Anda di halaman 1dari 3

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dengan berkembanganya teknologi dan

internet yang semakin mudah diakses oleh siapa saja, perdagangan elektronik merupakan salah
satu bidang yang berkembang pesat. Menurut Pasal 1 angka 2 PP No. 80 tahun 2019 Tentang
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau yang akan disebut PMSE, PMSE adalah
perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik atau yang dalam sehari-hari kita sebut e-commerce. Pesatnya perkembangan e-
commerce di Indonesia dapat kita lihat melalui riset yang dilakukan oleh A.T Kearney dimana
dalam riset tersebut disebutkan bahwa pada tahun 2013, value pasar e-commerce Indonesia
mencapai US$13 miliar.1

Volume perdagangan konvensional diprediksi akan dikalahkan oleh e-commerce dengan


pesatnya perkembangan e-commerce, karena e-commerce sendiri menjangkau pasar yang lebih
luas.2 Tidak heran bila kita melihat keuntungan para pedagang e-commerce yang terus
meningkat. Hal ini tidak hanya menguntungkan bagi masyarakat, namun juga dapat
menguntungkan bagi negara, bahkan dapat menjadi tulang punggung Indonesia pada era digital
ekonomi.3

Dengan besarnya keuntungan yang didapatkan dari e-commerce, negara memanfaatkan


hal ini untuk memungut pajak dari penghasilan pedagang e-commerce. Hal ini dikarenakan
setiap tahunnya, pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang berperan penting dalam
APBN.4 Semenjak mewabahnya COVID-19, sector perekonomian di Indonesia menurun drastic.
Maka, pemerintah berinisiatif mengeluarkan UU No. 2 tahun 2020. Namun, dikarenakan PSME
ini merupakan hal yang cukup baru di Indonesia, banyak orang yang mempertanyakan apa saja
objek pajak yang dimaksud dalam UU No. 2 tahun 2020.

1
A.T.Kearney, “Lifting The Barriers of E-commerce in ASEAN”, (CIMB ASEAN Research Institute, 2015), hal 4
2
Deky Pariadi, “Pengawasan E-Commerce dalam Undang-Undang Perdagangan dan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen”, Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 3, 2018, hlm. 652
3
Harian Kompas, Tahun 2020, Volume Bisnis E-commerce di Indonesia Mencapai USD130Miliar,
https://biz.kompas.com/read/2015/11/20/101500128/Tahun.2020.Volume.Bisnis.E-
commerce.di.Indonesia.Mencapai.USD.130.Miliar diakses pada 19 Oktober 2020 pukul 14:10
4
Rachdianti, F., Astuti, E. dan Susilo, H., 2016. PENGARUH PENGGUNAAN E-TAX TERHADAP KEPATUHAN WAJIB
PAJAK (Studi pada Wajib Pajak Terdaftar di Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang). Jurnal Perpajakan (JEJAK),
11(1), p.1.
Objek pajak sendiri adalah segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang
dikenakan pajak. Dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 2 tahun 2020, disebutkan bahwa:

(1) Perlakuan perpajakan dalam kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b berupa:

a. pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE); dan

b. pengenaan Pajak Penghasilan atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan


Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri
yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.

Adapun yang dimaksud dengan barang dan jasa yang disebut dalam UU No. 2 Tahun
2020 tersebut dapat kita kaitkan dengan Pasal 1 angka 5 dan angka 6 Peraturan Direktur
Jendral Pajak No. PER-12/PJ/2020 Tahun 2020 tentang Batasan Kriteria Tertentu Pemungut
serta Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai
atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Per-12
PJ 2020).

Barang Kena Pajak dalam Pasal 1 angka 5 adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan
UU PPN. Sedangkan, Jasa Kena Pajak dalam Pasal 1 angka 6 adalah jasa yang dikenai pajak
berdasarkan UU PPN. Pada dasarnya, semua barang dan jasa dikenakan pajak, kecuali disebut
sebaliknya dalam Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan Pasal dan pengertian tersebut tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Objek
Pajak yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2020 adalah:

1. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean
di dalam daerah Pabean melalui PMSE;
2. Transaksi elektronik yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri yang memenuhi
ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.
Ketentuan kehadiran ekonomi signifikan sendiri dijabarkan lebih lanjut pada Pasal 6 ayat
(7) UU No. 2 Tahun 2020, yaitu:
a. peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu;
b. penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau
c. pengguna aktif media digital di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu

Dengan itu, muncul pertanyaan selanjutnya. Apakah objek yang dipungut tersebut
sesuai dengan asas perpajakan? Menurut Rochmat Soemitro, terdapat beberapa asas yang
menjadi kewenangan negara untuk memungut pajak, diantaranya adalah asas domisili, asas
kewarganegaraan, asas sumber, dan asas campuran. 5 Asas domisili tidak mempersoalkan
darimana objek pajak tersebut berasal, sama halnya dengan asas kewarganegaraan yang
bertitik berat pada subjek.

Asas yang terdapat pada Pasal 4 ayat (2) UU No. 2 tahun 2020 adalah asas sumber
dimana asas sumber memungut pajak berdasarkan adanya sumber di suatu negara, dengan
tidak memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. 6 Hal ini tercermin melalui dipungutnya pajak
dari transaksi elektronik yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri. Wajib pajak tersebut
tidak berdomisili di Indonesia atau berkewarganegaraan Indonesia, namun, bila terdapat
kehadiran ekonomi signifikan sebagaimana disebut pada Pasal 6 ayat (7) UU No. 2 tahun 2020,
transaksi tersebut merupakan objek pajak.

5
Rochmat Soemitro, Hukum Pajak Internasional Indonesia Perkembangan dan Pengaruhnya, Penerbit Eresco,
Bandung, 1986, hlm. 43-45.
6
Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Elementer, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm. 57.

Anda mungkin juga menyukai