Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

“REFORMASI MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK & NEGARA


DAN PERUNDANG-UNDANGAN”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Publik
Dosen Pengampu:
Siti Sunaidah, S.H.I., S.Pd., M.M

Disusun Oleh:
Kelompok 1
1. Dewi Nur Qori’ah A. M (12403193007)
2. Helda Surtika Sari (12403193011)
3. Arum Indah Lestari (12403193017)
4. Nicke Endarputry Wardany (12403193080)

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.


Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena telah memberikan
berkah kelancaran serta kemurahan-Nya terhadap kami, sehingga dapat menyelesaikan t
ugas untuk membuat makalah mata kuliah Manajemen Keuangan Publik yang berjudul
“Reformasi Manajemen Keuangan Publik & Negara dan Perundang-Undangan” ini den
gan baik dan tepat waktu. Tidak lupa sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahk
an kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih jauh dari kata semp
urna karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu kritik dan s
aran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Kami b
erharap bahwa dengan makalah yang kami susun ini dapat memberikan manfaat dan me
nambah wawasan bagi kami selaku penyusun maupun pembaca sekalian. Aamiin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Tulungagung, 27 Agustus 2021

Penyusun

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................2
A. Latar Belakang......................................................................................2
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................4
1. Reformasi Manajemen Keuangan Publik .............................................4
2. Negara dan Perundang-undangan..........................................................5
3. Peranan Negara......................................................................................21
4. Kewajiban Negara..................................................................................22
5. Hak-hak Negara.....................................................................................23
6. Rumah Tangga Negara........................................................................... 25

BAB III PENUTUP..........................................................................................27


1. Kesimpulan........................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 29

ii
i
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajemen keuangan publik atau dapat disebut dengan manajemen keuangan
pemerintah merupakan kunci penentu dalam negara untuk melakukan pembangunan dan
penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka pembangunan nasional (nation Building) dan
pembangunan bangsa (State Building). Dengan adanya manajemen keuangan publik/pemerin
tah yang baik akan menjamin tercapainya tujuan pembangunan, dan tujuan berbangsa dan ber
negara. 1
Reformasi Keuangan Negara ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan akuntabilitas
dalam pengelolaan keuangan negara yang akuntabel dan transparan yang hasilnya dapat
digunakan untuk kemakmuran rakyat. Reformasi yang terjadi di Indonesia ditandai dengan
terbitnya paket tiga Undang-Undang bidang keuangan negara, yaitu a) UU No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, b) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, c) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.2
Dengan adanya komitmen pemerintah pusat untuk melakukan reformasi keuangan
tersebut, kemudian PATTIRO ( Pusat Telaah dan Informasi Regional) sejak tahun 2003
telah memilih untuk fokus area kerja anggaran daerah. PATTIRO memandang bahwa
perbaikan pelayanan public yang adil dan berkualitas tidak akan tercapai bila tidak didukung
dengan alokasi anggaran yang memadai oleh pemerintah. Salah satu bentuk dukungan yang
diberikan oleh PATTIRO kepada masyarakat adalah pendampingan kelompok masyarakat
dan perempuan agar berdaya dan mampu meengakses anggaran daerah melalui proses
perencanaan dan penganggaran daerah. 3

B. Rumusan Masalah

1
Awan Setiawan, “Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah: Sebuah Tinjauan”, https://www.bappenas.go.id/
files/1413/6508/0206/04awan__20091014132032__2266__0.doc, diakses 28 Agustus 2021
2
Humas PKN, “ Desiminasi Reformasi Pengolahan Keuangan Negara”, http://www.pknstan.ac.id/article/desiminas
i-reformasi-pengelolaan-keuangan-negara , diakses 28 Agustus 2021
3
Admin UMA, “ Reformasi Manajemen Keuangan Publik”, http://map.uma.ac.id/2020/11/reformasi-manajemen-ke
uangan-publik/ , diakses 28 Agustus 2021

2
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain:
1. Bagaimana proses terjadinya reformasi manajemen keuangan public di Indonesia?
2. Apa yang dimaksud dengan peranan negara?
3. Apa saja kewajiban-kewajiban dari sebuah negara?
4. Apa saja hak-hak negara?
5. Apa saja kelompok utama dari subyek-subyek pelaku ekonomi?

C. Tujuan
1. Unutuk mengetahui proses terjadinya Reformasi Manajemen Keuangan Publik di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui maksud dari peran sebuah negara.
3. Untuk mengetahui kewajiban yang harus dilakukan sebuah negara.
4. Untuk mengetahui hak-hak sebuah negara.
5. Untuk mengetahui pelaku dari subyek ekonomi.

BAB 2

3
PEMBAHASAN

A. Reformasi Manajemen Keuangan Publik


Ada 3 permasalahan yang melatarbelakangi penulisan buku ini. Yang pertama,
krisis nasional yang dihadapi yang dihadapi bangsa Indonesia dipenghujung abad ini,
tidak terlepas dari kegagalan mengembangkan sistem penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip " Good Governance dan Sound
Governance’ ( Farazmand, 2004).
Prinsip Good Governance meliputi: accountability, democratic, responsibility, dan
rule of the law. Sedangkan untuk prinsip Sound Governance meliputi: process, structure,
cognition and values, constitution, organization and institution, management and
performance, policy, sector, internasional/globalization forces and ethics, accountability
and transparency.
Kedua, era reformasi di Indonesia yang ditandai dengan munculnya berbagai
tuntutan masyarakat yang menghendaki adanya penyelenggaraan pemerintahan ysng
transparan dan akuntabel. Hal ini menuntut kualitas kinerja birokrasi pemerintahan yang
didalamnya mencakup aspek pertanggungjawaban. Hal demikian diwujudkan dalam UU
No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme, yang telah menegaskan tekat bangsa ini untuk senantiasa
bersungguh-sungguh mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
yang berdasarkan prinsip good governance dan sound governance .
Ketiga, semangat reformasi juga berdampak terhadap manajmen keuangan public/
pemerintah. Dengan diterbitkannya UU No.17 tahun 2004 tentang Keuangan Negara,UU
RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU RI Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU RI Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU RI
Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Berdasarkan ke lima
undang-undang tersebut yang mengatur secara mendasar dan komprehensif tentang
pengelolaan keuangan public. 4
B. Negara dan Perundang – Undangan

4
Tjahjanulin Domai, “ Manajemen Keuangan Publik “ , ( UB Press : Malang, 2010), hal. 1-2

4
Pemikiran dasar tentang manajemen keuangan publik ini, Diawali dengan pemahaman
tentang "Negara dan Perundang-undangan".

