Anda di halaman 1dari 26

Tugas MK Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:

DARUL FAHRI
NIM: 202001178

2
2.1 Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

a. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok (TAK): sosialisasi (TAKS) adalah upaya

memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah pasien dengan masalah hubungan

sosial.(Keliat & Prawirowiyono, 2014). Terapi aktivitas kelompok sosialisasi

(TAKS) dilaksananakan dengan membantu pasien melakukan sosialisasi dengan

individu yang ada disekitar pasien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara

bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok dan massa. Aktivitas dapat

berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.

b. Jenis
Menurut (Keliat & Prawirowiyono, 2014) jenis Terapi Aktivitas Kelompok

secara umum terdiri dari 4 yaitu :

1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif atau Persepsi

2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori

3) Terapi Aktivitas Kelompo Orientasi Realitas

4) Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

c. Komponen Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi


Menurut (Keliat, 2005) komponen kelompok terdiri dari delapan aspek,

yaitu sebagai berikut :

1) Struktur Kelompok

Struktur kelompok menjelaskan batasan komunikasi, proses pengambilan

keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga

stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam

kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu
3
oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.

2) Besaran Kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang

anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut

Keliat dan Akemat (2005) adalah 7-10 orang, sedangkan menurut Rawlins,

Williams, dan Beck (dalam Keliat dan Akemat, 2005) adalah 5-10 orang. Anggota

kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan

mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya, jika terlalu kecil tidak

cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi. Pada penelitian yang telah

digunakan adalah menurut teori Keliat dan Akemat yaitu sebanyak 10 orang.

3) Lamanya Sesi

Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-45 menit bagi fungsi kelompok

yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Keliat, 2005).

Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan

finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi tergantung pada tujuan kelompok,

dapat satu kali atau dua kali perminggu; atau dapat direncanakan sesuai dengan

kebutuhan.

4
4) Komunikasi

Tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan

menganalisa pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan

balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang

terjadi.

5) Peran Kelompok

Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada

tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja

kelompok, yaitu maintenance roles, task roles, dan individual role. Maintence

role, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi kelompok. Task

roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah self-centered

dan distraksi pada kelompok (Keliat, 2005)

6) Kekuatan Kelompok

Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam

mempengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan

anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak

mendengar dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.

7) Norma Kelompok

Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan

terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman

masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk

mengetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok.

Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan normal kelompok, penting dalam


6

menerima anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma

dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain.

8) Kekohesifan

Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai

tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Apa

yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu

diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan.

d. Tujuan TAK Sosialisasi


Menurut (Keliat & Prawirowiyono, 2014) tujuan umum TAK Sosialisai adalah

pasien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap dan tujuan

khususnya adalah :

1) Pasien mampu memperkenalkan diri

2) Pasien mampu berkenalan dengan anggota kelompok

3) Pasien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok

4) Pasien mampu menyampaikan dan membicarakan topik pembicaraan

5) Pasien mampu menyampaikan dan membicarakan maslah pribadi pada orang lain

6) Pasien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah

dilakukan.

2.2 Terapi Okupasi

2.2.2 Pengertian Terapi Okupasi

Terapi okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan

partisipasi seseorang dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah

ditemukan, dengan maksud mempermudah belajar fungsi dan keahlihan yang


7

dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal yang perlu

ditekankan dalam terapi okupasi adalah bahwa pekerjaan atau kegiatan yang

dilaksanakan oleh klien bukan sekedar memberi kesibukan pada klien saja, akan

tetapi kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan dapat menyalurkan bakat dan

emosi klien, mengarahkan ke suatu pekerjaan yang berguna sesuai kemampuan

dan bakat, serta meningkatkan prokdutivitas (Kusumawati, F & Hartono, Y.

2010, hlm. 149).

Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy. Occupational

berarti suatu pekerjaan, therapy berarti pengobatan. Jadi, Terapi Okupasi adalah

perpanduan antara seni dan ilmu pengetahuan untuk mengarahkan penderita

kepada aktivitas selektif, agar kesehatan dapat ditingkatkan dan dipertahankan,

serta mencegah kecacatan melalui kegiatan dan kesibukan kerja untuk penderita

cacat mental maupun fisik. (American Occupational Therapist Association).

