Anda di halaman 1dari 16

KELOMPOK 4

PERATURAN PERUNDANG TENTANG


KESEHATAN KERJA

NAMA KELOMPOK :

Erni Susdaryanti (20190301061)


Diandra Adrie (20190301230)
Ebhi Martiana P (20190301052)
Risantri Nirmala (20190301181)
Suroya Husna (20190301072)
Chelsy Shalsabila P (20190301179)
Wenni Sinaga (20190301049)
Dita Ayu Lestari (20190301210)
Dita Ayu Astuti (20190301209)
Aldila Nur R (20190301055)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penerapan budaya K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan bagian integral
pembangunan nasional untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing Indonesia. Bangsa
Indonesia secara terus menerus berjuang, berperan aktif dan bekerja kolektif dalam mewujudkan
“Kemandirian Masyarakat Indonesia Berbudaya K3 tahun 2020” (www.kemendikbud.co.id)

Di era globalisasi tahun 2020 mendatang, kesehatan kerja merupakan salah satu prasyarat
yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus
dipenuhi. Pelaksanaan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan
tempat/lingkungan kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi/terbebas dari kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja suatu perusahaan/tempat kerja.

Perlindungan tenaga kerja yang bersifat preventif adalah aturan-aturan mengenai


kesehatan dan keselamatan kerja. Adapun alasan yang melatarbelakangi penyusunan dan
pemberlakuan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan kesehatan kerja tersebut
adalah bahwa tenaga kerja bukan merupakan obyek dalam suatu proses produksi. Tenaga kerja
merupakan subyek dalam suatu proses produksi karenanya pengusaha wajib menghormati dan
melindungi hak-hak yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. Awal pengaturan tentang kesehatan
kerja sebagai bagian dari hukum perlindungan tenaga kerja di Indonesia dimulai pada tahun
1970. Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai keselamatan
dan kesehatan kerja. Kemudian muncul aturan-aturan hukum lainnya yang bersifat
memperlengkap aturan hukum yang sudah ada terlebih dahulu.

Maka dari itu, kami membuat makalah tentang peraturan perundangan yang mengatur
pelaksanaan kesehatan kerja mengenai gambaran umum hingga perjanjian kerja bersama.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.2.1 Peraturan perundangan tentang kesehatan kerja
1.2.2 Peraturan pemerintah.
1.2.3 Keputusan atau intruksi presiden.
1.2.4 Peraturan atau keputusan menteri tenaga kerja.
1.2.5 Peraturan atau keputusn menteri kesehatan.
1.2.6 Peraturan tau keputusan menteri dari kementrian lainnya.
1.2.7 Keputusan bersama antar kementrian.
1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat memahami gambaran umum tentang peraturan perundangan kesehatan kerja yang
berlaku di Indonesia.
1.3.2 Dapat memahami peraturan kesehatan kerja menurut undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan/intruksi presiden, peraturan/keputusan menteri tenaga kerja,
peraturan/keputusan menteri kesehatan, peraturan/keputusan menteri dari kementrian
lainnya, dan keputusan bersama antar kementrian.
BAB II
ISI
2.1 Gambaran Umum
Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Alinea IV menyebutkan mengenai
Tujuan Nasional Negara Republik Indonesia yang hendak dicapai, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan tersebut
diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan
demokratis yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui
pembangunan nasional dalam usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat indonesia
yang dilakukan secara berkelanjutan.

Kemampuan keterampilan dan keahlian pekerja perlu terus menerus ditingkatkan melalui
perencanaan dan program pelatihan kerja, pemagangan dan pelayanan penempatan kerja.
Sebagai tujuan pembangunan, pekerja perlu mendapatkan perlindungan dalam semua aspek,
perlindungan tersebut meliputi hak-hak dasar pekerja, diantaranya perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja serta jaminan sosial sehingga menjamin rasa aman dan tentram dalam
melaksanakan tugasnya

Perlindungan sosial yang diberikan oleh pemerintah terhadap masyarakat tidak terkecuali
terhadap kecelakaan kerja dan terganggunya kesehatan. Sejak kesehatan diakui sebagai salah
satu hak asasi manusia, dalam penerapannya terdapat berbagai pengertian. Setiap Warga Negara
Indonesia berhak untuk mendapatkan jaminan baik berupa kesehatan,

Kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya, hasil karyanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Kesehatan Kerja tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun
industri. Dalam lingkungan pekerjaan itu terdapat banyak hal-hal yang dapat mengancam
kesehatan pekerjanya. Hal itu tidak terlepas dari Undang-Undang No 36 Tahun 2009

2.2 Peraturan Perundang-Undang Tentang Kesehatan Kerja


2.2.1 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Pasal 86-87)

1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :


a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
b. Moral dan Kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Setiap perusahan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

2.2.2 Undang-Undang No. 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pasal
19-24)

1. Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh


manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan.
2. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh Pemerintah.
3. Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak seorang
peserta mengalami pemutusan hubungan kerja.
4. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan
yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat
dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.
5. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan,
sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan, kesehatan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
6. Bentuk implementasinya BPJS Kesehatan melakukan koordinasi dengan faskes dan
dinas kesehatan dengan melakukan program JKN KIS), Pelayanan khusus di rumah sakit
atau fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan.

2.2.3 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan Kerja (Pasal 165-166)

1. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.
2. Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan kerja yang sehat dan menaati
peraturan yang berlaku di tempat kerja.
3. Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan, hasil pemeriksaan
kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan.
4. Pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan,
pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan
kesehatan pekerja.
5. Implementasi upaya kesehatan kerja di perusahaan adalah membuat lingkungan yang
bersih, cukup sirkulasi udara dan cahaya, menyediakan toilet yang memadai, meyediakan
tempat kerja yang aman, memasang peringatan dan himbauan mengenai kesehatan kerja,
memberikan fasilitas pengecekan kesehatan untuk karyawan.
2.3 Peraturan Pemerintah
2.3.1 PP No. 26 Tahun 1977 Tentang Pengujian Kesehatan PNS dan Tenaga Lainnya
yang Bekerja Pada NKRI (Pasal 3-7)

1. Yang berwenang menguji kesehatan Pegawai Negri Sipil dan tenaga lainnya yang
bekerja pada NKRI adalah dokter penguji, team penguji.
2. Dokter penguji dan team penguji kesehatan menetapkan 500 waktu pengujian dan
memanggil yang bersangkutan untuk di uji kesehatannya.
3. Hasil pengujian kesehatan diberitahukan secara tertulis berlaku untuk 1 tahun.
4. Biaya pengujian kesehatan ini dibebankan kepada anggaran Departemen Kesehatan..
5. Implementasinya adalah melaksanakan pelayanan kesehatan MCU terhadap PNS
melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rekam
jantung, pap smear.

2.3.2 PP No. 47 Tahun 2016 Tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Pasal 2-5)
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan didirikan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a memberikan pelayanan kesehatan dasar.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
memberikan pelayanan kesehatan spesialistik.
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik.
5. Implementasinya adalah setiap perusahaan memiliki klinik perusahaan yang berada
dalam sistem kesehatan nasional bentuk dari upaya kesehatan masyarakat pada strata
pertama/UKM tingkat dasar dibawah koordinasi Puskesmas.

2.4 Keputusan atau Intruksi Presiden

2.4.1 PP No. 7 Tahun 1999 Tentang Wajib Lapor Penyakit Akibat Hubungan Kerja

Instruksi Presiden No.7 Tahun 1999 tentang wajib Lapor Penyakit akibat Hubungan
kerja, instruksi ini merupakan hierarki hukum dari keputusan Menteri tenaga Kerja Nomor
02/Men/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja.

Mekanisme Pelaporan Penyakit Akibat Kerja :

