Anda di halaman 1dari 9

METODE PEMETAAN GEOLOGI

LAPORAN PEMETAAN I

Belyana
1806198534

PROGRAM STUDI S1 GEOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2021
BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Lokasi Pemetaan dan Koordinat Kavling


Lokasi pemetaan berada di daerah selatan Karangsambung dan sekitarnya, pada
Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Pemetaan
dilaksanakan dengan membagi lokasi menjadi empat kavling (Gambar 1.1) dengan posisi
geografis sebagai berikut:

Latitude Longitude Kondisi geografis daerah pemetaan berupa


Titik 1 7°34'45.09"S 109°40'32.36"E lembah dan perbukitan yang merupakan bagian

Titik 2 7°34'45.48"S 109°42'42.87"E dari Pegunungan Serayu Selatan. Mayoritas

Titik 3 7°36'22.76"S 109°40'32.06"E masyarakatnya menggunakan lahan sebagai

Titik 4 7°36'23.15"S 109°42'42.58"E tempat pertanian dan perkebunan. Daerah


pemetaan dapat diakses dengan menggunakan
kendaraan bermotor, berjalan kaki, maupun dengan menggunakan angkot.

Gambar 1.1 Lokasi Pemetaan melalui Google Earth

1.2 Tujuan Pemetaan Geologi


Tujuan dari kegiatan pemetaan adalah untuk mengimplementasikan pengetahuan
geologi yang telah diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung data geologi di
lapangan. Data pengamatan di lapangan kemudian akan tertuang dalam sebuah peta yang
nantinya berguna untuk mengetahui tatanan geologi daerah pengamatan.
BAB II
GEOLOGI REGIONAL

2.1 Fisiografi Regional


Berdasarkan Van Bemmelen (1949) daerah Jawa Tengah terbagi menjadi empat zona
fisiografi yaitu: Dataran Pantai Selatan, Pegunungan Serayu Selatan, Pegunungan Serayu
Utara, dan Dataran Pantai Utara. Daerah Karangsambung sendiri termasuk kedalam Zona
Pegunungan Serayu Selatan dan merupakan bagian dari Cekungan Jawa Tengah bagian selatan
yang diklasifikasikan sebagai cekungan depan busur yang dibatasi oleh tinggian Gabon dan
Karangbolong di bagian Barat, Tinggian Progo dibagian Timur serta Antiklinorium Bogor
dibagian Utara.

Lokasi pemetaan

Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Tengah-Jawa Timur (Van Bemmelen, 1949)


2.2 Stratigrafi

Gambar 2.2 Kolom stratigrafi daerah Karangsambung (modifikasi Harsolumakso et al., 1996
dari Asikin et al., 1992)
Stratigrafi daerah Karangsambung terdiri dari (berurutan dari tua ke muda) Kompleks
Melange Luk Ulo, Formasi Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi Waturanda, Formasi
Penosogan, Formasi Halang dan Aluvial.

1. Kompleks Melange Luk Ulo


Kompleks Melange Luk Ulo ini terbentuk akibat subduksi purba lempeng Indo-
Australia yang bergerak menujam di bawah lempeng benua Asia pada zamanPra-
Tersier. Fragmen-fragmen pada Kompleks Melange Luk Ulo dapat dibedakanmenjadi
dua macam yaitu native blocks dan exotic block. Native block biasanya berupa
greywacke dan exotic block berupa rijang, sekis, gamping merah, amfibolit, gabbro,
peridotit, serta dasit.
Satuan Kompleks Melange Luk Ulo terbagi menjadi dua satuan yaituSatuan
Seboro dan Satuan Jatisamit. Pada Satuan Seboro lebih didominasi olehbongkah-
bongkah asing dibandingkan dengan masadasar sedangkan pada Satuan Jatisamit lebih
didominasi oleh masadasar dibandingkan dengan bongkah-bongkah asing.
2. Formasi Karangsambung
Formasi Karangsambung diendapkan diatas Satuan Kompleks Melange Luk
Ulo secara tidak selaras. Formasi Karangsambung terdiri dari batulempung serpihan,
berwarna hitam, berselingan dengan pasir, berstruktur scaly (sisik ikan) di beberapa
bagian, memperlihatkan perlapisan yang baik, terdapat fragmen-fragmen berupa
batugamping dan konglomerat polimik. Formasi ini diendapkan sebagai olistostrom,
berumur Eosen Tengah hingga Eosen Akhir. Istilah dari blok-blok ini disebut dengan
olistolit yaitu blok-blok yang dihasilkan dari pencampuran sedimenter.
3. Formasi Totogan
Formasi Totogan merupakan formasi yang diendapkan secara selarasdiatas
Formasi Karangsambung. Formasi ini terdiri dari batulempung berwarna kelabu,
berselingan dengan batulempung merah dengan fragmen-fragmen berupa batulempung,
batugamping, lava basalt dan sekis. Formasi Totogan memiliki umur Oligosen-Miosene
Awal. Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan merupakan endapan olisostrom,
yaitu percampuran dari proses sedimentasi pelongsoran akibat gaya berat, pada suatu
cekungan yang aktif secara tektonik.
4. Formasi Waturanda
Formasi Waturanda diendapkan selaras di atas Formasi Totogan.Formasi ini
terdiri dari perselingan antara breksi dan batupasir volkanik dengan basalt dan andesit
sebagai fragmennya. Formasi Waturanda memiliki umuradalah Miosen Awal hingga
Miosen Tengah. Formasi ini diendapkan secara gravity mass flow atau turbidit.
5. Formasi Penosogan
Formasi Penosogan Formasi ini diendapkan secara selaras di atasFormasi
Waturanda. Formasi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, bagian bawah dicirikan oleh
perlapisan batupasir dan batulempung, bagian tengah terdiri dariperlapisan napal dan
batulanau tufan dengan sisipan tipis kalkarenit, sedangkan bagian atas lebih bersifat
gampingan, berukuran lebih halus terdiri dari napal tufandan tuf. Struktur sedimen
berupa perlapisan bersusun, laminasi sejajar, konvolut,laminasi bersilang, dan flute /
groove cast berkembang baik terutama padakalkarenit. Formasi Penosogan berumur
Miosen Tengah
6. Formasi Halang
Formasi Halang memiliki umur Miosen Atas-Pliosen dan diendapkanselaras di
atas Formasi Penosogan. Bagian bawah didominasi oleh breksi, dengan sisipan
batupasir dan napal. Ke arah atas, sisipan batupasir, perselingan-perselingan napal dan
batulempung semakin banyak dengan sisipan tuf makin dominan.
7. Endapan Aluvial
Endapan aluvial merupakan yang paling muda. Endapan ini memiliki umur
Holosen dan pembentukannya terus berlangsung hingga sekarang.

