Anda di halaman 1dari 12

A.

JUDUL : ANALISIS KEMAMPUAN BERNALAR ILMIAH


SISWA SMA SE-KOTA MUARA BUNGO

B. PENDAHULUAN
B.1. Latar Belakang Masalah

Dalam dunia pendidikan di Indonesia, kemampuan penalaran sangat

diperlukan untuk mencapai hasil belajar yang baik. Peningkatan kualitas sumber

daya manusia Indonesia diera globalisasi terus diupayakan dan dikembangkan

melalui pendidikan. Pendidikan merupakan ujung tombak dalam pengembangan

sumber daya manusia sehingga pendidikan harus berperan aktif dalam

meningkatkan kualitas dan kuantitas pola pikir peserta didik. Dalam hal

meningkatkan kualitas pola pikir ini, perlu didukung dengan proses pengajaran

yang tepat pula agar kemampuan siswa dapat berkembang dengan baik.

Peningkatan kemampuan bernalar peserta didik selama proses pembelajaran

sangat diperlukan guna mencapai keberhasilan. Semakin tinggi tingkat penalaran

yang dimiliki oleh peserta didik, maka akan lebih mempercepat proses

pembelajaran guna mencapai indikator-indikator pembelajaran.

Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Penalaran ilmiah merupakan salah satu kemampuan yang perlu dimiliki siswa

untuk menjadi siswa yang cerdas. Kemampuan penalaran ilmiah (scientific

reasoning) menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran untuk

mengantarkan siswa menuju masa depannya. Wegerif (2002) menyatakan bahwa

kemampuan bernalar merupakan bekal bagi siswa untuk memberikan alasan pada

opini, tindakan untuk menarik kesimpulan, membuat keputusan, dan

menggunakan bahasa yang tepat dalam menjelaskan setiap pemikiran dari alasan

atau fakta. Lai & Viening (2012) menyatakan bahwa pembelaran disekolah

1
hendaknya mengembangkan kemampuan penalaran ilmiah yang membantu

generasi muda menghadapi permasalahan dalam dunia nyata untuk berpikir dan

menalar sesungguhnya.

Proses pengajaran yang baik haruslah mempertimbangkan kemampuan

siswa sebagai objek dalam proses pengajaran. Salah satu karakteristik yang

diperlukan dalam mendesain pembelajaran adalah tahap perkembangan kognitif

(Nehru & Syarkowi, 2017). Tahap perkembangan kognitif ini dapat dijelaskan

melalui kemampuan penalaran ilmiah, selanjutnya dengan mengetahui profil

kemampuan penalaran ilmiah ini, guru akan mudah menentukan pendekatan dan

cara mengajar yang tepat.

Kemampuan penalaran ilmiah siswa saat ini dinilai masih rendah.

Rendahnya kemampuan penalaran siswa disebabkan karena kurangnya guru

dalam mengaplikasikan kemampuan penalaran ilmiah dalam pembelajaran di

kelas. Menurut Stiggin (1994), penalaran menurut kerangka Marzano di bagi

menjadi lima dimensi yaitu dimensi satu sikap dan persepsi yang baik terhadap

pembelajaran, dimensi dua memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan,

dimensi tiga memperluas dan memperdalam pengetahuan, dimensi empat

menggunakan pengetahuan dengan bermakna dan dimensi lima Productive habits

of mind. Menurut Marzano et al (1994) siswa dapat memperluas dan

memperdalam pengetahuan mereka dengan menambahkan ciri-ciri informasi baru

dan membuat koneksi-koneksi selanjutnya.

Dalam hal ini siswa perlu menganalisis apa yang telah mereka pelajari

sebelumnya dengan lebih dalam. Aktifitas yang berhubungan dengan kegiatan

memperluas dan memperdalam pengetahuan yaitu meliputi membandingkan,

2
mengklasifikasi, membuat induksi, membuat deduksi, menganalisis kesalahan,

membuat dan menganalisis dukungan, mengabstraksi dan menganalisis

perspektif.

Antone E. Lawson (2004) menjelaskan akibat dari metode penalaran

ilmiah, mampu membawa implikasi edukasi yang penting. Penalaran ilmiah yang

tinggi berimbas pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.

Kemampuan penalaran yang sangat tinggi dibutuhkan bukan hanya dalam

membuat keputusan tetapi juga dalam menyelesaikan masalah.