1. Apabila terjadi kecelakaan disuatu unit kerja, maka karyawan yang mengetahui kejadian
tersebut memberikan pertolongan pertama pada korban (P3K) bila diperlukan.
2. Karyawan lainnya yang mengetahui kejadian segera menghubungi pimpinan untuk
memberitahukan perihal terjadinya kecelakaan dan petugas yang pada saat itu ada, untuk
mendapatkan pertolongan selanjutnya, membawa korban ke unit gawat darurat rumah
sakit, bila diperlukan.
3. Melaporkan kejadian kecelakaan yang sesuai secara singkat dengan menyebutkan lokasi
kejadian serta peristiwa terjadinya dengan jelas
4. Atasan korban melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada pengawas K3 (dengan
menggunakan formulir laporan kecelakaan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam)
5. Dokter rumah sakit yang menangani korban (bila diperlukan) mengisi formulir laporan
kecelakaan dengan menyebutkan keadaan korban dan mengirimkannya ke pengawas K3
Perusahaan.
6. Petugas K3 dan atasan korban meneliti sebab-sebab kecelakaan dan menentukan langkah-
langkah pencegahan agar kecelakaan yang serupa tidak terulang lagi dikemudian hari.
7. Setelah penderita sembuh dan tidak lagi dirawat di rumah sakit, dokter rumah sakit yang
menangani (bila diperlukan) mengirimkan laporan sembuh dengan menjelaskan tentang
prosentase cacat dari korban ataupun lainnya kepada pengawas K3 dan bagian personalia
untuk penyelesaian korban
8. Bila korban meninggal dunia, maka dokter rumah sakit yang menangani mengeluarkan
surat keterangan kematian dan mengirimkan ke bagian personalian segera menyelesaikan
segala urusan administrasi korban tersebut serta memberitahukan kepada pihak keluarga
korban.
9. Bila kecelakaan menimpa seorang karyawan diluar kawasan maupun lingkungan
perusahaan, maka karyawan lain atau pihak keluarga yang mengetahui kejadian itu segera
memberitahu hal tersebut kepada pihak perusahaan.

2.4.2 PP No. 7 Tahun 2019 Tentang Penyakit Akibat Kerja

1 Pekerja yang didiagnosis menderita Penyakit Akibat Kerja berdasarkan surat keterangan
dokter berhak atas manfaat JKK meskipun hubungan kerja telah berakhir.
2 Penyakit yang telah didiagnosis sebagai Penyakit Akibat Kerja dilakukan pencatatan dan
pelaporan untuk kepentingan pendataan secara nasional.
3 Penyakit yang disebabkan oleh faktor kimia, penyakit yang disebabkan oleh faktor fisika,
penyakit kulit, gangguan otot dan kerangka, gangguan mental dan perilaku.

2.5 Peraturan Menteri Tenaga Kerja


2.5.1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang Kewajiban Latihan
Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

1. Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga Para Medis diwajibkan untuk


mengirimkan setiap tenaga tersebut untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hygiene
Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
2. Setiap tenaga Para Medis yang telah dapat menyelenggarakan latihan akan mendapatkan
sertifikat.
3. Dengan sertifikat tersebut tenaga kerja medis yang bersangkutan telah memenuhi syarat-
syarat untuk menyelenggarakan pelayanan hygiene perusahaan dan kesehatan kerja
sesuai dengan fungsinya.

2.5.2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang Pemeriksaan


Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
1. Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja ditujukan agar tenaga kerja yang diterima
berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit
menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan cocok untuk pekerjaan yang akan
dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan
tenaga kerja yang lain-lainnya dapat dijamin.
2. Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran
jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin, serta
pemeriksaan lain yang dianggap perlu.
3. Pemeriksaan Kesehatan Khusus dilakukan pula terhadap:
a. tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan
aperawatan yang lebih dari 2 (dua minggu).
b. tenaga kerja yang berusia diatas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja wanita dan
tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu.
c. tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan-gangguan
d. kesehatannya perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan.
4. Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja : pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani,
rontgen paru-paru, pemeriksaan lain yang sesuai dengan kebutuhan guna mencegah
bahaya yang diperkirakan timbul.
5. Pemeriksaan Berkala : pemeriksaan yang dilakukan 1 tahun sekali, melakukan
pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru, pemeriksaan lain.
6. Pemeriksaan Khusus : pekerja telah mengalami penyakit yang memerlukan perawatan
lebih dari 2 minggu, pekerja yang berusia >40 tahun/pekerja yang cacat, pemeriksaan
khusus sesuai dengan kebutuhan gangguan kesehatan.

