Anda di halaman 1dari 18

JUMP 6

LO :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi BPH.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiopatogenesis BPH.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi BPH.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Faktor risiko BPH.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Gejala klinis BPH.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Pmx fisik BPH.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan Pmx penunjang BPH.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan Terapi medika BPH.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan Terapi Non-medikamentosa
(pemasangan) (tata cara) BPH.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan Prognosis preventif BPH.
11. Mahasiswa mampu menjelaskan Edukasi BPH.

JAWAB :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi BPH.
(Stefany)
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia
(BPH) menurut beberapa ahli adalah :
1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran
kelenjar prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih
dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra
akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002).
2. BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan
tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang
terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang
tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan
pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi leher
kandung kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan
aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria
umur 50 tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya
perubahan pada prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan
menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini
dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk,
2007).
.: Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit
pembesaran prostat yang disebabkan oleh proses penuaan, yang
biasa dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang
mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat
menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan
gangguan perkemihan.
(Elisabeth)
Istilah benign prostatic enlargement (BPE) merupakan istilah klinis
yang menggambarkan bertambahnya volume prostat akibat
adanya perubahan histopatologis yang jinak pada prostat (BPH).
Diperkirakan hanya sekitar 50% dari kasus BPH yang berkembang
menjadi BPE. Pada kondisi yang lebih lanjut, BPE dapat
menimbulkan obstruksi pada saluran kemih, disebut dengan
istilah benign prostatic obstruction (BPO). BPO sendiri merupakan
bagian dari suatu entitas penyakit yang mengakibatkan obstruksi
pada leher kandung kemih dan uretra, dinamakan bladder outlet
obstruction (BOO). Adanya obstruksi pada BPO ataupun BOO
harus dipastikan menggunakan pemeriksaan urodinamik.
Prevalensi histologis BPH meningkat dari 20% pada laki-laki
berusia 41-50 tahun, 50% pada laki usia 51-60 tahun hingga lebih
dari 90% pada laki berusia di atas 80 tahun. Meskipun bukti klinis
belum muncul, namun keluhan obstruksi juga berhubungan
dengan usia. Pada usia 55 tahun + 25% laki-laki mengeluh gejala
obstruksi pada saluran kemih bagian bawah, meningkat hingga
usia 75 tahun di mana 7 50% laki-laki mengeluh berkurangnya
pancaran atau aliran pada saat berkemih (Cooperberg, 2013).
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiopatogenesis BPH.
(kurnia corie)
Etiologinya adalah ketidakseimbangan hormone peningkatan
kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi
tua) yang mengakibatkan penurunan kadar androgen
(testoteron), sehingga terjadi hiperestrenisme relatif. Dimana
reseptor androgen sehingga sel menjadi lebih responsif
terhadap kerja dihydrotestoteron (DHT). DHT ini dibentuk
dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase
dengan bantuan koenzim NADPH. Dihidrotestosteron inilah
yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor
yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat dan terjadilah
bph
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi BPH.
(ghazy)
(Elisabeth)
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan
lumen uretra pars prostatika dan menghambat aliran urine
sehingga menyebabkan tingginya tekanan intravesika. Untuk
dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat untuk melawan tekanan, menyebabkan terjadinya
perubahan anatomi buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel bulibuli.
Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS) . Tekanan intravesika yang tinggi
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada
kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya
refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke
dalam gagal ginjal.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Faktor risiko BPH.
(Ratih)
- Laki-laki diatas 50 tahun
Perubahan terjadi karena pengaruh usia tua menurunkan
kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urine
pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena
pembesaran prostat, sehingga menimbulkan suatu gejala.
Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai
menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun
lebih cepat pada usia 60 tahun keatas.
- Anggota keluarga pernah mengalami BPH
Dimana dalam riwayat keluarga ini terdapat mutasi dalam
gen yang menyebabkan fungsi gen sebagai gen penekan
tumor mengalami gangguan sehingga sel akan
berproliferasi secara terus menerus tanpa adanya batas
kendali.
- Merokok
Kebiasaan merokok menunjukkan bahwa seseorang yang
memiliki kebiasaan merokok mempunyai risiko BPH lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak memiliki kebiasaan
merokok. Nikotin pada rokok meningkatkan aktifitas enzim
perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan
kadar testosteron.
- Kurangnya berolah raga
Kurang berolahraga bisa menyebabkan seseorang
mengalami obesitas / kelebihan berat badan, yang secara
tidak langsung akan memengaruhi kesehatan reproduksi
secara keseluruhan.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan Gejala klinis BPH.