Meskipun kemampuan penalaran ilmiah tersebut diperlukan, tapi data

tentang penalaran ilmiah SMA belum diketahui. Berdasarkan hasil wawancara

yang dilakukan dengan beberapa guru fisika yang ada di SMA yakni Bapak

Khambali.S.Pd, diperoleh informasi bahwa tidak ada data tentang penalaran

ilmiah tersebut. Selain itu, berdasarkan hasil pencarian di internet juga tidak

diketahui data kemampuan bernalar siswa SMA Se-Kota Muara Bungo (belum

pernah diteliti atau di publikasikan).

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan mempertimbangan kegunaan dan manfaat dari kemampuan

bernalar ilmiah, maka sangat diperlukan pengetahuan tentang “Analisis

Kemampuan Bernalar Ilmiah Siswa SMA Se-kota Muara Bungo”.

B.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah penelitian ini adalah

bagaimana profil kemampuan bernalar ilmiah siswa SMA Se-Kota Muara Bungo?

3
B.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kemampuan bernalar

ilmiah siswa SMA Se-Kota Muara Bungo.

B.4. Manfaat Penelitian:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

1. Bagi peserta didik, memperoleh informasi tingkat perkembangan kognitif

peserta didik.

2. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran khususnya bagi

guru bidang studi dalam memahami masalah kemampuan bernalar ilmiah

peserta didik terhadap pelajaran dalam upaya meningkatkan kualitas hasil

belajar peserta didik di sekolah sehingga dapat mencapai tujuan yang lebih

optimal.

3. Bagi peneliti, menambah wawasan khususnya dalam hal mengetahui

perkembangan kognitif peserta didik.

B.5. Definisi Istilah

Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan beberapa istilah yang

digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan

tentang beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini agar lebih efektif

dalam operasional. Istilah-istilah tersebut antara lain:

1. Profil adalah Grafik atau ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal

khusus dalam hal ini yang sesuai adalah pengertian terakhir yaitu grafik

atau ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus.

4
2. Penalaran ilmiah secara operasional adalah keterampilan yang diperlukan

yang mendukung penyelidikan ilmiah yang meliputi mengekplorasi

masalah, merumuskan dan menguji hipotesis, memanipulasi dan

mengisolasi variabel, penalaran deduktif hipotesis dan penalaran

korelasional, proporsi dan rasio, penalaran induktif dan deduktif.

C. KAJIAN TEORI
C.1 Kemampuan Bernalar Ilmiah
Menurut (Daryanti, Rinanto, & Dwiastuti, 2015) penalaran ilmiah
merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki siswa untuk menjadi warga yang
cerdas. Kemampuan penalaran ilmiah (scientific reasoning) menjadi bagian
penting dalam proses pembelajaran untuk mengantarkan siswa menuju masa
depannya. Penalaran ilmiah memiliki dua pola penalaran, yaitu pola penalaran
konkrit dan pola penalaran formal (Daryanti et al., 2015).

Contoh pola penalaran konkrit diantaranya adalah class inclusion,


conservation, serial ordering, and reversibility. Sementara pola penalaran formal
meliputi theoretical reasoning, combinatorial reasoning, functionality and
proportional reasoning, control variables, and probabilistic, dan correlational
reasoning. Dalam penelitian ini, penalaran ilmiah didefinisikan sebagai
kemampuan kognitif siswa dalam lima dimensi, yaitu serial ordering reasoning
(kemampuan siswa dalam mengurutkan sekumpulan data), theoretical reasoning
(kemampuan siswa dalam menerapkan teori untuk menginterprestasikan data),
functionality reasoning (kemampuan siswa dalam menganalisis hubungan
fungsional), control variables (kemampuan siswa dalam mengontrol variabel),
dan probabilistic reasoning (kemampuan siswa dalam memprediksi berdasarkan
data) (Shofiyah, Supardi, & Jatmiko, 2013).

Menurut (Zimmerman, 2007) penalaran ilmiah merepresentasikan


kemampuan untuk mengeksplor masalah secara sistematis, memformulasikan dan
mengujicobakan hipotesis, mengontrol dan memanipulasi variabel, dan

5
mengevaluasi hasil eksperimen atau percobaan. Kemampuan ini dapat dinilai
dengan suatu tes yang dikenal dengan classroom test of scientific reasoning
(Anton E Lawson, 1978). Tes pilihan ganda yang berjumlah 24 soal ini
mendefinisikan penalaran ilmiah yang meliputi.