Setiap kehidupan individu, kelompok, ataupun masyarakat tidak terpisah dari pengaturan
yang dilakukan oleh negara. Falola (1994) berpendapat "tidak ada orang tanpa negara jika
mendifinisikan negara sebagai pemerintah berdaulat dengan batasan jelas". Tidak ada orang yang
hidup tanpa otoritas yang melindungi lahan, ritual, dan konflik. Relevan dengan pendapat
tersebut, Chazran, et al., (1999) mendifinisikan negara sebagai "serangkaian assosiasi dan agensi
yang mengontrol kedudukan dan populasi, karakter dan kapasitas negara ditentukan oleh pola
organisasi dari institusi dalam kurun waktu tertentu". 5

Studi negara pada umumnya mengungkapkan bahwa negara adalah sebuah sistem
pemerintahan yang tidak hanya mengklaim otoritas, tapi wajib menindaklanjuti visi
pembangunan rakyat untuk kebaikan semua warganya. Karena itu negara tidak boleh diturunkan
derajatnya hanya sebagai alat bagi elit untuk kepentingan dirinya sendiri, melainkan sebagai alat
untuk mayoritas rakyat dalam mengatur dan mengurus kehidupannya.

Peran negara dalam mengatur dan mengurus kehidupan masyarakat dilakukan oleh
pemerintah yang berdaulat, adalah sebuah tipe pemerintahan yang berusaha mengkonsentrasikan
kekuasaannya secara terpusat. Kenyataannya seperti dikatakan Ademolekun (1999), sebagian
besar negara modern, termasuk negara kesatuan, menggabungkan fitus desentralisasi dan
sentralisasi. Ini berarti bahwa kadar pemerintah negara kesatuan meresentralisasikan
kekuasaannya bisa beragam antara negara, bila memperhatikan realita historis, politik dan kultur.

Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, Negara Indonesia
ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang undang Dasar, dan Negara Indonesia adalah negara hukum.

Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-


undang Dasar. Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana mestinya. Presiden harus bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
dalam hal pembuatan undang-undang termasuk juga dalam penyusunan/ penetapan Anggaran

5
Tjahjanulin Domai, “ Manajemen Keuangan Publik “ , ( UB Press : Malang, 2010), hal. 2-3

5
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Pewakilan
Rakyat.

Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan


menyelenggarakan pemerintah akan negara berdasarkan konstitusi, sistem manajemen keuangan
publik harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-undang Dasar 1945 Bab
VIII tentang Keuangan Negara, antara lain disebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja
negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan ketentuan mengenai pajak serta
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara serta macam dan harga mata uang
ditetapkan dengan undang-undang. (Darise, 2006).

Hal lain mengenai keuangan negara sesuai dengan amanat pasal 23C diatur dengan
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam undang-undang
tersebut diatur tentang pengertian dan ruang lingkungan keuangan negara, kedudukan presiden
sebagai pemegang kekuasaan pemegang keuangan negara, pendelegasian presiden kepada
menteri keuangan dan menteri, pemimpin lembaga, susunan anggaran pendapatan dan belanja
negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah, ketentuan mengenai penyusunan dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah
pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing. pengaturan hubungan
keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahan daerah dan perusahaan swasta,
dan badan pengelola dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian
laporan pertanggung jawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan
anggaran pendapatan belanja daerah.

Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara


menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan
keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dengan Undang-undang
Dasar Republik Indonesia tahun 1945 perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Undang-undang perbendaharaan negara Nomor 1 tahun 2004 dimaksudkan untuk


memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam undang-undang
perbendaharaan negara ini ditetapkan bahwa perbendaharaan negara adalah pengelolaan dan

6
pertanggung jawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang
ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan belanja
daerah. Sesuai dengan pengertian tersebut dalam undang-undang perbendaharaan negara ini di
atas ruang lingkup dan asas umum perbendarahaan negara, kewenangan pejabat perbendaharaan
negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah pengelolaan uang negara/daerah,
pengelolaan piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik
negara/daerah, penatausahaan dan pertanggung jawaban anggaran pendapatan dan belanja
negara/daerah, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian negara/daerah, serta
pengelolaan keuangan badan layanan umum.

Sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undang-
undang Perbendaharaan Negara ini menganut asas kesatuan, asas universalitas, asas tahunan, dan
asas spesialitas. Asas kesatuan menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara/ daerah
disajikan dalam suatu dokumen anggaran. Asas universalitas mengharuskan agar setiap transaksi
keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. Asas tahunan membatasi masa
berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. Asas spesialitas mewajibkan agar kredit
anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya. Demikian pula undang-undang
perbendaharaan negara ini memuat ketentuan yang mendorong profesionalitas, serta menjamin
keterbukaan dan akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran.

Ketentuan yang diatur dalam undang-undang perbendarahaan negara ini dimaksudkan


pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kepada daerah telah diberikan
kewenangan yang luas, demikian pula dasar yang diperlukan untuk menyelenggarakan
kewenangan ini. Agar kewenangan dan dana tersebut dapat digunakan dengan sebaik baiknya
untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, diperlukan kaidah-kaidah sebagai rambu-
rambu dalam pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena. itu Undang-undang Perbendaharaan
Negara ini selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan Keuangan
Negara pada tingkat pemerintahan pusat, berfungsi pula untuk memperkokoh landasan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

7
Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan
pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia,
sementara setiap menteri/pimpinan lembaga nada hakikatnya adalah Chief Operational Officer
(COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian
Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara
nasional, sementara kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Konsekuensi
pembagian tugas antara Menteri Keuangan dan para menteri lainnya tercermin dalam
pelaksanaan anggaran. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya
saling-uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan
secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan
kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian
negara/lembaga, sementara penyelenggaraan kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada
Kementerian Keuangan. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau
tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara,
melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian
negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan
pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.

Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya
yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya
berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran
penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir,
pengawas keuangan, dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada
aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan
atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian
teknis atau postaudit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian,
dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses
pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan
administratif (ordonnateur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptable). Penerapan pola

8
pemisahan kewenangan tersebut, yang merupakan salah satu kaidah yang baik dalam
pengelolaan keuangan negara, telah mengalami "deformasi" sehingga menjadi kurang efektif
untuk mencegah dan atau meminimalkan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan
penerimaan dan pengeluaran negara. Oleh karena itu, penerapan pola pemisahan tersebut harus
dilakukan secara konsisten.

Penerapan kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan pemerintahan. Sejalan


dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara, dirasakan pula semakin
pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah
yang terbatas secara efisien. Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi, terutama, perencanaan kas
yang baik, pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian
sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash)
untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan. Upaya untuk menerapkan prinsip-
prinsip pengelolaan keuangan yang selama ini lebih banyak dilaksanakan di dunia usaha dalam
pengelolaan keuangan pemerintah, tidaklah dimaksudkan untuk menyamakan pengelolaan
keuangan sektor pemerintah dengan pengelolaan keuangan sektor swasta. Pada hakikatnya,
negara adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya yang demikian, negara tunduk pada
tatanan hukum publik. Melalui kegiatan berbagai lembaga pemerintah, negara berusaha
memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat (welfare state). Namun, pengelolaan keuangan
sektor publik yang dilakukan selama ini dengan menggunakan pendekatan superioritas negara
telah membuat aparatur pemerintah yang bergerak dalam kegiatan pengelolaan keuangan sektor
publik tidak lagi dianggap berada dalam kelompok profesi manajemen oleh para profesional.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pelurusan kembali pengelolaan keuangan pemerintah dengan
menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) yang sesuai dengan
lingkungan pemerintahan.

Dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini juga diatur prinsip-prinsip yang


berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan
pengelolaan, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang
selama ini belum mendapat perhatian yang memadai. Dalam rangka pengelolaan uang
negara/daerah, dalam Undang undang Perbendaharaan Negara ini ditegaskan kewenangan
Menteri Keuangan untuk mengatur dan menyelenggarakan rekening pemerintah, menyimpan

9
uang negara dalam rekening kas umum negara pada bank, sentral, serta ketentuan yang
mengharuskan dilakukannya optimalisasi pemanfaatan dana pemerintah. Untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan piutang negara/daerah, diatur kewenangan
penyelesaian piutang negara dan daerah. Sementara itu, dalam rangka pelaksanaan pembiayaan
ditetapkan pejabat yang diberi kuasa untuk mengadakan utang negara/daerah. Demikian pula,
dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan investasi dan barang milik
negara/daerah dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini diatur pula ketentuan yang
berkaitan dengan pelaksanaan investasi serta kewenangan mengelola dan menggunakan barang
milik negara/daerah.

Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara,


laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan
disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan. Sehubungan dengan itu, dengan perlu
ditetapkan ketentuan yang mengatur mengenai hal-hal tersebut agar Laporan keuangan
pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi. Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai
dengan standar akuntansi keuangan pemerintahan, yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran
(LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas disertai dengan catatan atas laporan keuangan. ditetapkan
ketentuan yang mengatur mengenai hal-hal tersebut agar: Laporan keuangan pemerintah
dihasilkan melalui proses akuntansi.

Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan


pemerintahan, yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus
Kas disertai dengan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan
standar pertanggung jawaban setiap entitas pelaporan yang meliputi laporan keuangan.
pemerintah pusat, laporan keuangan kementerian negara/lembaga, dan laporan keuangan
pemerintah daerah. Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun
anggaran yang bersangkutan berakhir. Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga
pemeriksa ekstern yang independen dan profesional sebelum disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.

Laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistik keuangan yang mengacu


kepada manual statistik Keuangan Pemerintah (Government Finance Statistics/GFS) sehingga

10
dapat memenuhi kebutuhan analisis kebijakan dan kondisi fiskal, pengelolaan dan analisis
perbandingan antar negara (cross country studies), kegiatan pemerintahan, dan penyajian statistik
keuangan pemerintah. Pada saat ini laporan keuangan pemerintah dirasakan masih kurang
transparan dan akuntabel karena belum sepenuhnya disusun mengikuti standar akuntansi
pemerintahan yang sejalan dengan standar akuntansi sektor publik yang diterima secara
international. Standar akuntansi pemerintahan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 32
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjadi acuan bagi
Pemerintah Pusat dan seluruh Pemerintah daerah di dalam menyusun dan menyajikan laporan
Keuangan. Standar akuntansi pemerintah dan disusun oleh suatu Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan yang independen yang terdiri dari para profesional. Agar komite dimaksud
terjamin independensinya, komite harus dibentuk dengan, suatu keputusan Presiden dan harus
bekerja. berdasarkan suatu due process. Selain itu, usul standar yang disusun oleh komite perlu
mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Bahan pertimbangan dari Badan
Pemeriksa Keuangan digunakan sebagai dasar untuk penyempurnaan. Hasil penyempurnaan
tersebut diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, dan selanjutnya usul standar yang
telah disempurnakan tersebut diajukan oleh Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam peraturan
pemerintah. Agar informasi yang disampikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat
memenuhi prinsip transparasi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SAP) yang dilaksanakan
oleh Kementrian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh
kementrian negara/lembaga.