(Christian)
Keluhan pada saluran kemih bawah, retensi urin, intermiten,
miksi tidak tuntas, iritasi, urgensi, disuria, nokturia, nyeri
pada pinggan, demam
(aulia)
Hernia ingunalis, hemmorhoid -> akibat tekanan
intraabdominal meningkat
Protat membesar kemerahan tidak nyeri tekan
Mual,muntah, nyeri epigastric, volume residual meningkat
(Stefany)
4 derajat bph
1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok
dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah
teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml
2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok
dubur dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum
urin 50- 100 ml.
3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas
prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari
100ml.
4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total
(corie)
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3
derajat, yaitu (1) ringan:
skor 0 – 7, (2) sedang: skor 8 – 19, dan (3) berat: skor 20 – 35
(alifa)
Gejala irritative : “HISTER”, lbp, nyeri pada area scrotum,
masalah pada hubungan seksual, nyeri saat ejakulasi

6. Mahasiswa mampu menjelaskan Pmx fisik BPH.


(nadzifah)
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada kecurigaan
benign prostatic hyperplasia meliputi pemeriksaan abdomen
dan colok dubur. 
Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen berupa inspeksi, palpasi, dan perkusi.
 Inspeksi: benjolan pada regio suprapubik abdomen dapat
menunjukkan adanya buli-buli yang terisi
 Palpasi: penekanan pada regio suprapubik dapat menimbulkan
rasa ingin miksi, pemeriksaan ballottement ginjal dapat
menunjukkan adanya hidronefrosis
 Perkusi: suara redup jika buli-buli terisi
Colok Dubur
Colok dubur dilakukan untuk membedakan pembesaran prostat jinak
atau ganas. Pada benign prostatic hyperplasia, biasanya ditemukan
prostat membesar secara simetris pada lobus kanan dan kiri,
konsistensi kenyal, dan tidak ditemukan adanya nodul. Sedangkan,
pada karsinoma prostat konsistensinya keras, lobus tidak simetris,
dan bernodul
(victor)
Ginjal
Pemeriksaan fisik ginjal pada kasus BPH untuk mengevaluasi adanya
obstruksi atau
tanda infeksi.
Pedoman Pelaksanaan Pembesaran Prostat di Indonesia 2017
• Kandung kemih
Pemeriksaan kandung kemih dilakukan dengan palpasi dan perkusi
untuk menilai
isi kandung kemih, ada tidaknya tanda infeksi.
• Genitalia Eksterna
Penilaian adanya meatal stenosis, fimosis, tumor penis serta urethral
discharge
(deo)
Colok dubur : menilai kelainan prostrate, tonus spinter ani, drt ->
menggunakan jari telunjuk, untuk menilai konsistensi dan nodul
(Christian)
Digital rectal examination (colok dubur) dapat memperkirakan
ukuran prostat dan dinilai penonjolannya ke arah rektum untuk
grading BPH :