Terapis okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam fungsi

motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu

tersebut mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas

produktivitas, dan dalam aktivitas untuk mengisi waktu luang. Tujuan dari

pelatihan terapi okupasi itu sendiri adalah untuk mengembalikan fungsi penderita

semaksimal mugkin, dari kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan pada

kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana

dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat

mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat (Nasir & Muhith, 2011, hlm.

259).
8

2.1.1 Perbedaan Terapi Okupasi dan Rehabilitasi Medis

Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi

seseorang untuk melaksanakan suatu tugas tertentu yang telah ditentukan dengan

maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan kemampuan, serta

mempermudah belajar keahlian atau fungsi yang dibutuhkan dalam proses

penyesuaikan diri dengan lingkungan. Selain itu, juga untuk meningkatkan

produkivitas, mengurangi dan atau memperbaiki ketidaknormalan (kecacatan),

serta memelihara atau meningkatkan derajat kesehatan. Terapi okupasi lebih

dititik beratkan pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,

kemudian memelihara atau meningkatkannya sehingga dia mampu mengatasi

masalah-masalah yang diharapkannya.

Terapi okupasi menggunakan okupasi (pekerjaan atau kegiatan) sebagai

media. Tugas pekerjaan atau kegiatan yang dipilihkan adalah berdasarkan

pemilihan terapis disesuaikan dengan tujuan terapis itu

sendiri. Jadi, bukan hanya sekedar kegiatan untuk membuat seseorang sibuk.

Tujuan utama terapi okupasi adalah membentuk seseorang agar mampu berdiri

sendiri tanpa menggantungkan diri pada pertolongan orang lain. Rehabilitasi

adalah suatu usaha yang terkoordinasi yang terdiri atas usaha medis, sosial,

edukasional, dan vokasional, untuk melatih kembali seseorang untuk mencapai

kemampuan fungsional pada taraf setinggi mungkin. Sementara itu, rehabilitasi

medis adalah usaha-usaha yang dilakukan secara medis khususnya untuk

mengurangi invaliditas atau mencegah memburuknya invaliditas yang ada (Nasir


9

& Muhith, 2011, hlm. 261).

2.1.2 Fungsi dan Tujuan Terapi Okupasi

Fungsi dan tujuan terapi okupasi terapi okupasi adalah terapan medis

yang terarah bagi pasien fisik maupun mental dengan menggunakan aktivitas

sebagai media terapi dalam rangka memulihkan kembali fungsi seseorang

sehingga dia dapat mandiri semaksimal mungkin. Aktivitas tersebut adalah

berbagai macam kegiatan yang direncanakan dan disesuaikan dengan tujuan

terapi. Pasien yang dikirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan terapi okupasi

adalah dengan maksud sebagai berikut.

1. Terapi khusus untuk pasien mental atau jiwa.

a. Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat

mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan tanggalan

orang lain dan masyarakat sekitarnya.

b. Membantu dalam melampiaskan gerakan-gerakan emosi secara wajar dan

produktif

c. Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan

keadaannya

d. Membantu dalam pengumpulan data guna menegakkan diagnosis dan

penetapan terapi lainnya

2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak

sendi, kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.

3. Mengajarkan Aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian,


10

belajar menggunakan fasilitas umum (telepon, televisi, dan lain-lain), baik

dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dan lain-lain

4. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di

rumahnya, dan memberi saran penyederhanaan (silifikasi) ruangan maupun

letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.

5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan kemampuan

yang masih ada.

6. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk dijajaki oleh pasien sebagai

langkah dalam pre-cocational training. Berdasarkan aktivitas ini akan dapat

diketahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan kerja, sosialisasi, minat,

potensi dan lainnya dari pasien dalam mengarahkannya pada pekerjaan yang

tepat dalam latihan kerja.

7. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu

selama masa rawat dengan berguna.

