula uji biokimia
darah yang meliputi penentuan kadar glukosa, kreatinin , BUN, SGOT, SGPT, LDL,
trigliserida, HDL, protein total, albumin, dan kolesterol. Analisis urin meliputi warna,
berat jenis, dan pH.
Pada akhir pengujian semua hewan uji yang hidup dikorbankan dan dilakukan
isolasi terhadap organ-organ tertentu untuk diperiksa patologinya secara makroskopis,
dilakukan pula pemeriksaan histologi. Lambung diperiksa secara makroskopis
menggunakan kaca pembesar. Pada penelitian ini organ yang ditimbang dan diperiksa
secara histologis yaitu hati, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, limpa, paru-paru, otak,
testes dan vesika seminalis (jantan) dan uterus dan ovarium (betina).
12
III PERCOBAAN
3.1.2 Alat
Alat refluks, alat penguap vakum putar, cawan penguap, penangas air,
timbangan analitik, timbangan tikus, mortir dan stampler, jarum oral tikus, spuit 3cc,
kandang metabolisme, alat uji perilaku, tabung eppendorf, alat sentrifuga eppendorf,
tabung kapiler hematokrit, mikrosentrifuga, mikropipet, hemositometer, mikroskop,
alat penghitung, tabung sahli, alat bedah, spektrofotometer ultra violet visibel
(Fotometer 4020 Hitachi), kaca pembesar, kamera, mikrotom, kaca objek, kaca
penutup, dan peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium.
suhu 105 oC hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam
keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar.
hingga arang habis, dinginkan, dan timbang. Jika cara ini arang tidak dapat
dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Masukkan
filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
Pada penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, abu yang diperoleh
pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 mL asam sulfat encer P selama 5
menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir
atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap,
timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara.
a. Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 5 mL filtrat ditambah serbuk magnesium dan 1 mL klorida pekat,
dikocok kuat-kuat dengan 5 mL amil alkohol, kemudian di biarkan memisah. Warna
merah atau jingga yang terbentuk pada lapisan amil alkohol menunujukkan adanya
senyawa flavonoid.
b. Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 10 mL filtrat dikocok tegak selama 10 detik kemudian didiamkan
dan diamati busa yang terbentuk. Adanya saponin ditunjukkan dengan timbulnya busa
yang stabil setelah penambahan satu tetes asam klorida 2N.
c. Pemeriksaan Kuinon
Sebanyak 5 mL filtrat dari pemeriksaan flavonoid ditambah dengan beberapa
tetes natrium hidroksida 1N. Adanya kuinon ditunjukkan dengan terbentuknya warna
merah.
d. Pemeriksaan Tanin
Sebagian filtrat dari pemeriksaan flavonoid direaksikan dengan larutan
besi(III)klorida 1%. Adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau
biru. Pada sebagian filtrat dari pemeriksaan flavonoid ditambah 15 mL pereaksi
Steasny (campuran 2 bagian formalin 30%v/v dengan 1 bagian asam klorida pekat),
dipanaskan pada tangas air suhu 90 oC. Adanya tanin katekat ditunjukkan dengan
terbentuknya endapan merah muda. Hasil pemeriksaan tanin katekat disaring
kemudian filtrat dijenuhkan dengan penambahan natrium asetat dan beberapa tetes
besi(III)klorida 1%. Terbentuknya warna biru atau hitam menunjukkan adanya tanin
galat
17
e. Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 1 gram ekstrak dilembabkan dengan 5 mL amonia 50% dan digerus
dalam mortar, ditambah 20 mL kloroform, digerus kuat dan disaring. Filtrat yang
terdiri dari larutan senyawa organik digunakan untuk percobaan selanjutnya (larutan
A). Larutan A diekstraksi dengan asam klorida 2N (larutan B). Larutan A diteteskan
pada kertas saring kemudian ditetesi pereaksi Dragendorff. Adanya alkaloid
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah atau kuning pada kertas saring. Ke
dalam masing-masing 5 mL larutan B dalam tabung reaksi ditambahkan beberapa tetes
pereaksi Dragendorff atau Mayer. Reaksi positif terjadi jika terbentuknya endapan
warna merah bata atau endapan warna putih pada penambahan pereaksi Mayer.
f. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
Sejumlah ekstrak dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam kemudian
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap kemudian residu direaksikan dengan
pereaksi Lieberman-Bouchard. Terbentuk warna merah, biru atau violet menunjukkan
adanya senyawa terpenoid/steroid.
tikus jantan dan 8 kelompok tikus betina, masing-masing kelompok terdiri dari 10
ekor, sehingga masing-masing dosis terdiri dari 10 ekor jantan dan 10 ekor betina.