1. Conservation of matter and volume


Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa inggris yaitu conservation
yang artinya pelestarian atau perlindungan. Yaitu melestarikan atau
mengembangkan kemampuan penalaran seseorang (Halford,1993 dalam
Han,2013) menyatakan conservation of matter and volume adalah keterampilan
penalaran yang sangat dasar bahwa anak-anak berkembang pada usia muda dan
sering dianggap sebagai kontruksi konseptual dalam pembentukan model mental
yang lebih rumit.

Model pascual-leone mendalilkan empat faktor yang diperlukan penalaran


yang berhasil dalam situasi tugas tertentu : (1) anak harus memiliki tepat “skema
kiasan” dalam repertoar kogitifnya. (2) anak harus memperoleh tingkat tertentu
kemandirian lapangan sehubungan dengan situasi tertentu (3)anak harus memiliki
kecendrungan , ketika dua skema yang tidak kompetibel dengan jumlah terbesar
dari skema lainnya. Dan (4) anak harus memiliki kapasitas mental (M-apace)
yang cukup besar untuk mengkoordinasikan skema yang diperlukan (Anton E
Lawson, 1978). Pada tahap empat inilah yang menjadi subjek penguatan mental
sebagai kekuatan penalaran convertation.

2. Proportional reasoning
Proporsional reasoning adalah kemampuan penalaran sistem dua variabel
yang memiliki hubungan fungsi linear yaitu mengarah ke kesimpulan tentang
simulasi atau fenomena yang dapat ditandai tentang rasio konstan. Kadang-
kadang kecepatan, bentuk, atau karakteristik lainnya yang spesifikasinya
mengarah pada hubungan rasio konstan disebut ‘rate’ atau intensive variable,
untuk membedakannyaseperti panjang, waktu, berat badan, atau deskripsi
kuantitatif lain dari tingkat suatu objek atau kejadian (Shofiyah et al., 2013).

6
Penalaran proportional dapat dikonseptualisasikan dalam langkah-langkah:
identifikasi dua variabel intensif yang meneguhkan penentuan fungsi linier ,dan
aplikasi data dan hubungan yang diberikan untuk menemukan (i) nilai tambahan
untuk satu variabel luas (masalah nilai yang hilang) atau (ii) perbandingan dua
nilai dari variabel intensif dihitung dari data(masalah perbandingan) (karpus et
al,1983).

3. Control of variable
Kemampuan Control of variable adalah kemampuan mengendalikan
variabel-variabeldalam ingatan. Akibatnya, permasalahan yang sering timbul
berupa kesulitan siswa berkaitan dengan penalaran ilmiah yang didokumentasikan
dalam literatur pendidikan secara historis, literatur tentang perkembangan
pemikiran ilmiah telah ditekankan control of variabel, hampir dengan
mengesampingkan setiap aspek lain dari proses penyelidikan ilmiah. Hasil ini
menunjukkan bahwa fokus ini telah salah tempat atau setidaknya telah dibatasi
penyelidikan pengembangan berpikir ilmiah (Kuhn & Dean Jr, 2005).

Penalaran control of variable merupakan perangkat utama dalam


melaksanakan suatu eksperimen. Eksperimen yang dilakukan seorang penyidik
sistematis, yaitu membangun kontrol skema penalaran variabel serangkaian
masalah uji bergambar adil disediakan untuk tindak lanjut.

4. Probability reasoning
Situasi probability adalah situasi dimana kita tertarik fraksi dari jumlah
pengulangan dari suatu proses tertentu yang menghasilkan suatu tertentu pula
yang terjadi ketika proses diulang dalam keadaan identic sejumlah besar kali.
Proses itu sendiri, bersama-sama dengan mencatat hasil, sering disebut percobaan.
Hasil adalah hasil dari sebuah eksperimen. Suatu peristiwa adalah hasil atau
himpunan semua hasil dari jenis yang ditunjuk. Probabilitas peristiwa adalah
sebagian kecil dari suatu peristiwa akan terjadi sebagai hasil dari beberapa proses
berulang ketika proses yang diulang sejumlah besar kali (Han, 2013).