Selain itu, perlu diatur agar laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah dapat
disampaikan tepat waktu kepada DPR/DPRD. Mengingat bahwa laporan keuangan pemerintah
terlebih dahulu harus diaduit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum disampaikan
kepada DPR/DPRD, BPK memegang peran yang sangat penting dalam upaya percepatan
penyampaian laporan keuangan pemerintah tersebut kepada DPR/DPRD. Hal tersebut sejalan
dengan penjelasan Pasal 30 dan Pasal 31 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara yang menerapkan bahwa audit atas Laporan Keuangan Pemerintah harus
diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Laporan Keuangan tersebut diterima oleh
BPK dari Pemerintah. Selama ini, menurut Pasal 70 ICW, BPK diberikan batas waktu 4 (empat)
bulan untuk menyesuaikan tugas tersebut.

11
Untuk menghindari terjadinya kerugian keuangan negara/daerah akibat tindakan
melanggar hukum atau kelalaian seseorang, dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini
diatur ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara/daerah. Oleh karena itu, dalam Undang
undang Perbendaharaan Negara ditegaskan bahwa setiap kerugian negara/ daerah. Oleh karena
itu, dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara. ini ditegaskan bahwa setiap kerugian
negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus
diganti oleh pihak yang bersalah. Dengan penyelesaian kerugian tersebut negara/ daerah dapat
dipulihkan dari kerugian yang telah terjadi. Sehubungan dengan itu, setiap pimpinan kementerian
negara/ lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah wajib segera melakukan tuntutan ganti
rugi setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat
daerah yang bersangkutan terjadi kerugian. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap
bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan pengenaan ganti kerugian
negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat
lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi
administratif dan/atau sanksi pidana apabila terbukti melakukan pelanggan administratif dan/atau
pidana.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dibentuk Badan


Layanan Umum yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara
yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan
kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan. Berkenaan dengan itu, rencana kerja dan
anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan
kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum dilakukan oleh Menteri Keuangan,


sedangkan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang
pemerintahan yang bersangkutan.

12
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. yang merupakan
landasan konstitusional penyelenggaraan negara, dalam waktu relatif singkat (1999-2002), telah
mengalami 4 (empat) kali perubahan. Dengan berlakunya amandemen Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan
pembangunan, yaitu:

1. Penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan


Belanja Negara (APBN);
2. Ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan
rencana pembangunan Nasional; dan
3. Diperkuatnya Otonomi Daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

GBHN yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Republik Indonesia (MPR
RI) berfungsi sebagai landasan perencanaan pembangunan Nasional sebagaimana telah
dilaksanakan dalam praktik ketatanegaraan selama ini. Ketetapan MPR RI ini menjadi landasan
hukum bagi Presiden untuk dijabarkan dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan
dengan memperhatikan secara sungguh sungguh saran Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI), yang selanjutnya pemerintah bersama DPR RI menyusun APBN.

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur
bahwa Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. dan tidak adanya GBHN sebagai pedoman
Presiden untuk menyusun rencana pembangunan maka dibutuhkan pengaturan lebih lanjut bagi
proses perencanaan pembangunan Nasional. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah, penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan
dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah.
Pemberian kewenangan yang luas kepada Daerah memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk
lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan Nasional,
Pembangunan Daerah maupun pembangunan antar daerah. Berdasarkan pertimbangan di atas,
perlu dibentuk undang-undang yang mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 mencakup landasan hukum di bidang

13
perencanaan pembangunan, baik oleh Pemerintah Pusat maupun pemerintah Daerah. Dalam
undang-undang ini ditetapkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam
jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara
pemerintahan di pusat dan Daerah dengan me libatkan masyarakat.

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam undang-undang ini mencakup lima


pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan, yaitu:

1. Politik,
2. Teknokratik,
3. Partisipatif,
4. Atas-bawah (top-down), dan
5. Bawah-atas (bottom-up).

Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala Daerah adalah proses


penyusunan rencana karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-
program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Presiden/Kepala Daerah. Oleh
karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang
ditawarkan Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka
menengah.

Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan


kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk
itu. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk
mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Sedangkan pendekatan atas-bawah dan
bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil
proses atas-bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan, baik di
tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa.

Perencanaan pembangunan terdiri dari empat (4) tahapan, yakni:

1. Penyusunan rencana;
2. Penetapan rencana;

14
3. Pengendalian pelaksanaan rencana; dan
4. Evaluasi pelaksanaan rencana.

Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk


satu siklus perencanaan yang utuh. Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan
rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah.
Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pemba ngunan yang bersifat teknokratik,
menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan
rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah
disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan
rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui
musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan
rancangan akhir rencana pembangunan.

Tahap berikutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat
semua pihak untuk melaksanakannya. Menurut undang-undang ini, rencana pembangunan
jangka panjang Nasional/ Daerah ditetapkan sebagai Undang-Undang/Peraturan Daerah, rencana
pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala
Daerah, dan rencana pembangunan tahunan Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan
Presiden/Kepala Daerah.

Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin


tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-
kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan
Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya, Menteri/Kepala Bappeda
menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari
masing-masing pimpinan Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan
tugas dan kewenangannya.

Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan


yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai
pencapaian sasaran, tujuan, dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan
indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator

15
dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat
(benefit), dan dampak (impact). Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap
Kementerian/Lembaga, baik Pusat maupun Daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi
kinerja pembangunan yang merupakan dan/atau terkait dengan fungsi dan tanggung jawabnya.
Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, Kementerian/Lembaga, baik Pusat
maupun Daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin
keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah
rencana. Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara perlu dilakukan
pemeriksaan oleh satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah
ditetapkan dalam Pasal 23E Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,
sampai saat ini, BPK masih berpedoman kepada Instructie en Verdere Berpalingen voor de
Algemene Rekenkamer atau IAR (Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Staatsblad 1933 Nomor 320).

Sampai saat ini BPK, yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang
Badan Pemeriksa Keuangan, masih belum memiliki landasan operasional yang memadai dalam
pelaksanaan tugasnya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
selain berpedoman pada JAR, dalam pelaksanaan pemeriksaan BPK juga berpedoman pada
Indische Comptabiliteitswet atau ICW (Staatsblad 1925 Nomor 448 Jo. Lembaran Negara 1968
Nomor 53).