Kelompok tersebut terdiri dari:
- Kelompok I : Dosis 50 mg /kg bb ekstrak etanol jahe gajah
(Dosis rendah tunggal).
- Kelompok II : Dosis 50 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu
(Dosis rendah tunggal).
- Kelompok III : Dosis 50 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe gajah (1:1)
(Dosis rendah kombinasi).
- Kelompok IV : Dosis 400 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe gajah (1:1)
(Dosis tengah kombinasi).
- Kelompok V : Dosis 1000 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe gajah
(1:1), (Dosis atas kombinasi).
- Kelompok VI : Kontrol (diberi tragakan 1%)
- Kelompok VII : Satelit kontrol (diberi tragakan 1%)
- Kelompok VIII : Satelit dosis 1000 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe
gajah (1:1), (Satelit dosis atas kombinasi).
Suatu bahan yang akan digunakan oleh manusia baik sintetis maupun bahan
alam yang berasal dari tanaman, selain diperlukan data efek farmakologi juga
diperlukan data toksisitas, maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui toksisitas
subkronis kombinasi ekstrak etanol buah mengkudu dan rimpang jahe gajah pada
tikus Wistar.
Pemeriksaan pendahuluan simplisia perlu dilakukan untuk menjamin
kebenaran dan kualitasnya. Setelah buah mengkudu dan rimpang jahe gajah
dikumpulkan, kemudian dilakukan determinasi untuk memastikan jenis tanaman
tersebut. Dari hasil determinasi di Herbarium Bandungense, Departemen Biologi
ITB diperoleh data mengkudu tersebut termasuk spesies Morinda citrifolia Linn. dan
jahe gajah spesies Zingiber officinale Rosc.
Pelarut untuk ekstraksi disesuaikan dengan sifat kandungan yang terdapat
pada tanaman uji. Pada penelitian ini digunakan etanol 96% untuk ekstraksi
menggunakan refluks sebanyak tiga kali agar dapat mengekstraksi sebanyak
mungkin zat aktif. Hasil percobaan diperoleh ekstrak etanol mengkudu dan jahe
gajah dengan rendemen masing-masing 16,14% dan 97%.
Dilakukan pemeriksaan karakteristik ekstrak yang berupa sediaan kental
diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut
etanol 96%, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang
tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Susut
pengeringan ditentukan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Bobot jenis memberikan
batasan massa per satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair
sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang. Nilai yang diperoleh terkait
dengan kemurnian dan kontaminasi. Penentuan kadar air untuk memberikan batasan
minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan. Penentuan
kadar abu memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang
berasal dari proses awal sampai akhir terbentuknya ekstrak. Parameter organoleptik
ekstrak berguna sebagai pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin,
meliputi bentuk, warna, rasa dan bau. Penentuan parameter senyawa terlarut dalam
pelarut tertentu dengan melarutkan ekstrak dalam air atau alkohol untuk ditentukan
jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri,
22
Pengujian toksisitas dilakukan pada hewan uji yang sehat, hewan kontrol
termasuk dalam penelitian dan mendapat perlakuan yang sama tetapi diberikan
23
sediaan blanko. Bentuk sediaan uji, tingkatan dosis dan lama pemberian sebanding
dengan pemberian pada manusia.
Faktor penting yang mempengaruhi keamanan suatu senyawa antara lain
jumlah dosisnya. Pada penelitian ini digunakan dosis berdasarkan penelitian
sebelumnya dan hasil uji tokisitas akut pada dosis bertingkat 5, 50, 500, 2000, dan
5000 mg/kg bb kombinasi ekstrak buah mengkudu dengan jahe gajah (1:1).
Pengujian menggunakan hewan mencit putih jantan dan betina galur Swiss Webster,
dan pemberian sediaan uji dilakukan secara oral. Pengamatan dilakukan selama 14
hari dan tidak ditemukan adanya kematian. Pada uji toksisitas subkronis ini
digunakan dosis 50 mg/kg bb dan dua dosis yang lebih tinggi yaitu 400 mg/kg bb
dan 1 gram/kg bb.
