Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Kelahiran seorang anak umumnya dipandang sebagai kejadian yang

bahagia, namun banyak perempuan yang mengalami gejala depresi 4-6 minggu

setelah melahirkan dengan kesulitan memahami mengapa mereka mengalami

depresi, karena mereka menganggap bahwa ini adalah waktu yang

menggembirakan. Ibu postpartum sebagian besar mengalami apa yang dikenal

sebagai postpartum blues. Postpartum blues adalah respon normal terhadap tekanan

melahirkan dan menghilang dengan cepat, umumnya dalam beberapa hari

sampai beberapa minggu (Elder, 2009).

Menurut Lusskin dan Misri (2013, dalam Hatfield, 2013), postpartum blues

(juga dikenal sebagai baby blues atau maternity blues) adalah keadaan yang paling

umum dan paling serius. Menurut Littleton & Engebretson (2005), mengatakan

bahwa gejala ini biasanya terjadi pada periode postpartum awal, sering dalam 3-

10 hari setelah melahirkan. Penelitian mengungkapkan bahwa sekitar 40%

sampai 80% dari semua wanita postpartum mengalami fase transisi ini yaitu sedih

dan menangis.

Proses adaptasi psikologi pada seorang ibu sudah dimulai sejak dia hamil.

Kehamilan dan persalinan merupakan peristiwa yang normal terjadi dalam

hidup, tetapi demikian banyak ibu yang mengalami stres yang signifikan.

Banyak bukti menunjukkan bahwa periode kehamilan, persalinan dan pascanatal

merupakan masa terjadinya stres berat, kecemasan, gangguan emosi dan

penyesuaian diri (Marmi, 2014).

1
2

Faktor yang mempengaruhi baby blues adalah yang faktor psikologis yang

meliputi dukungan keluarga khusunya suami, faktor demografi yang meliputi

usia dan paritas, faktor fisik yang disebabkan kelelahan fisik karena aktivitas

mengasuh bayi, dan faktor sosial meliputi sosial ekonomi, tingkat pendidikan,

status perkawinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi baby blues biasanya tidak

berdiri sendiri sehingga gejala dan tanda baby blues sebenarnya adalah suatu

mekanisme multifaktorial (Nirwana, 2011 dalam Irawati & Yuliani, 2013).

Menurut Marmi (2014), baby blues syndrome ini bisa menimbulkan gejala

seperti, cemas tanpa sebab, menangis tanpa sebab, tidak percaya diri. Themze

(2010, dalam Wardiah, 2013) mengemukakan bahwa ibu baru yang tidak

mampu mengurus bayinya mengalami tanda-tanda baby blues syndrome seperti

sulit berkonsentrasi, kesepian dan perasaan sedih yang mendominasi.

Berdasarkan analisa 43 studi yang melibatkan lebih dari 28.000 responden,

diketahui angka kejadian baby blues syndrome di Amerika Serikat pada ibu baru

mencapai 14,1% lebih tinggi dibandingkan dari negara Eropa, Australia,

Amerika Selatan dan China. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Reck

(2009), menunjukkan bahwa tingkat prevalensi baby blues syndrome diperkirakan

di kalangan perempuan di Jerman adalah 55,2%.

Angka kejadian baby blues syndrome di Indonesia seperti di Jakarta menurut

Pangesti (2010, dalam Wardiah, 2013) yang penelitiannya dilakukan oleh dr.

Irawati Sp.Kj, 25% dari 580 ibu yang menjadi respodennya mengalami gejala

ini. Beberapa penelitian yang telah dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, dan

Surabaya, ditemukan bahwa angka kejadian baby blues syndrome terdapat 11-30%.

Menurut hasil penelitian Wardiah (2013) sendiri di Kabupaten Pidie,


3

menunjukan bahwa dari 41 responden ternyata mayoritas tidak mengalami baby

blues syndrome yaitu 26 responden (63,4%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Machmudah (2010),

menjelaskan bahwa hasil analisis antara paritas dengan kemungkinan terjadinya

baby blues syndrome, yaitu dari 28 ibu multipara terdapat 6 orang responden

(11,1%) yang mengalami kemungkinan terjadinya baby blues syndrome dan dari 52

ibu primipara terdapat 48 orang responden (88,9%) yang mengalami

kemungkinan terjadinya baby blues syndrome. Menurut Masruroh (2013),

perempuan primipara lebih umum menderita baby blues karena setelah

melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya

memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan

menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.

Menurut Elvira (2006, dalam Machmudah, 2010) menjelaskan bahwa

faktor yang mempengaruhi terjadinya baby blues syndrome salah satunya adalah

keadaan atau kualitas kesehatan bayi. Masalah yang dialami bayi menyebabkan

ibu kehilangan minat untuk mengurus bayinya. Masalah pada bayi tersebut

antara lain adanya komplikasi kelahiran atau lahir dengan jenis kelamin tidak

sesuai dengan harapan, atau lahir dengan cacat bawaan.