8. Mengarahkan minat dan hobi agar dapat digunakan setelah kembali ke

keluarga.

Program terapi okupasi adalah bagian dari pelayanan medis untuk tujuan

rehabilitasi total seorang pasien melalui kerjasama dengan petugas lain di rumah

sakit. Dalam pelaksanaan terapi okupasi kelihatannya akan banyak overlapping

dengan terapi lainnya sehingga dibutuhkan adanya kerjasama yang terkoordinir

dan terpadu (Nasir & Muhith, 2011, hlm. 262).


11

2.1.3 Peranan Terapi Okupasi atau Pekerjaan dalam Pengobatan

Menurut Nasir & Muhith, 2011, hlm. 263. Aktivitas dalam terapi okupasi

digunakan sebagai media baik untuk evaluasi, diagnosis, terapi, maupun

rehabilitasi, dengan mengamati dan mengevaluasi pasien saat mengerjakan suatu

aktivitas dan menilai hasil pekerjaan dapat ditentukan arah terapi dan rehabilitasi

selanjutnya dari pasien tersebut. Penting untuk diingat bahwa aktivitas dalam

terapi okupasi tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya sebagai media. Diskusi

yang terarah setelah penyelesaian suatu aktivitas adalah sangat penting karena

dalam kesempatan tersebut terapis dapat mengarahkan pasien dan pasien dapat

belajar mengenal dan mengatasi persoalannya. Aktivitas yang dilakukan pasien

diharapkan dapat menjadi tempat untuk berkomunikasi lebih baik dalam

mengekspresikan dirinya. Kemampuan pasien akan dapat diketahui baik oleh

terapi maupun oleh pasien itu sendiri melalui aktivitas yang dilakukan oleh

pasien. Alat- alat atau bahan-bahan yang digunakan dalam melakukan suatu

aktivitas, pasien akan didekatkan dengan kenyataan terutama dalam hal

kemampuan

dan kelemahannya. Aktivitas dalam kelompok akan dapat merangsang terjadinya

interaksi diantara anggota yang berguna dalam meningkatkan sosialisasi dan

menilai kemampuan diri masing-masing dalam hal keefisiensinya untuk

berhubungan dengan orang lain. Aktivitas yang dilakukan meliputi aktivitas yang

digunakan dalam terapi okupasi di mana saat dipengaruhi oleh konteks terapi

secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan

si terapis sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat, dan kreativitasnya). Adapun


12

hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dalam terapi okupasi antara lain sebagai

berikut.

1. Jenis. Jenis aktivitas dalam terapi okupasi adalah sebagai berikut.

a. Latihan gerak badan.

b. Olahraga.

c. Permainan.

d. Menjahit.

e. Kerajinan tangan.

f. Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi

g. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)

h. Pekerjaan pre-vokasional

i. Seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain)

j. Rekreasi (tamasya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun, dan lain-

lain).

k. Diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televisi, radio

atau keadaan lingkungan).

2. Karakteristik aktivitas. Aktivitas dalam terapi okupasi adalah segala macam

aktivitas yang dapat menyibukkan seseorang secara produktif yaitu sebagai

suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sumber

kepuasan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas yang

digunakan dalam terapi okupasi harus mempunyai karakteristik sebagai

berikut.
13

a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas.

Jadi bukan hanya sekedar menyibukkan pasien

b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada

hubungannya dengan pasien

c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa

kegunaannya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.

d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal

e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi pasien bahkan

harus dapat meningkatkan atau setidak-tidaknya memelihara kondisinya

f. Harus dapat memberi dorongan agar si pasien mau berlatih lebih giat

sehingga dapat Mandiri

g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.

h. Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau Penyesuaian

dengan kemampuan pasien.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih aktivitas adalah sebagai berikut.

a. Apakah bahan yang digunakan merupakan yang mudah dikontrol, ulet,

kasar, kotor, halus, dan sebagainya.

b. Apakah aktivitas rumit atau tidak

c. Apakah perlu disiapkan sebelum dilaksanakan.

d. Cara pemberian intruksi bagaimana

e. Bagaimana kira-kira setelah hasil selesai

f. Apakah perlu pasien membuat keputusan

g. Apakah perlu konsentrasi


14

h. Interaksi yang mungkin terjadi apakah menguntungkan

i. Apakah diperlukan kemampuan berkomunikasi

j. Berapa lama dapat diselesaikan

k. Apakah dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat disesuaikan

dengan kemampuan dan keterampilan pasien.