Dilakukan pengamatan perilaku dan aktivitas motorik terhadap semua
kelompok hewan uji. Pada hari pertama, satu jam setelah pemberian sediaan uji,
umumnya dapat diamati adanya penurunan aktivitas motorik baik pada tikus jantan
maupun pada tikus betina, juga pada kelompok kontrol yang diberi sediaan blanko.
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan uji tidak mempengaruhi uji aktivitas
motorik pada hari pertama pemberian. Hasil pengamatan perilaku dan aktivitas
motorik dapat dilihat pada Lampiran C, Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Setelah pemberian
sediaan uji 90 hari berturut-turut, profil aktivitas motorik tidak menunjukkan
perbedaan dengan kelompok kontrol, demikian juga pada kelompok satelit baik pada
tikus jantan ataupun betina. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan uji
selama 90 hari berturut-turut dan penghentian pemberian sediaan uji selama 30 hari
setelah pemberian selama 90 hari berturut-turut, tidak menunjukkan perubahan
terhadap aktivitas motorik.
Pada pengamatan terhadap defekasi dan urinasi pada hari pertama sebelum
dan setelah pemberian, setelah pemberian sediaan uji selama 90 hari berturut-turut,
serta pengamatan pada hari ke 121, tidak menunjukkan perbedaan variasi jumlah
defekasi dan urinasi dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa
sediaan uji tidak mempengaruhi defekasi dan urinasi hewan uji.
Dilakukan juga pengamatan terhadap sikap tubuh dan pernafasan, dan
kemampuan kerja otot dengan menggelantung dan rentablismen, indentifikasi adanya
straub, piloereksi, ptosis, refleks pineal dan korneal, midriasis, katalepsi, fleksi,
respon tertutup induksi rasa sakit (uji hafner), kolik, mortalitas, grooming, tremor
24
dan writhing (menggeliat), juga aktifitas kelenjar salivasi dan lakrimasi tidak
menunjukkan profil yang berbeda dengan kelompok kontrol.
Hasil pengamatan bobot badan tikus menunjukkan profil perkembangan dan
peningkatan bobot badan dengan profil yang hampir sama dengan semua kelompok
dosis hewan uji dapat dilihat pada Lampiran D.. Peningkatan yang paling tinggi
terjadi pada kelompok hewan yang diberi sediaan uji mengkudu dosis 50 mg/kg bb.
Tabel 4.7: Peningkatan Bobot Badan Tikus setelah Pemberian Sediaan Uji
dan p= 0,042). Aktifitas SGPT dan SGOT berkaitan erat dengan kondisi patologi
hati, penurunan aktifitas enzim tersebut menunjukkan adanya perbaikan fungsi hati.
Aktifitas enzim SGPT pada kelompok satelit dosis 1000 mg/kg bb kembali
menunjukkan aktifitas yang meningkat mendekati kelompok kontrol. Sedangkan
aktifitas enzim SGPT dan SGOT tikus betina pada umumnya tidak menunjukkan
aktifitas yang berbeda secara statistik dibanding kelompok kontrol, hanya pada
kelompok pemberian mengkudu 50 mg/kg bb aktifitas SGPT meningkat.
Keterangan : n = Jumlah Hewan, U/l = Unit per Liter, p < 0,05 dinyatakan bermakna,
* : dibandingkan dengan kelompok jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb, SGPT =
serum glutamat piruvat transaminase, SGOT = serum glutamat oksaloasetat
transaminase.
Kadar kreatinin darah tikus jantan dan betina pada semua kelompok hewan
uji menunjukkan kadar yang sebanding dengan kelompok kontrol. Kreatinin
merupakan suatu metabolit kreatin dan diekskresikan dalam urin melalui glomerulus
ginjal. Kadar kreatinin kelompok hewan uji menunjukkan profil yang tidak berbeda
bermakna secara statistik dibandingkan dengan kelompok kontrol, merupakan
indikasi fungsi ginjal masih baik.