Agar BPK dapat mewujudkan fungsinya secara efektif, dalam Undang undang ini diatur
hal-hal pokok yang berkaitan dengan' pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara sebagai berikut:

1. Pengertian pemeriksaan dan pemeriksa;


2. Lingkup pemeriksaan;
3. Standar pemeriksaan;
4. Kebebasan dan kemandirian dalam pelaksanaan pemeriksaan;

16
5. Akses pemeriksa terhadap informasi;
6. Kewenangan untuk mengevaluasi pengendalian intern;
7. Hasil pemeriksaan dan tindak lanjut;
8. Pengenaan ganti kerugian negara;

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur
keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara.

Sehubungan dengan itu, kepada BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis
pemeriksaan, yakni:

1. Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka
memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan pemerintah.
2. Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta
pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen
oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan
kinerja. pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk
mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun
untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan
keuangan negara/ daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi
sasarannya secara efektif.
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan
khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam
pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan
dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana
dimaksudkan di atas didasarkan pada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud
disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara

17
internasional. Sebelum standar dimaksud ditetapkan, BPK perlu mengkonsultasikannya
dengan pihak pemerintah serta dengan organisasi profesi di bidang pemeriksaan.

BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup
kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang obyeknya
telah diatur tersendiri dalam undang-undang, atau pemeriksaan berdasarkan permintaan khusus
dari lembaga perwakilan.

Untuk mewujudkan perencanaan yang komprehensif, BPK dapat memanfaatkan hasil


pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, memperhatikan masukan dari pihak lembaga
perwakilan, serta informasi dari berbagai pihak. Sementara itu kebebasan dalam
penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi kebebasan dalam penentuan waktu
pelaksanaan dan metode pemeriksaan termasuk metode pemeriksaan yang bersifat investigatif.
Selain itu, kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaan
sumber daya manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.

BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern
pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan.yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan
difokuskan pada bidang-bidang yang secara potensial berdampak pada kewajaran laporan
keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Untuk itu, aparat
pengawasan intern pemerintah wajib menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada BPK. BPK
diberi kewenangan untuk mendapatkan data, dokumen, dan keterangan dari pihak yang
diperiksa, kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam pengurusan
pejabat instansi yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan uang,
barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada saat pemeriksaan berlangsung.
Hasil setiap pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK disusun dan disajikan dalam laporan hasil
pemeriksaan (LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai. Pemeriksaan keuangan akan
menghasilkan opini. Pemeriksaan kinerja akan menghasilkan temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi, sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan, kesimpulan.
Setiap laporan basil pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan
kewenangannya ditindaklanjuti, antara lain dengan membahasnya bersama pihak terkait.

18
Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan, laporan hasil pemeriksaan juga
disampaikan oleh BPK kepada pemerintah. Dalam hal laporan hasil pemeriksaan keuangan, hasil
pemeriksaan BPK digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang
diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements)
memuat koreksi dimaksud, sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD. Pemerintah diberi
kesempatan untuk menanggapi temuan dan kesimpulan yang dikemukakan dalam laporan hasil
pemeriksaan. Tanggapan dimaksud disertakan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK yang
disampaikan kepada DPR/DPRD. Apabila pemeriksa menemukan unsur pidana, Undang-undang
ini mewajibkan BPK melaporkannya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

BPK diharuskan menyusun ikhtisar basil pemeriksaan yang dilakukan selama 1 (satu)
semester. Ikhtisar dimaksud disampaikan kepada DPR/ DPD/DPRD sesuai dengan
kewenangannya, dan kepada Presiden serta gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan agar
memperoleh informal secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan. Dalam rangka transparansi
dan peningkatan partisipasi publik, Undang-undang ini menetapkan bahwa setiap laporan hasil
pemeriksaan yang sudah disampaikan kepada lembaga perwakilan dinyatakan terbuka untuk
umum. Dengan demikian, masyarakat dapat memperoleh kesempatan untuk mengetahui hasil
pemeriksaan, antara lain melalui publikasi dan situs web BPK.

Undang-undang ini mengamanatkan pemerintah untuk menindaklanjuti rekomendasi


BPK. Sehubungan dengan itu, BPK perlu memantau dan menginformasikan hasil pemantauan
atas tindak lanjut tersebut kepada DPR/DPD/DPRD.

Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 62 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang ini mengatur lebih lanjut tentang pengenaan
ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara. BPK menerbitkan surat keputusan penetapan
batas waktu pertangggung jawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah
mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan
negara/daerah. Bendahara tersebut dapat mengajukan keberatan terhadap putusan BPK.
Pengaturan tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah ini ditetapkan oleh BPK setelah
berkonsultasi dengan pemerintah.

19
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami
perubahan yang mendasar diantaranya Pasal 23 ayat (5) mengenai kedudukan dan tugas Badan
Pemeriksa Keuangan. Para Pembentuk Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
menyadari bahwa pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Pemerintah tentang keuangan
negara merupakan kewajiban yang begat, sehingga perlu dibentuk suatu Badan Pemeriksa
Keuangan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah. Tuntutan reformasi telah
menghendaki terwujudnya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN) menuju tata pemerintahan yang baik, mengharuskan perubahan peraturan
perundang-undangan dan kelembagaan negara.