Penalaran probability reasoning ini tampak sejak manusia masih bayi


seperti pengujian yang dilakukan Garcia pada tahun 2008 ia menguji kemampuan

7
probability reasoning pada anak usia 8 bulan. Dalam percobaan mereka, model
utama mencari waktu diperkerjakan untuk mengungkapkan apakah bayi 8 bulan
memiliki kemampuan memahami sesuatu untuk membuat generalisasi dari sampel
ke populasi. Kemudian tahun 2013 dilanjutkan penelitian probability reasoning
pada bayi 6 bulan lebih dapat membuat generalisasi dari sampel ke populasi
sementara untuk usia 4.5 bulan lebih tidak dapat menunjukkan pola ini (Denison,
Reed, & Xu, 2013).

5. Correlation reasoning
Secara harfiah korelasi berasaldari bahasa inggris corelation yaitu hubungan
timbal balik atau sebab akibat. Misalnya mengenai lingkungan yang sama-sama
mempengaruhi kedua sifat kuantitatif yang disebabkan oleh lingkungan yang
sama-sama mempengaruhi kedua sifat. Sehingga bisa dikatakan penalaran korelasi
merupakan kemampuan dalam menentukan apakah dua variabel saling
berhubungan atau tidak (Setiawan, 2017).

Pemikiran korelasi dibebani banyak kemiripan dengan penalaran


probabilistik. Salah satu cara untuk menafsirkan korelasi adalah probabilitas
bersyarat untuk sepasang peristiwa hidup berdampingan. Misalnya orang dapat
dengan mudah ulang kata-kata pernyataan untuk menjelaskan hubungan antara
dua peristiwa dalam hal kemungkinan untuk menjelaskan hubungan antara dua
peristiwa dalam hal kemungkinan untuk mengamati salah satu peristiwa harus
yang lain terjadi atau tidak. Demikian juga pemahaman didirikan korelasi.
merupakan hal mendasar untuk kapasitas siswa dalam menganalisis data
eksperimen dan menarik kesimpulan (Han, 2013).

6. Hypothetical-deductive reasoning
Menurut (Anton E Lawson et al., 1991) penalaran hypothetical-deductive
reasoning adalah :

“...hypothetical-deductive reasoning is being defined as that pattern of


rasoning in which intuitively generated ideas are proposed as hypothesis,
their consequences deducted, and evidence of somesort is compared with
those deducted consequences to allow the rejection or retention of initial
hypothesis”.

8
Definisi diatas menjelaskan bahwa penalaran hipotesis deduktif adalah
suatu pola penalaran yang menghasilkan ide-ide intuitif sebagai hipotesis awal
untuk menyimpulkan dan membandingkan keterangan yang ada untuk
memungkinkan adanya penolakan dan retensi awal. Poal pola penalaran berupa
If,... and,...then,...and/but,...there/for,... yang akan memberikan suatu kesimpulan
(Antone E Lawson, 2004).

Kurangnya kemampuan penalaran formal yaitu pada penalaran


hypothetical-deductivereasoning adalah penyebab kemungkinan kurangnya
pencapaian dalam ilmu, matematika, sejarah, ilmu sosial, bahasa inggris dan
dalam konteks sehari hari. Akuisasi konsep juga mengharuskan seseorang untuk
memproses informasi dengan cara pypothetical-deduvtive(Anton E Lawson et al.,
1991)

Beberapa siswa sebelum menyebutkan suatu kesimpulan ia akan beragumen


berdasarkan pengalaman yang pernah dialaminya, argumen ini merupakan bentuk
argumen deduktif. Menurut (Han, 2013) menyatakan argumen deduktif
merupakan upaya untuk menunjukkan bahwa kesimpulan tertentu mengikuti dari
sekumpulan premis. Sebuah argumen berlaku jika kesimpulan yang mengikuti
harus dari premis, yaitu jika kesimpulan harus benar asalkan premis yang benar.

a. Kegunaan kemampuan penalaran ilmiah


Penalaran ilmiah sangat penting diketahui karena dapat digunakan untuk:

1. Penalaran ilmiah digunakan untuk merepresentasikan kemampuan untuk


memperoleh masalah secara sistematis, memformulasikan dan menguji
hipotesis, mengontrol dan memanipulasi variabel, dan mengevaluasi
hasil eksperimen atau percobaan (Zimmerman, 2007).
2. Penalaran ilmiah digunakan sebagai dasar dalam mendesain
pembelajaran (Nehru & Syarkowi, 2017).
3. Penalaran ilmiah digunakan untuk keterampilan pemecahan masalah.
4. Penalaran ilmiah digunakan sebagai alat yang memungkinkan seseorang
untuk memperoleh pengetahuan baru dan kritis.