3. Analisa aktivitas. Untuk dapat mengenal karakteristik maupun potensi atau

aktivitas dalam rangka perencanaan terapi, maka aktivitas tersebut harus

dianalisa terlebih dahulu. Hal-hal yang perlu dianalisis adalah sebagai berikut.

a. Jenis aktivitas

b. Maksud dan tujuan penggunaan aktivitas tersebut (sesuai dengan tujuan

terapi).

c. Bahan yang digunakan


- Khusus atau tidak

- Karakteristik bahan :

1. Mudah ditekuk atau tidak

2. Mudah dikontrol atau tidak

3. Menimbulkan kekotoran atau tidak

4. Licin atau tidak

- Rangsangan yang dapat ditimbulkan:

1. Taktil

2. Pendengaran

3. Pembauan

4. Penglihatan
15

5. Perabaan

6. Gerakan sendi

- Warna

- Macam-macamnya dan namanya

- Banyaknya

d. Bagian-bagian aktivitas

1. Banyaknya bagian

2. Rumit atau sederhana

3. Apakah membutuhkan pengulangan

4. Apakah membutuhkan perhitungan matematika

e. Persiapan pelaksanaan:

1. Apakah harus dipersiapkan terlebih dahulu


2. Apakah harus ada contoh atau cukup dengan lisan

3. Apakah bahan telah tersedia atau harus dicari terlebih dahulu

4. Apakah ruangan untuk melaksanakan harus diatur

f. Pelaksanaan, apakah dalam pelaksanaan tugas ini perlu adanya:

1. Konsentrasi

2. Ketangkasan

3. Rasa sosial di antara pasien

4. Kemampuan mengatasi masalah

5. Kemampuan bekerja sendiri


16

6. Toleransi terhadap frustasi

7. Kemampuan mengikuti instruksi

8. Kemampuan membuat keputusan

g. Apakah aktivitas tersebut dapat merangsang timbulnya interaksi di antara

mereka.

h. Apakah aktivitas tersebut membutuhkan konsentrasi, ketangkasan, inisiatif,

penilaian, ingatan, komprehensi, dan lain-lain.

i. Apakah aktivitas tersebut melibatkan imajinasi, kreativitas, pelampiasan

emosi dan lain-lain.

j. Apakah ada kontraindikasi untuk pasien tertentu. Dalam hal ini harus

bertindak hati-hati karena dapat berbahaya bagi pasien maupun sekelilingnya

(misalnya untuk pasien dengan paranoid sangat riskan memberikan benda

tajam).

k. Hal yang penting lagi adalah apakah disukai oleh pasien.

2.1.4 Indikasi Terapi Okupasi

Menurut Nasir & Muhith, 2011, hlm. 266 ada beberapa indikasi pada terapi

okupasi yaitu:

1. Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena kesulitan-

kesulitan yang dihadapi dalam pengintegrasian perkembangan

psikososialnya.

2. Kelainan tingkah laku yang terlihat dalam mengekpresikan perasaan atau

kebutuhan yang primitif.


17

3. Tingkah laku tidak wajar dalam mengekpresikan perasaan atau kebutuhan

yang primitif.

4. Ketidakmampuan menginterpresikan rangsangan sehingga reaksinya

terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula.

5. Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tersebut atau seseorang yang

mengalami kemunduran.

6. Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui suatu

aktivitas dari pada dengan percakapan.

7. Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara

mempraktikkannya dari pada dengan membayangkan.

8. Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam kepribadiannya.