Perubahan. Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


merupakan salah satu reformasi atas ketentuan Pasal 23 ayat (5) tentang Badan Pemeriksa
Keuangan telah memperkokoh keberadaan dan kedudukan BPK yaitu sebagai satu lembaga
negara yang bebas dan mandiri. Kedudukan BPK sebagai lembaga negara pemeriksa keuangan
negara perlu dimantapkan disertai dengan memperkuat peran dan kinerjanya. Kemandirian dan
kebebasan dari ketergantungan kepada Pemerintah dalam hal kelembagaan, pemeriksaan, dan
pelaporan sangat diperlukan oleh BPK agar dapat melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemerintahan
negara di pusat dan di daerah telah mengalami perubahan antara lain penyelenggaraan otonomi
daerah yang disertai penyerahan sebagian besar urusan Pemerintah Pusat kepada Daerah. Selain
itu sebagai pelaksanaan Pasal 23C, Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara yang menggantikan sebagian besar ketentuan-ketentuan
Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia (Indische Comptabiliteitswet/ICW Stbl. 1925 No.
448) dan Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR Stbl. 1933 No.
320).6

Berdasarkan perubahan-perubahan konstitusi, penyelenggaraan pemerintahan di pusat


dan daerah, peraturan perundang-undangan dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat,

6
Ibid, hal. 4-19

20
ketentuan dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
tidak memadai lagi, sehingga perlu dicabut:

1. Pencabutan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 diharapkan mampu


mengakomodasikan dan mendukung perubahan-perubahan meliputi kedudukan, tugas,
kewajiban, dan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dan menggantikan ketentuan-
ketentuan dalam Indische Comptabiliteitswet (ICW), Instructie en verdere bepalingen
voor de Algemene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320, dan peraturan perundang-
undangan lainnya.
2. Untuk menjamin mutu pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara,
sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang
menjadi anggota organisasi badan pemeriksa keuangan sedunia yang ditunjuk oleh BPK
atas pertimbangan DPR.
3. Guna menjamin peningkatan peran dan kinerja Badan Pemeriksa Keuangan sebagai
lembaga yang bebas dan mandiri serta memiliki profesionalisme, selain pemilihan
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden,
juga didukung oleh kemandirian pemeriksaan dan pelaporan.
4. Sejalan dengan perubahan penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat dan daerah,
maka terjadi peningkatan pengelolaan tanggung jawab tentang keuangan negara. Badan
Pemeriksa Keuangan sebagai satu lembaga negara pemeriksa keuangan Negara memiliki
perwakilan di setiap provinsi.

Dengan meningkatnya ruang lingkup pekerjaan, maka jumlah Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan ditetapkan menjadi 9 (sembilan) orang. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan disahkan pada tanggal 30 Oktober 2006.

A. Peranan Negara
Peran dikenal sebagai terjemahan dari bahasa Inggris “role” tentang terminology “perana
n” antara lain kita dapat temui penggunaannya dalam pengertian berikut
a. figure atau tokoh

21
b. keaktifan atau pertisipasi
c. kedudukan atau posisi
d. role atau peranan diartikan juga sebagai kesatuan rangkaian sikap, tingkah laku, cara-cara berti
ndak, yang diharapkan dari sekarang dalam suatu kedudukan jabatan atau fungsi tertentu.
Jadi jelas pengertian terakhir ini berkaitan dengan pengertian peranan sebagai kedudukan
di atas. Dan dalam pengertian sebagai kesatuan rangkaian sikap, tingkah laku, cara bertindak yan
g diharapkan dari Negara / Pemerintah tertentu itulah yang terutama dimaksudkan dengan istilah
“Peranan” dengan demikian peranan Pemerintah / Negara adalah sebagai stabilisator, dinamisato
r, agent of change agent of innovation dan agent of development dalam pembangunan. 7Peran Ne
gara merupakan peran positif yang bermoral dengan selalu menjaga keseimbangan yang dinamis
untuk merealisasikan kesejahteraan masyarakat.8

B. Kewajiban Negara
Kewajiban -kewajiban Pemerintah / negara dimaksudkan untuk memperbaiki taraf hidup
rakyat secara keseluruhan, supaya lebih baik dari sebelumnya. Adapun kewajiban tersebut tercer
min dalam:
i. Kewajiban menyelenggarakan tugas-tugas negara demi kepentingan masyarakat
ii. Kewajiban membayar atas hak-hak tagihan yang datang dari pihak ketiga (pemborong/leve
ransir/rekanan)
Adapun kewajiban menyelenggarakan tugas-tugas negara demi kepentingan masyarakat, h
al ini tidak lain dimaksudkan untuk memenuhi dari pada pembukaan UUD 1945. Pelaksanaan da
ri pembukaan UUD 1945 tersebut ditemui dalam pasal 33 dan 34 UUD 1945, adapun kewajiban
pemerintah menurut pasal 33 UUD 1945 tersebut adalah:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha Bersama berdasarkan asas kekeluargaan
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang bany
ak dikuasai oleh negara
3. Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
Selanjutnya dala pasal 34 UUD 1945 disebutkan bahwa: Fakir miskin dan anak-anak yang ditela
ntarkan dipelihara Negara”
7
Tjahjanulin Domai, Manajemen Keuangan Publik, (Malang: UB Press, 2010), hlm: 20
8
Havis Aravik, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Edisi Pertama, (Depok: Kencana, 2017), hlm: 98

22
Dengan melihat isi/magna dari pasal 33 dan 34 UUD 1945 tersebut, maka Pemerintah berkewaji
ban melaksanakan kegiatan-kegiatan atau usaha untuk mencapainya seperti:
i. Melaksanakan pembangunan dibidang komunikasi, transportasi, dan lain-lain.
ii. Pembangunan Gedung-gedung sekolah.
iii. Memberi bantuan kepada usaha-usaha sosial.
iv. Penyiapan pertanian dan sebaginya.
Sedangkan kewajiban Pemerintah membayar atas hak-hak tagihan yang datangnya dari pihak
ketiga maka kewajiban ini harus dilaksanakan berhubung pihak ketiga telkah melaksanakan peke
rjaan-pekerjaan Negara dan menyerahkan kepada negara (Instansi-instansi pemerintah) yang ses
uai dengan perjanjian yang berdasarkan kontrak kerja antara Pemerintah dengan pihak ketiga.9
Beberapa contoh kewajiban negara adalah kewajiban negara menjamin sistem hokum yang a
dil, kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga negara, kewajiban negara untuk mengem
bangkan sistem Pendidikan nasional untuk rakyat, kewajiban negara memberi jaminan sosial, ke
wajiban negara memberi kebebasan beribadah. 10