Menurut Kotila (2014) dalam jurnalnya, menjelaskan bahwa bagi ibu-ibu

yang perfeksionis mungkin lebih cenderung untuk mencari dan melakukan

pemeriksaan untuk mengetahui gender bayi, karena menurut mereka

mengidentifikasi gender bayi dapat meredakan kecemasan selama proses

kehamilan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Loo, Luo, Su, et al.

(2010) di perkotaan Mainland Chinese, menjelaskan bahwa preferensi anak

laki-laki dikaitkan dengan kecemasan prenatal. Implikasinya adalah tekanan dari


4

keluarga pada ibu agar sesuai dengan harapan masyarakat dan keluarga dengan

menghasilkan anak laki-laki "ahli waris" menyebabkan kecemasan ibu selama

kehamilan.

Teori dari jurnalnya Cho (2008), menjelaskan bahwa ibu dari anak laki-

laki memiliki risiko lebih tinggi untuk berkembang menjadi depresi berat

daripada ibu dari anak perempuan. Anak laki-laki lebih tahan terhadap ibu

mereka, kurang waspada, dibandingkan anak perempuan. Depresi pada ibu

menunjukkan kurang positif dalam interaksi ibu-bayi pada anak laki-laki

dibandingkan anak perempuan karena ibu depresi yang merasakan lebih

kesulitan dalam mengasuh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, karena

laki-laki cenderung lebih menuntut, menangis dan rewel lagi, dan menunjukkan

kemarahan (Grace, Evindar, & Stewart, 2003). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Loo, Luo, Su, et al. (2009) di perkotaan Mainland Cina, sebagian

besar ibu menyatakan keinginan untuk memiliki anak perempuan, bahkan jika

mereka percaya bahwa suami mereka ingin anak laki-laki. Namun, dugaan anak

laki-laki yang lebih umum daripada dugaan anak perempuan. Sementara ibu

mungkin tidak dilaporkan keinginan untuk anak laki-laki, tidak tertutup

kemungkinan bahwa ibu mungkin menjaga diri terhadap kekecewaan.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui wawancara yang telah di

lakukan oleh peneliti di wilayah Puskesmas Dinoyo Kota Malang di ambil 6

sampel ibu postpartum 2 hari-2 minggu. Hasil dari wawancara yang penulis

dapatkan 4 dari 6 ibu primipara mengalami baby blues syndrome, sedangkan 2 ibu

primipara lagi tidak mengalami baby blues syndrome, karena banyak ibu yang

merasa belum siap menjadi seorang ibu karena ibu primipara berada dalam

proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir,
5

maka ibu mempunyai tugas dan tanggung jawab baru. Hasil dari wawancara

tersebut, ke 4 ibu yang mengalami baby blues syndrome mengatakan : ibu merasa

sebal ketika mendengar tangisan bayinya, belum mau mengurusi bayinya

sehingga menyerahkan bayi kepada ibunya, merasa gelisah dan susah tidur. Dua

ibu primipara dari ke 4 ibu yang mengalami baby blues syndrome menyatakan

mengenai jenis kelamin bayi, bahwa saat kehamilan mereka menginginkan jenis

kelamin tertentu jika bayi sudah lahir nanti.

Berdasarkan fakta di atas, maka peneliti tertarik menganalisis hubungan

harapan ibu pada gender bayi dengan terjadinya baby blues syndrome ibu

primipara di wilayah Puskesmas Dinoyo Kota Malang.

1. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah Ada Hubungan Harapan Ibu pada Gender Bayi

dengan Terjadinya Baby Blues Syndrome pada Ibu Primipara di Wilayah

Puskesmas Dinoyo Kota Malang ?”

1. 3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada Hubungan

Harapan Ibu pada Gender Bayi dengan Terjadinya Baby Blues Syndrome pada Ibu

Primipara di Wilayah Puskesmas Dinoyo Kota Malang.


6

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tentang harapan ibu pada gender bayi.

b. Untuk mengetahui kejadian baby blues syndrome pada ibu primipara di wilayah

Puskesmas Dinoyo Kota Malang.

c. Untuk mengetahui hubungan harapan ibu pada gender bayi dengan

terjadinya baby blues syndrome pada ibu primipara di wilayah Puskesmas

Dinoyo Kota Malang.

1. 4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam

melakukan penelitian dan bisa mengaplikasikan ilmu keperawatan pada

masyarakat khususnya ibu postpartum yang mengalami baby blues syndrome

setelah melahirkan.