2.1.5 Proses Terapi Okupasi

Menurut Nasir & Muhith, 2011, hlm. 266 Dokter yang mengirimkan

pasien untuk terapi okupasi akan menyertakan juga data mengenai pasien

berupa diagnosis, masalahnya, dan juga akan

menyatakan apa yang perlu diperbuat dengan pasien tersebut. Apakah untuk

mendapatkan data yang lebih banyak untuk keperluan diagnosis, terapi, atau

rehabilitasi. Setelah pasien berada di unit terapi okupasi, maka terapis akan

bertindak sebagai berikut.

1. Koleksi Data.

Data biasa didapatkan dari kartu rujukan atau status pasien yang

disertakan ketika pertama kali pasien mengunjungi unit terapi okupasional.

Jika dengan mengadakan wawancara dengan pasien atau keluarganya, atau


18

dengan mengadakan kunjungan rumah. Data ini diperlukan untuk menyusun

rencana terapi bagi pasien. Proses ini dapat berlangsung beberapa hari

sesuai dengan kebutuhan.

2. Analisa data dan identifikasi masalah.

Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara

tentang masalah dan atau kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di

lingkungan keluarga atau pasien itu sendiri.

3. Penentuan tujuan.

Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat disusun daftar

tujuan terapi sesuai dengan prioritas, baik jangka pendek maupun jangka

panjangnya.

4. Penentuan aktivitas.

Setelah tujuan terapi ditetapkan, maka dipilihlah aktivitas yang dapat

mencapai tujuan terapi tersebut. Dalam proses ini pasien dapat

diikutsertakan dalam menentukan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan

sehingga pasien merasa ikut bertanggung jawab atas

kelancaran pelaksanaannya. Dalam hal ini harus diingat bahwa aktivitas

tersebut tidak akan menyembuhkan penyakit, tetapi hanya sebagai media

untuk dapat mengerti masalahnya dan mencoba mengatasinya dengan

bimbingan terapis. Pasien juga harus diberitahu alasan-alasan mengapa dia

harus mengerjakan aktivitas tersebut sehingga dia sadar dan diharapkan

akan mengerjakannya dengan aktif.

5. Evaluasi.
19

Evaluasi harus dilaksanakan secara teratur dan terencana sesuai dengan

tujuan terapis. Hal ini perlu agar dapat menyesuaikan program terapi

selanjutnya sesuai dengan perkembangan pasien yang ada. Hasil evaluasi

yang didapatkan dapat dipergunakan untuk merencanakan hal-hal mengenai

penyesuaian jenis aktivitas yang akan dilakukan setelah beberapa waktu

melihat bahwa tidak ada kemajuan atau kurang efektif terhadap pasien.

Hal-hal yang perlu dievaluasi antara lain adalah sebagai berikut.

a. Kemampuan membuat keputusan

b. Tingkah laku selama bekerja.

c. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang

mempunyai kebutuhan sendiri.

d. Kerja sama.

e. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain- lain)

f. Inisiatif dan tanggung jawab.


g. Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding.

h. Menyatakan perasaan tanpa agresi.

i. Kompetisi tanpa pemusuhan.

j. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja.

k. Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah

bertanggung jawab atas pendapatnya tersebut.

l. Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya.

m. Wajar dalam penampilan.

n. Orientasi tempat, waktu, situasi, dan orang lain.

o. Kemampuan menerima instruksi dan mengingatnya.


20

p. Kemampuan bekerja tanpa terus-menerus diawasi.

q. Kerapian bekerja

r. Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan

s. Toleransi terhadap frustasi.

t. Lambat atau cepat.

2.1.6 Pelaksanaan

Menurut Nasir & Muhith, 2011, hlm. 268 ada beberapa pelaksaan dalam terapi

meliputi:

1. Metode. Terapi okupasi dapat dilakukan baik secara individual, maupun

berkelompok, tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi, dan lain-lain.

a. Metode individu dilakukan untuk:

1. Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak

informasi dan sekaligus untuk evaluasi pasien.

2. Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan

cukup baik di dalam suatu kelompok sehingga dianggap akan

mengganggu kelancaran suatu kelompok bila dia dimasukkan

dalam kelompok tersebut.

3. Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar

terapis dapat mengevaluasi pasien lebih efektif.

b. Metode kelompok dilakukan untuk pasien lama atas dasar seleksi

dengan masalah atau hampir bersamaan, atau dalam melakukan suatu

aktivitas untuk tujuan tertentu bagi beberapa pasien sekaligus. Sebelum


21

memulai suatu kegiatan baik secara individual maupun kelompok, maka

terapis harus mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya yang

menyangkut pelaksanaan tersebut. Pasien juga perlu dipersiapkan dengan

cara memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan tujuan pelaksanaan

kegiatan tersebut sehingga dia atau mereka lebih mengerti dan berusaha

untuk ikut aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan

dengan jenis aktivitas yang akan dilakukan, dan kemampuan terapis

mengawasi.

2. Waktu. Okupasi terapi dilakukan antar 1-2 jam setiap sesi baik yang

individu maupun kelompok setiap hari, dua kali atau tiga kali seminggu

tergantung tujuan terapi, tersedianya tenaga dan fasilitas, dan sebagainya.

Sesi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu ½-1 jam untuk menyelesaikan

kegiatan-kegiatan dan 1- 1 ½ jam untuk diskusi. Dalam diskusi ini

dibicarakan mengenai pelaksanaan

kegiatan tersebut, antara lain kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan

diskusi tersebut kearah yang sesuai dengan tujuan terapi.

3. Terminasi. Keikut sertaan seseorang pasien dalam kegiatan okupasi

terapi dapat diakhiri dengan dasar bahwa pasien:

a Dianggap telah mampu mengatasi persoalannya b

Dianggap tidak akan berkembang lagi

c Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum okupasi terapi.


22

2.3 Terapi lingkungan

A. Pengertian terapi lingkungan


Terapi lingkungan berasal dari bahasa Prancis yang artinya perencanaan ilmiah dari
lingkungan dengan tujuan yang bersifat terapeutik atau kegiatan yang mendukung
kesembuhan. Pengertian lainnya adalah tindakan dengan memanipulasi dan memodifikasi
unsur yang sudah ada pada lingkungan yang sangat berpengaruh positif pada fisik dan psikis
seseorang dan dapat mendukung proses penyembuhan pada pasien.
Milleu therapy is defined as the purposeful use of the environment for therapeutic
purposes. every interaction with the patient is seen as having potentially beneficial outcomes
in promoting optimal functioning. (Wilson, 1992).
Milieu is characterized by an equitable distribution of power in that individuals
constructively influence their own treatment. There are open communication, structured
client’s developmental needs. The focus is on action and solving problem in everyday
experience. Aspect of the milieu include therapeutic relationship, the ward environment, and
rules and limits (Clinton, Nelson, 1996).
Terapi lingkungan adalah suatu tindakan penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa
melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap penyembuhan
pasien ganguan jiwa.

B. Karakteristik Terapi Lingkungan


Agar tujuan yang kita harapkan dapat tercapai dengan hasil yang maksimal dan sesuai
harapan maka diperlukan lingkungan bersifat terapeutik untuk mendorong terjadinya proses
penyembuhan. Lingkungan tersebut harus memiliki karakteristik, antara lain:
1. Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkan
2. Pasien merasa nyaman dan senang atau tidak merasa takut dengan lingkungan
3. Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien mudah dipenuhi
4. Lingkungan rumah sakit yang bersih
5. Menciptakan lingkungan yang aman dari terjadinya luka akibat impuls-impuls pasien
6. Personal dari lingkungan rumah sakit menghargai pasien sebagai individu yang memiliki
hak, dan kebutuhan serta menerima perilaku pasien sebagai respons adanya stress
23

7. Lingkungan yang dapat mengurangi larangan dan memberikan kesempatan pada pasien
menentukan pilihan dan membentuk perilaku baru