Grade I : penonjolan 1-2 cm ke arah rectum


Grade II : penonjolan >2 -<3 cm
Grade III : penonjolan >3-<4 cm
Grade IV : penonjolan >4 cm
Perkiraan besarnya tonjolan ke arah rektum dilakukan berdasarkan
jari pemeriksa, dengan anggapan lebar jari pemeriksa lebih kurang
1,5 cm
7. Mahasiswa mampu menjelaskan Pmx penunjang BPH.
(victor)
1) Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat menentukan adanya leukosituria
dan hematuria.Apabila ditemukan hematuria, maka perlu dicari
penyebabnya. Bila dicurigai adanya infeksisaluran kemih perlu
dilakukan pemeriksaan kultur urine
2) Pemeriksaan fungsi ginjal
Obstruksi infravesika akibat BPH dapat menyebabkan gangguan
pada saluran kemih bagian atas. Gagal ginjal akibat BPH terjadi
sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata13,6%. Pemeriksaan faal
ginjal berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan
pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas.
3) Uroflowmetry (Pancaran Urine)
Uroflowmetry adalah pemeriksaan pancaran urine selama
proses berkemih.Pemeriksaan non-invasif ini ditujukan untuk
mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah. Dari
uroflowmetry dapat diperoleh informasi mengenai volume
berkemih, laju pancaran maksimum (Qmax), laju pancaran rata-
rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai laju
pancaran maksimum, dan lama pancaran. Pemeriksaan ini
dipakai untuk mengevaluasi gejala obstruksi infravesika, baik
sebelum maupun setelah terapi. Hasil uroflowmetry tidak
spesifik menunjukkan penyebab terjadinya kelainan pancaran
urine. Pancaran urine yang lemah dapat disebabkan obstruksi
saluran kemih bagian bawah atau kelemahan otot detrusor.
Terdapat hubungan antara nilai Qmax dengan kemungkinan
obstruksi saluran kemih bagian bawah (BOO). Pada batas nilai
Qmax sebesar 10 mL/detik memiliki spesifisitas sebesar 70%,
positive predictive value (PPV) sebesar 70 %, dan sensitivitas
sebesar 47% untuk mendiagnosis BOO. Sementara itu, dengan
batas nilai Qmax sebesar 15 mL/detik memiliki spesifisitas
sebesar 38%, PPV sebesar 67%, dan sensitivitas sebesar 82%
untuk mendiagnosis BOO. Sebaiknya, penilaian ada tidaknya
obstruksi saluran kemih bagian bawah tidak hanya dinilai dari
hasil Qmax saja, tetapi juga digabungkan dengan pemeriksaan
lain.Kombinasi pemeriksaan skor IPSS, volume prostat, dan
Qmax cukup akurat dalammenentukan adanya obstruksi
saluran kemih bagian bawah. Pemeriksaan uroflowmetry
bermakna jika volume urine >150 mL.
4) Residu urine
Residu urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa
urine di kandung kemih setelah berkemih. Jumlah residu urine
pada pria normal rata-rata 12 mL. Pemeriksaan residu urine
dapat dilakukan dengan cara USG, bladder scan atau dengan
kateter uretra. Pengukuran dengan kateter ini lebih akurat
dibandingkan USG,tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat
menimbulkan cedera uretra, infeksi saluran kemih,hingga
bakteremia. Peningkatan volume residu urine dapat disebabkan
oleh obstruksi saluran kemih bagian bawah atau kelemahan
kontraksi otot detrusor. Volume residu urine yang banyak pada
pemeriksaan awal berkaitan dengan peningkatan risiko
perburukan gejala.Peningkatan volume residu urine pada
pemantauan berkala berkaitan dengan risiko terjadinya retensi
urine.
5) Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific
tetapi bukan cancer specific. Kadar PSA di dalam serum dapat
mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi
pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine
akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin
tua.Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan
penyakit dari BPH
(deo)
Pencitraan pada sal kemih atas : hematuria, residu urin, urolitiasis/
batu, pembedahan pada saluran kemih
Usg TRUS -> untuk pencitraan prostat sebagai rekomendasi tx
IPP -> indeks perubahan morfologi prostat terutama yang mengarah
pada buli.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan Terapi Non-medikamentosa
( pemasangan ) (tata cara) BPH.
(Christian)
pembedahan terbuka. .
ada beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa
digunakan :
1. Prostatektomi suprapubik : Adalah salah satu metode
mengangkat kelenjar melalui insisi Abdomen
2. Prostatektomi perineal : Adalah suatu tindakan dengan
mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum
3. Prostatektomi retropubik : Adalah tindakan lain yang dapat
dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah mendekati
kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung
kemih tanpa memasuki kandung kemih
Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral
dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya :
1. Transurethral Prostatic Resection (TURP) : reseksi kelenjar
prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan
irigan (pembilas)secara terus menerus agar daerah yang akan
dioperasi tidak tertutup oleh darah dan pembekuan darah
2. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) : Teknik yang
dilakukan adalah dengan memasukan instrument kedalam
uretra. Satu atau dua buah insisiMahasiswa mampu
menjelaskan Terapi medika BPH.
3. Terapi invasive minimal :
Terapi invasive minimal diantaranya Transurethral Microvawe
Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon Dilatation (TUBD),