9
D. METODOLOGI PENELITIAN
D.1 Desain Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui profil kemampuan bernalar
ilmiah siswa SMA Se Kota Muara Bungo? maka desain penelitian yang
digunakan adalah desain penelitian survey tipe cross sectional.

a. Subjek penelitian
Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Se Kota Muara Bungo, karena
banyak populasi maka penelitian ini menggunakan teknik sampel. Adapun teknik
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster sekolah
mempunyai lebih dari 3 kelas di setiap rombongan belajar. Adapun sampel yang
digunakan adalah 1 kelas disetiap rombongan belajar masing-masing sekolah.

b. Prosedur Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu disusun rancangan penelitian agar
mempermudah proses penelitian. Adapun prosedur penelitian ini adalah sebagai
berikut ini:
Mengidentifikasi pertanyaan

Mengidentifikasi Populasi, dan


Sample
Menentukan Rancangan Survei
dan Prosedur Pengumpulan
Data
Menemukan Instrumen

Mengadministrasikan Instrumen

Menganalisis Data untuk


Menjawab Pertanyaan atau
Hipotesis Penelitian

Menulis Laporan
Gambar 1.Bagan Prosedur Penelitian

c. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan test, test merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan dan
pernyataan tertulis yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes.

10
d. Instrumen Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan bernalar ilmiah
sehingga instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini
adalah soal tes kemampuan penalaran dari, yang telah dialihbahasakan Masing-
masing soal penalaran dikembangkan dari 6 pola penalaran.

Tabel 1. Persebaran Keterampilan Penalaran Ilmiahdalam Instrumen Penalaran


Keterampilan Penalaran Ilmiah Nomor Soal Jumlah Soal
Conservation of matter and volume 1-4 4
Proportional reasoning 5-8 4
Controlof variable 9-14 6
Probability reasoning 15-18 4
Correlation reasoning 19-20 2
Hypothetical-deductie reasoning 21-24 4
Jumlah 24 24
Setiap satu pola penalaran diwakili 2 soal.Adapun pola persebaran
keterampilan penalaran yang diujikan tercantum pada tabel 1.

e. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif, statistik yang
digunakan menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan
data yang terkumpul. Adapun cara menganalisisnya sebagai berikut:

1. Jawaban siswa dinilai oleh peneliti, Siswa akan diberi skor 1 apabila
mampu menjawab dengan benar pada soal dan alasan yang ditanyakan
(soal nomor selanjutnya). Apabila siswa hanya menjawab benar pada salah
satunya (pertanyaan benar sedangkan alasan salah atau pertanyaan salah
sedangkan alasan benar) atau keduanya tidak tepat, maka skornya 0.
2. Skor setiap siswa akan dikategorikan pada tiga kategori kemampuan
penalaran ilmiah. Kriteria kategori kemampuan penalaran ilmiah dapat
dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Skala Kategori Kemampuan Penalaran Ilmiah


KategoriKemampuan Penalaran Skor
Formal 9-12
Transisi 5-8
Konkrit 0-4

11
3. Skor yang diperoleh siswa akan dihitung rata-ratanya kemudian diubah ke
dalam bentuk persentase. Analisis terhadap jawaban siswa dalam setiap
pola penalaran juga dilakukan. Jumlah skor seluruh siswa dalam setiap
pola penalaran dihitung dan diubah ke dalam persentase sehingga dapat
dilihat pola penalaran mana yang memiliki persentase tertinggi dan
persentase terendah.

f. Jadwal Penelitian
Berikut jadwal penelitian ini :
Tabel 3 Jadwal Penelitian

Bulan
Jenis Kegiatan
1 2 3
1. Mengidentifikasi tujuan penelitian
2. Penentuan pertanyaan penelitian
3. Menentukan populasi dan sampel
4. Penentuan instrumen penelitian
5. Seminar proposal
6. Penyebaran instrumen
7. Analisis dan kuantitatif
8. Pengumpulan data kualitatif
9. Analisis data kualitatif
10. Pembuatan laporan

12

Anda mungkin juga menyukai