C. Model Terapi Lingkungan


1. Model Terapi Moral. Model ini dikenal oleh masyarakat dan biasanya dilakukan dengan
pendekatan moral/agama yang menekankan dengan dosa dan kelemahan individu.
2. Model Terapi Sosial. Model ini menggunakan konsep dari program terapi komunitas,
dimana adiksi terhadap obat-obatan dianggap sebagai fenomena penyimpangan sosial.
3. Model Terapi Psikologis. Model ini menyebutkan bahwa perilaku adiksi obat adalah
emosi yang tidak berfungsi selayaknya karenya adanya konflik menyebabkan pecandu
memakai obat pilihannya untuk meringankan beban psikologis.
4. Model Terapi Budaya. Model ini menyatakan perilaku adiksi obat merupakan hasil
sosialisasi seumur hidup dalam lingkungan sosial tertentu.

D. Peran Perawat dalam Terapi Lingkungan


1. Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.
2. Menyelenggarakan proses sosialisasi.
3. Sebagai teknis perawatan.
4. Sebagai leader atau pengelola.

E. Jenis-jenis kegiatan terapi lingkungan


Jenis-jenis kegiatan terapi lingkungan adalah :
1. Terapi rekreasi
Terapi rekreasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan pada waktu luang, bertujuan agar
pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan juga
mengembangkan kemampuan hubungan social. Di dalam ruang perawatan yang
bertugas sebagai pemimpin terapi adalah perawat, dimana perawat harus
menyesuaikan kegiatan dengan tingkat umur pasien. Contohnya, kegiatan yang
banyak mengeluarkan seperti bulu tangkis, berenang, basket, dan lain-lain diberikan
24

kepada pasien dengan tingkatan umur remaja, sedangkan untuk kegiatan yang tidak
banyak mengeluarkan tenaga seperti bermain catur, karambol, kartu, dan sebagainya
dapat diberikan kepada pasien dengan tingkatan umur dewasa (orangtua).
2. Terapi kreasi seni
Dalam terapi ini perawat berperan sebagai leader dan bekerja sama dengan orang lain
yang ahli dalam bidangnya karena harus disesuaikan dengan bakat dan minat,
beberapa diantaranya adalah :
a. Dance therapy/menari;
Terapi yang menggunakan bentuk ekspresi non verbal dengan gerakan tubuh dengan
tujuan mengkomunikasikan tentang perasaan dan kebutuhan pasien.
b. Terapi music
Suatu terapi yang dilakukan melalui music dengan tujuan untuk memberikan
kesempatan kepada para pasien dalam mengekspresikan perasaannya seperti
kesepian, sedih, dan bahagia.
c. Terapi menggambar/melukis
Terapi menggambar/melukis dapat memberikan kesempatan pada pasien untuk
mengekspresikan tentang apa yang sedang terjadi pada dirinya. Selain itu terapi ini
juga dapat membantu menurunkan keteganggan dan pasien dapat memusatkan pikiran
pada kegiatan.
d. Literatur/biblio therapy
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan wawasan diri pasien dan merupakan cara
untuk mengeksprasikan perasaan/pikiran sesuai dengan norma yang ada. Kegiatan
dalam terapi ini dapat berupa membaca seperti novel, buku-buku, majalah, dan
kemudian bahan bacaan didiskusikan bersama oleh para pasien.
3. Pet therapy
Pet therapy bertujuan menstimulasi respon pasien yang tidak mampu melakukan
hubungan interaksi dengan orang lain dan biasanya mereka merasa kesepian, dan
menyendiri. Terapi menggunakan sarana binatang yang dapat memberikan respon
menyenangkan kepada pasien dan sering kali digunakan pada pasien anak dengan
autistic.
4. Plant therapy
25

Terapi ini mengajarkan pasien untuk memelihara mahluk hidup dan membantu pasien
membina hubungan yang baik antar pribadi yang satu dengan yang lain. Objek yang
digunakan dalam terapi ini adalah tanaman/tumbuhan.