Transuretral Needle Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA),
Pemasangan stent uretra atau prostatcatt
(Stefany)
Prostatcatt digunakan pada orang yang memiliki risiko bedah
(aulia)
1. Trial Without Catheterization (TWOC)
TWOC adalah cara untuk mengevaluasi apakah pasien dapat
berkemih secara spontan setelah terjadi retensi. Setelah kateter
dilepaskan, pasien kemudian diminta dilakukan pemeriksaan
pancaran urin dan sisa urin. TWOC baru dapat dilakukan bersamaan
dengan pemberian α1-blocker selama minimal 3-7 hari. TWOC
umumnya dilakukan pada pasien yang mengalami retensi urine akut
yang pertama kali dan belum ditegakkan diagnosis pasti.
2. Clean Intermittent Catheterization (CIC) CIC adalah cara
untuk mengosongkan kandung kemih secara intermiten baik
mandirimaupun dengan bantuan. CIC dipilih sebelum kateter
menetap dipasang pada pasien-pasien yang mengalami retensi
urine kronik dan mengalami gangguan fungsi ginjal ataupun
hidronefrosis. CIC dikerjakan dalam lingkungan bersih ketika
kandung kemih pasien sudah terasa penuh atau secara
periodik.
3. Sistostomi Pada keadaan retensi urine dan kateterisasi
transuretra tidak dapat dilakukan, sistostomi dapat menjadi
pilihan. Sistostomi dilakukan dengan cara pemasangan kateter
khusus melalui dinding abdomen (supravesika) untuk
mengalirkan urine.
4. Kateter menetap Kateterisasi menetap merupakan cara yang
paling mudah dan sering digunakan untuk menangani retensi
urine kronik dengan keadaan medis yang tidak dapat menjalani
tidakan operasi.Mahasiswa mampu menjelaskan Terapi medika
BPH.
(deo)
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan skor IPSS >7.
Jenis obat yang digunakan adalah:
i. α1-blocker. Pengobatan dengan α1-blockerbertujuan
menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi
resistensi tonus leher kandung kemih dan uretra. Beberapaobat α1-
blocker yang tersedia, yaitu terazosin, doksazosin, alfuzosin, dan
tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari 1 serta silodosin
dengan dosis 2 kali sehari. Tetapi obat α1-blocker tidak mengurangi
volume prostat maupun risiko retensi urine dalam jangka panjang.
ii. 5α-reductase inhibitor. 5α-reductase inhibitor bekerja dengan
menginduksi proses apoptosis sel epitelprostat yang kemudian
mengecilkan volume prostat hingga 20 –30%. 5a-reductase
inhibitorjugainhibitor yang dipakai untuk mengobati BPH, yaitu
finasteride dan dutasteride. Efek klinisfinasteride atau dutasteride
baru dapat terlihat setelah 6 bulan. Finasteride digunakan bila
volume prostat >40 ml dan dutasteride digunakan bila volume
prostat >30 ml. Efek samping yang terjadi pada pemberian
finasteride atau dutasteride ini minimal, di antaranya dapat terjadi
disfungsi ereksi, penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercak-
bercak kemerahan di kulit.
iii. Antagonis Reseptor Muskarinik. Pengobatan dengan
menggunakan obat-obatan antagonis reseptor muskarinik bertujuan
untuk menghambat atau mengurangi stimulasi reseptor muskarinik
sehingga akanmengurangi kontraksi sel otot polos kandung kemih.
Beberapa obat antagonis reseptor muskarinik yang terdapat di
Indonesia adalah fesoterodine fumarate, propiverine HCL, solifenacin
succinate, dan tolterodine l-tartrate. Penggunaan antimuskarinik
terutama untuk memperbaiki gejala storageLUTS. Analisis pada
kelompok pasien dengan nilai PSA <1,3 ng/ml (≈volume prostat kecil)
menunjukkan pemberian antimuskarinik bermanfaat.1Sampai saat
ini, penggunaan antimuskarinik pada pasien dengan BOO masih
terdapat kontroversi, khususnya yang berhubungan dengan risiko
terjadinya retensi urine akut. Oleh karena itu, perlu dilakukan
evaluasi rutin keluhan dengan IPSS dan sisa urine pasca berkemih.
Sebaiknya, penggunaan antimuskarinik dipertimbangkan jika
penggunaan α-blocker tidak mengurangi gejala storage.Penggunaan
antimuskarinik dapat menimbulkan efek samping, seperti mulut
kering (sampai dengan 16%), konstipasi (sampai dengan 4%),
kesulitan berkemih (sampai dengan 2%), nasopharyngitis (sampai
dengan 3%), dan pusing(sampai dengan 5%).
iv. Phospodiesterase 5 inhibitor. Phospodiesterase 5 inhibitor (PDE 5
inhibitor) meningkatkan konsentrasi dan memperpanjang aktivitas
dari cyclic guanosine monophosphate(cGMP) intraseluler, sehingga
dapat mengurangi tonus otot polos detrusor, prostat, dan uretra.1Di
Indonesia, saat ini ada 3 jenis PDE5 Inhibitor yang tersedia, yaitu
sildenafil, vardenafil, dan tadalafil. Sampai saat ini, hanya tadalafil
dengan dosis 5 mg per hari yang direkomendasikan untuk
pengobatan LUTS. Tadalafil 5 mg per hari dapat menurunkan nilai
IPSS sebesar 22-37%. Penurunan yang bermakna ini dirasakan
setelah pemakaian 1 minggu. Pada penelitian uji klinis acak tanpa
meta-analisis, peningkatanQmax dibandingkan plasebo adalah 2,4
ml/s dan tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada residu
urine.
v. Fitofarmaka. Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat
dipakai untuk memperbaiki gejala, tetapi data farmakologik tentang
kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat
fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Di antara
fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum africanum,
Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radixurtica, dan masih banyak
lainnya.
(corie)
Tamsolusin
(Elisabeth)