Jantan Betina
Kelompok n Kreatinin Kreatinin
p p
(mg/dl) (mg/dl)
Kontrol 10 0,43 ± 0,18 - 0,36 ± 0,99 -
Jahe Gajah 50 mg/kg bb 10 0,51 ± 0,22 0,655 0,45 ± 0,29 0,746
Mengkudu 50 mg/kg bb 10 0,22 ± 0,25 0,250 0,49 ± 0,30 0,670
Jahe gajah-Mengkudu
10 0,73 ± 0,70 0,079 0,22 ± 0,16 0,643
50 mg/kg bb
Jahe Gajah-Mengkudu
10 0,54 ± 0,32 0,619 0,86 ± 0,99 0,064
400 mg/kg bb
Jahe Gajah-Mengkudu
10 0,52 ± 0,28 0,606 0,30 ± 0,25 0,898
1000 mg/kg bb
Satelit Kontrol 5 0,34 ± 0,28 0,679 0,32 ± 0,01 0,847
Satelit Jahe Gajah-Mengkudu
5 0,51 ± 0,35 0,960* 0,52 ± 0,38 0,373*
1000 mg/kg bb
Pada pemeriksaan nitrogen urea darah (BUN), kadar BUN darah tikus jantan
dan betina menunjukkan profil yang setara dengan kelompok kontrol, tetapi terlihat
pada hanya tikus jantan kelompok kombinasi dosis 50 mg/kg bb menunjukkan
peningkatan yang berbeda bermakna, hal ini menunjukkan adanya gangguan organ
ginjal. Tetapi hal tersebut belum tentu karena pemberian sediaan uji karena hanya
terjadi pada satu kelompok dosis.
28
Kadar glukosa darah tikus jantan dan betina menunjukkan peningkatan yang
berbeda bermakna secara statistik pada pemberian sediaan uji dosis 1000 mg/kg bb,
tikus jantan p= 0,033 dan tikus betina p= 0,010 (Lampiran G). Penyimpangan kadar
glukosa darah dari normal dapat diakibatkan perubahan kecepatan oksidasi glukosa.
Kadar glukosa darah naik akibat dari pengaruh glukagon dan adrenalin melalui
pembebasan glukosa dari cadangan. Pembebasan glukagon dan adrenalin dikontrol
oleh hipotalamus. Terjadinya kenaikan glukosa darah pada tikus jantan dan betina
pada pemberian sediaan uji dosis tinggi kombinasi menunjukkan adanya ganguan
penganturan gula darah.
Kadar total protein darah tikus jantan menunjukkan kadar yang setara dengan
kelompok kontrol. Kadar total protein darah tikus betina menunjukkan kadar yang
cenderung meningkat dibanding kelompok kontrol. Tetapi hanya pada dosis 400
mg/kg bb yang menunjukkan perbedaan bermakna ( p= 0,020).
Profil kolesterol darah (trigliserida, kolesterol total, HDL dan LDL) tikus
jantan dan betina menunjukkan profil yang setara dengan kelompok kontrol. Tetapi
hanya pada kolesterol HDL tikus betina kelompok dosis 1000 mg/kg bb
menunjukkan peningkatan yang berbeda bermakna dibanding kelompok kontrol (p=
0,019).
Pada pengamatan makroskopik organ, setelah hewan uji dibedah, diisolasi
beberapa organ yaitu hati, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, paru-paru,
pankreas, otak, testes dan vesika seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina),
serta lambung. Masing-masing organ diamati keadaannya dan ditimbang, organ yang
berpasangan ditimbang bersama (Lampiran H). Pada hasil pengamatan tidak
menunjukkan adanya kelainan organ secara makroskopik, juga tidak ditemukan
terjadinya tukak dilambung hewan uji.
Pengamatan secara mikroskopik dengan histologi organ tertentu dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara gejala yang terjadi dengan struktur organ yang
mengalami paparan senyawa uji. Dilakukan pemeriksaan histologi terhadap organ
hati, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, paru-paru, otak, testes dan vesika
seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina).
Pada pemeriksaaan histologi hati kelompok hewan uji kombinasi dosis 1000
mg/kg bb paling banyak mengalami degenerasi sel hati hal ini menunjukkan
29
pemberian sediaan uji dosis tinggi dapat merusak sel hati lebih banyak. Pada
kelompok dosis kombinasi 50 mg/kg bb ditemukan adanya peningkatan yang cukup
tinggi jumlah sel kupffer dibanding kontrol. Sel kupffer merupakan sel makrofag
fagositik bentuk fagosit mononukleus, peningkatan jumlah sel ini kemungkinan
karena adanya sifat imunostimulan.