2. Bagi Instansi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan dapat

memberikan informasi berkaitan dengan hubungan harapan ibu pada gender

bayi dengan terjadinya baby blues syndrome ibu primipara.

3. Bagi Responden

Dapat menambah pengetahuan pada ibu postpartum khususnya pada

ibu primipara tentang terjadinya baby blues syndrome dan mengetahui cara

untuk menghadapi persalinan dan persiapan untuk menjadi ibu.


7

4. Bagi Tenaga Kesehatan

Untuk meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan dan bisa

mengaplikasikan perawatan dan pencegahan kepada masyarakat mengenai

terjadinya baby blues syndrome.

1. 5 Keaslian Penelitian

1. Menurut hasil penelitian Wardiah tahun 2013 dalam Jurnal Karya Tulis

Ilmiahnya yang berjudul Hubungan Usia Ibu saat Persalinan dan Usia Pernikahan

dengan Kejadian Baby Blues Syndrome pada Ibu Postpartum di Bidan Praktek Swasta

(Bps) Hj. Suriani Desa Matang Kuli Kecamatan Kembang Tanjong Kabupaten Pidie

Tahun 2013, penelitian ini dilakukan mulai tanggal 16-29 Juli 2013, dan hasil

penelitiannya mengemukakan bahwa usia saat perkawinan mempengaruhi

kondisi fisik dan mental seseorang dalam melalui pernikahan dan persalinan,

sehingga kemungkinan untuk mengalami baby blues lebih besar, dari pada

menikah pada usia di atas 20 tahun hal ini sesuai dengan hasil penelitian

yang mengambarkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara usia

saat perkawinan dengan kejadian baby blues hal ini dikarenakan mental ibu

yang belum siap untuk membangun sebuah perkawinan dan menerima suatu

kehamilan.

Sedangkan mengenai kejadian baby blues dengan usia saat melahirkan

didapatkan hasil penelitian dari 7 responden ibu yang berusia dewasa awal

mayoritas mengalami kejadian baby blues syndrom yaitu sebanyak 6 responden

(85,7 %), dari 29 responden ibu yang usia saat melahirkan pada usia dewasa

tengah mayoritas tidak mengalami baby blues syndrome sebanyak 21 responden

(72,4 %), dari 5 responden yang usia saat melahirkan pada usia dewasa akhir
8

mayoritas tidak mengalami baby blues syndrom sebanyak 4 responden (80,0%).

Jadi, berdasarkan perhitungan diatas diperoleh p-value adalah 0,012.

Selanjutnya dilakukan pengujian dimana p-value 0,012 < 0,05, sehingga

dapat diketahui bahwa (Ho) ditolak yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara usia saat melahirkan dengan kejadian baby blues syndrome.

Ada perbedaan dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya.

Penelitian sebelumnya adalah menganalisa hubungan usia ibu saat persalinan

dan usia pernikahan dengan kejadian baby blues syndrome pada ibu postpartum.

Sedangkan dalam penelitian ini akan menganalisa hubungan harapan ibu

pada gender bayi dengan kejadian baby blues syndrome pada ibu primipara.

2. Menurut Rahmi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Kejadian Syndrome Baby Blues pada Ibu Postpartum di

Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar pada seluruh ibu postpartum 7-44 hari

yaitu 45 orang ibu, tentang Hubungan Dukungan Sosial dengan Kejadian

Baby Blues Syndrome pada Ibu Postpartum menunjukkan bahwa hasil penelitian

dapat dilihat bahwa dari 25 responden yang tidak ada dukungan sosial dan

mengalami baby blues syndrome sebanyak 72%, dan dari 20 responden yang

ada dukungan sosial dan tidak mengalami baby blues syndrome sebanyak 65%.

Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat

kemaknaan (α) = 0,05 dan nilai p value = 0,029. Sehingga didapat kesimpulan

bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan dukungan

sosial dengan dengan kejadian baby blues syndrome pada ibu postpartum di

Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar.

Perbedaan dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya adalah

penelitian sebelumnya menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan


9

kejadian baby blues syndrome pada ibu postpartum yang terdiri dari dukungan

sosial. Sedangkan dalam penelitian ini akan mengidentifikasi hubungan

harapan ibu pada gender bayi dengan kejadian baby blues syndrome pada ibu

primipara.