2.5.3 Peraturan Pemerintah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang


Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
1. Apabila dalam pemeriksaan kesehatan bekerja dan pemeriksaan kesehatan khusus
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
Per. 02/Men/1980 ditemukan penyakit kerja yang diderita oleh tenaga kerja, pengurus
dan Badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor Direktorat
Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja setempat.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) harus dilakukan dalam waktu paling
lama 2 x 24 jam setelah penyakit tersebut dibuat diagnosanya.
3. Pengurus wajib dengan segera melakukan tindakan-tindakan preventif agar penyakit
akibat kerja yang sama tidak terulang kembali diderita oleh tenaga kerja yang berada
dibawah pimpinannya.
4. Pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya untuk
pencegahan penyakit akibat kerja.
5. Pusat Bina Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja menyelenggarakan
latihan-latihan dan penyuluhan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, dalam
meningkatkan pencegahan penyakit akibat kerja.
6. Contoh pelaporan penyakit akibat kerja
2.5.4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang Pelayanan Kesehatan
Tenaga Kerja
1. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan Pelayanan Kesehatan Kerja.
2. Pengurus wajib memberikan Pelayanan Kesehatan Kerja sesuai dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja dipimpin dan dijalankan oleh seorang
dokter yang disetujui oleh Direktur.
4. Pengurus wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Kerja kepada
Direktur.
5. Pelayanan kesehatan di Perusahaan :
a. pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala, dan khusus
b. pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan dan tenaga kerja
c. pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
d. pembinaan dan pengawasan terhadap perlengkapan sanitiar
e. pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan kerja
f. pecegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja
g. pendidikan untuk tenaga kerja dan latihan petugas P3K
h. perencanaan dan pembuatan tempat kerja, APD,gizi
i. rehabilitasi akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja
j. memberi laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja

2.6 Peraturan atau Keputusan Menteri Kesehatan


2.6.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1758/MENKES/XII/2003 Tentang Standar
Pelayanan Kerja Dasar meliputi standar pelayanan kesehatan dasar, standar peralatan baik di
poliklinik perusahaan maupu puskesmas, standar kompetisi petugas di pelayanan kesehatan
dasar, dan standar institusi pemberi pelayanan.

Peraturan ini mengatur standar kesehatan kerja sebagai berikut :

1. Tujuan umum pelayanan kesehatan kerja adalah terselanggaranya pelayanan kesehatan


kerja dasar pada masyarakat pekerja yang bermutu, merata dan terjangkau untuk
meningkatkan produktifitas kerjamasyarakat pekerja dan komdidi kerja yang aman, sehat
dan produktif.
2. Lingkup kegiatan pelayanan kesehatan yang paripurna, meliputi seleksi kesehatan calon
pekerja, kondisi kerja dan tempat ker, penyerasian kapasitas kerja bahan kerja dan
lingkungan kerja, pemeliharaan kesehatan, konseling dan rehabilitasi medis.
3. Institusi pelayanan kesehatan kerja.
4. Penanganan penyakit akibat kerja.
5. Mekanisme kerja kesehatan kerja dasar.
6. Program kesehatan kerja di Perusahaan :
a. Pemeriksaan kesehatan pekerja pada awal, berkala, dan khusus
b. Diagnosis dan pengobatan penyakit/kecelakaan akibat kerja termasuk rehabilitasnya
c. Pertolongan pertama dan pengobatan kecelakaan yang bukan akibat kerja
d. Pendidikan akan bahaya potensial akibat kerja
e. Program pemilihan dan penggunaan APD
f. Inspeksi berkala dan evaluasi lingkungan dan tempat kerja
g. Studi epidemiologik pengaruh lingkungan kerja
h. Imunisasi penyakit infeksi
i. Pencatatan medik kesehatan kerja
j. Ikut serta dalam penetuan dan evaluasi asuransi kesehatan dalam perusahaan
k. Evaluasi efektivitas program kesehatan kerja

2.6.2 keputusan menteri kesehatan RI nomor 1075/MENKES/VII/2003 tentang sistem


informasi management kesehatan kerja. Tujuan peraturan ini memiliki 3 aspek yaitu :

1. Memperoleh gambaran kesehatan pekerja secara menyeluruh dan tidak terbatas pada
penyakit akibat kerja atau penyakit terkait kerja.
2. Memudakan dalam perencanaa, monitoring dan evaluasi program kesehatan kerja.
3. Sarana untuk saling ukur antar provinsi, kabupaten atau kota, atau unit kesehatan.

2.7 Peraturan atau Keputusan Menteri dari Kementrian Lainnya


Selain kementrian Tenaga Kerja dan Kemenkes, Kementrian, dan Lembaga Pemerintah
non Kementrian di sektor lain seperti pertambangan, perindustrian, transportasi dan pertanian
juga mengembangkan peraturan undang-undang yang didalamnya memuat hal-hal teknis tentang
keselamatan dan kesehatan kerja berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi pembinaan dari
departemen tersebut.