C. Hak-hak Negara
Hak-hak negara yaitu suatu bentuk usaha pemerintah dalam mengisi kas negara, dimana
dalam pengisian kas negara tersebut nantinya akan digunakan untuk membiayai kepentingan-kep
entingan negara maupun masyarakat. Hak-hak pemerintah dapat dikemukakan sebagai berikut:11
1. Hak Mencetak Uang
Dalam pelaksanaanya di Indonesia, wewenang ini dilakukan oleh Bank Indonesia yang di
cetak oleh Perusahaan Umum pencetakan uang Republik Indonesia sebagai berikut:
a. Bank mempunyai hak tanggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam.
b. Uang yang dimaksudkan pada ayat di atas pasal ini merupakan alat pembayaran yang
sah.
c. Sebelum permulaan tahun anggaran, pemerintah menentukan jumlah maksimum uang
yang berdasarkan pada ayat (1-4) akan beredar dalam tahun yang bersangkutan dan m
encantumkannya dalam mata keuangan.

9
Tjahjanulin Domai, Manajemen …. hlm: 21
10
Bambang Suparno, Ilmu Hukum Tata Negara,(Surabaya: Ubhara Press, 2018), hlm. 49
11
Tjahjanulin Domai, Manajemen Keuangan Publik, (Malang: Tim UB Press, 2010), hlm. 28-29

23
d. Jenis, nilai dan ciri-ciri uang yang dikeluarkan ditentukan oleh Bank, dan kemudian d
iberitahukan kepada umum dengan jelas pengumuman dalam berita negara.
e. Uang yang dikeluarkan oleh Bank dibebaskan dari bea materai.
f. Uang yang masuk lagi kedalam Bank dan dianggap tidak layak lagi untuk diedarkan k
embali, diberi oleh Bank, dan cara pemberian tanda itu diumumkan dengan penempat
an dalam berita negara.
g. Uang yang diberi tanda demikian, tidak berharga lagi dan tidak ditukarkan lagi oleh B
ank jika uang itu karena pencurian atau sebab lain beredar kembali. Dalam pencetaka
n uang ini pemerintah harus meminta pengesahan terlebih dahulu dari seluruh rakyat I
ndonesia melalui DPR.
2. Hak mengadakan pinjaman baik yang berasal dari pinjaman dalam negeri maupun pinjam
an luar negeri.
Pinjaman dalam negeri dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
a. Pinjaman jangka pendek dilakukan dengan cara pemberian pembukuan uang muka ol
eh Bank Indonesia kepada pemerintah sebelum penerimaan negara masuk.
b. Pinjaman jangka pendek dilaksanakan dengan jalan menerbitkan kertas-kertas berhar
ga (obligasi berjangka dari sepuluh tahun sampai seratus tahun). Penjualan obligasi be
rjangka ini dilakukan oleh seluruh masyarakat dan hasil penjualannya digunakan untu
k membiayai pembangunan.
Sedangkan pinjaman yang berasal dari luar negeri umumnya berbentuk jangka panjang y
ang bentuknya bantuan program dan bantuan proyek.
a. Hak mengadakan pinjaman paksa, hal ini dilakukan oleh pemerintah sehubungan den
gan pemotongan (pengguntingan) uang sebagai hasil pemotongan yang sah.
b. Hak menarik pajak, hak ini dilakukan oleh pemerintah untuk mengisi kas negara, sert
a ketentuan-ketentuan yang menyangkut perpajakan harus berpedoman pada pasal 23
ayat 2 UUD 1945.
c. Hak mengadakan penarikan iuran dan pungutan-pungutan lainnya. Hak ini dilakukan
pemerintah karena telah memberikan jasa kepada individu-individu atau golongan-gol
ongan orang tertentu seperti pungutan atau iuran uang nikah Talak Rujuk, uang retrib
usi, pembayaran legalisasi, izin, visa yang memasuki wilayah Indonesia biaya eksplor
asi dan lain-lainnya.

24
D. Rumah Tangga Negara
Dalam lingkup dunia perekonomian modern saat ini kita melihat bahwa ada empat kelom
pok utama dari subyek-subyek ekonomi yaitu:
 Rumah tangga individu
 Rumah tangga (swasta)
 Rumah tangga negara
 Luar negeri
Masing-masing subyek ekonomi ini memiliki peranan atau kegiatan-kegiatan yang umum
nya bertujuan untuk memenuhi kehendak, keinginan atau memberikan kepuasan bagi anggota-an
ggota dari subyek ekonomi tersebut. Selain itu, salah satu subyek ekonomi yang terbesar yaitu ne
gara (pemerintah) yang memiliki berbagai peranan atau kegiatan seperti:
 Pemeliharaan keamanan dan pertahanan
 Keadilan
 Pekerjaan umum
 Kesejahteraan masyarakat
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya perbedaan dalam cara berpikir antara sub
yek ekonomi negara dan subyek ekonomi rumah tangga, walaupun masing-masing sama me
merlukan adanya pengeluaran untuk membiayai kegiatan-kegiatannya dan harus ada penerim
aan guna menunjang pengeluaran-pengeluaran tersebut. Bagi subyek ekonomi rumah tangga
biasanya pengeluaran bertitik tolak pada besarnya pendapatan (penerimaan) yang ada. Jadi be
sarnya pengeluaran rumah tangga ditentukan oleh besarnya penerimaan rumah tangga tersebu
t.
Sebaliknya, bagi unit ekonomi negara bukan penerimaan yang menentukan pengeluaran, t
etapi pada umumnya justru sebaliknya pengeluaran negara akan mempengaruhi penerimaan n
egara. Disamping itu pula, pengeluaran negara bagi suatu pemerintahan memegang peranan p
enting sebab melalui pengeluaran-pengeluaran negara dapat dibiayai tugas-tugas negara seba
gi unsur penggerak dalam pembangunan (Agent of Development).
Apalagi sekarang ini dalam suasana peningkatan pengeluaran dan penerimaan negara, ten
tu saja memerlukan manajemen yang efisien supaya uang-uang yang dikeluarkan dapat digun
akan untuk membiayai tugas-tugas umum pemerintah dalam rangka membiayai pelayanan pe

