Anda di halaman 1dari 7

1.

Teknik anestesi
a. General Anestesi
Anastesi inhalasi Metode atau teknik anestesi umum dibagi menjadi 3 yaitu
teknik anestesi umum inhalasi, anestesi umum intravena, dan anestesi umum
imbang (Mangku dan Senapathi, 2010).
Anestesi umum intravena adalah teknik anestesi dengan jalan memasukkan
obat-obatan anestesi parentral langsung ke dalam pembuluh darah.
Anestesi imbang merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi
obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau
kombinasi teknik general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias
anestesi secara optimal dan berimbang.
Alat-alat yang perlu disiapkan sebelum melakukan anestesi umum (sering
disingkat menjadi STATICS) adalah :
1. Scope, yaitu menyiapkan laringoskop dengan blade lurus (Miller) atau
lengkung (Machintos) dan stetoskop. 2).
2. Tube, yaitu menyiapkan endotrakeal tube (ETT) dengan 3 ukuran yang
sudah ditentukan melalui perhitungan rumus
3. Laryngeal Mask Airway
4. Airway, yaitu menyiapkan Oropharyngeal Airway atau
Nasopharyngeal Airway
5. Tape, yaitu menyiapkan plester atau hipavix
6. Introducer, yaitu menyiapkan stilet dan magill forcep 7).
7. Conector
8. Suction

b. Regional Anestesi
Anestesi regional terdiri dari spinal anestesi, epidural anestesi, dan kaudal
anestesi. Spinal anestesi merupakan teknik penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang
subaraknoid di segmen lumbal 3-4 atau lumbal 4-5. Untuk mencapai ruang
subaraknoid, jarum spinal menembus kulit subkutan lalu menembus ligamentum
supraspinosum, ligamen interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural,
durameter, dan ruang subaraknoid. Tanda dicapainya ruang subaraknoid adalah
dengan keluarnya liquor cerebrospinalis (LCS). Menurut Latief (2010) anestesi spinal
menjadi pilihan untuk operasi abdomen bawah dan ekstermitas bawah.
Epidural anestesi merupakan anestesi yang menempatkan obat di ruang
epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan
durameter. Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di dasar tengkorak dan
bagian bawah dengan selaput sakrokoksigeal. Kedalaman ruang rata-rata 5 mm dan di
bagian posterior kedalaman maksimal terletak pada daerah lumbal.
 Anestesi Spinal
Spinal anestesi adalah menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang
subarachnoid di daerah antara vertebra lumbalis L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5
(Majid, 2011). Spinal anestesi atau ubarachniod Blok (SAB) adalah salah satu teknik
anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke
dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan analgesia setinggi dermatom tertentu
dan relaksasi otot rangka. Untuk dapat memahami spinal anestesi yang menghasilkan
blok simpatis, blok sensoris dan blok motoris maka perlu diketahui neurofisiologi
saraf, mekanisme kerja obat anestesi lokal pada spinal anestesi dan komplikasi yang
dapat ditimbulkannya. Derajat anestesi yang dicapai tergantung dari tinggi rendah
lokasi penyuntikan, untuk mendapatkan blockade sensoris yang luas, obat harus
berdifusi ke atas, dan hal ini tergantung banyak faktor antara lain posisi pasien selama
dan setelah penyuntikan, barisitas dan berat jenis obat (Gwinnutt, 2011).

2. Rumatan anestesi :
Obat rumatan anastesi.(Kepmenkes No.HK.02.02/Menkes/251/251) :
-obat anestesi inhalasi
-obat anestesi intravena
-suplemen opioid
a. General Anestesi
1) Inhalasi
Obat anestesi inhalasi dengan atau tanpa N2O dapat diberikan. Penggunaan propofol,
fentanyl, alfentanil atau remifentanil dapat juga diberikan bersamaan. Penggunaan
anestesi lokal dapat diberikan untuk suplemen tambahan sebagai analgesik post
operatif.(Kepmenkes No.HK.02.02/Menkes/251/251)
a) Nitrous Oxide (N2O)
Disebut juga gas gelak, N2O merupakan satu-satunya gas anorganik yang
dipergunakan sebagai anastetikum. Gas ini memiliki bau dan rasa manis,
densitasnya lebih besar dari pada udara, tidak berwarna, tidak mengiritasi,
dan tidak mudah terbakar. Bila dikombinasikan dengan anestetikum yang
mudah terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya campuran
eter dan nitrogen oksida.
b) Halotan
Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan. Baunya
yang enak dan tidak merangsang jalan napas, maka sering digunakan
sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan harus disimpan
dalam botol gelap (coklat tua) supaya tidak dirusak oleh cahaya dan
diawetkan oleh timol 0,01%.
Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil, dan sebelum tindakan diberikan analgesi
semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring. Setelah beberapa
menit lidokain kerja, umumnya laringoskop intubasi dapat dikerjakan
dengan mudah, karena relaksasi otot cukup baik.
pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada napas
kendali sektar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis
pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi serebral, meninggikan aliran
darah otak yang sulit dikendalikan dengan teknik anestesia hiperventilasi,
sehingga tidak disukai untuk bedah otak.
c) Enfluran
Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat populer
setelah ada kecurigaan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada
penggunaan berulang. Pada EEG menunjukkan tanda-tanda epileptik,
apalagi disertai hipokapnia, karena itu hindari penggunaannya pada pasien
dengan riwayat epilepsi, walaupun ada yang beranggapan bukan indikasi
kontra untuk dipakai pada kasus dengan riwayat epilepsi. Kombinasi
dengan adrenalin lebih aman 3 kali dibanding halotan.
Enfluran yang dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar menjadi produk non-
volatil yang dikeluarkan lewat urin. Sisanya dikeluarkan lewat paru dalam
bentuk asli. Induksi dan pulih dari anestesia lebih cepat dibanding halotan.
Vasodilatasi serebral antara halotan dan isofluran.
d) Isofluran
Isofluran (foran, aliran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis
anestetik atau sub anestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap
oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
Peninggian aliran darah otak dan tekanan intrakranial ini dapat dikurangi
dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak
digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah
jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan
banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner. Isofluran
dengan konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan
kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat
menyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat
dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.
e) Sevofluran
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari
anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak
menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk
induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Efek terhadap kardiovaskuler
cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf
pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar.
Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.
Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralyme), tetapi belum ada
laporan membahayakan terhadap tubuh manusia.