(1)
(2)
(5)
(4)
(3)
Gambar 4.7 Histologi hati tikus jantan setelah pemberian kombinasi jahe
gajah-mengkudu 50 mg/kg bb selama 90 hari. Keterangan : (1)= vena
sentralis, (2)= hepatosit, (3)= endotel sinusoid, (4)= sinusoid, (5)= sel
Kupffer.
30
(2)
(3)
(1)
(4)
Gambar 4.9 Histologi ginjal tikus jantan satelit kontrol. Keterangan: (1)=
glomerulus, (2)= ruang Bowman, (3)= kapsula Bowman pars parietalis,
(4)= tubulus.
(3)
(2)
(1)
(1)
Pemeriksaan histologi paru-paru, jantung, kelenjar adrenal, otak, testes dan
vesika seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina) tidak ditemukan perbedaan
mencolok pada hewan kelompok uji dan kelompok kontrol.
32
5.1 Simpulan
Ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) dan rimpang jahe
gajah (Zingiber officinale Rosc.) tunggal pada dosis masing-masing 50 mg/kgbb serta
kombinasinya dengan perbandingan (1:1) dengan dosis 50, 400, dan 1000 mg/kg bb
pada tikus Wistar tidak menyebabkan toksisitas berarti, terlihat dengan tidak adanya
perbedaan bermakna kelompok hewan yang diberi sediaan uji dibanding kelompok
kontrol pada perilaku, perkembangan bobot badan, parameter darah, indeks dan
makroskopik organ.
Pada organ hati dan ginjal tidak ditemukan toksisitas berarti terlihat pada
pemeriksaan kadar biokimia darah yang meliputi SGOT, SGPT, HDL, LDL,
kolesterol total, protein total, albumin, dan trigliserida, juga kreatinin dan BUN. Pada
pengamatan histologi organ hati ditemukan adanya peningkatan yang cukup tinggi
jumlah sel kupffer pada kelompok uji kombinasi dosis 50 mg/kg bb. Pada limpa
ditemukan adanya pelebaran pulpa putih pada semua kelompok dosis dibanding
kontrol dan pelebaran yang paling besar terdapat pada kelompok uji kombinasi dosis
50 mg/kg bb. Hal ini terjadi kemungkinan karena ada efek imunostimulan.
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan uji toksisitas kronis yang dapat
mengevaluasi sediaan uji lebih lama sehingga dapat diambil kesimpulan yang lebih
baik, juga dilakukan evaluasi mikroskopik dan histologi organ yang lebih mendalam
dengan meneliti lebih banyak organ dari tikus percobaan yang lebih banyak.
Setelah dilakukan pengujian toksisitas subkronik ini dan dihasilkan data bahwa
kombinasi mengkudu dan jahe gajah tidak menyebabkan toksisitas berarti, maka
penelitian dapat dilanjutkan dengan uji klinik pada manusia sehingga dihasilkan
komposisi obat yang tepat dan dapat berguna bagi kehidupan manusia.
32
35
LAMPIRAN A
a b c
Gambar 1.1 (A) Makroskopik daun (a), bunga (b), dan pohon (c) tumbuhan mengkudu.
a b c
Gambar 1.2 Makroskopik varietas jahe, emprit (a), gajah (b), dan merah (c).
35
50
LAMPIRAN I
(1) (2)
(3) (4)
(5) (6)
(7) (8)
Gambar 4.8 Histologi hati tikus jantan kontrol (1), jahe gajah 50 mg/kg bb (2), mengkudu
50 mg/kg bb (3), jahe gajah-mengkudu 50 mg/kg bb (4), jahe gajah-mengkudu 400
mg/kg bb (5), jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb (6), satelit kontrol (7), satelit jahe
gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb (8), setelah pemberian sediaan uji.
51
LAMPIRAN I (lanjutan)
(1) (2)
(3) (4)
(5) (6)
(7) (8)
Gambar 4.10 Histologi ginjal tikus betina kontrol (1), jahe gajah 50 mg/kg bb (2),
mengkudu 50 mg/kg bb (3), jahe gajah-mengkudu 50 mg/kg bb (4), jahe gajah-
mengkudu 400 mg/kg bb (5), jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb (6), satelit kontrol (7),
satelit jahe gajah - mengkudu 1000 mg/kg bb(8), setelah pemberian sediaan uji.