2.3 Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi

2.3.1 Kerangka Tektonik

Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari melalui pola-pola struktur


geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola
yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan
basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang
berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu
arah Timurlaut – Baratdaya (NE-SW) yang disebut Pola Meratus, arah Utara – Selatan (N-
S) atau Pola Sunda dan arah Timur – Barat (E-W) atau Pola Jawa.

Perubahan jalur penunjaman berumur Kapur yang berarah Timurlaut – Baratdaya


(NE-SW) menjadi relatif Timur – Barat (E-W) sejak Kala Oligosen sampai sekarang
telahmenghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat rumit dan
mengundangpertanyaan tentang mekanisme perubahan tersebut. Kerumitan tersebut dapat
terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya berdasarkan Sujanto dan
Sumantri, 1977 (Gambar 2.3.1)

Gambar 2.3.1 Tatanan tektonik Pulau Jawa (Sujanto dan Sumantri 1977)
2.3.2 Struktur Geologi
Secara regional, proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi
oleh subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda. Selama zaman
Tersier di Pulau Jawa telah terjadi tiga periode tektonik yang telah membentuk lipatan
dan zona-zona sesar yang umumnya mencerminkan gaya kompresi regional berarah
Utara-Selatan (Van Bemmelen, 1949). Ketiga periode tektonik tersebut adalah Periode
Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen), Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen),
dan Tektonik Holosen.

Pada daerah Karangsambung, struktur geologi yang dapat dijumpai berupa lipatan,
sesar, dan kekar pada batuan berumur tersier awal hingga tersier akhir. Secara umum
lipatan pada daerah Karangsambung memiliki arah barat-timur dan ada sebagian yang
berarah timurlaut-baratdaya. Sesar yang dapat dijumpai pada daerah Karangsambung,
berupa sesar naik, sesar geser sejajar jurus, dan sesar normal. Kekar dapat dijumpai pada
batuan berumur tersier dengan arah yang tidak teratur.
BAB III
METODE PEMETAAN GEOLOGI

3.1 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam pemetaan geologi ini terbagi atas beberapa tahap dan
dilakukan secara jarak jauh atau bukan merupakan teknik observasi langsung (tidak terjun ke
lapangan).

3.1.1 Tahap Pendahuluan


3.1.1.1 Persiapan Literatur
Tahap ini merupakan awal dari penelitian sebelum melakukan
pengamatan di lapangan. Tahapan ini berupa studi literatur baik mengenai
daerah penelitian yang dibahas oleh peneliti-peneliti terdahulu, buku-buku
materi kuliah, atau laporan ilmiah yang menyangkut dengan topik bahasan
penelitian maupun penyusunan proposal

3.1.2 Tahap Pengolahan Data


Tahap ini bertujuan untuk mengambil dan mengumpulkan data geologi yang
dibutuhkan dengan melakukan analisis. Pengambilan di lakukan pada daerah penelitian
yang telah ditentukan yaitu daerah Karangsambung dan sekitarnya. Tahap ini meliputi
beberapa kegiatan seperti observasi geologi, singkapan, pengambilan sampel,
dokumentasi.

3.1.3 Tahap Pengolahan Data

Tahap ini merupakan tahap analisis data yang diperoleh dilapangan, kemudian
diolah untukmenghasilkan peta lintasan, peta geomorfologi, dan peta geologi daerah
penelitian.

3.1.4 Tahap Penyusunan Laporan

Tahap ini merupakan tahap akhir dari rangkaian tahapan penelitian yang telah
dilakukan.Seluruh data yang ada digabungkan dan diolah lebih lanjut untuk
diintepretasikan dalam suatulaporan sintesis geologi.
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen. R.W.Van., 1949, The Geology Of Indonesia, Vol.IA, Government Printing
Office, The Haque, Belanda
Harsolumakso, A., and Noeradi D., (1996). Deformasi pada Formasi Karangsambung, di
daerah Luk Ulo, Kebumen, Jawa Tengah. Buletin Geologi, Vol.26, No.1.
Harsolumakso, dkk. 2006. The Luk Ulo-Karangsambung Complex of Central Java; from
Subduction to Collisional Tectonics. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Sujanto, F. X. dan Sumantri, Y. R. 1977. Preliminary Study on the Tertiary Depositional
Patterns of Java. Bulletin of Scientific Contribution, Volume 13, Nomor 3. Desember
2015: 182-191

Anda mungkin juga menyukai