9. Mahasiswa mampu menjelaskan Prognosis preventif BPH.


(Stefany)
Komplikasi
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi
dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi
urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu
lagi menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan
intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga
dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan
menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan
sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan
pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan
pada waktu miksi pasien harus mengedan.Mahasiswa mampu
menjelaskan Prognosis preventif BPH.

10.Mahasiswa mampu menjelaskan Prognosis preventif BPH.


(alifa)
Umum nya baik, bph tidak ada hubungannya untuk
meningkatkan risiko menjadi kanker
Pencegahan primer :
1. Obestitas -> dijaga
2. Aktivitas teratur
3. Konsumsi buah dan sayur
4. Konsumsi alcohol secara teratur dapat mencegah bph
5. Obat2an
Pencegahan sekunder :
1. Kombinasi obat
.:prognosis baik:.
(ghazy)
Ipd : prognosis 90% terjadi perbaikan 10% bakal relaps akibat
obstruksi
(corie)
Meminum kopi dan alcohol dapat memperburuk

.: ca penis dll buruk :.


11.Mahasiswa mampu menjelaskan Edukasi BPH.
(ghazy)
- Mengindari obat2 yg mengakibatkan retensi urin yg
berlebih
- Konsumsi cairan sebelum tidur dibatasi
- Kafein dikurangi
- Menghindari mengejan dalam proses miksi, dapat
menyebabkan hemoroid atau hernia
- Membiasakan tubuh untuk miksi ganda (menunggu
setelah selesai miksi)
- Perbanyak konsumsi sayur serat
(corie)
- Pasien diminta dating untuk control
- Kurangi makanan pedas dan asin
(alifa)
- Jangan menahan kencing
- Membatasi obat2an untuk commoncold

Anda mungkin juga menyukai