2) Anestesi Intravena

a) Barbiturat

1) Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis


2) Hambat pernapasan di medula oblongata
3) Hambat kontraksi otot jantung, tidak menimbulkan sensitisasi jantung
terhadap ketekolamin
4) Dosis anestesi: rangsang SSP; dosis >= depresi SSP
5) Dosis induksi: 2 mg/kgBB (iv) dalam 60 detik; maintenance= ½ dosis
induksi

b) Thiopental

 Dewasa: 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten tiap 30-60 detik

c) Ketamin

1) Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat


2) Analgesik kuat untuk sistem somatik, lemah untuk sistem visceral
3) Relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi
4) Tingkatkan TD, nadi, curah jantung
5) Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur,
dan mimpi buruk
6) Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi midazolam
(dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1mg/kg intravena dan
untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001mg/kg
7) Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk
intramuscular 3-10 mg

d) Fentanyl
1) Analgesik dan anestesi neuroleptic
2) Kombinasi tetap
3) Aman diberikan pada yang mengalami hiperpireksia dan anestesi umum
lain
4) Fentanil: masa kerja pendek, mula kerja cepat
5) Droperidol: masa kerja lama dan mula kerja lambat

e) Propofol
1) Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat
isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10mg)
2) Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena
3) Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0.2mg/kg
4) Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%
5) Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita
hamil tidak dianjurkan.

f) Diazepam
1) Analgesik (-)
2) Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure, induksi
anestesia pada pasien kardiovaskuler
3) Efek anesthesia: mula kerja lambat, masa pemulihan lama
4) Untuk premedikasi (neurolepanalgesia) dan atasi konvulsi ok anestesi local
5) ESO: henti napas,flebitis dan trombosis (+) rute IV
6) Dosis: induksi 0,1-0,5 mg/kgBB

a. Anestesi Lokal dan Regional

Obat-obat lokal anestesi/regional anestesi berdasarkan barisitas dan densitas


dapat di golongkan menjadi tiga golongan yaitu:

1) Hiperbarik

Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih besar dari
pada berat jenis cairan serebrospinal, sehingga dapat terjadi perpindahan obat ke
dasar akibat gaya gravitasi. Agar obat anestesi lokal benar–benar hiperbarik pada
semua pasien maka baritas paling rendah harus 1,0015gr/ml pada suhu 37˚C.
contoh: Bupivakain 0,5%.

2) Hipobarik

Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih rendah dari
berat jenis cairan serebrospinal. Densitas cairan serebrospinal pada suhu 37˚C
adalah 1,003gr/ml. Perlu diketahui variasi normal cairan serebrospinal sehingga
obat yang sedikit hipobarik belum tentu menjadi hipobarik bagi pasien yang
lainnya. contoh: tetrakain, dibukain.

3) Isobarik

Obat anestesi lokal isobarik bila densitasnya sama dengan densitas cairan
serebrospinalis pada suhu 37˚C. Tetapi karena terdapat variasi densitas cairan
serebrospinal, maka obat akan menjadi isobarik untuk semua pasien jika
densitasnya berada pada rentang standar deviasi 0,999-1,001gr/ml. contoh:
levobupikain 0,5%.

Contoh :

1) Lidokaine (xylocaine, lignokain) 2%

Dosis 20-100 mg (2-5 ml)

2) Lidokaine (xylocaine, lignokain)


Dosis 20-50 mg (1-2ml)

3) Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam air

Dosis 5-20 mg (1-4 ml)

4) Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam dextrose Dosis 5-15 mg(1-3 ml)

Rumatan anestesi .(Kepmenkes No.HK.02.02/Menkes/251/251)


 Menggunakan oksigen dan obat anestesi inhalasi dengan maupun tanpa pelumpuh
otot atau rumatan dengan obat intravena kontinyu, menggunakan dosis sesuai
umur dan berat badan
 Titrasi dan pemantauan efek obat dan dijaga kadar anestesi aman selama prosedur
tindakan
 Pernafasan kontrol atau asissted selama perjalanan operasi
 Suplemen anelgetik opioid sesuai kebutuhan
 Dapat dikombinasi dengan anestesi regional sesuai kebutuhan , setelah dilakukan
anestesi umum
 Monitoring fungsi vital dan suara nafas dengan precordial, memperhatikan posisi
endotrakheal tube selama operasi berlangsung secara berkala
 Evaluasi pemberian cairan dan kebutuhan untuk mengganti kehilangan cairan
pada saat prosedur tindakan
 Pastikan tidak ada sumber perdarahan yang belum teratasi
 Menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat selama prosedur tindakan

Bibliography
Mangku G, Senapathi TGA. (2017). Buku Ajar Anestesia dan Reanimasi.

Anda mungkin juga menyukai