25
merintah terhadap masyarakat dan membiayai sasaran-sasaran pembangunan yang dilaksanak
an pemerintah itu sendiri.
Maka untuk mencapai manajemen keuangan negara yang efisien tersebut diperlukan man
ajemen yang sebaik-baiknya dan harus dilakukan dengan rasa tanggung jawab, karena jika pe
ngelolaannya dilakukan kurang tepat atau tidak mengikuti prosedur yang sebenarnya, yaitu d
engan tidak memperhatikan peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka pe
ngeluaran-pengeluaran pemerintah tersebut bisa dikatakan pemborosan yang dapat menyebab
kan terjadinya inflasi yang akan membawa dampak atau akibat negatif terhadap pembanguna
n khususnya bagi perekonomian negara.
Sebenarnya manajemen keuangan negara/pemerintah secara efisien dan efektif dibenarka
n oleh Undang-Undang Dasar 1945 melalui pasal 23 yang berbunyi sebagai berikut:
1. Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negar
a ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan ber
tanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh presid
en untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbang
an Dewan Perwakilan Daerah.
3. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diusulkan oleh presiden, pemerintah menjalankan anggaran pendapat
an dan belanja negara tahun yang lalu.
4. Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan un
dang-undang.
5. Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
6. Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.
7. Negara memliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jaw
ab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.12
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

12
Tjahjanulin Domai, Manajemen Keuangan Publik, (Malang: Tim UB Press, 2010), hlm. 30-31

26
Berdasarkan penjelasan yang telah dibahas diatas, dapat disimpulkan bahwa Manajemen
Keuangan Publik (MKP) atau Public Financial Management yang berkaitan dengan aspek
mobilisasi sumber daya dan manajemen pengeluaran di sektor publik. Manajemen keuangan publ
ik adalah semua kegiatan, upaya atau aktivitas yang dilakukan pemerintah (pusat dan daerah) dal
am mengelola semua urusan negara, khususnya yang berkaitan dengan aktivitas finansial pemeri
ntahan mulai dari pengelolaan penerimaan, pengeluaran hingga kebijakan mengadakan pembiaya
an. Manajemen publik juga dapat didefinisikan sebagai sistem untuk menghasilkan dan
mengendalikan sumber daya keuangan publik untuk pelayanan publik yang efektif dan efisien.
Manajemen keuangan publik meliputi perencanaan dan penganggaran, akuntansi dan pelaporan,
pengendalian internal, audit dan pengawasan eksternal. Manajemen keuangan publik juga dapat
diartikan sebagai administrasi dana yang digunakan untuk memberikan layanan publik. Setiap
individu, kelompok ataupun masyarakat tidak dapat terpisahkan dari pengaturan yang dilakukan
oleh negara. Manajemen Keuangan Publik atau dapat disebut juga dengan manajemen keuangan
pemerintah yang merupakan kunci penentu dalam negara untuk melakukan pembangunan dan
penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka pembangunan nasional (Nation Building) dan
pembangunan bangsa (State Building). Reformasi Keuangan Negara dibentuk dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara yang
akuntabel dan transparan yang hasilnya dapat digunakan untuk kemakmuran rakyat. Reformasi
keuangan negara yang terjadi di Indonesia ditandai dengan terbitnya paket tiga Undang-Undang
bidang keuangan negara, yaitu a) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, b) UU No.
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, c) UU
No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Penyelenggaraan pemerintahan negara dalam mewujudkan tujuan bernegara


menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan
keuangan negara yang telah tercantum dalam UUD RI Tahun 1945 yang harus dilaksanakan
secara profesional, terbuka dan bertanggung jawab demi kemakmuran rakyat yang diwujudkan
dalam anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Kewajiban negara antara lain yaitu menyelenggarakan tugas-tugas negara demi kepentingan
masyarakat serta kewajiban negara dalam membayar tagihan-tagihan yang datang dari pihak
ketiga. Sedangkan, hak-hak negara yaitu suatu bentuk usaha pemerintah dalam mengisi kas
negara guna membiayai kepentingan negara atau masyarakat, selain itu juga memiliki hak dalam

27
mencetak uang dan hak mengadakan pinjaman baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Untuk mencapai manajemen keuangan pemerintah yang baik tersebut diperlukan manajemen yan
g sebaik-baiknya dan harus dilakukan dengan rasa tanggung jawab, karena jika pengelolaannya d
ilakukan kurang efisien atau tidak mengikuti prosedur yang benar, seperti tidak memperhatikan p
eraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka pengeluaran-pengeluaran pemerinta
h tersebut bisa dikatakan pemborosan yang dapat menyebabkan terjadinya inflasi yang akan me
mbawa dampak atau akibat negatif terhadap pembangunan khususnya bagi perekonomian negara

DAFTAR PUSTAKA
Aravik, Havis. 2017. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Edisi Pertama. Depok:

28
Kencana
Domai, Tjahjanulin. 2010. Manajemen Keuangan Publik. Malang: Ub Press
PKN, Humas. 2021. “ Desiminasi Reformasi Pengolahan Keuangan Negara”, dalam http://
www.pknstan.ac.id/article/desiminasi-reformasi-pengelolaan-keuangan-negara ,
diakses 28 Agustus 2021
Setiawan, Awan. 2021. “REFORMASI MANAJEMEN KEUANGAN PEMERINTAH:
SEBUAH TINJAUAN”, dalam
https://www.bappenas.go.id/files/1413/6508/0206/04awan__20091014132032__2266__0
.doc,diakses 28 Agustus 2021
Suparno, Bambang. 2018. Ilmu Hukum Tata Negara. Surabaya: Ubhara Press
UMA, Admin. 2021. “ Reformasi Manajemen Keuangan Publik”, dalam
http://map.uma.ac.id/2020/11/reformasi-manajemen-keuangan-publik/ , diakses 28
Agustus 2021

29

Anda mungkin juga menyukai