2.8 Keputusan Bersama antar Kementrian


Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran pimpinan perusahan
dan pekerja tentang manfaat pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja berupa :

a. Pembuatan dan pembaruan peraturan perundang-undangan


b. Standar teknis, pengawasan
c. Pembinaan, penyuluhan, dan sosialisasi

Upaya sinkronisasi telah dirintis dengan penyusunan beberapa keputusan bersama antara
kementrian terkait yang mengatur pelaksanaan kesehatan kerja sebagai berikut :

1. SKB Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kesehatan No. 168/KPTS/1971 –


No.207/Kab/B.Ch/1971 tentang kerja sama depkes dan depnaker dalam bidang hygine
perusahaan dan keselamatan kerja.
2. SKB Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kesehatan No.235/MEN/1985 –
No.114/MENKES/SKB/III/85 tentang penyelanggaraan pemeliharaan kesehatan bagi
tenaga kerja.
3. SKB Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kesehatan No.
KEP109/KPTSMENAKER/1990NO.81/MENKES/SKB/II/1990 tentang
penyelanggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja.
4. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kepala bepeten No.
1193/MENKES/SKB/VII/2000-No.003/Bepeten/SKB/VII/2000 tentang pembentukan
komisi kerja sama pembinaan dan pengawasan keselamatan dan pemanfaatan tenaga
nuklir di bidang kesehatan.
5. Peraturan Bersama antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Kesehatan No. 48/MEN.PP/XII/2008 – No.
PER.27/MEN/XII/2008 tentang peningkatan pemberian air susu ibu selama waktu kerja
di tempat kerja.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual,
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk produktif secara sosial dan
ekonomi. Peraturan perundangan kesehatan kerja dibutuhkan sebagai pegangan dan
panduan dalam pelaksaan di lapangan. Berbagi peraturan yang terdiri dari undang-
undang, peraturan pemerintah, keputusan atau intruksi presiden, keputusan atau
menteri tenaga kerja, kementrian kesehatan, dan kementrian lainnya telah diatur
secara terpadu dan menyeluruh.
Lampiran
Pertanyaan dan Jawaban

1. Di dalam Presentasi tadi menyebutkan tenaga media berhak mendapatkan claim


JKK. Misalnya perusahaan nya adalah jasa call center yg tiap hari memakai
headsat. bagaimana prosesnya dan siapa yg harus meng klaim kan? dan apakah
bisa d klaim kan jika ternyata pegawainya mendapatkan penyakit akibat kerja
setelah pemakaian headsat tiap hari?
Jika terjadi claim atau lost berarti terjadi regulasi yaitu termasuk kesehatan kerja,
dengan cara memberitahu kepada atasan atau pemilik perusahaan bahwa terjadi
regulasi, dan memberitahu jika call centernya terjadi lost berapa banyak kerugiaan
yg terjadi diperusahaan tersebut jika tidak tertangani dengan baik terjadi banyak
kasus, hasil lost itu berapa present pengurangannya audio pada headset tsb dan
kita lihat dari gaya hidup si pekerja tersebut apakah orang tersebut sering
menggunakan headset pada aktivitas sehari-hari, maka dari itu seorang K3 harus
bisa membuat kajian secara menyeluruh.

2. Terkait peraturan kesehatan kerja. jika terdapat pelanggaran yg tidak sesuai


dengan Peraturan perundangan bagaimana sanksi di berikan?
Sanksi pidana terdapat pada UU No.36 tahun 2009 Bab XX Pasal 190 ayat (2)
yaitu dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak Rp.1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah)

3. Jika setelah pegawai selesai kerja (lebih dari 3 bulan) jika terdapat kejadian
penyakit akibat kerja masuk tanggung jawab siapa?
Apabila karyawan selesai bekerja di suatu perusahaan karena mengundurkan diri
atau resign, maka wajib mengurus perubahan status kepersertaan BPJS
kesehatannya, jika tidak maka kepesertaan bisa terhenti dan ada denda yang perlu
dibayarkan dan untuk bulan berikutnya perusahaan sudah tidak berkewajiban
untuk membayarkan dan bertanggung jawab mengenai kesehatan kerja pekerja
tersebut dan itu menjadi tanggung jawab pekerja itu sendiri jika terjadi PAK.