F. Indikasi
Terapi lingkungan biasanya dilakukan pada pasien-pasien dengan :
1. Pasien rendah diri( low self esteem), depresi (depression), dan bunuh diri ( suicide).
2. Pasien dengan amuk

G. Prosedur terapi
1. Pasien rendah diri( low self esteem), depresi (depression), dan bunuh diri ( suicide)
a. Syarat lingkungan secara psikologis harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :
 Ruangan aman dan nyaman
 Terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri sendiri atau
orang lain.
 Alat-alat medis, juga obat-obatan serta jenis cairan medis di lemari pastikan
dalam keadaan terkunci
 Ruangan yang dipakai harus dilantai 1 dan ruangan tersebut mudah di pantau oleh
petugas kesehatan
 Ruangan harus ditata agar menarik dengan cara menenmpelkan gambar-gambar
yang cerah dan gambar-gambar yang meningkatkan gairah hidup pasien
 Warna dinding harus cerah
 Harus adanya bacaan ringan, lucu dan memotivasi hidup.
 Memutar music yang ceria, televise dan film komedi
 Menyiapkan lemari khusus untuk menyimpan barang-barang pribadi pasien

b. Syarat lingkungan social adaalah sebagai berikut :


 Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas atau perawat menyapa pasien
sesering mungkin.
26

 Petugas memberikan penjelasan setiap akan dilakukannya kgiatan keperawatan


atau tindakan medis lainnya
 Menerima pasien apa adannya dan tidak boleh mengejek atau merendahkan
pasien.
 Meningkatkan harga diri pasien
 Membantu melakukan penilaian dan berusaha meningkatkan hubungan social
secara bertahap
 Membantu pasien dalam melakukan interaksi dengan keluargannya.
 Mengikutsertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan dan tidak boleh
membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangan.

2. Pasien dengan amuk


a. Syarat lingkungan fisik sebagai berikut :
 Ruangan yang aman, nyaman dan cukup mendapatkan pencahayaan
 Menempatkan satu pasien dalam satu kamar, bila sekamar lebih dari satu orang
jangan di gabung antara yang lemah dan kuat.
 Terdapatnya jendela yang beruji dengan pintu dari besi terkunci
 Adanya kebijakan dan prosedur tertulis tentang protocol pengikatan dan
pengasingan secara aman, serta protocol cara pelepasan pengikatan.

b. Syarat lingkungan psikososial adalah sebagai berikut :


 Komunikasi terapeutik, sikap yang bersahabat disertai perasaan empati
 Observasi pasien paling sedikit tiap 15 menit
 Jelaskan tujuan dilakukannya pengikatan atau pengekangan secara berulang-ulang
 Penuhi kebutuhan fisik dari pasien
 Libatkan peran keluarga
 Pasien merasa aman dan pasien tidak merasa takut
 Dilakukan di lingkungan rumah sakit atau bangsal yang bersih
 Tingkah laku harus dikomunikasikan dengan jelas dengan tujuan untuk
mempertahankan atau mengubah tingkah laku pasien
27

 Tata ruangan agar menarik dan gambar yang cerah kan meningkatkan gairah
terhadap pasien.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPILAN
1. Diharapkan dapat membantu pasien untuk mengembangkan rasa harga diri.
2. Kemampuan pasien untuk berhubungan dengan orang lain mengalami
perkembangan.
3. Pasien mulai mempercayai orang lain disekitarnya.
4. Pasien dapat mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat dan mencapai
perubahan kesehatan kesehatan yang positif.

B. SARAN
1. Agar petugas harus mendorong pasien dalam menyerap pengetahuan dan
informasi dari apa yang dikerjakannya.
2. Petugas diharapkan agar selalu memberi kritik yang konstruktif terhadap cara
kerja pasien dan pola pikir pasien untuk meningkatkan kemampuan mereka
mengatasi masalah.
3. Petugas diharapkan senantiasa memberikan reward positif atas upaya pasien
untuk terbuka dan berani dalam mengikuti terapi lingkungan.
4. Petugas harus dapat menciptakan sebuah suasana yang aman dengan
menujukkan sikap penerimaan pada pasien, sehingga dapat memberi ruang
kepada petugas untuk memotivasi pasien mencoba sesuatu yang baru.

Anda mungkin juga menyukai