52
LAMPIRAN I (lanjutan)
(1) (2)
(3) (4)
(5) (6)
(7) (8)
Gambar 4.12 Histologi limpa tikus jantan kontrol (1), jahe gajah 50 mg/kg bb (2),
mengkudu 50 mg/kg bb (3), jahe gajah-mengkudu 50 mg/kg bb (4), jahe gajah-mengkudu
400 mg/kg bb (5), jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb (6), satelit kontrol (7), satelit
jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb (8), setelah pemberian sediaan uji.
53
LAMPIRAN I (lanjutan)
(1)
(2)
(3)
(3)
(1)
(1)
(2)
LAMPIRAN I (lanjutan)
(2)
(1)
LAMPIRAN I (lanjutan)
(4)
(2)
(3)
(1)
(1)
(2)
LAMPIRAN I (lanjutan)
(A)
Gambar 4.19 Histologi otak tikus betina setelah pemberian kombinasi jahe
gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb selama 90 hari. Keterangan: (A)= Neuron.
Keterangan : n = 10, n satelit = 5, H = Waktu pengujian (hari), SD = Standar deviasi (ditulis di dalam kurung)
39
LAMPIRAN D (lanjutan)
HASIL PENGAMATAN BOBOT BADAN
Keterangan : n = 10, n satelit = 5, H = Waktu pengujian (hari), SD = Standar deviasi (ditulis di dalam kurung)
40
Tabel 3.6 : Peningkatan Bobot BadanTikus Jantan setelah Pemberian Sediaan Uji
Tabel 3.7 : Peningkatan Bobot BadanTikus Betina setelah Pemberian Sediaan Uji
Peningkatan Bobot P Peningkatan Bobot Badan P
Kelompok
Badan H91(g) H121 /Satelit (g)
Kontrol 45,0 ± 19,7 - 47,4 ± 26,5 0,712
Jahe Gajah 50 mg/kg bb 43,6 ± 21,5 0,425 - -
Mengkudu 50 mg/kg bb 47,4 ± 17,0 0,918 - -
Jahe Gajah-Mengkudu -
43,2 ± 22,2 0,471 -
50 mg/kg bb
Jahe Gajah-Mengkudu -
42,5 ± 15,6 0,520 -
400 mg/kg bb
Jahe Gajah-Mengkudu
40,9 ± 16,9 0,553* 42,4 ± 19,5 0,825*
1000 mg/kg bb
41
Keterangan : n = 10, n satelit = 5, P : probabilitas, P < 0,05 dinyatakan bermakna, * : dibandingkan
terhadap jahe gajah -mengkudu 1000 mg/kg bb.
42
LAMPIRAN F
Tabel 4.9 : Parameter Darah Tikus Jantan Setelah Pemberian Ekstrak Buah Mengkudu dan Rimpang Jahe Gajah
Kontrol 10 51,87 ± 2,42 - 14,16 ± 1,56 - 6,49 ± 2,86 - 5,76 ± 1,88 - 6,36 ± 3,63 -
Jahe Gajah 0,971
10 53,19 ± 6,62 0,507 14,10 ± 1,98 0,942 6,26 ± 3,20 0,963 5,79 ± 2,57 5,75 ± 1,96 0,883
50 mg/kg bb
Mengkudu 0,845
10 51,24 ± 3,84 0,753 13,52 ± 1,99 0,441 16,21 ± 22,99 0,055 5,57 ± 1,61 4,91 ± 1,53 0,729
50 mg/kg bb
Jahe Gajah-Mengkudu
10 52,85 ± 5,29 0,622 13,92 ± 1,83 0,772 7,04 ± 2,93 0,913 5,07 ± 2,37 0,472 10,74 ± 11,04 0,244
50 mg/kg bb
Jahe Gajah-Mengkudu
10 50,89 ± 4,88 0,624 13,90 ± 2,02 0,754 17,60 ± 16,28 0,029 4,08 ± 2,02 0,083 5,25 ± 2,28 0,791
400 mg/kg bb
Jahe Gajah-Mengkudu
10 52,28 ± 2,36 0,835 14,58 ± 1,74 0,612 9,09 ± 3,82 0,604 5,48 ± 2,45 0,770 10,74 ± 11,04 0,244
1000 mg/kg bb
Satelit Kontrol 5 47,92 ± 3,93 0,109 15,08 ± 1,10 0,366 8,16 ± 3,32 0,785 6,61 ± 1,43 0,462 7,24 ± 3,09 0,841
Satelit
Jahe Gajah-Mengkudu 5 50,04 ± 3,87 0,455* 16,14 ± 2,18 0,054* 12,75 ± 5,31 0,309* 5,95 ± 1,90 0,869* 6,88 ± 2,31 0,906*
1000 mg/kg bb
Keterangan : P = probabilitas, P < 0,05 dinyatakan bermakna, * : dibandingkan terhadap jahe gajah -mengkudu 1000 mg/kg bb.