4. Seorang K3 perlu mendapatkan sertifikat sesuai yang ada di Permenaker.


bagaimana cara perusahaan membantu para K3 tersebut mendapatkan sertifikat?
Sertifikat pada seorang K3 sangatlah penting, sertifikasi yaitu ketika seorang
sudah bergerak disuatu perusahaan yang dinamakan teori matriks yaitu saat
seseorang masuk perusahaan kompetensi akan dilihat oleh HRD untuk
mengerjakan suatu pekerjaan dan melihat kompetensi apa yang minimum dipunya
oleh seorang itu. Untuk K3 kita mengelola resiko ada 3 yaitu orang, lingkungan,
alat. Untuk orang dilihat dari pendidikan yang sesuai, pengalaman dan
kompetensi. Untuk kompetensi dilihat dari perusahaan dengan mempunyai
sertifikat. Jadi sertifikat merupakan tanggung jawab perusahaan saat seorang K3
mulai bekerja dan membantu untuk mendapatkannya dengan ikut pelatihan.
Idealnya orang K3 tetp harus mempunyai sertifikat walapun lulusan jurusan K3.

5. Dalam keputusan presiden RI jika pekerja dalam kurun waktu 3 bulan sudah tidak
menjadi pegawai apakah tanggungan siapa jika terdapat penyakit akibat kerja?
Pertanyaan ini sama dengan nomor 3. Apabila pekerja dalam kurun waktu 3 bulan
sudah tidak menjadi pegawai karena mengundurkan diri dan jika terjadi PAK
maka itu menjadi tanggung jawab pekerja itu sendiri dan perusahaan sudah sudah
tidak berkewajiban untuk membayarkan dan bertanggung jawab mengenai
kesehatan kerja pekerja tersebut. maka seseorang tsb wajib mengurus perubahan
status kepersertaan BPJS kesehatannya, jika tidak maka kepesertaan bisa terhenti
dan ada denda yang perlu dibayarkan.

6. Jika terjadi kecelakaan kerja di perusahaan, baik lalai atau yg lainnya. itu masih
tanggung jawab siapa?
Jadi jika terjadi kecelakaan kerja diperusahaan yang disebabkan kelalaian seorang
pekerja itu merupakan tanggung jawab pekerja dan juga perusahaan tersebut
tempat seorang itu bekerja biasanya akan didiskusikan terlebih dahulu apa
masalah si pekerja tersebut.

7. terkait penyakit akibat kerja. jika perusahaan tersebut ingin memeriksakan


pegawainya, apakah perusahaan bisa memakai pihak ke 3 di luar perusahaan? dan
bagaimana mekanismenya?
Bisa, untuk mekanismenya biasanya orang K3 di perusahaan tersebut yang
berperan untuk melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yaitu rumah sakit atau
laboratorium tersebut untuk memeriksakan pegawainya.

8. Terkait Peraturan Pemerintah no 26 tahun 1977 tentang kesehatan semua pekerja


PNS yg resiko terjadi kecelakaan kerjanya rendah seperti guru itu dilakukan MCU
juga atau tidak?
Untuk PNS tetap dilakukan pemeriksaan MCU yang terdiri dari 3 tahapan yaitu
pemeriksaan fisik (jasmani). Respon time pemeriksaan untuk satu orang peserta
sampai ada hasil pemeriksaan plus legalisir lebih kurang 4-6 jam kerja,
pemeriksaan laboratorium/bebas narkoba dengan respon time 2-3 jam kerja,
pemeriksaan rohani atau psikometri dengan respon time 2-3 hari jam kerja,
pemeriksaan rekam jantung, pemeriksaan pap smear, tersedia ruang menyusui
untuk ibu bekerja yang membawa bayi.

9. Permenaker RI no.01 th.1981 melapor penyakit akibat kerja dalam waktu 2 x 24


jam melalui media apa? termasuk investigasi PAK/tidak?
Ini bisa menggunakan media cetak, elektronik dll. Untuk penyakit akibat kerja itu
butuh waktu berbulan-bulan untuk menyatakan bahwa suatu penyakit tersebut
kronis atau dilihat dari faktor kerentanan suatu penyakit tersebut jadi belum bisa
dikatakan penyakit akibat kerja.

Anda mungkin juga menyukai