3. Menurut hasil penelitian Loo, Luo, Su, et al. tahun 2010 pada jurnalnya yang

berjudul Prenatal Anxiety Associated with Male Child Preference Among Expectant

Mothers at 10–20 Weeks of Pregnancy in Xiangyun County, China menunjukkan

bahwa sebanyak 174 perempuan diwawancarai pada 12-19 minggu

kehamilan. Di antara 84 ibu yang membuat prediksi tentang gender, 56

(67%) berpikir mereka mempunyai anak laki-laki, dan 28 (33%)

mengharapkan seorang perempuan, dari 63 ibu yang menyatakan keinginan

untuk laki-laki atau anak perempuan, 45 (71%) berharap untuk anak

perempuan dan 18 (29%) berharap untuk anak laki-laki. Ibu dengan gelar

sarjana atau pascasarjana lebih mungkin menunjukkan pilihan untuk anak

laki-laki. Ibu hamil tua lebih mungkin untuk melaporkan bahwa mereka

pikir ingin anak laki-laki. Kesimpulannya, sebagian besar ibu tidak

menyatakan pilihan yang berbeda untuk jenis kelamin anak. Lebih banyak

ibu menyatakan keinginan untuk memiliki anak perempuan ketika memilih

gender, namun dugaan anak laki-laki lebih sering daripada dugaan anak

perempuan. Lebih besar pilihan anak laki-laki dan prediksi antara ibu yang

berpendidikan tinggi dan ibu hamil tua mungkin mencerminkan status sosial

yang tersirat dalam memiliki anak di perkotaan Cina.

Ada perbedaan dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya.

Penelitian sebelumnya adalah menganalisis pengaruh harapan ibu pada

gender bayi terhadap kecemasan ibu selama kehamilan dengan membedakan


10

variabel terikatnya, pada penelitian sebelumnya variabel terikatnya adalah

kecemasan ibu selama kehamilan sedangkan penelitian ini tentang terjadinya

baby blues syndrome pada ibu primipara.

4. Menurut hasil penelitian Loo, Luo, Su, et al tahun 2009 pada jurnalnya yang

berjudul Dreams of Tigers and Flowers: Child Gender Predictions and Preference in an

Urban Mainland Chinese Sample during Pregnancy pada ibu dengan usia

kehamilan 12-19 minggu, yang memiliki tempat tinggal di ibukota provinsi

menunjukkan bahwa sebanyak 111 (63,8%) yang tidak menyatakan

preferensi untuk laki-laki atau anak perempuan. Semua dari mereka

menyatakan bahwa hal itu tidak masalah seperti apa jenis kelamin anak,

mereka menyatakan bahwa mereka tidak bisa, atau tidak akan, menebak,

atau hanya tidak tahu. Seratus empat ibu memberikan penjelasan untuk

preferensi dinyatakan gender atau mengapa itu tidak penting bagi mereka.

Semua penjelasan secara konsisten sepanjang baris "selama bayi sehat, saya

akan senang" atau "jenis kelamin bayi tidak masalah bagi saya. Hanya satu

ibu, yang menyatakan preferensi anak perempuan, mengatakan bahwa dia

sendiri akan lebih memilih untuk memiliki anak perempuan, namun

keinginan suaminya untuk anak laki-laki.

Dari 63 wanita yang menyatakan keinginan untuk anak laki-laki atau

perempuan, 45 (71%) berharap untuk seorang perempuan dan 18 (29%)

berharap untuk anak laki-laki. Di antara 93 ibu yang menyatakan apa yang

mereka yakini sebagai keinginan suami mereka, 54 (58%) menganggap

suami mereka ingin anak laki-laki. Ibu mungkin tidak dilaporkan keinginan

untuk anak laki-laki, tidak tertutup kemungkinan bahwa ibu mungkin

menjaga diri terhadap kekecewaan. Di antara perempuan dengan gelar


11

sarjana atau pascasarjana, bagaimanapun keinginan untuk anak laki-laki lebih

sering diungkapkan. Wanita yang lebih tua juga lebih mungkin untuk

memprediksi bahwa mereka mendapatkan anak laki-laki

Perbedaan dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya adalah

penelitian sebelumnya memprediksi gender bayi laki-laki dan preferensi

harapan ibu terhadap gender bayi. Sedangkan dalam penelitian ini akan

menganalisis hubungan harapan ibu pada gender bayi dengan terjadinya baby

blues syndrome.

1. 6 BATASAN PENELITIAN

Untuk mempermudah dan mempertegas lingkup penelitian, maka

penelitian ini diberi batasan penelitian sesuai judul Hubungan Harapan Ibu

pada Gender Bayi dengan Terjadinya Baby Blues Syndrome Ibu Primipara di

Wilayah Puskesmas Dinoyo Kota Malang ini sebagai berikut :

1. Responden penelitian ini adalah pada ibu primipara di wilayah Puskesmas

Dinoyo Kota Malang.

2. Responden penelitian ini adalah pada ibu yang melahirkan secara

pervaginam atau normal.

3. Lingkup yang akan diteliti adalah harapan ibu pada gender bayi dengan

terjadinya baby blues syndrome.

Anda mungkin juga menyukai