43
LAMPIRAN F (lanjutan)
Tabel 4.10 : Parameter Darah Tikus Betina Setelah Pemberian Ekstrak Buah Mengkudu dan Rimpang Jahe Gajah
Kontrol 10 53,59 ± 5,86 - 13,90 ± 1,70 - 8,96 ± 3,98 - 6,40 ± 3,30 - 5,98 ± 1,85 -
Jahe gajah 0,780
10 53,34 ± 8,71 0,923 14,52 ± 2,19 0,423 8,19 ± 6,52 0,712 6,05 ± 3,48 4,98 ± 1,71 0,618
50 mg/kg bb
Mengkudu 0,975
10 50,93 ± 6,51 0,311 14,86 ± 1,85 0,217 8,62 ± 5,77 0,870 6,44 ± 3,48 8,92 ± 6,64 0,150
50 mg/kg bb
Jahe Gajah-Mengkudu
10 52,54 ± 5,37 0,688 14,52 ± 1,61 0,423 8,44 ± 2,62 0,802 6,17 ± 2,97 0,855 4,32 ± 1,64 0,410
50 mg/kg bb
Jahe Gajah-Mengkudu
10 54,32 ± 4,10 0,778 13,52 ± 1,67 0,623 9,17 ± 4,73 0,922 5,61 ± 2,05 0,529 6,90 ± 4,13 0,650
400 mg/kg bb
Jahe Gajah-Mengkudu
10 51,55 ± 3,94 0,437 14,20 ± 1,81 0,698 8,86 ± 4,48 0,962 4,05 ± 2,05 0,064 8,63 ± 3,48 0,146
1000 mg/kg bb
Satelit Kontrol 5 45,95 ± 3,99 0,030 13,70 ± 0,95 0,845 5,53 ± 1,84 0,219 6,09 ± 0,81 0,852 7,35 ± 3,09 0,544
Satelit
Jahe Gajah-Mengkudu 5 49,88 ± 4,78 0,249* 14,84 ± 0,26 0,322* 7,51 ± 3,57 0,573* 7,34 ± 1,04 0,543* 6,31 ± 0,75 0,878*
1000 mg/kg bb
Keterangan : P = probabilitas, P < 0,05 dinyatakan bermakna, * : dibandingkan terhadap jahe gajah -mengkudu 1000 mg/kg bb.
44
LAMPIRAN G
HASIL PENGAMATAN BIOKIMIA DARAH
Keterangan : n = Jumlah Hewan, U/l = Unit per Liter, P< 0,05 dinyatakan bermakna,
* : dibandingkan dengan kelompok jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb, SGPT = serum
glutamat piruvat transaminase, SGOT = serum glutamat oksaloasetat transaminase.
45
LAMPIRAN G (lanjutan)
HASIL PENGAMATAN BIOKIMIA DARAH
Tabel 4.14 : Pengamatan Profil Lipoprotein
46
LAMPIRAN G (lanjutan)
HASIL PENGAMATAN BIOKIMIA DARAH
Keterangan : * = dibandingkan terhadap jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb, SD = Standar deviasi (ditulis di dalam kurung), P = probabilitas, P <
0,05 dinyatakan bermakna, HDL = high density lipoprotein, LDL = low density lipoprotein, BUN = blood urea nitrogen.
47
LAMPIRAN H
HASIL PENGAMATAN ORGAN
Tabel 4.15 : Indeks Organ Tikus Jantan Setelah Pemberian Sediaan Uji Selama 90 Hari
Indeks Organ
Kelompok Uji Jantan Kelenjar Vesika Pankreas
Hati Limpa Ginjal Jantung Paru-paru Testes
Adrenal Seminalis
Kontrol 2,27 0,19 0,60 0,016 0,33 0,87 1,34 0,32 0,24
(0,32) (0,04) (0,08) (0,004) (0,05) (0,28) (0,46) (0,10) (0,11)
Jahe Gajah 50 mg/kg bb 2,32 0,18 0,59 0,016 0,31 0,74 1,40 0,36 0,30
(0,25) (0,03) (0,08) (0,003) (0,03) (0,16) (0,23) (0,12) (0,05)
Mengkudu 50 mg/kg bb 2,33 0,21 0,55 0,015 0,31 0,81 1,24 0,35 0,30
(0,30) (0,06) (0,06) (0,003) (0,02) (0,30) (0,18) (0,17) (0,09)
Jahe Gajah-Mengkudu 2,36 0,20 0,58 0,014 0,33 0,75 1,38 0,34 0,30
50 mg/kg bb (0,31) (0,02) (0,05) (0,004) (0,04) (0,25) (0,21) (0,15) (0,07)
Jahe Gajah-Mengkudu 2,34 0,21 0,56 0,014 0,32 0,78 1,23 0,33 0,31
400 mg/kg bb (0,28) (0,04) (0,06) (0,003) (0,03) (0,23) (0,17) (0,12) (0,08)
Jahe Gajah-Mengkudu 2,49 0,23 0,60 0,015 0,32 0,73 1,38 0,43 0,29
1000 mg/kg bb (0,28) (0,09) (0,05) (0,003) (0,03) (0,28) (0,15) (0,13) (0,05)
Satelit Kontrol 2,27 0,24 0,53 0,014 0,34 0,91 1,19 0,36 0,26
(0,11) (0,04) (0,02) (0,003) (0,04) (0,20) (0,07) (0,10) (0,11)
Satelit
Jahe Gajah-Mengkudu 2,33 0,29 0,58 0,015 0,31 0,60 1,23 0,40 0,27
1000 mg/kg bb (0,14) (0,17) (0,07) (0,003) (0,01) (0,15) (0,22) (0,04) (0,05)
48
LAMPIRAN H (lanjutan)
Tabel 4.16 : Indeks Organ Tikus Betina Setelah Pemberian Sediaan Uji Selama 90 Hari
Indeks Organ
Kelompok Uji Betina Kelenjar
Hati Limpa Ginjal Jantung Paru-paru Ovarium Uterus Pankreas
Adrenal
Kontrol 2,53 0,30 0,62 0,025 0,32 0,74 0,059 0,23 0,38
(0,27) (0,16) (0,20) (0,002) (0,03) (0,22) (0,007) (0,16) (0,15)
2,67 0,31 0,56 0,027 0,34 0,94 0,055 0,23 0,37
Jahe Gajah 50 mg/kg bb
(0,32) (0,15) (0,05) (0,007) (0,03) (0,22) (0,007) (0,06) (0,11)
2,50 0,28 0,55 0,024 0,32 0,88 0,070 0,17 0,38
Mengkudu 50 mg/kg bb
(0,25) (0,14) (0,06) (0,003) (0,02) (0,29) (0,061) (0,06) (0,10)
Jahe Gajah-Mengkudu 2,56 0,31 0,59 0,025 0,34 0,62 0,059 0,22 0,32
50 mg/kg bb (0,22) (0,15) (0,09) (0,004) (0,02) (0,23) (0,011) (0,08) (0,13)
Jahe Gajah-Mengkudu 2,63 0,29 0,56 0,026 0,34 0,90 0,058 0,19 0,37
400 mg/kg bb (0,22) (0,11) (0,07) (0,005) (0,02) (0,16) (0,015) (0,05) (0,06)
Jahe Gajah-Mengkudu 2,71 0,26 0,59 0,027 0,37 0,77 0,054 0,19 0,40
1000 mg/kg bb (0,22) (0,04) (0,05) (0,003) (0,03) (0,31) (0,009) (0,07) (0,09)
2,70 0,23 0,57 0,030 0,36 0,91 0,035 0,29 0,29
Satelit Kontrol
(0,14) (0,03) (0,03) (0,003) (0,02) (0,20) (0,009) (0,19) (0,09)
Satelit
Jahe Gajah-Mengkudu 2,74 0,32 0,61 0,025 0,36 0,76 0,038 0,23 0,30
1000 mg/kg bb (0,21) (0,08) (0,05) (0,004) (0,03) (0,06) (0,010) (0,08) (0,13)
49
LAMPIRAN H (lanjutan)
HASIL PENGAMATAN ORGAN
Tabel 4.17 : Evaluasi Statistik Indeks Organ Tikus
Keterangan : P = probabilitas, P<0,05 dinyatakan bermakna, * = dibandingkan terhadap jahe gajah-mengkudu 1000 mg/kg bb.
50
51
52